makalah alat indra

69
BAB II TINJAUAN PUSTAKA SISTEM PENGINDRAAN Pancaindra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman dan suara. Ada kesan yang timbul dari dalam antara lain, lapar, haus dan rasa sakit. Dalam segala hal, serabut saraf sensorik dilengkapi dengan ujung akhir khusus mengumpulkan rangsangan yanh khas tempat setiap organ berhubungan. System indra memerlukan bantuan system saraf yang menghubungkan badan indra dengan system saraf pusat. Organ indara adalah sel- sel tertentu yang dapat menerima stimulus dari lingkungan maupun dari dalam badan sendiri untuk diteruskan sebagai impils saraf melalui serabut saraf kepusat susunan saraf. Setiap organ menerima stimulus tertentu, kesan yang 1 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

Upload: warnet-raha

Post on 30-Jul-2015

49 views

Category:

Career


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PENGINDRAAN

Pancaindra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis

rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang

membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan.

Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan,

penciuman dan suara. Ada kesan yang timbul dari dalam antara lain, lapar, haus dan

rasa sakit.

Dalam segala hal, serabut saraf sensorik dilengkapi dengan ujung akhir

khusus mengumpulkan rangsangan yanh khas tempat setiap organ berhubungan.

System indra memerlukan bantuan system saraf yang menghubungkan badan indra

dengan system saraf pusat. Organ indara adalah sel-sel tertentu yang dapat menerima

stimulus dari lingkungan maupun dari dalam badan sendiri untuk diteruskan sebagai

impils saraf melalui serabut saraf kepusat susunan saraf. Setiap organ menerima

stimulus tertentu, kesan yang sesuai sebagai system organ indra haanyaa maampu

meneerimaa stimulus, menghasilkan dan mengirimstimulus dari impuls saraf. Organ

indra dapat diklasifikasimenjadi dua yaitu : organ indra umum seperti reseptor raba

tersebar disekitar seluruh tubuh dan organ indra khusus seperti putting pengecap yang

penyebarannya terbatas pada lidah.

Kelenjar air mata terdiri dari kelenjar majemuk yang terlihat pada sudut dalam

kantong konjungtifa dari saluran kelenjar lakrimalis. Bila bola mata dikedipkan, air

mata akan menggenangi seluruh permukaan bola mata. Sebagian besar cairan ini

menguap, sebagiab lagi masuk kehidung melalui saluran nasolakrimalis.

1 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

INDRA PENLIHATAN

( MATA )

A. ANATOMI FISIOLOGI MATA

ANATOMI MATA

Berikut adalah anatomi dari pada mata :

Mata adalah organ penglihatan, yang berfungai untuk melihat semua gambar-

gambar/ bayangan-bayangan yang nyata didepan kita. Tanpa adanya mata kita sulit

untuk melakukan aktifitas sehari-hari

- Organ Luar Mata

1. Bulu mata

Bulu mata berfungsi menyaring/pelindung mata dari sinar matahari yang

sangat terik dan sebagai alat kecantikan.

2 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

2. Alis mata

Dua potong kulit tebal yang melengkung ditumbuhi oleh bulu mata.Alis mata

berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.

3. Kelopak mata

Terdiri dari dua bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah,fungsinya

adalah pelindung mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan pada mata

(menutup dan membuka mata)

- Organ Dalam Mata

Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari

sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia.

Bagian-bagian tersebut adalah:

1. Kornea

Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari sumber

cahaya.

2. Sklera

Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1

milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.

3. PupilDanIris

Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas

cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan

melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi

ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris

berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna

pada mata.

4. LensaMata

Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina.

Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat

3 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari

jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat

(cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal.

5. RetinaatauSelaputJala

Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya

bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke

saraf optik.

6. SarafOptik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak

FISIOLOGI MATA

Organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan

saraf untuk tranduksi sinar.Aparatus optik mata membentuk dan mempertahankan

ketajaman fokus objek dalam retina.Prinsip optik:sinar dialihkan berjalan dari satu

medium lain dari kepadatan yang berbeda ,fokus utama pada garis yang berjalan

melalui pusat kelengkungan lensa sumbu utama.

Indra penglihatan menerima rasangan berkas-berkas cahaya pada retina

dengan perantara serabut nervus optikus,menghantarkan rangsangan ini kepusat

penglihatan pada otak untuk ditafsirkan.Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan

bayangan yang letaknya difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan

diubah oleh kornea lensa badan ekueus dan vitrous Lensa membiaskan cahaya dan

memfokuskan bayangan pada retina bersatu menangkap sebuah titik bayangan

yang di fokuskan

4 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

B. PENYAKIT PADA MATA

1. BLASTOMA

a. Pengertian

Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraocular yang di temukan

pada anak-anak , pada usia dibawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina

embrional. Massa tumor di retina dapat tumbuh ke dalam vitreus ( endovitik).

b. Patofisiologi

Ratino blasto

Masa tumor di dalam struktur mata

Tumor semakin membesar

penekanan pembulu darah

Peradangan vitreus daerah mata

Proses penyakit

Lesimenonjol berbentuk bulat suplai oksigen berkurang

Berwarna merah jambu

Metabolisme anaerob

Perubahan struktur anatomi mata

Perubahan fungsi

5 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

Asam laknat meningkat

sensorik motorik mata Perubahan citra diri

nyeri

Into leransi aktivitas Ganguan syaraf pusat

↓•

ganguan komunikasi visual Merangsang mediator

nyeri (histamine,bradikinin,serotin,dll)

penurunan aktivitas Metaphase ke otak

Into leransi aktivitas Ganguan syaraf pusat ↓Gangguan rasa nyaman

dan aman

c. Etiologi

Retinablastoma terjadi ketika terjadi mutasi genetik pada sel syaraf

retina yang menyebabkannya terus tumbuh dan melipatgandakan diri ketika sel

normal seharusnya mati. Akumulasi sel ini kemudian membentuk tumor.

Retinoblastoma dapat menyerang ke dalam mata dan jaringan di sekitarnya.

Retinoblastoma juga dapat menyebar ke area lain di dalam tubuh, seperti otak

dan tulang belakang.

Pada umumnya tidak jelas apa yang menyebabkan terjadinya

retinoblastoma. Tetapi adalah hal yang mungkin jika ini merupakan kondisi

bawaan. Mutasi gen yang meningkatkan risiko r etinoblastoma dan kanker lain

dapat menurun dari orang tua ke anak.

6 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

d. Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi dan tomografi computer dilakukan terutama untuk pasien

dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.

2. ABLASIO RETINA

a. Pengertian

Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen

retina,ablasio retina merupakan masalah mata yang serius dan memerlukan

perawatan yang serius pula.

Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan

epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina

yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen

pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas

fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan

7 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

b. Patofisiologi

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai

dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat

longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :

-    Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami

likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio

progresif (ablasio regmatogenosa).

-   Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina,

misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio

retina traksional).

-   Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina

akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan

(ablasio retina eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya

robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut,

dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah

degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan

sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera,

dan sebagainya.

c. Etiologi

a. Malformasi kongenital

b. Kelainan metabolisme

c. Penyakit vaskuler

d. Inflamasi intraokuler

e. Neoplasma

f. Trauma

g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina

8 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

d. Pemeriksaan Penunjang

-   Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit

penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, maupun kelainan darah.

-   Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi oleh

karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.

-   Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan

untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk

mendeteksi benda asing intraokuli dan tumor

e. Cara Pengobatan

Manajemen Terapi Ablatio Retina

Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral bucking

yaitu pengikatan kembali retina yang lepas.

a. Pengelolaan penderita sebelum operasi

Mengatasi kecemasan

Membatasi aktivitas

Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi

pergerakan bola mata

Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah

akomodasi dan kontriksi.

b. Pengelolaan penderita setelah operasi

Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.

Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.

Evaluasi penutup mata

9 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

Bantu semua kebutuhan ADL

Perawatan dan pengobatan sesuai program

3. Presbiopi

a. Pengertian

suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan

akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.Makin bertambahnya

umur maka setiap lensa akan menglami kemunduran kemampuan untuk

mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan memberikan

kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap normal.

b. Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi

mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan

kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur kaka lensa

menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi

cembung,dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :

- Kelemahanototakomodasi

- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisnya akibat sklerosis lensa.

10 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

c. Etiologi

- Tidak jelas diduga merupakan sutu neoplasma radang dan degenerasi.

- Iritasi korronis oleh suatu debu,sinar ultra violet ( cahaya matahari ) dan

angin

(udarapanas) yang mengenai kongtungtiva bulbi

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis pterigium tidak harus

dilakukan, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik kadang sudah dapat

digunakan untuk menegakkan diagnosis pterigium. Pemeriksaan histopatologi

dilakukan pada jaringan pterigium yang telah diekstirpasi. Gambaran pterigium

yang didapat adalah berupa epitel yang irreguler dan tampak adanya degenerasi

hialin pada stromanya.

  Pengobatan pterigium tergantung dari keadaan pteriumnya sendiri, dimana

pada keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan, namun bila terjadi proses

inflamasi dapat diberikan steroid topikal untuk menekan proses peradangan, dan

pada keadaan lanjut misalnya terjadi gangguan penglihatan (refraktif), pterigium

telah menutupi media penglihatan (menutupi sekitar 4mm permukaan kornea)

maupun untuk alasan kosmetik maka diperlukan tindakan pembedahan berupa

ekstirpasi pterigium.

e. Pengobatan

Obat-obatan yang sering digunakan pada kasus pterigium adalah :

-      Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata)

1. Untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada

lapisan air. Obat ini merupakan obat tetes mata topikal atau air mata

artifisial (air mata penyegar, Gen Teal (OTC)

11 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

2. Air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata

pada pasien dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan

permukaan air mata yang tak teratur. Keadaan ini banyak terjadi pada

keadaan pterygium.

-      Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental pada

permukaan okular. alep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M

penyegar (OTC). Suatu pelumas yang lebih kental untuk permukaan mata.

Sediaan yang lebih kental ini akan cenderung menyebabkan kaburnya

penglihatan sementara; oleh karena itu bahan ini sering dipergunakan pada

malam hari terkecuali bila pasien merasakan sakit dalam pemakaiannya.

-      Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada

permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan

sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygia yang inflamasi dengan

mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular

di dekat jejasnya. Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) – suatu suspensi

kortikosteroid topikal yang dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata.

Pemakaian obat ini harus dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang sudah

berat yang tak bisa disembuhkan dengan pelumas topikal lain.

Tindakan pembedahan untuk ekstirpasi pterygia biasanya bisa dilakukan pada

pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila

diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien

biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes  mata atau

salep mata antibiotika atau antiinflamasi.

Pembedahan pterigium dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :

Teknik Bare sclera

a. Anastesi : proparacain atau pantokain atau dapat juga menggunakan

kokain 4% yang diteteskan maupun dioles dengan kapas pledget,

kemudian diberikan suntikan subkonjungtiva dengan lidokain 1-2 % .

12 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

b. Persiapkan duk steril untuk menutupi derah operasi.

c. Siapkan lid spekulum

d. Lakukan pengujian untuk menunjukkan otot yang terkait dengan

pterigium.

e. Lakukan fiksasi dengan benang ganda 6.0 pada episklera searah jam 6 dan

jam 12.

f. Posisi mata pada jahitan korset.

g. Buatlah garis demarkasi pterigium dengan cautery.

h. Gunakanlah ujung spons atau kapas untuk membersihkan darah ketika

sedang dilakukan pengikisan pterigium dari apek dengan menggunakan

forcep jaringan.

i. Laksanakan pembedahan dari kepala pterigium yang ada di dekat kornea

mata dengan menggunakan scarifier. Traksi dengan forcep ukuran 0.12

mm akan memudahkan pengangkatan pterigium.

j. Bebaskan sklera dari pterigium.

- Menggunakan westcott gunting untuk memotong sepanjang tanda

cautery.

- Kikislah pterigium dengan gunting.

- Pindahkan semua jaringan pterigium dari limbus dengan

menggunakan sharp sehingga tampak jaringan sklera yang telanjang.

- Jika perlu, mengisolasi rektus otot horizontal dengan suatu sangkutan

otot untuk menghindari kerusakan jaringan yang akan membentuk

sikatrik.

k. Pindahkan pterigium dilimbus dengan menggunakan gunting.

l. Gunakan cautery untuk menjaga keseimbangan.

m. Menghaluskan sekeliling tepi limbus.

- Dengan menggunakan burr intan

- Dengan tepi punggung mata pisau scarifier.

13 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

n. Berikan antibiotik dan steroid topikal.]

o. Kemudian tutup mata dengan kasa steril dan fiksasi

4. HIPERMETROPIA

a. Pengertian

Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan

gangguan kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar

sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di

belakang retina. Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan

di belakang retina.

b. Patofisiologi

Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata

yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan

posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di

belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu.

c. Etiologi

Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:

1.      Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.

Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi

Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis,

ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik

fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).

2.      Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah

Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat

terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa,

14 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia

refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga

kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus

humor dan vitreus humor( mis. Pada penderita Diabetes Mellitus,

hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang

juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)

3.      Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat

Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana

kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan

difokuskan di belakang retina.

