makalah pkn indra

Upload: indra-darwis

Post on 08-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PKN

TRANSCRIPT

1. Konsep Dasar KonstitusiIstilah KonstitusiIstilah konstitusi berasal dari bahasa inggris yaitu Constitution dan berasal dari bahasa belanda constitue. Constution (konstitusi) memiliki makna yang lebih luas dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakatDalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu Cume berarti bersama dengan dan Statuere berarti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi constitution.

Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara.Menurut pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan kata lain konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan hubungan diantara keduanya.

Pengertian KonstitusiPengertian konstitusi menurut para ahli

1. K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

2. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.

3. Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik, dsb.

4. L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.

5. Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.

6. Carl schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:Konstitusi dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;1. Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi yang ada di dalam negara.2. Konstitusi sebagai bentuk negara.3. Konstitusi sebagai faktor integrasi.4. Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara .

Konstitusi dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil (konstitusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya). Konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan. Konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta perlindungannya.Tujuan KonstitusiSecara garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sehingga pada hakekatnya tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusionalisme yang berate pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah diastu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk dipihak lain.Fungsi Dan Ruang Lingkup KonstitusiDalam berbagai literature hokum tata Negara maupun ilmu politik ditegaskan bahwa fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk system politik dan hokum Negara. Oleh karena itu ruang lingkup undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis sebagaimana dikemukakan oleh A.A.HY Struycken memuat tentang :

1. Hasil perjuangan politik bangsa diwaktu lampau.2. Tingkat-tingkat tinggi pembangunan ketatanegaraan bangsa.

3. Pandangan tokoh bangsa yang hendak di wujudkan, baik sekarang maupun masa yang akan datang.

4. Suatu keinginan yang mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.Klasifikasi KonstitusiKonstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Konstitusi tertulis dan tidak tertulisKonstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang dapat dijumpai pada sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi proses undang-undang biasa untuk mengembangkan konstitusi itu sendiri dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan.Konstitusi tidak tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang misalnya dalam penentuan Qourum, Amandemen, Referendum dan konvensi. Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku1. Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitua. Elasticb. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama.2. Cirri-ciri konstitusi yang kakua. Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain.b. Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat. Konstitusi derajat tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggiKonstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain.Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat. Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuanJika bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian kekuasaan antara pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian.Dalam Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi. Konstitusi system pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan parlementer.Konstitusi yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial dapat diklasifikasikan kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu pula sebaliknya.

Konstitusi politik dan konstitusi socialKonstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara. Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita cita sosial bangsa, rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin dikembangkan bangsa itu.Nilai Konstitusi

Konstitusi sebagai hukum dasar tertulis atau Undang Undang Dasar dimaksudkan menjadi landasan kehidupan bernegara atau landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang mengatur kekuasaan Negara serta hak dan kewajiban warga Negara.Nilai konstitusi yang dimaksud disini adalah nilai (value) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam konstitusi dalam kenyataan praktik. Jika berbicara mengenai nilai konstitusi, para sarjana hukum selalu mengutip pendapat Karl Loewenstein dalam bukunya Reflection on the Value of Constitution in Our Revolutionary Age, yang menjelaskan dan membedakan nilai-nilai konstitusi dalam tiga macam nilai, yakni : a. Normative Value (Nilai Normatif)Konstitusi memiliki nilai-nilai normative apabila norma yang terdapat dalam konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh subyek hukum yang terikat padanya. Bagi bangsa tersebut konstitusi bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga merupakan kenyataan (reality) dalam arti sepenuhnya diperlukan dan berlaku efektif, secara murni konsekuen. Hal ini sangat penting karena dalam setiap Undang Undang Dasar ada dua masalah, yaitu : Sifat ideal dari UUD (teori/das sein)

