makalah prof mul.doc
TRANSCRIPT
MAKALAH
PENDEKATAN DESAIN HOLISTIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Desain dan Model Pembelajaran
Dosen Pengampu: Prof. Mulyoto, M.Pd
Disusun Oleh :
Charismalitta M S861402010
Esti Pramiati S861402018
Marchela Siwi F S861402024
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki dasawarsa kedua abad 21 ini, permasalahan pendidikan di Indonesia semakin
kompleks. Perekonomian menjadi latar belakang permasalahan yang sudah kronis. Peningkatan
kualitas pendidikan tidak dijadikan target prioritas oleh pemerintah. Meskipun anggaran
pendidikan meningkat, namun lebih karena tujuan perekonomian juga, misalnya program
sertifikasi guru yang idealismenya meningkatkan kualitas guru hingga saat ini belum tampak
kemajuannya. Hal tersebut didukung dengan sistem birokrasi yang akuntabel.
Namun demikian, patut diapresiasi upaya dari beberapa kalangan swasta yang berupaya
mendongkrak kualitas pendidikan. Munculnya program-program pendidikan yang unggulan
dapat menjadi satu alternatif bagi masyarakat dalam mencari tempat bagi anak-anaknya untuk
bersekolah. Meski tetap muncul pro-kontra, namun terobosan-terobosan model pendidikan ini
terasa dibutuhkan.
Model pendidikan yang sampai saat ini masih eksis dan menjadi alternatif, salah satunya
adalah pendekatan pendidikan holistik (holistic education). Model ini mulai dimunculkan pada
tahun 1960-an, sebagai bagian dari gerakan humanistik. Gerakan ini melawan arus industrialisasi
yang melanda dunia pendidikan saat itu, yaitu memandang manusia sebagai bagian dari mesin
industri, termasuk siswa. Humanistik melihat siswa sebagai sasaran didik yang harus
dikembangkan intelektual, perasaan, nilai moral, dan tujuan pribadi siswa secara seimbang
(Miller, 2001).
2
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan-permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah konsepsi dan pengertian Pembelajaran Holistik ?
2. Apakah tujuan pembelajaran holistik ?
3. Bagaimanakah urgensi perubahan paradigma yang diperlukan dalam implementasi
pembelajaran holistik ?
4. Bagaimanakah aplikasi pembelajaran holistik di dalam pendidikan anak ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan pada makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep dan arti pembelajaran holistik
2. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran holistik
3. Untuk mengetahui urgensi perubahan paradigma dalam pembelajaran holistik
4. Untuk mengetahui aplikasi pembelajaran holistik dalam proses pendidikan anak
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsepsi dan Pengertian Pembelajaran Holistik
Secara etimologi (bahasa) holistik berasal dari kosakata Inggris holistic. Istilah ini berasal
dari kata holy yang berarti suci dan bijak. Sedangkan akar kata holy sendiri adalah whole yang
bermakna menyeluruh.
Kamus Psikologi secara lengkap mendefinisikan holistik sebagai berikut:
Sebuah istilah umum yang diterapkan kepada pendekatan filosofis apapun yang berfokus pada keseluruhan organisme hidup. Aksioma dasar tentang sebuah pandangan holistik bahwa sebuah fenomena yang kompleks tidak bisa dimengerti lewat sebuah analisis terhadap bagian-bagian penyusunnya saja. Lawan dari elementarisme dan atomisme. Teori Gestalt dan teori Freudian adalah contoh klasik pendekatan-pendekatan bagi pendekatan-pendekatan holistik di dalam psikologi.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa holistik mempunyai hubungan yang erat dengan
dunia psikologi, sebuah dunia yang mengkaji jiwa manusia.
Tidak berbeda jauh dengan definisi tersebut, William F. O’Neill memberikan definisi
holistik sebagai berikut.
Sebuah sudut pandang dalam filosofi yang menganggap bahwa segala hal yang mengada
(eksis) pada puncaknya tercakup dalam sebuah wilayah kekuatan-kekuatan yang secara total
bersatu (sebuah keseluruhan kosmis), dan bahwa tidak ada apapun yang dapat benar-benar
dipahami kecuali dalam keterkaitan-keterkaitan totalnya dengan segala aspek lain dari being.
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia membagi pengertian holistik menjadi dua macam.
Pertama, sebagai sebuah paham, holistik adalah cara pendekatan terhadap suatu masalah atau
gejala, dengan memandang masalah atau gejala itu sebagai suatu kesatuan yang utuh. Kedua,
sebagai sebuah sifat, maka holistik berhubungan dengan sistem keseluruhan sebagai suatu
kesatuan lebih daripada sekadar kumpulan bagian.