4.      Perubahan posisi lensa.

Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih

posterior.tidak ada lagi (afakia).

d. Pemeriksaan penunjang

Kita bisa memeriksa mata klien dengan menggunakan Snellen Chart –

Eye Chart karena alat in fungsinya untuk memeriksa ketajaman mata

seseorang. Macam/ jenis charts tersedia untuk anak-anak yang sangat muda

atau orang dewasa yang buta huruf yang tidak memerlukan bentuk tulisan

tersebut. Dan ada satu versi banyak menggunakan gambar sederhana atau pola

bentuk tertentu. Seperti bentuk objek yang dicetak dengan huruf blok “E”

terbalik dalam orientasi yang berbeda, yang disebut Jumpalitan E. Ketika

pemeriksaan dilakukan manusianya hanya menunjukkan arah mana masing-

masing “E” yang dilihat. Seperti halnya bagan Landolt C yaitu mirip: baris

memiliki lingkaran dengan bagian dari segmen yang berbeda dihilangkan, dan

pengujian menjelaskan di mana setiap bagian yang tidak terpenuhi atau patah

15 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

berada. Dua yang terakhir jenis grafik juga mengurangi kemungkinan saat

pemeriksaan menebak gambar.

Adapun Alternatif bentuk chart yang akan digunakan sebagai uji

ketajaman penglihatan semi-otomatis berbasis komputer ke bagan mata dan

telah dikembangkan, akan tetapi tidaklah umum. Alat yang dimaksud

memiliki beberapa potensi keunggulan, seperti pengukuran yang lebih tepat

dan kurang pemeriksa-induced bias. Beberapa dari alat tersebut juga sangat

cocok untuk anak-anak karena menyerupai video game.

Sementara grafik objek pemeriksaan ketajaman penglihatan biasanya

dirancang untuk penggunaan jarak 6 meter atau 20 kaki yang merupakan jarak

penglihatan tanpa akomodasi/akomodasi istirahat selain dari pada itu, ada juga

digunakan untuk menguji ketajaman penglihatan dekat atau tugas kerja

(seperti membaca atau menggunakan komputer). Untuk situasi ini tabel titik

dekat dibuat.

e. Pengobatan

Yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat progresi miopia, antara

lain dengan:

Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata

Pemberian tetes mata atropin.

Menurunkan tekanan dalam bola mata.

Penggunaan lensa kontak kaku : memperlambat perburukan rabun

dekat pada anak.

Latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat.

16 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

5. Hordeolum

a. Pengertian

Hordeolum ( stye ) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi

kelopak mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh

bakteri, biasanya oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus).

Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar

kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis dan Moll.

Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :

1. Hordeolum interna terjadi pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum

interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata

bagian dalam).

2. Hordeolum eksterna (bintitan/timbilen), terjadi pada kelenjar Zeis dan

kelenjar Moll. Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata

bagian luar (palpebra).

b. Patofisiologi

Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri stafilokokus

aureus. Yang akan menyebabkan proses inflamasi pada kelenjar kelopak

17 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

mata. Dapat terjadi di kelenjara minyak Meibom, kelenjar Zeis atau Moll.

Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan

inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.

c. Etiologi

Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di dalam kelopak

mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya disebabkana

d. Pengobatan

Adapun cara pengobatan pada penyakit ini adalah

1. Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.

2. Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin,

Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid,

dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran

dokter, terutama pada fase peradangan.

3. Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,

Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum

tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini

diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis

antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil

pemeriksaan.

Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat

badan sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya

hordeolum.

1. Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk

meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,

ibuprofen, dan sejenisnya.

2. Penatalaksanaan Bedah

Dianjurkan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:

18 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

a. Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat

antibiotika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.

b. Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.

Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk

penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.

3. Manajemen Preventif

a. Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum

menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.

b. Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat

untuk membersihkan ekskresi kelenjar lemak.

c. Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi

oleh kuman.

d. Gunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah berdebu.

e. Hindari mengucek-ucek atau menekan hordeolum.

f. Jangan memencet hordeolum.

Biarkan hordeolum pecah dengan sendirinya, kemudian bersihkan

dengan kasa steril ketika keluar nanah atau cairan dari hordeolum.

g. Tutup mata pada saat membersihkan hordeolum.

h. Untuk sementara hentikan pemakaian make-up pada mata.

i. Lepaskan lensa kontak (contact lenses) selama masa pengobatan.

Hordeolum sama dengan jerawat pada kulit. Hordeolum kadang

timbul bersamaan dengan atau sesudah blefaritis. Hordeolum bisa timbul

secara berulang.

19 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

INDRA PENDENGARAN

( TELINGA )

A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

ANATOMI TELINGA

Berikut adalah gambar dan bagian-bagian telinga :

Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks

– pendengaran dan keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada

partisipasi seseorang dalam aktifitas kehidupan sehari- hari. Sangat penting untuk

perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi

dengan orang lain melalui bicara, tergantung pada kemampuan mendengar. Kita

memiliki sepasang telinga yang terdiri dari 3 bagian yaitu :

20 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

1. Telinga luar

2. Telinga tengah

3. Telinga dalam

Bagian- bagian telinga

- Telinga luar

merupakan bagian telinga yang berguna sebagai penangkap getaran suara, yang

termaksud telinga luat yaitu daun telinga, lubang telinga dan saluran telinga

laur.

Telinga luar terdiri aurikulla ( pinna) dan kanalis auditorius esternus,

dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakaram yang dinamakan

membrane timpani ( gendang telinga ). Telinga terletak pada kedua sisi kepala

kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat disis kepala oleh kulit dan

tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada

lobus telinga. Orikulus membantu pengumpulan gelombang suara dalam

perjalananya sepanjang kanalis auditorius esternus. Tepat didepan meatus

auditorius esternus adalah sendi temporomandibular. Kaput mandibula dapat

dirasakan dengan meletakkan ujung jari dimeatus auditorius esternus ketika

membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius esternus panjangfnya sekitar

2,5 cm. sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan vibrosa padat

dimana kulit terlekat. 2/3 medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit.

Kanalis auditorius esternus berakhir pada membrane timpani. Kulit dalam kanal

mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mengsekresi

substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme dari pembersihan diri

telinga, mendororng sel kulit tua dan serumen dibagian telinga. Serumen

nampaknya mempunyai sifat anti bakteri dan memberikan perlindungan bagi

kulit.

21 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Telinga tengah

Bagian telinga ini terdiri dari selaput pendengaran, tulang-tulang pendengaran

dan saluran eustachius. Telinga tengah tersusun atas membrane timpani

( gendang telinga) disebelah lateral dan kapsul otik disebelah medial, celah

telinga terletak diantara keduanya. Membrane timpani terletak pada akhiran

kanalis audotorius esternusdan menandai batas lateral telinga tengah.