Cara pelaksanaan UUD itu ( praktik/das sein) b. Nominal Value (Nilai Nominal)Konstitusi memiliki nilai nominal apabila suatu Undang Undang Dasar sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam kenyataannya tidak dipakai sama sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan bernegara. c. Semantical Value (Nilai Semantik)Konstitusi memiliki nilai semantic, apabila konstitusi yang norma-norma yang terkandung di dalamnya hanya dihargai di atas kertas yang indah dan dijadikan jargon, semboyan, ataupun gincu-gincu ketatanegaran yang berfungsi sebagai pemanis dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka. Maksud esensial konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur. Akan tetapi hal ini diberlakukan/ditangguhkan dan baru dilaksanakan berdasrkan kepentingan pemegang kekuasaan. Dengan demikian, konstitusi hanya sekedar istilah kata-kata saja.

Sifat Konstitusi

Sebuah konstitusi selain memilki nilai-nilai normatif, nominal, dan semantik juga memiliki sifat-sifat konstitusi yang dapat diklasifikasikan sebagai flexible atau rigid, tertulis dan tidak tertulis, formil atau material.

Menurut Jimly assidiqqie, ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apakah Undang Undang Dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah dengan melihat apakah naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit. Yang kedua melihat apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain jika sebuah konstitusi mudah dalam mengikuti perkemabangan zaman maka bersifat fleksibel, apabila tidak mudah maka bersifat rigid.

Adapun suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.

Hakikat konstitusi menurut Dr. H. Bagir Manan, SH. MCL dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan konstitusi suatu Negara adalah Pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk di pihak lain.

Hakikat sebuah konstitusi sangatlah penting karena UUD sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisi suatu cita hokum yang menjadi panutan dan panduan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, pada hakikatnya sebuah konstitusi juga berhubungan dengan konstitualisme. Sebagaimana yang dikatakan John Ferejohn bahwa konstitualisme harus dipahami sejajar dengan penafsiran historis dan cultural. Oleh karena itu, konstitualisme tidak dapat dilepaskan dari pemikiran filosofis suatu Negara.Dengan demikian, para ahli hukum berpendapat bahwa hakikat konstitusi dipahami berkaitan erat dengan tujuan bernegara. Sebagaimana yang dikatakan oleh Jimly Asshidiqie, bahwa pada umumnya konstitusi dipahami mempunyai tujuan pokok, yaitu : keadilan, kepastian, dan kegunaan.

Dengan kata lain, konstitusi merupakan piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan Negara dan dasar organisasi kenegaraan dan suatu bangsa, juga merupakan blueprint (cetak biru) tentang kesepakatan nasional seluruh rakyat. Dengan demikian konstitusi menjadi suatu frame work of the nation.2. Perubahan KonstitusiPembaharuan konstitusi dimanapun didunia ini terutama tidak ditentukan oleh tata catra resmi (formal) yang harus dilalui. Tata cara formal (fleksibel) tidak serta merta memudahkan terjadinya perubahan UUD. Begitu pula sebaliknya, tata cara formal yang dipersukar(rigid)tidak berarti perubahan UUD tidak akan atau akan jarang terjadi. Faktor utama yang menentukan perubahan UUD adalah berbagai (pembaharuan) keadaan dimasyarakat. Dorongan demokratisasi, pelaksanaan paham negara kesejahteraan(welfare state), perubahan pola dan sistem ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi kekuatan(forces)pendorong pembaharuan. Jadi, masyarakatlah yang menjadi pendorong utama pembaharuan UUD. Demikian pula peranan UUD itu sendiri. Hanya masyarakat yang berkehendak dan mempunyai tradisi menghormati dan menjunjung tinggi UUD (konstitusi pada umumnya), yang akan menentukan UUD tersebut akan dijalankan sebagaimana mestinya. KC Wheare pernah mengingatkan, mengapa konstitusi perlu ditentukan pada kedudukan yang tinggi(supreme), supaya ada semacam jaminan bahwa konstitusi itu akan diperhatikan dan ditaati dan menjamin agar konstitusi itu akan diperhatikan dan ditaati dan menjamin agar konstitusi tidak akan dirusak dan diubah begitu saja secara sembarangan. Perubahannya harus dilakukan secara hikmat, penuh sungguhan, dan pertimbangan yang mendalam. Sasaran yang ingin diraih dengan jalan mempersulit perubahan konstitusi antara lain:a. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak sembarangan dengan sadar (dikehendaki).

b. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan.