Hall dan Lindzey, dalam Supratiknya, memberikan definisi holistik sebagai semua teori
yang menekankan pandangan bahwa manusia merupakan suatu organisme yang utuh atau padu
dan bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata berdasarkan aktivitas
bagian-bagiannya.
Merujuk pada beberapa literatur terkait pendekatan holistik (Henzell-Thomas, 2006;
Miller, 2001; Miller, 1991; Bawazir, 2007), maka secara umum pendekatan ini menekankan pada
tujuan membentuk karakter anak yang selaras dengan nilai moral dan etika yang berlaku.
Karakter ini dapat dibentuk melalui berbagai teknik, yaitu:
a. Mengoptimalkan kreatifitas seni sebagai media untuk menghidupkan jiwa dan
imajinasi, mengembangkan kesadaran akan keindahan dan merangsang otak.
b. Melakukan studi lapangan untuk mengenalkan kondisi lingkungan secara nyata, baik
lingkungan sosial maupun fisik.
c. Menanamkan nilali-nilai etika dan moral, baik yang bersumber dari agama maupun
dari sosial dan negara, untuk dijadikan sebagai nilai pribadi siswa, melalui pemahaman
dan praktek pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Bekerjasama dengan orangtua dan masyarakat dalam memantau perkembangan siswa
di sekolah maupun di luar sekolah.
Media Seni yang Kreatif
Kesenian memiliki fungsi yang menyenangkan bagi yang mendengar atau melihat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seni memiliki implikasi mengarahkan perasaan
5
menjadi lebih halus dan sensitif, misalnya musik klasik dan instrumentalia yang membantu
peningkatan konsentrasi dan mempertajam intuisi. Selama ini kesenian masih diposisikan sebatas
mata pelajaran bagi siswa, bukan media pembelajaran.
Beberapa contoh pemanfaatan seni sebagai media belajar :
a. Cara menghafal dengan lagu
b. Memahami dengan seni peran / drama
c. Menghayati dengan melukis
Melalui kreativitas media ini, siswa juga dapat diarahkan pada pengenalan potensi dirinya
yang unik dan mampu mengembangkannya untuk membantu dalam mencapai prestasi yang
optimal.
Studi Lapangan
Pemahaman terhadap suatu konsep akan lebih mudah dan lebih berkesan bagi siswa
dengan mengenal secara langsung. Hal ini mencakup pengenalan terhadap lingkungan fisik
maupun sosial siswa. Misalnya :
a. Materi tentang lingkungan hidup yang harus selalu bersih dapat dikenalkan di TPA
Sampah, pemukiman kumuh / girli, wilayah yang masih asri / hijau.
b. Materi tentang proses tumbuhnya tanaman dapat dibawa ke sawah, ladang, kebun buah,
kebun sayur, kebun tanaman hias.
c. Materi tentang toleransi antar umat beragama dapat dikenalkan pada kunjungan ke
sekolah Islam, Nasrani, candi, kuil.
6
d. Materi tentang amal jariyah dapat dikenalkan dengan mengunjungi panti asuhan dan
kemudian membrikan sumbangan secara langsung kepada anak panti.
e. Materi tentang kerja keras dan daya saing, dilakukan melalui terlibat aktif dalam berbagai
perlombaan individual maupun antar kelompok, antar kelas atau antar sekolah. Melalui
pengenalan langsung studi lapangan ini siswa juga dirangsang daya kritisnya dalam
membandingkan antara konsep yang ada dengan kenyataan di lapangan.
Penanaman Nilai Etika
Nilai etika dan moral, baik yang bersumber dari sosial, agama, maupun negara dapat
dipahami selain melalui pengenalan di kelas, juga melalui praktik dalam kehidupan sehari-hari.
Pelatihan secara rutin, baik di sekolah maupun di rumah dapat mempermudah siswa dalam
mengintegrasikan nilai-nilai itu di dalam dirinya. Misalnya, membaca doa dalam setiap aktivitas
belajar, makan, ke kamar mandi, pulang sekolah, naik kendaraan, akan tidur, bangun tidur, dan
sebagainya. Selain itu, nilai juga dapat ditanamkan melalui studi lapangan maupun kesenian,
sebagaiman uraian sebelumnya.