Membrane ini, yang diameternya sekitar 1 cm dan sangat tipis, normalnya

berwarna kelabu mutiara dan translusen. Telingah tengah merupakan rongga

berisi udara yang merupakan rumah bagi osikuli ( tulang telingah ) dan

dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring. Juga berhubungan dengan

beberapa sel berisi udara dibagian mastoid tulang temporald. Telinga tengah

mengandung tiga tulang terkecil ( osikuli) di tubuh yaitu maleus, inkus, dan

stapes. Osikulin dipertahankan pada tempanya oleh persendian, otot,

dan ,ligament, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil ( jendela

oval dan bulat) di dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga

tengah dan telinga dalam. Bagian datarn kaki stapes menjejak pada jendela

oval, dimana suara dihantarkan ditelinga tengah. Jendela bulat memberikan

jalan getaran suaran. Jendela bulat ditutpi oleh membrane yang sangat tipis, dan

dataran kaki stapes ditahan oleh anolus yang agak tipis, atau struktur berbentuk

cincin. Baik anolus jendela bulat maupun jendela oval sangat mudah

mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari telinga dalam akan mengalmi

kebocoran ketelingta tengah, kondisi ini dinamakan vistula perilinfe. Tuba

eustachii yang lebar sekitar 1 mm dan panjangnya sekitar 35 mm,

menghubungkan telinga tengah ke nasovaring. Normalnya, tuba estachii selalu

tertutup, namun dapat terbuka kibat kontraksi otot palatum ketika mengalami

maneuver valsavah / dengan menguap atau menelan. Tuba bertindak sebagai

22 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

saluran drainase untuk sekresi normal dan abnormal teling tengah dan

menyeimbangkan tekanan dalam telinga dng teknan atmosfer.

- Telinga dalam

Telinga ini terdiri dari tingkap jorong, dan rumah siput. Di dalam rumah siput

terdapat cairan yang bergetar jika ada bunyi. Telinga dalam tertanam jauh

didalam bagian petrous temporal. Organ untuk pendengaran ( koklea) dan

keseimbangan ( kanalis semisirkularis) , begitu juga saraf cranial VII ( nervus

fasialis) dan VIII ( nervus kokleovestibuler) , semuanya merupakan dari

bagian komplek anatomi ini. Koklea dan kanalis semisirkukaris bersama-sama

menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisirkularis- posterior, superior

dan lateral- terletak membentuk sudut 90⁰ satu sama lain dan mengandung

organ reseoptor yang berhubungan dengan keseimbangan. Ada 5 bagian

utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut :

1. Tiga saluran setengah lingkaran

2. Ampula

3. Utrikulus

4. Sakulus

5. Koklea atau rumah siput

FISIOLOGI TELINGA

Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang

telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval.

Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di

dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran

Reissmer dan menggetarkan cairan

limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran

23 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan

cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membrane

pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-

selaput basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah.

Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan

(impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori

pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat

pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran.

B. PENYAKIT PADA TELINGA

1. Gangguan telinga luar

- Otalgia : rasa nyeri pada telinga.

Penyebabnya : akibat adanya iritasi local karena banyak kondisi dan

dapat juga disebabkan oleh nyeri pindahan dari laring dan faring. Nyeri

disebabkab oleh nyeri yang terjadi didekat sendi temporomandibularis.

- Inpaksi serumen : secara normal serumen dapat tertimbun dalam kanalis

eksternus dan dalam jumlh dan warna yang bervariasi. Meskipun

biasanya tidak perlu dikeluarkan, kadang-kadang daapat mengalami

impaksi, menyebabkan otalgia rasa penuh dalam telinga, atau kehilangan

pendengaran. Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang

korek api, jepit rambut atau alat lainnya bisa berbahaya karena trauma

terhadap kulit dapat mengakibatkan infeksi atau kerusakan gendang

telinga.

- Benda asing : kadang-kadang benda bisa masuk tanpa disengaja

kedalam telinga yang mencoba membersihkan kanalis esternus atau

mengurangi gatal. Efeknya dapat berkisar dari tanpa tanpa gejala sampai

gejala nyeri berat dan penurunan pendengaran. Serangga yang memasuki

24 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

telinga biasanya dapat dikeluarkan dengan meneteskan tetes telingan yang

akan melunakkan serangga dan memungkinkannya terbilas.

- Otitis eksterna : infeksi utmanya bakteri, jamur, merupakan masalah

yang paling sering pada telinga. Kebanyakan penyebab otitis eksterna

(infeksi telinga luar) termksud air dalam kanalis audotorius

eksternus( telinga perenang)

- Otitis eksterna maligna : bentuk yang jarang namun lebih serius infeksi

infeksi telinga luar adalah otitis eksterna maligna ( osteomielitis tulang

temporal ). Merupakan infeksi progesif, melemahkan bahkan terkadang

fatal pada kanalis auditorius eksternus, jaringan sekitarnya, dan dasar

tengkorak. Biasanya disebabkan oleh Pseudomonaas Aeruginosa pada

klien dengan ketahanan rendah terhadap infeksi, seperti

diabetes.penanganan yang berhasil meliputi pengontrolan diabetes,

pemberian antibiotika ( biasanya intravena ), dan perawatan luka local

agresif. Penanganan antibiotika parenteral standar meliputi kombinasi

bahan anti pseudomonas dan aminoglikosida, keduanya mempunyai

potensial efek samping serius. Karena aminoglikosida serum klien dan

fungsi ginjal dan auditori klien harus dipantau selama terapi. Perawatan

local meliputi debridement terbatas jaringan yang terinfeksi, termasuk

tulang dan kartilago, tergantung peluasan infeksi.

- Massa ditelinga luar : Tampak penonjolan tulang kecil, keras dibagian

tulang posterior bawah kanalis telinga yang dinamakan eksostosis.

Biasanya terjadi bilateral. Kulit yang menutupinya normal. Banyak orang

menganggap eksostosis disebabkan karena pemajanan terhadap air dingin,

seperti pada penyelam atau atlet selancar. Tumor maligna juga dapat

ditemukan ditelinga luar. Tumor yang paling banyak adalah karsinoma sel

basal pada pina dan karsinoma sel skuamosa dalam kanalistelinga. Bila

tidak ditangani, karsinoma sel skuamosa akan menyebar melalui tulang

25 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

temporal, menyebabkan paralisis nervus fasialis dan kehilangan

pendengaran. Karsinoma harus ditangani secara bedah.