UUD yang baik selalu menentukan sendiri prosedur perubahan atas dirinya sendiri. Perubahan yang dilakukan di luar prosedur yang ditentukan itu bukanlah perubahan yang dapat dibenarkan secara hukum(verfassung anderung). Inilah prinsip negara hukum yang demokratis(democratische rechtsstaat)dan prinsip negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum(constitutional democracy)yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini. Di luar itu, namanya bukan'rechtsstaat', melainkan'machtsstaat' yang hanya menjadikan perimbangan'revolusi politik' sebagai landasan pembenar yang bersifatpost factum terhadap perubahan dan pemberlakuan suatu konstitusi.Menurut Sri Soemantri, apabila dipelajari secara detail mengenai sistem perubahan konstitusi di berbagai negara, paling tidak ada dua sistem yang sedang berkembang, yaitu RENEWEL (Pembaharuan) dianut di negara-negara Eropa Kontinental dan AMANDEMENT (Perubahan) seperti dianut di negara-negara Anglo Saxon. Sistem yang pertama ialah, apabila suatu konstitusi dilakukan perubahan (dalam arti diadakan pembaharuan), maka yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang menganut sistem ini misalnya Belanda, Jerman, dan Prancis. Sistem yang kedua ialah, apabila suatu konstitusi diubah (diamandemen), konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain, hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau dilampirkan dalam konstitusinya. Sistem ini dianut oleh negara Amerika Serikat.

Menurut Wheare, perubahan UUD akibat dorongan kekuatan(forces)yang terjadi dapat berbentuk; pertama, kekuatan-kekuatan yang kemudian melahirkan perubahan keadaan(circumstances)tanpa mengakibatkan perubahan bunyi yang tertulis dalam UUD, melainkan terjadi perubahan makna. Suatu ketentuan UUD diberi makna baru tanpa mengubah bunyinya. Kedua, kekuatan-kekuatan yang melahirkan keadaan baru itu mendorong perubahan atas ketentuan UUD, baik melalui perubahan formal, putusan hakim, hukum adat, maupun konvensi.

Ada hal-hal prinsp yang harus diperhatikan dalam perubahan UUD. Menurut Bagir Manan, perubahan UUD berhubungan dengan perumusan kaidah konstitusi sebagai kaidah hukum negara tertinggi. Dalam hal ini, terlepas dari beberapa kebutuhan mendesak, perlu kehati-hatian, baik mengenai materi muatan maupun cara-cara perumusan. Memang benar penataan kembali UUD 1945 untuk menjamin pelaksanaan konstitusionalisme dan menampung dinamika baru di bidang politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Namun, jangan sekali-kali perubahan itu semata-mata dijadikan dasar dan tempat menampung berbagai realitas kekuatan politik yang berbeda dan sedan bersaing dalam SU MPR. Juga berhati-hati dengan cara-cara merumuskan kaidah UUD. Selain harus mudah dipahami(zakelijk), juga menghindari kompromi bahasa yang dapat menimbulkan multitafsir yang dapat disalahgunakan dikemudian hari.Sri Soemantri menegaskan, dalam mengubah UUD harus ditetapkan dulu alasan dan tujuannya. Jika hal itu sudah disepakati, baru dapat dipikirkan langkah selanjutnya berdasarkan alasan dan tujuan perubahan itu. Misalnya, Selam ini UUD terkesan terlalu beriorentasi pada eksekutif. Oleh karena itu, ditentukanlah bahwa tujuan dari perubahan UUD adalah untuk membatasi eksekutif. Kemudian apa yang dilakukan untuk membatasi kekuasaan eksekutif? Itu harus dipikirkan masak-masak. Misalnya, kontrol terhadap eksekutif hanya diperkuat. Itu berarti kedudukan legislatif mesti diperkuat. Jadi, kita harus kembali pada alasan dan tujuan dari perubahan itu. Misalnya, tujuannya adalah mewujudkan negara demokrasi, maka kita harus berbicara dengan mengenai sistem pemerintahan.

Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakukan terhadap meteri tertentu dengan menetapkan naskah Amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD, sedangkan menurut tradisi Eropa perubahan dilakukan langsung dalam teks UUD, jika perubahan itu menyangkut materi tertentu, tentulah naskah UUD asli itu tidak banyak mengalami perubahan. Akan tetapi, jika materi yang diubah terbilang banyak dan apalagi isinya sangat mendasar, biasanya naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali. Dalam hal demikian, perubahan identik dengan penggantian. Namun, dalam tradisi Amandemen Konstitusi Amerika Serikat, materi yang diubah biasanya selalu menyangkut satu "issue" tertentu.

Landasan teoritis melakukan perubahan UUD 1945 dalam bentuk putusan "Perubahan UUD" adalah menjadikan konstitusi bersifatnormative-closedsehingga perubahan tidak lagi dilakukan oleh MPR dengan ketetapan MPR. MPR tidak dibenarkan mengembangkan kewenangannya melalui putusan nonamandemen, karena dengan demikian secara teoritis akan menempatkan konstitusi bersifatnormative-open. Menjadikan UUD 1945 bersifatnormative-closedmembawa implikasi terhadap eksistensi MPR, yaitu MPR harus patuh terhadap UUD 1945.Amandemn sebagai bentuk hukum perubahan UUD mempunyai kedudukan sederajat dan merupakan bagian tak terpisahkan dari UUD. Kebaikan bentuk hukum amandemen atau perubahan ada kesinambungan historis dengan UUD asli (sebelum perubahan). Amandemen atau perubahan merupakan suatu bentuk hukum, bukan sekedar prosedur. Inilah perubahan UUD 1945 yang disebut "perubahan pertama". Tidak perlu semua anggota MPR menandatangani naskah perubahan. Cukup suatu berita acara yang menerangkan penyelanggaraan perubahan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam UUD dan naskah perubahan disertakan pada berita acara, termasuk daftar hadir dan sebagainya.

Perubahan Konstitusi Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi

1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 27 Desember 1949Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945, Negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD, namun sehari kemudian tepatnya, 18 Agustus 1945, Panitia Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusanya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak disahkan oleh MPR sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 UUD 1945? sebab, saat itu MPR belum dibentuk.

Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasanya dimuat dalam Berita Rebuplik Indonesia No. 7 tahun II 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Ada beberapa hal yang perlu diketahui antara lain tentang bentuk Negara, kedaulatan, dan sistem pemerintahan. Mengenai bentuk Negara diatur dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan berbentuk republik. Sebagai Negara kesatuan, maka di Negara republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan Negara, yaitu di tanggan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah Negara bagian sebagiamana yang berlaku dinegara yang berbentuk serikat (federasi). Sebagai Negara yang berbentuk republik, maka kepala Negara dijabat oleh presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasarkan keturunan.

Mengenai kedaulatan diatur dalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawatan Rakyat atas dasar itu, maka Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi Negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi Negara yang lain berada dibawah MPR.

Mengenai sistem pemerintahan Negara diatur dalam pasal 4 ayat (1) yang berbunyi Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal tersebut menunjukan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, presiden selain sebagai kepala Negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu presiden yang bertanggung jawab kepada presiden, bukan Kepala Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Lembaga tertinggi dalam lembaga-lembaga tinggi Negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah:

a. Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR)

b. Presiden

c. Dewan Perrtimbangan agung (DPA)

d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

f. Mahkamah Agung (MA)

2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949Perjalanan Negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah-belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara boneka seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam Negara Republik Indonesia.