Kerjasama
Keberhasilan suatu proses pendidikan anak pada hakikatnya sangat berkait erat dengan
kerjasama yang sinergis antara orangtua, sekolah, dan pemerintah. Regulasi / sistem dan
kurikulum yang diputuskan pemerintah dan kemudian dilaksanakan oleh sekolah, harus
didukung sepenuhnya oleh keluarga dan masyarakat. Dukungan ini berupa :
a. Memberikan feedback secara aktif ke sekolah, terutama terkait dengan proses pembelajaran anak di sekolah, dan juga bagaimana perkembangan belajar anak di rumah. Komite kelas atau komite sekolah menjadi sangat penting posisinya dalam aktivitas ini.
b. Terlibat aktif dalam proses pembelajaran di sekolah, misalnya melalui program smart parenting di mana orangtua dan anak melakukan proses belajar bersama. Hal ini akan memberikan pemahaman kepada orangtua bahwa pembelajaran
7
anak perlu didampingi oleh orangtua secara aktif (adanya kesulitan yang harus dipecahkan bersama, target disusun bersama, perencanaan kegiatan bersama).
Istilah pendidikan holistik juga muncul dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Dalam peraturan tersebut, holistik di definisikan sebagai cara memandang segala
sesuatu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.
Dengan diakomodirnya istilah holistik dalam Permendiknas, maka semakin menunjukkan
betapa pentingnya konsep pendidikan holistik sebagai alternatif pembelajaran yang sudah ada
sebelumnya dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari suatu konsep yang dipopulerkan oleh
Benjamin S. Bloom. Bloom (1956) mendeskripsikan tiga sistem klasifikasi bebas untuk bidang
kognitif, psikomotor dan afektif, istilah sistem klasifikasi Bloom untuk bidang kognitif, afektif,
psikomotorik. Biasanya digunakan untuk merujuk pada sistem klasifikasinya untuk bidang
kognitif, yang mana menemukan enam tipe dari tujuan tindakan berbeda: 1) pengetahuan, 2)
komprehensi, 3) aplikasi, 4) analisis, 5) sintesis, dan 6) evaluasi. Gagne (1985) memperkenalkan
sistem klasifikasi lain yang digunakan secara luas untuk bidang kognitif. Sistem klasifikasi ini
membuat perbedaan antara informasi verbal, keahlian intelektual, strategi kognitif, sikap dan
keahlian psikomotor.
2. Tujuan Pembelajaran Holistik
Tujuan pembelajaran holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam
suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis
melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pembelajaran holistik,
peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat
memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang
sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan
emosionalnya (Basil Bernstein).
Jika merujuk pada pemikiran Abraham Maslow, maka pendidikan harus dapat
mengantarkan peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri (self-actualization) yang ditandai
8
dengan adanya: (1) kesadaran; (2) kejujuran; (3) kebebasan atau kemandirian; dan (4)
kepercayaan.
Pembelajaran holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik,
baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses
pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif,
oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana
orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi
pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2)
prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4)
pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu
berada.
Dalam pembelajaran holistik, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol
kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor,
dan fasilitator. Forbes (1996) mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam perjalanan
yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan guru bekerja guna mencapai tujuan
yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan
individu dihargai dan kerjasama lebih utama dari pada kompetisi.
Gagasan pembelajaran holistik telah mendorong terbentuknya model-model pendidikan
alternatif, yang mungkin dalam penyelenggaraannya sangat jauh berbeda dengan pendidikan
pada umumnya, salah satunya adalah homeschooling, yang saat ini sedang berkembang,
termasuk di Indonesia.
3. Urgensi perubahan paradigma yang diperlukan dalam implementasi Pembelajaran
Holistik
Belajar hakekatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang, perubahan sabagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam bebagai
9
bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,
keterampilan dan kemampuan serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu
yang belajar.
Seperti yang dikemukakan oleh George J. Mouly bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku seseoran berkat adanya pengalaman. Pendapat senada disampaikan oleh kimble dan
Garmezi yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative permanen,
terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Garry dan Kingsley menyatakan bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinal melalui pengalaman dan latihan-latihan.
Dengan demikian, inti dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku karena
adannya suatu pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa perubahan
keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi. Adapun pengalaman
dalam proses belajar ialah bentuk interaksi antara individu dengan lingkungan.
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran
yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student
centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan
pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua
perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses
maupun basil pendidikan.
Satu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan
dan diterapkannya model Pembelajaran- Holistik. Inovasi yang bermula dari suatu pandangan
pilosofis esensialisme, kemudian berkembang pada berbagai mata pelajaran atau bidang studi.