2. Gangguan Telinga Tengah

- Perforasi membrana timpani : gangguan ini biasanya disebabkan oleh

trauma atau infeksi. Sumber trauma meliputi fraktur tulang tengkorak,

cedera ledakan, atau hantaman keras pada telinga. Perforasi yang lebih

jarang, disebabkan oleh benda asing ( mis. Lidi kapas, peniti, kunci ) yang

didorong terlalu dalam kedalam kanalis auditorius eksernus. Selain

perforasi membrane timpani, cedera terhadap osikulus dan bahkan telinga

dalam dapat terjadi akibat tindakan ini, jadi, usaha klien untuk

membersihkan kanalis auditorius ekssternus sebaiknya dilarang. Selama

infeksi, membrane timpani dapat mengalami rupture bila tekanan dalam

telinga tengah lebih besar dari tekanan atmosfer dalam kanalis auditorius

eksternus.

- Otitis Media Akuta : yaitu infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama

pada gangguan ini adalah masuknya bakteri patogenik kedalam telinga

tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi disfungsi tuba eustachii

seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran penapasan atas,

inflamasi jaringan disekitarnya ( mis. Sinusitis, hipertrofi, aadenoid ), atau

reaksi alergi (mis. Rhinitis alergika ). Bakteri yang umum ditemukan

sebagai organisma adalah Streptococcus pneumoniaae, Hemophylus

influenza, dan Moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan

klien kemungkinan melalui tubaeustachii akibat kontaminasisekresi dalam

nasofaring. Bakteri juga dapat masuk melalui telinga tengah bila ada

perforasi membrane timpani. Eksudat purulen biasanya da dalam telinga

tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

26 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Otitis Media Serosa ( efusi telinga tengah ) : gangguan ini

mengeluarkan cairan, tanpa bukti adanya infeksi aktif, dalam telinga

tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam

telinga tengah yang disebabkan obstruksi tuba eustachii. Kondisi ini

ditemukan terutama pada anak-anak ; perlu dicatat bahwa, bila terjadi

pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi

tuba eustachii perlu dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada klien

setelah menjalani radioterapi dan barotraumas ( mis. Penyelam ) dan pada

klien disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas

yang terjadi. Barotrauma terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak

dalam telinga tengah akibat perubahan tekanan barometric, seperti pada

penyelam atau saat pesawat udara turun, dan cairan terperangakp didalam

telinga tengah. Karsinoma yang menyumbat tuba eustachii harus

disingkirkan pada orang dewasa yang menderita otitis media serosa uni

lateral menetap.

- Otitis Media Kronik : yaitu yang berhubungan dengan patologi

jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang

otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap

membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya menyebabkan

kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus

dan hamper selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotika,

infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang,

penggunaan antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah

menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan

kasus maastoiditis akut sekarang ditemukan pada klien yang tidak

mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi

telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa

ahli infeksi kronik ini dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma,

27 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

yang merupakan pertumbuhan kulit kedalam ( epitel skuamosa ) dari

lapisan luar membrane timpani ketelinga tengah. Kulit dari membrana

timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah

rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat kestruktur telinga

tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus

dan menyebabkan paralisis nervus fasialais, kehilangan pendengaran

sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga

dalam ), dan abses otak.

- Otosklerosis : ini mengenai stapes dan diperkirakan disebabkan

pembentukan baru tulang spongius yang abnormal, khususnya sekitar

jendela ovalis, yang mengakibatkan fiksasi stapes. Lebih sering pada

wanita, biasanya bersifat herediter dan memberat karena kehamilan.

Efisiensi transmisi suara dapat terhambat karena stapes tidak dapat

bergerak dan mengahntarkan suara dari maleus dan inkus ketelinga dalam.

Kondisis ini dapat mengenai satu atau kedua telinga dan muncul sebagai

kehilangan pendengaran konduksi atau campuran progresif. Klien

mungkin mengeluh menderita tinnitus tapi bisa juga tidak. Pemeriksaan

otoskopik biasanya menemukan membrane timpani yang normal.

Konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara pada uji rinne. Audiogram

akan mengutkan adanya kehilangan pendengaran konduktif atau

campuran, khususnya pada frekuensi rendah.

3. Gangguan Telinga Dalam

- Mabuk perjalanan : adalah gangguan keseimbangan yang disebabkan

oleh gerakan konstan, seperti terjadi pada penumpang kapal laut atau

perahuatau ketika mengendarai komidi putar, berayun, dan atau ketika

menaiki mobil. Sindrom ini bermanifestasi sendiri dengan berkeringat,

pucat, mual, dan muntah yang disebabkan karena stimulasi berrlebihan

vestibuler. Manifestaasi tersebut daapat menetap selama beberapa jam

28 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

setelah stimmulasi berhenti. Antihistamin yang dijual bebas sering

digunakan untuk menangani vertigo, seperti Dramamneatau bonine, dapat

membantu mengurangi sedikit gejala. Obat kolenergik, seperti koyo

skopolamin, dapat berguna dan dapat diganti setiap bebeerapa hari. Efek

sampingnya berupa mulut kering dan pusing dapat timbul pada pemakaian

obat ini dan ternyata lebih mengganggu dari penyakitnya sendiri. Klien

harus diperingatkan untuk menghindari potensial aktivitas berbahaya

sepertimengendarai mobil atau menjalankan mesin berat bila merasa

pusing.

- Penyakit meniere : penyakit ini dinamakan sesuai nama seorang dokter

perancis, Prospeer Meniere, yang pada tahun 1861 pertama kali

menerangkan mengenai trias gejala ( vertigo tak tertahankan episodic,

tinnitus, dan kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi ) sebagai

penyakit telinga dan bukan erupakan penyakit sentral atau otak. Etologi

penyakit meniere tidak diketahui namun terdapat berrbagai teori, termasuk

pengaruh neuro kimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang

menuju kelabirin, reaksi alergi, damn gangguan autoimun. Beberapa ahli

menyalahkan gangguan mikrovaskular ditelinga dalam sehingga terrjadi

peningkatan diatas normal kadar metabolid ( glukosa, insulin, trigliserida,

dan kolesterol ) dalam darah.

- Labirinitis : adalah inflamasi telinga dalam dan dapat disebabkan oleh

bakteri maupun virus. Infeksi berkembang ketelinga dalam melalui kanalis

auditorius internus atau aquaduct koklear. Infeksi bakteri yang

diseebabkan otitis media, atau kolesteatoma, dapat memasuki telinga

tengah dengan menembus membrane jendela bulat atau oval. Labirintis

viral merupakan diagnosis medis yang sering namun hanyya sedikit yang

diketahui mengenaai kelainan ini, yang mempengaruhi keseimbangan

maupun pendengaran. Virus penyebab yang paling sering teridentifikasi

29 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

adalah gondonggan rubela, rubeola, dan influenza. Neuritis vesbuler dapat

menyebabkan gejala yang sama seperti labirintis kecuali bahwaa

pendengarannya tak akan terpengaruh. Labirintis ditandai oleh awitan

mendadak vertigo yang melumpuhkan, biasanya disertai muual dan

muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus.