Bahkan Belanda kemudian melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi MIliter II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda denga Republik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari rebuplik Indonesia, BFO yaitu gabungan dari Negara-Negara boneka yang dibentuk oleh Belanda dan Belanda serta sebuah Komisi PBB untuk Indonesia.

KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu :

1. Didirikan Negara Republik Indonesia Serikat

2. Penyerahan kedaulatan kepada republik Indonesia serikat dan

3. Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Inggris

Perubaham bentuk Negara dari Negara kesatuan menjadi Negara serikat mengharuskan adanya pergantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Rebublik Indonesia Serikat. Rencangan UUD tersebut oleh gelegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.

Seteleh kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 desember 1949 diberlakuakan suatu UUND yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri diatas Mukadimah yang berisi 4 alenia, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.

Mengenal bentuk Negara dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah Negara hukum yang demokratis dan bentuk federasi. Dengan berubah menjadi Negara serikat, maka di dalam RIS terdapat beberapa Negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah Negara bagianya. Negara-Negara bagian itu adalah: Negara republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.

Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tatap berlaku tetapi hanya untuk Negara Republik Indonesia. Wilayah Negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.

Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem Parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa Presiden tidak dapat diganggu gugat. Artinya, presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala Negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan bertanggung jawab atas tugas pemerintah? pada pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa menteri-menteri bertangungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagianya sendiri-sendiri. Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertangungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri.

3. Periode Berlakunya UUDS 1950Pada awal mei 1950 terjadinya penggabungan Negara-Negara bagian dalam Negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga Negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur dengan republik Indonesia untuk kembali kebentuk Kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah Negara serikat menjadi Negara kesatuan diperlukan suatu UUD Negara Kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS. Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkan Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-Undang dasar sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tabggal 17 agustur 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950. Dan terbentukalah kembali Negara Kesatuan republik Indonesia. Undang-Undang dasar sementara 1950 terdiri atas Mukadimah, batang tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.

Mengenai dianutnya bentuk Negara kesatuan dinyatakan dalam pasal 1 ayat (10 UUDS 1950 yang berbunyi Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan Parlemanter. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan, baik bersama- sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagianya sendiri-sendiri. Hal ini berarti yang bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri menteri. Menteri menteri tersebut bertanggungjawab kepada parlemen (DPR).

Lembaga-lembaga Negara menurut UUDS 1950 adalah :

a. Presiden dan wakil Presiden

b. Menteri menteri

c. Dewan Perwakialan Rakyat

d. Mahkamah Agung

e. Dewan Perwakilan Keuangan

Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini. Anggota Konstituante dipilh melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.

Sekalipun kostituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuan UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta badan-badan pemerintahan.

Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali pada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.

Atas dasar tersebut demi untuk menyelematkan bangsa dan negara, pada tanggal 05 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit presiden yang isinya adalah:

1. Menetapkan pembubaran konstituante

2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD 1950

3. Pembentukan MPRS dan DPRS

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusiona dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959-19 Oktober 1999Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959-19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi 2 periode yaitu periode orde lama (1959-1966), dan periode orde baru (1966-1999).Pada masa pemerintahan orde lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan presiden.

Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.

Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir.Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa orde baru.

Semboyan orde baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan masa orde lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/Pemerintah.

Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah dan menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan orde baru bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.

5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999- SekarangSeiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa orde baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lengkap, yaitu: Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan Negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan presiden dan wakil presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia. Setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, dan pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Bupati/ Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut Negara kita.