Apa sesungguhnya praktik belajar ini? Praktik belajar diartikan sebagai,suatu inovasi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori/konsep-konsep
melalui pengalaman belajar praktik-empiris. Dalam konteks yang lebih luas, dalam model
pembelajaran ini hasil akhirnya adalah assessment (penilaian) yang bersifat komprehensif, baik
dari segi proses maupun produk pada semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif,
maupun psikomototrik.
10
Berdasarkan paparan di atas, maka model pembelajaran Holistik mendasarkan diri (self
oriented) pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
a. Proses Belajar
1) Belajar tidak hanya sekadar menghafal. Siswa harus mengonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri sendiri.
2) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari
pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
3) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
4) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang
terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
5) Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
6) Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
7) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan
terus seiiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
b. Transfer Belajar
1) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
2) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit
demi sedikit).
3) Penting bagi siswa untuk tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Siswa sebagai Pembelajar
11
1) Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan
seorang anak mempunyai kecenderunpn untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
2) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
3) Peran orang dewasa berperan membantu menghubungkan antara yang baru dan
yang sudah diketahui.
4) Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan
menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
d. Pentingnya lingkungan belajar.
1) Belajar efektif itu dimualai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
2) Pengajaran harus berpusat pada bagaimana siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka. Strategi belajar lebih penting daripada hasilnya.
3) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang
benar.
4) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
5) Media pembelajaran harus dirancang dan dikembangkan untuk memberikan
lingkungan yang interaktif, memotivasi dan menyenangkan.
Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah
dan menyentuh dimensi fisik, kognitif dan jiwa, mental dan emosional anak. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran
yang berorientasi pada penguasaan materi (Rote Learning) terbukti berhasil dalam kompetisi
mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang.
12
Model pembelajaran holistik merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru
ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Untuk membantu siswa mamahami konsep-konsep dan memudahkan guru dalam
mengajarkan konsep-konsep tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang langsung
mengaitkan materi konteks pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.
4. Aplikasi Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Anak
Pendekatan dalam proses pelaksanaan pendidikan yang mampu melihat anak secara
keseluruhan adalah Pendekatan Holistik. Pendekatan Holistik dikemas bukan dalam bentuk yang
kaku melainkan melalui hubungan langsung antara anak didik dengan lingkungannya.
Pendekatan Holistik tidak melihat manusia dari aktivitasnya yang terpisah pada bagian-bagian
tertentu, namun merupakan mahluk yang bersifat utuh dan tingkah lakunya tidak dapat
dijelaskan berdasarkan aktivitas bagian-bagiannya. Tidak hanya melalui potensi intelektualnya
saja, namun juga dari potensi spiritual dan emosionalnya
Proses pelaksanaan pendekatan Holistik dalam pendidikan akan mengajak anak berbagi
pengalaman kehidupan nyata, mengalami peristiwa-peristiwa langsung yang diperoleh dari
pengetahuan kehidupan. Dengan demikian pendidik diharapkan dapat
menyalakan/menghidupkan kecintaan anak akan pembelajaran. Pendidik juga mendorong anak
untuk melakukan refleksi, diskusi daripada mengingat secara pasif tentang fakta-fakta. Hal ini
jauh lebih bermanfaat dibanding keterampilan pernecahan masalah yang bersifat abstrak.
Komunitas pembelajaran yang diciptakan pada proses pendidikan Holistik harus dapat
merangsang pertumbuhan kreativitas pribadi, dan keingintahuan dengan cara berhubungan
dengan dunia. Dengan demikian anak didik dapat menjadi pribadi-pribadi yang penuh rasa ingin
tahu yang dapat belajar apapun yang mereka butuh ketahui dalam setiap konteks baru,
13
Menurut Djauharah Bawazir (2008) model pendidikan holistik ini melahirkan Kurikulum
Holistik yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Spiritualitas adalah jantung dari setiap proses dan praktek pembelajaran
b. Pembelajaran diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan dirinya dengan segala
potensinya. Mereka harus diajak untuk berhubungan dengan dirinya yang paling dalarn
(inner self, sehingga memahami eksistensi, otoritas, tapi sekaligus bergantung
sepenuhnya kepada pencipta Nya).
c. Pembelajaran tidak hanya mengembangkan cara berpikir analitis/linier tapi juga intuitif.
d. Pembelajaran berkewajiban menumbuhkembangkan potensi kecerdasan majemuk
(multiple intelligences), yaitu kecerdasan tidak hanya tunggal berdasarkan nilai IQ tetapi
ada kecerdasan lain yang dimiliki setiap anak. Misalnya, kecerdasan bahasa, kecerdasan
berkaitan dengan angka, kecerdasan sosial, kecerdasan kinesetik dan lain-lain.