Episode pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya

terjadi selama periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan.

Pengobatan labirintis bakterial meliputi terapi antibiotika intravena,,

penggantian cairan, dan pemberian supresanvestibbuler maaupun obat

aanti muntah. Pengobatan ini dinamakan sistomatik dengan

mengguanakan obat anti muntah daan antiverttigo.

- Ototksisitas : beberapa obat diketehui mempunyai efek buruk terhadap

koklea, aparatus vestibularis, atau saraf cranial VIII. Obat intra vena,

khususnya aminoglikosida, adalah yang paling sering mmenyebabkan

ototksisitas dan secara jalas menghancurkan sel rambut pada organ Corti.

Untuk mencegah kkehilangan pendengaran atau keseimbangan, klien yang

menndapatkan obat ototoksik harus dikonsulkan mengenai tanda dan

gejala efek sampinng obat tersbut. Klien yang mendapat antibiotika

intravena, harus dipantau dengan audiogram dua kali seminggu selama

masih mendapayt obat tersebut.

- Neuroma Akuustik : adalah tumor jinak tumbuh lambat saraf cranial

VIII, biasanya tumbuh dari sel Schwan pada bagian vestibuler saraf ini.

Kebanyakan tumor ini tumbuh didaalam kanalis auditorius internus dan

melebar sampai kesudut serebelopontin sampai menekan batang otak.

Kebanyakan neuroma akustik terjadi uni lateral kecuaali pada penykit von

Rechklinghausen ( neurofibromatosis atau NF-2 ) dimaana terjadi tumor

bilateral. Gejala ini sering timbul pada klien dengan neuroma akustik

30 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

adalah tinnitus unilateral dan kehilangan pendengaran atau tanpa vertigo /

gangguan keseimbangan.

INDRA PENECAP

( LIDAH )

A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH

ANATOMI LIDAH

Berikut adalah gambar dan bagian-bagian dari lidah

Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan

kimia. Lidah merupakan organ yang tersusun dari otot. Permukaan lidah dilapisi

dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir, dan reseptor

pengecap berupa tunas pengecap. Tunas pengecap terdiri atas sekelompok sel

sensori yang mempunyai tonjolan seperti rambut.

31 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

Permukaan atas lidah penuh dengan tonjolan (papila). Tonjolan itu dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu bentuk benang, bentuk dataran

yang dikelilingi parit-parit, dan bentuk jamur. Tunas pengecap terdapat pada

paritparit papila bentuk dataran, di bagian samping dari papila berbentuk jamur,

dan di permukaan papila berbentuk benang. Pada mamalia dan vertebrata yang

lain, pada lidahnya terdapat reseptor untuk rasa. Reseptor ini peka terhadap

stimulus dari zat-zat kimia, sehingga disebut kemoreseptor. Reseptor tersebut

adalah kuncup-kuncup pengecap. Kuncup tersebut berbentuk seperti bawang

kecil atau piala dan terletak dipermukaan epitelium pada permukaan atas lidah.

Kadang juga dijumpai pada langit-langit rongga mulut, faring dan laring,

walaupun sedikit sekali.

Kuncup-kuncup pengecap ini ada yang tersebar dan ada pula yang berkeompok

dalam tonjolan-tonjolan epitel yang disebut papila.

Terdapat empat macam papila lidah:

1. Papila foliate, pada pangkal lidah bagian lateral,

2. Papila fungiformis, pada bagian anterior.

3. Papila sirkumfalata, melintang pada pangkal lidah.

Ketiga papila di atas mengandung kuncup pengecap, dan

4. Papila Filiformis, terdapat pada bagian posterior. Pada foliate tidak terdapat

kuncup-kuncup pengecap.

Setiap kuncup pengecap terdiri dari dua macam sel, yaitu sel pengecap dan sel

penunjang, pada sel pengecap terdapat silia (rambut gustatori) yang memanjang

ke lubang pengecap. Zat-zat kimia dari makanan yang kita makan, mencapai

32 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

kuncup pengecap melalui lubang-lubang pengecap (taste pores).Kuncup-kuncup

pengecap pada semua vertebrata mendapat persarafan dari cabang-cabang saraf

kranial

Kuncup-kuncup pengecap dapat merespon empat rasa dasar, yaitu manis, masam,

asin dan pahit. Pada lidah reseptor-reseptor yang sensitif terhadap rasa manis

terdapat pada ujung lidah, sedangkan untuk rasa masam terdapat pada bagian

kanan dan kiri lidah. Pangkal lidah sensitif untuk rasa pahit dan bagian samping

depan sensitif terhadap rasa asin.

Bagian- bagian lidah

Lidah terletak didalam mulut yang merupakan indra

pengecap. Permukaan lidah kasar karena terdapat bintil yang disebut

papilla.Pada papilla tersebut terdapat saraf pengecap.Lidah merupakan

otot yang tebal. Pada pangkal lidah terdapat kelenjar limfa dan permukaan

lidah berlapiskan selapt yang ber lender.

Fisiologi Lidah

Fungsi indra pengecap adalah untuk merasakan arti makanan yang enak atau

tidak enaka atau sebagai alat reflex. Dengan adanya rasa asam, asin, pahit, menis

dan sebagainya, maka getah cerna akan keluar.

Makanan dan minuman yang masuk ke dalam mulut memberi

rangsangan ke ujung ujung saraf pengecap.Rangsangan dari

makanan tersebut kemudian diteruskan ke otak.Dengan demikian

kita dapat merasakan makanan atau minuman itu

B. Penyakit Pada Lidah

33 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

Salah satu penyakit lidah adalah kangker lidah. Penyakit ini banyak di

derita oleh para perokok. Cara menghindarinya dengan berhenti merokok

terutama pada perokok yang merokok cigarette, cerutu dan merokok

menggunakan pipa.

Selain kanker lidah masih ada juga penyakit lidah yang lain, diantaranya

sebagai berikut :

1. Oral candidosis

Gejala penyakit ini adalah kondisis lidanya tampak tertutup lapisan berwarna

putih. Lapisan ini biasa dilepas saat dikerok. Penyebabnya adalah jamur yang

disebut candida albicans.

2. Atropic Glossitis

Gejala penyakit ini adalah kondisis lidahnya yang terlihat licin dan mengkilat.

Penyakit ini biasanya muncul karena kekurangan zat besi. Tidak heran jika

penyakit ini di derita oleh penyakit anemia.

3. Geodrafic Tongue

Kondisi lidah seperti dalam peta, ada bentuk-bentuk seperti pulau, biasanya

bewarna merah, akan lebih licin dn biasanya semakin parah jika diikuti

dengan bintik-bintik bewarna putih tebal.