Lembaga-lembaga Negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah:

a. Presiden

b. Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Dewan Perwakilan Rakyat

d. Dewan Perwakilan Daerah

e. Badan Pemeriksa Keuangan

f. Mahkamah Agung

g. Mahkamah Konstitusi

h. Komisi Yudisial3. Pengertian dan Lingkup Aturan Hukum

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum : a. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.b. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.c. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).d. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.e. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.f. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.g. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu. Hukum PidanaHukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan lembaga moral yang berperan merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.a. Definisi Hukum PidanaHukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:

Pembunuhan Pencurian Penipuan Perampokan Penganiayaan Pemerkosaan KorupsiSementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum-nya mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.B. Tujuan Hukum Pidana

Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah : Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganyaTujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh kriminologi.Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.C. Klasifikasi Hukum PidanaHukum Pidana terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu: Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatan-perbuatan kriminal yang dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang yang merupakan bagian dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan lain sebagainya. Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.Dr. Mansur Said Ismail dalam diktat Hukum Acara Pidana-nya memaparkan defenisi Hukum Acara Pidana sebagai kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidanamulai dari prosedur pelaksanaannya sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum atasnya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari prosedur tersebutbaik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.. Dari sini, jelas bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi: Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai berakhirnya hukum atasnya dengan beragam tingkatannya. Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai dakwa turunan dari dakwa pidana. Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, karena sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan kepentingan Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, Undang-Undang Hukum Acara ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, karena harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum pelaku pidana, dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya, dan jika memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para ahli telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah pihakpelaku pidana dan korban.Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut juga Ius Puniendi, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.D. Ruang Lingkup Hukum PidanaHukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:. Sikap tindak atau perikelakuan manusiaMelanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan. Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah- Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum- Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.- Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.- Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam : Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya. Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau perikelakuan.Misalnya pasal 359 KUHP :Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas .Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah

1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)

3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)E. Sistem HukumanSistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :a. Hukuman Pokok (hoofd straffen )

Hukuman mati

Hukuman penjara

Hukuman kurungan

Hukuman denda

b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)

Pencabutan beberapa hak tertentu

Perampasan barang-barang tertentu

Pengumuman putusan hakim.4. Prinsip-Prinsip Aturan Hukum Secara FormalPrinsip-prinsip aturan hukum secara Formal di Indonesia:Prinsip-prinsip rule of law secara formal di Indonesia tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:

1. Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan

2. Kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur

3. Untuk memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskankeadilan sosial

4. Disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia

5. Kemanusiaan yang adil dan beradab

6. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.5. Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Aturan Hukum di IndonesiaStrategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law

Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka:

a. Keberhasilan the enforcement of the rules of law harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.

b. Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.

c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.

Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.

Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau back to law and order, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.

Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.b. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.c. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.

Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).

Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:a. Kasus korupsi KPU dan KPUD;b. Kasus illegal logging;c. Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);d. Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;e. Kasus perdagangan wanita dan anak6. Lembaga Penegak Hukum di Indonesia

Definisi Lembaga Penegak Hukum tidak dapat ditemui dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia lembaga berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Lembaga juga berarti pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dl suatu kerangka nilai yang relevan. Sedangkan penegak hukum diartikan sebagai petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.Berdasarkan arti Lembaga dan Penegak Hukum tersebut, maka Lembaga Penegak Hukum dapat diartikan sebagai organisasi dari petugas-petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan. Pengertian dari Peradilan itu sendiri adalah:Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum in concreto (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Walaupun definisi Lembaga Penegak Hukum tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi, istilah penegak hukum dapat kita temui dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan penjelasannya yang berbunyi:a. Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.b. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1): Yang dimaksud dengan Advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.c. Selain frasa penegak hukum seperti dalam UU Advokat, terdapat pula istilah lain yang masih memiliki hubungan dengan istilah penegak hukum yang dapat ditemui dalam peraturan yang terpisah antara lain:d. Pasal 2UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia : e. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.f. Pasal 101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan penjelasannya: Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain. g. Dalam penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan aparat penegak hukum lain dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.h. Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan penjelasannya: Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan "penegak hukum lain" antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.i. Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

j. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.k. Pasal 1 angka 8PP No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja: l. Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.m. Mengutip pemberitaan hukumonline dalam artikel DPR Setujui Perubahan Anggaran Penegak Hukum, disebutkan contoh lembaga penegak hukum antara lain Advokat, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. n. Sebenarnya lembaga penegak hukum tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga yang telah disebutkan sebelumnya (Kepolisian, KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kejaksaan, serta Satpol PP). Lembaga-lembaga tersebut dapat dikatakan sebagai penegak hukum bukan hanya karena memiliki kewenangan terkait proses Peradilan, tetapi juga karena memiliki kewenangan menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing.