e. Menyadarkan anak akan keterkaitannya dengan komunitas sekitarnya
f. Mengajak anak menyadari hubungannya dengan bumi dan ciptaan Allah selain manusia
seperti hewan, tumbuhan, dan benda (air, udara, tanah) sehingga mereka memiliki
kesadaran ekologis.
g. Kurikulumnya memperhatikan hubungan antara berbagai pokok bahasan dalam tingkatan
transdisipliner, sehingga hal itu akan lebih memberi makna kepada siswa.
h. Menghantarkan anak untuk menyeimbangkan antara belajar individual dengan kelompok
(kooperatif, kolaboratif, antara isi dengan proses, antara pengetahuan dengan imajinasi,
antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif dengan kualitatif).
i. Pembelajaran yang tumbuh, menemukan, dan memperluas cakrawala.
j. Pembelajaran yang merupakan sebuah proses kreatif dan artistik.
Menurut Woofolk, A (1993) menyebutkan aplikasi pendekatan holistik dalam
pembelajaran di sekolah adalah sebagai berikut.
a. Wawasan pengetahuan yang mendalam ( insight ), yaitu bahwa wawasan memegang
peranan penting dalam perilaku.
14
b. Pembelajaran yang bermakna ( meaning full learning ) yaitu kebermaknaan unsur – unsur
yang terkait dalam suatu objek atau peristiwa akan menunjanng pembentukan insight
dalam proses pembelajaran.
c. Perilaku bertujuan ( purposive behavior ) yaitu bahwa hakikatnya perilaku itu terarah
pada suatu tujuan.
d. Prinsip ruang hidup ( life space ) menyatakan bahwa perilaku individu mempunyai
keterkaitan dengan lingkungan atau medan dimana ia berada. Prinsip ini
mengaplikasikan adanya padanan dan akitan antara proses pembelajaran dengan tuntutan
dan kebutuhan lingkungan.
e. Transfer dalam pembelajaran, yaitu pemindahan pola – pola perilaku dari suatu situasi
pembelajaran tertentu kepada situaasi lain. Transfer akan terjadi apabila anak menangkap
prinsip – prinsip pokok dari suatu masalah dan memnemukan generalisasi kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran holistik (holistic learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada pemahaman informasi dan mengkaitkannya dengan topik-topik lain sehingga terbangun
kerangka pengetahuan . Pembelajaran yang terbangun meliputi kognitif, afektif dan psikomotor
yang kesemua komponen tersebut merupakan keutuhan dari manusia. Sehingga prinsip yang
sesuai dengan pendekatan holistik ini adalah pembelajaran Humanistik yang lebih tepatnya
memanusiakan manusia.
Pendekatan holistik sendiri memiliki berbagai metode dan teknik dalam penerapannya.
Metode tersebut adalah belajar melalui keseluruhan bagian otak dan belajar melalui kecerdasan
majemuk (multiple intelligences). Sedangkan teknik yang digunakan dalam pendekatan holistik
adalah mengajukan pertanyaan, memvisualkan informasi dan merasakan informasi. Sehingga
Pendekatan Holistik tidak melihat manusia dari aktivitasnya yang terpisah pada bagian-bagian
tertentu, tetapi merupakan makhluk yang bersifat utuh dan tingkah lakunya tidak dapat
dijelaskan berdasarkan aktivitas bagian-bagiannya. Tidak hanya melalui potensi intelektualnya
saja, tetapi juga dari potensi spiritual dan emosionalnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
William F. O’Neill. 2002. Ideologi-Ideologi Pendidikan, terj. Omi Intan Naomi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
A. Supratiknya (ed.). 1993. Psikologi Kepribadian 2: Teori-Teori Holistik (Organismik-
Fenomenologis). Yogyakarta: Kanisius
Akhmad Sudrajat. 2008. “Tentang Pendekatan Holistik” diakses pada hari Senin, 28 November
2011 di http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/pendidikan-holistik/
Djauharah Bawazir. 2008. “Pendekatan Holistik Dalam Pendidikan Anak” diakses pada hari
Senin, 17 November 2014 di http://bunyan.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=284&Itemid=97
Pusat penelitian dan pelayanan pendidikan Universitas Sanata Darma. 2009. “Pembelajaran
Holistik” diakses pada hari Senin, 17 November 2014 di
http://p4-usd.blogspot.com/2009/05/pembelajaran-holistik.html
Young, Schoot H. 2005. “Belajar Holistik” diakses pada hari Senin, 17 November 2014 di
www. jwelford .demon.co.uk/ brainwaremap/holist.html
17
18