4. Fissured Tongue

Lidah pecah-pecah kadang-kadang garisnya hanya satu ditengah dan kadang-

kadang juga bercabang-cabang.

5. Glossopyrosis

Lidahnya terasa panaas seperti terbakar. Tidak temukan gejal apapun dalam

pemeriksaan, hal ini kebanyakan terjadi akibat psikomatis serta kelainan pada

saraf.

34 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

INDRA PENCIUMAN

( HIDUNG )

A. ANATOMI FISIOLOGI HIDUNG

ANATOMI HIDUNG

Alat penciuman terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nerfus

olfaktorius. Serabut saraf ini timbul pada bagian atas selapuit lender hidung

dikenal dengan olfaktori. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat

khusus yang mengeluarka fibril-fibril yang sangat halus, terjalin dengan

serabut-serabut daribulbus olfaktorius yang merupakan otak terkecil. Saraf

olfaktorius terletak diatas lempeng tulang etmoidalis.

Konka nasalis terdiri dari lipatan selaput lender. Pada bagian puncaknya

terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita bernafas hidung dan kita mencium bau

suatu udara, udara yang kita isap melewati bagian atas dari rongga hidung

melalui konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung :

- Konka nasalis superior

- Konka nasalis media

- Konka nasalis inferior

Disekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus paranasalis

yang terdiri dari :

- Sinus maksalaris ( rongga tulng hidung )

- Sinus sfenoidalis ( rongga tulng baji )

35 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Sinus frontalis ( rongga nasalis inferior )

Sinus ini diliputi selaput lender. Jika terdapat peradangan pada rongga hidung,

lendir-lendir dari sinus paranasalis akan keluar. Jika tidak dapat mengalir keluar

akan menjadi sinusitis.

FISIOLOGI PENCIUMAN

Bau yang masuk kedalam rongga hidung akan merangsang saraf ( nervus

olfaktorius ) dari bulbus olfaktorius. Indra bau bergerak melalui traktus

olfaktorius dengan perantara stasiun penghubung hingga mencapai daerah

penerima akhir dalam pusat olfaktorius pasa lobus temporalis diotak besar

tempat perasaan itu ditafsirkan. Rasa penciuman dirangsang oleh gas yang

diisap dan kepekaan akan rasa tersebut mudah hilang bila dihadapkan pada

suatu bau uang sama untuk waktu yang cukup lama.

B. Penyakit Pada hidung

a. Adapun penyakit-penyakit yang biasa menyerang hidung yaitu :

1. Epistaxis

2. Sumbatan jalan napas bagian atas

3. Polip hidung

4. Salesma(cold) dan influenza(flu)

5. Hidung yang tersumbat dan pilek

6. Gangguan sinus(sinusitis)

7. Peradangan hidung karena alergi (rhinitis alergica)

b. Factor pencetus

1. Pada Epistaxis

- Trauma (korek korek lubang hidung dengan jari atau benda

lain)fraktuk tulang hidung karna kecelakaan lalulintasatau kena

tinju

- Ada gangguan pembengkuan darah (demam berdarah, leukimia)

36 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Tekanan darah tinggi( angiofibroma , karsinoma )

- Tumor di dalam lubang hidung, apapun penyebabnya

2. Pada sumbatan jalan napas bagian atas

- Trauma larynx

- Laryngitis acuta

- Laryngitis dipterica

- Tumor larynx

- Corpus alineum

3. Pada polip hidung

- Polip hidung biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir

membengkak akibat penimbunan cairan, seperti di daerah sekitar

lubang sinus pada lubang hidung. Beberapa faktor lain yang

meningkatkan terkena polip hidung antara lain sinusitis (radang

sitis) yang menahun, iritasi, sumbatan hidung oleh karna

kelainan anatomi dan adanya pembesaran konka

4. Pada selesma(COLD) dan influenza(FLU)

- Penyakit ini disebabkan oleh virus yang pada umumnya dapat

menyebabkan dapat menyebabkn batuk, pilek, sakit leher dan

kadang kadang panas atau sakit pada persendian

5. Pada hidung yang tersumbat dan pilek

- Terjadi karena salesma atau alergi

6. Pada gangguan sinus

- Infeksi / peradangan baik di daerah rongga hidung maupun

tenggorokan

- Adanya sumbatan di daerah rongga hidung seperti polip,

pembesaran tulang kunka hidung, tulang hidung bengkok

- Adanya alergi pada hidung sehingga mengakibatkan sumbatan

37 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Pengaruh lingkungan pada hidung sehingga mengakibatkan

hidung tersumbat

7. Peradangan hidung karna alergi (RHINITIS ALERGICA)

- Karna adanya reaksi alergi pada hidung yang di timbulkan oleh

masuknya substansi asing kedalam saluran tenggorokan

c. Pengobatan

1. Pada Epistaxis

tenangkan pasien dan posisikan kepala lebih tinggi dari pada jantung.

Kepala dan badan condong ke depan agar darah tak tertelan, keluarkan

gumpalan darah dari hidung dengan meniup pelan, tekan bagian hidung

yang lunak dengan ibu jari dan telunjuk selama 5 menit. Jika setelah 5

menit epistaxis masih terjadi, tekan ulang selama 10 menit. Setelah

perdarahan terhenti jaga agar posisi kepala lebih tinggi daripada posisi

jantung, jangan mengorek atau meniup melalui hidung, mengangkat beban

berat atau membungkuk untuk menghindari epistaxis ulang.

2. Pada sumbatan jalan napas bagian atas

3. Pada polip hidung

Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid (dexametasone,

kartison, hidrikortison, prednison, metilprednison, fluticasone,

mometasone, budesonide) kadang bisa memperkecil ukuran polip atau

kadang menghilangkan

4. Pada selesma(COLD) dan influenza(FLU)

5. Pada hidung yang tersumbat dan pilek

Dengan mengonsumsi obat flu

6. Pada gangguan sinus

- Hirup sedikit air garam kedalam hidung

- Letakan kompres hangat di bagian wajah

- Gunakan tetes hidung decongestan seperti phenyleprine

38 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Anti biotika seperti tetracyclin, ampicilin, atau penicillin, bisa

digunakan untuk meredakan sinus

7. Peradangan hidung karna alergi (RHINITIS ALERGICA)

Gunakan antihistamin seperto chlorpheniramine, dimenhydrinate, yang

biasa di jual untuk mengobati mabuk jalanan

INDRA PERABA

(KULIT )

A. ANATOMI FISIOLOGI KULIT

ANATOMI KULIT

Berikut adalah gambar kulit :

1. pengertian

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat bagian luar yang menutupindan

melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar

keringat dan kelenjar mukosa.