Dalam artian luas, masih ada beberapa lembaga lain yang memiliki kewenangan untuk mengatur, mengawasi dan melaksanakan perintah peraturan, antara lain:a. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (lihat Pasal 74 sampai Pasal 92 UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeananlihat pula Pasal 33 sampai Pasal 40 UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukaisebagaimana telah diubah denganUU No.39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai).b. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (lihat Pasal 35 sampai Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat).c. Badan Pertanahan Nasional (lihat Pasal 3 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia).

Jadi, walaupun di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak disebutkan definisi dari Lembaga Penegak Hukum maupun Penegak Hukum, tetapi dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa aparat dan lembaga yang dapat dikategorikan sebagai Lembaga Penegak Hukum.

Mengenai apakah lembaga penegak hukum harus diatur melalui Undang-undang, dalam Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan(UU 12/2011), materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi: a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang

c. Pengesahan perjanjian internasional tertentud. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusie. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

7. Keharusan suatu lembaga penegak hukum harus diatur dengan UU memang tidak secara jelas disebutkan. Namun, dari alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 10 UU 12/2011, alasan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat saja menjadi dasar dibentuknya suatu Lembaga Penegak Hukum.

Dasar hukum:

1.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

2.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik Indonesia;7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;8.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja;11. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.URAIAN PERTANYAAN1. Pada pasal 27 ayat 1 tidak sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa banyak penegak hukum yang tidak sesuai dan tidak ada keadilan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelaskan !(Ilham Arif Wijaya 1411031058)2. Jelaskan perbedaan dari keempat perubahan Konstitusi di Indonesia. Mengapa kebali lagi ke UUD 1945?

(Citra Iswari 1411031026)3. Bagaimana Prosedur Untuk Mengubah Undang-undang?

(Bipa Arba Arobbani Z 1411031022)Jawaban

1. Penegakan hukum yang bertanggungjawab (akuntabel) dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara yang berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum memang tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses / tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat memprihatinkan, di samping itu anehnya masyarakatpun tidak pernah jera untuk terus melanggar hukum, sehingga masyarakat sudah sangat terlatih bagaimana mengatasinya jika terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukannya, apakah itu bentuk pelanggaran lalu-lintas, atau melakukan delik-delik umum, atau melakukan tindak pidana korupsi, tidak menjadi masalah. Sebagian besar masyarakat kita telah terlatih benar bagaimana mempengaruhi proses hukum yang berjalan agar ia dapat terlepas dari jerat hukumannya. Kenyataan ini merupakan salah satu indikator buruknya tuntutan hukum (law enforcement) di negeri ini.Dijawab oleh anggota/ketua presentasi yaitu (Indra 1411031063)

2. Perbedaan yang ada yaitu pada bentuk pemerintahan Indonesia yang ada pada saat itu. Bentuk pemerintahan indonesia pada saat itu ada yang Republik, Parlementer dan Serikat. Sehingga mengalami perubahan karena tidak mengalami kecocokan pada hakikat negara Indonesia.Mengapa kita kembali ke UUD 1945 karena UUD 1945 adalah konstitusi yang paling cocok untuk digunakan di negara Indonesia dan berhaluan yang sama pada negara kita.