Lapisan Kulit ynag terdiri dari :

1. Epidermis

2. Dermis

39 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

3. Subkutis

Pembuluh darah dan saraf

- Pembuluh darah

Pembuluh darah kulit yang terdiri dari dua anyaman pembuluh darah dan

nadi yaitu :

a. Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar, ayaman ini bterdapat

antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari ayaman ini berjalan

arteriole padatiap –tiap papilakori

b. anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam, anyaman ini

terdapat antara korium dan subtikutis.

- Persarafan kulit

Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan

permukaan yang terdiri dari saraf motorik dan saraf sensorik. Sedangkan

saraf sensorik berguna menerima rangsangan atau kulit.

2. Bagian-bagian kulit

1. Rambut

Sel epidermis yang berubah, rambut tumbuh dari folikel rambut didalam

epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya

terdapat papil tempat rambut tumbuh akar berada didalam folikel pada

ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut. Pada

folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut :

a. Rambut panjang dikepala, pubis, dan jenggot

b. Rambut pendek dilubang hidung, liang telinga dan alis

c. Rambut bulu lanugo di seluruh tubuh

d. Rambut seksual dipubis dan aksila ( ketiak)

2. Kuku

40 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

Adalah bagian-bagian sel epidermis kulit yang telah berubah, tertanam

dalam palung kuku menurut garis lekukan pada kulit. Npalung kuku

mendapat persarafan pembuluh darah yang paling banyak.

3. Kelenjar kulit

Kelenjar kulit mempunyai lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran

keluar merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan

( kelenjar keringat)

Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh

diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi

lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),

sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit melindungi

darikehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultrviolet, dan sebagai

barier dari infasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan

salah satu fungsi kulit dan merespon rngsangn raba karena banyanyan akhiran

saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari.

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis

tubuh. Fungsi fungsi tersedut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi,

absorbsi askresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) dan

pembentukan vitamin D.

B. Penyakit Pada Kulit

1. Kusta

a. Pengertian

Kusta (lepra ataumorbus haspen) adalah penyakit kronis yang

disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. Leprae)

b. Etiologi

m. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obliga

intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti

41 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sum-sum tulang dan

susunan saraf pusat. Masa membela diri M. Leprae 12-12 hari dan

masa tunasnya antara 40 hari sampai 40 tahun.

c. Patofisiologi

Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurutsebagian

besar ahli melalui saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak

langsung lama dan erat). Kuman mencapai permukaan kulit melalui

folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga melalui air susu

ibu. Tempa implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama.

Timbulnya penykit kusta pada seseorang tidak mudah sehinga tidak

perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain

sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi,

dan iklim.

Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal

dari pasien kusta tipe MB (multi basiler) yang belum diobati atau

tidak teratur berobat

Bila seseorang terinfeksi M. Leprae,sebagian besar (95%) akan

sembuh sendiri dan 5% akan menjadi inderminate. Dari

5%inderteminate, 30% bermanifestasi klinis menjadi determinate

dan 70% sembuh.

d. Pengobtan

Obat yang digunakan :

a. Pemberian obat antireaksi

- Aspirasi 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam 4-6x sehari

- Klorokuin 3x150 mg/ hari

42 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Pretnison 30-80 mg/hari , dosis tunggal pada pagi hari

sesudah makan atau dapat juga diberikan secra dosis terbagi

misalnya 4x2 tablet/ hari, berangsur-angsur diturunkann 5-

10 mg/ 2 minggu setelah terjadi respon maksimal

b. Oemberian analgetik dan sedative

- Aspirasi 600-1200 mg yg diberikan tipa 4 jam, 4-6x /hari

- Parasetamol 300-1000 mg yang diberikan 4-6x/ hari

( dewasa)

- Antimon 2-3 ml secara selang-seling deberikan, maksimal

30 ml

2. Herpez zoster

a. Pengertian

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi firus farisela

zoster, yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan

reaktifitas firus yang terjadi setelah infeksi primer. Kadang-kadang

infeksi primer berlangsung sublikns. Frekuensi penyakit pada pria

dan wanita sama, lebih sering mngenai usia dewasa.

b. Etiologi

Penyebab penyakit herpez zoster adalah reaktifasi firus farizela

zestor

c. Patofosiolgi

Virus ini berdiam diganglion susunan saraf tepid angglion kranalis

kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah

persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang

ganglion anteriol, bagian motorik karanialis sehungga memberikan

gejla-gejala motorik.

d. Pengobatan

Obat yang digunakan :

43 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

- Asikolofir 5x 800 mg/hari selama7 hari, sejak lesi muncul

dalam 3 haro pertama karena lewat dari masa ini pengobatan

tidak efektif

- Lisoprinosin 50 mg / hari BB/ hari, dosis maksimal 3000 mg

sehari. Onat ini juga diberikan dalam 3 hari pertama lesi

muncul

3. Dermatitis

a. Pengertian

Dermatitik atopik ( DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamisi yang

didasari oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik

residif dengan gejala eritema , papula, fesikel, kusta, skuama dan

krulitus yang hebat bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi

faktor psikologi, atau bahan kimia atau iritan.

b. Etiologis

Terdapat stigma atopi (herediter) pada pasien berupa :

- Alergi terhadap berbagai alergen pritein (polifalen)

- Pada kulit dermatitis atopik terdapat perubahan suhu ( hawa

udara panas dingin)

c. Patofisiologi

Belum diketahui sdengan pasti. Pada pasien dermatitis atopik

kapasit dapat untuk menghasilkan IGE secara berlebihan diturunkan

secara genetik. Demikian pula defesiensi sel T penekan (superior)

d. Pengobatan

- Thymopentin untuk dapat mengurangi gatal-gatal dan

eritem digunakan timopentin subkutan 10 mg / dosis 1x/ hari

selama 6 minggu, atau 3 x/ minggun selam 12 minggu

- Interferon gamma dosii yang digunakan antara 50 mg – 100

mg/ m2/ hari subkutan diberikan selama 12 minggu

44 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A. K. Muda. Kamus Lengkap Kedokteran. Penerbit Citas Media Pers

Surabaya.

Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri. Kapita Selekta Kedokteran ,

Edisi 3, Jilid 1. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Anderson Silvia Price (1996). Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-Proses

Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Andi Santoso Agustinus, Dr. (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia.

Akademi Perawatan St. carolus, Jakarta.

Averdi Roezim Dr, (1993). Buku Pelajaran THT. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Brunner dan Sudddarth. Buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8, Vol.

3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

John Gibson, MD. (1995). Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat.

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Syaifuddin, Drs. H. (1997). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Oerawat. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

45 Kelompok V/ Tingkat IIB ( AKPER PEMKAB MUNA)