Dijawab oleh anggota/ketua presentasi yaitu (Indra 1411031063)

3. Tata cara mengubah undang-undang

UUD 1945 mengatur perubahan konstitusinya dalam dua ketentuan yaitu Pertama, ketentuan mengatur kewenangan MPR menetapkan UUD dan Kedua, ketentuan yang mengatur cara perubahan UUD yang terdiri dari persyaratan kuorom dan pengesahan perubahan. Menurut pasal 37, sahnya perubahan UUD adalah apabila disetujui oleh 2/3 dari jumlah anggota majelis yang hadir yaitu 2/3 dari jumlah seluruh anggota majelis. Maka dengan demikian, secara matematis hanya dibutuhkan suara terbesar 2/3 kali 2/3 kali seluruh jumlah anggota majelis, atau 4/9 atau sama dengan 44,4 % suara dari seluruh jumlah anggota majelis. Oleh karena persyaratan keabsahan perubahan UUD itu kurang dari 50 % dari seluruh anggota majelis, maka di lihat dari sisi jumlah suara, cara demikian itu dapat diklarifikasikan sebagai cara yang mudah.

Sungguhpun demikian, jika di lihat dari sisi persyaratan kuorm sidang yang harus dihadiri oleh 2/3 (66,66%) dari jumlah anggota majelis, maka sebenarnya cara perubahan demikian dapat dilakukan tergolong sulit, karena kurang dari satu orang anggota saja yang tidak hadir dalam kuorom dinyatakan tidak sah.

Selanjutnya, pelaksanaan perubahan konstitusi itu di atur dalam Ketetapan MPR NO. II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata tertib MPR RI. Tap MPR ini sebenarnya bersifat umum, sebagi pedoman majelis dalam melaksanakan perubahan UUD. Dalam pasal 29 Tap MPR di atur tingkatan pembicaraan untuk membahas materi-materi dalam rapat atau sidang MPR. Tingkatan pembicaraan itu adalah sebagai berikut :

Tingkat I : Pembahasan oleh badan pekerja majelis terhadap bahan-bahan yang masuk. Hasil dari perubahan tersebut merupakan rancangan ketetapan/keputusan majelis sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.

Tingkat II : Pembicaraan oleh rapat paripurna majelis yang yang didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.

Tingkat III : Pembahasan oleh komisi dan panitia Ad Hoc majelis semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III merupakan rancangan ketetapan/keputusan majelis.

Tingkat IV : Pengambilan keputusan oleh rapat paripurna majelis setelah mendengar laporan dari pimpinan komisi/panitia Ad Hoc dan bilamana perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.

Dengan berpedoman kepada pasal 37 UUD 1945 dan tata tertib tersebut, MPR untuk pertama kalinya melaksanakan kewenanngnya merubah UUD 1945. Perubahan UUD ini terjadi pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Proses perubahan ini terjadi dengan urut-urutan sebagi berikut :

Pertama : Pembahasan perubahan UUD oleh Badan Pekerja MPR yang dilaksanakan oleh Panitia Ad Hoc I (PAH I). Dalam tahap ini, PAH I menyertakan tim ahli yang terdiri dari para guru besar Hukum Tata Negara dan ahli politik dari berbagai perguruan tinggi negeri ataupun swasta, untuk di dengar pandangan-pandangan mereka sehubungan dengan perubahan UUD 1945.

Kedua : pemandangan umum fraksi-fraksi MPR dalam sidang paripurna MPR atas rancangan UUD hasil badan pekerja.

Ketiga : Pembahasan di Komisi A terhadap semua hasil pembicaraan tahap pertama dan kedua itu. Hasil pembahasan pada tahap ini merupakan rancangan/keputusan majelis mengenai draf perubahan UUD 1945. Draf perubahan itu kemudian diajukan oleh Komisi A dalam rapat paripurna sidang majelis.

Pendapat terakhir fraksi-fraksi MPR atas rancangan perubahan UUD hasil Komisi A dan pengambilan putusan atau pengesahan atas rancangan perubahan tersebut.

Dijawab oleh anggota/ketua presentasi yaitu (Iqbal Saputra 1411031065)37