makalah perubahan sosial di poso

37
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan- persyaratan tertentu. Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya akan terjadinya sebuah perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Karena perubahan merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun tempatnya. Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai dan norma” serta “pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-kebudayaan” karena memang antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan itu sendiri. Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik dilakukan adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. ii

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 29-Nov-2014

6.001 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah perubahan sosial di poso

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan

manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu

(manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh

kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia

dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-

persyaratan tertentu. Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya

akan terjadinya sebuah perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah keniscayaan.

Karena perubahan merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun tempatnya.

Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau

komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai dan norma” serta “pran”.

Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-kebudayaan”

karena memang antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan

kebudayaan itu sendiri.

Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan kebudayaan

itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam

masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi

mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik

dilakukan adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di tengah-

tengah masyarakat itu sendiri.

Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat dianalisa dari berbagai

segi diantaranya: ke “arah” mana perubahan dalam masyarakat itu “bergerak” (direction of

change)”, yang jelas adalah bahwa perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah.

Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu

bentuk yang baru sama sekali, akan tetapi boleh pula bergerak kepada suatu bentuk yang

sudah ada di dalam waktu yang lampau.

Kebanyakan definisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat luas. Wilbert Moore

misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari stuktur sosial”

dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa perubahan social dalam suatu kajian untuk melihat

dan mempelajari tingkah laku masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan.

ii

Page 2: Makalah perubahan sosial di poso

2. Perumusan Masalah

Beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dari uraian-uraian di atas antara lain:

1. Apa definisi dari perubahan sosial dalam masyarakat dan bagaimana pendapat para

ahli tentang perubahan sosial?

2. Sebutkan tipe-tipe dari perubahan sosial?

3. perubahan sosial apa yang terjadi di Poso ?

4. Bagaimana situasi Poso setelah Konflik ?

3. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui macam-macam definisi dari perubahan sosial dari masyarakat.

2. Untuk mengetahui tipe-tipe deri perubahan sosial dari masyarakat.

3. untuk mengetahui perubahan sosial yang terjadi di poso

ii

Page 3: Makalah perubahan sosial di poso

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem

sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi

oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari

tiga tahap:

1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan

2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.

3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai

akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau

penolakan ide baru itu mempunyai akibat.

Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan

ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan  Wilbert E. Maore, Order and

Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3.

perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak

membicarakannya.

Menurut Max Weber dalam Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social

action)tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh

pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut motifnya:

(1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu, (2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai

tertentu, (3) tindakan emosional, serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan

(tradisi).

Aksi sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan langsung

datangnya dari masyarakat atau suatu organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau

gaji, menuntut perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi yang

ringan syarat-syarat yang diperlukannya dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi sosial

lebih mudah digerakkan daripada aksi politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan

persiapan aksi politik. Dari aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan ke

aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk mendidik dan melatih keberanian rakyat.

Keberanian itu dapat digunakan untuk: mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi,

mengukur kekuatan aksi dan kekuatan lawan serta untuk meningkatkan menjadi aksi politik.

Selanjutnya Netting, Ketther dan McMurtry (2004) berpendapat bahwa, aksi sosial

merupakan bagian dari pekerjaan sosial yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau

sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi beragam masalah untuk memerlukan

berbagai kebutuhan hidup.

ii

Page 4: Makalah perubahan sosial di poso

Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi

merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang

diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang

menarik untuk memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen

perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus

melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-

field yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan

penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap

kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan

(drivingforces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan

dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing,

merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah,

(2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun

memperlemah resistences, dan (3) Refreesing,membawa kembali kelompok kepada

keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Pada dasarnya perilaku manusia lebih

banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada

melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi,

formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan

kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.

Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan

menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat

lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin.

Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut: (1)

tahap inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan pola relasi yang ada, (3)

melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi perubahan, dan (5) pencapaian

kondisi akhir yang dicita-citakan.

Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan sosial

dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan

terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan

(driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan

dapat terjadi dengan memperkuat driving forcesdan melemahkan resistences to change. Peran

agen perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force.

Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan

atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan

merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada

empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual,

ii

Page 5: Makalah perubahan sosial di poso

dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka

pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.

Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan

seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat.

Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah

berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk

“evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya memiliki pandangan

tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang

linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan

lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks

dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh

kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti

pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan

homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa

diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh

pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi

dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat

industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya

kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara

dan terwujudnya masyarakat global.

Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam.

Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat

harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan

dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan

tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran

yang berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan

mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan

menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.

Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social

statics(bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural

merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya mengenai

struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat.

Sedangkan dinamika struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu

yang lain. Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan

bagian yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang

lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun

ii

Page 6: Makalah perubahan sosial di poso

immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material

terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan

yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga

kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan

pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia

dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan

sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan

keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis,

ekonomis dan kebudayaan.

Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam

kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial

masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan

sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan

tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh

terhadap perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk intervensi

sosial yang memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang tidak terlepas dari upaya

melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya

menciptakan suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang klien atau

sistem agar termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial.

Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan

selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga

kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang  Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu

Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217 mempengaruhi

sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan

diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan

lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga

social ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.

Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga

kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan

pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia

dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan

sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan

keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis,

ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk

mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak

akan berhasil baik.

ii

Page 7: Makalah perubahan sosial di poso

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan

mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan

lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial

masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan

sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan

tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

B. Tipe-Tipe Perubahan

Dalam pandangan awan setiap perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan

perubahan sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan

penduduk, ataupun tingkah laku anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe

perubahan yaitu: perubahan peradaban, perubahan, budaya dan perubahan sosial.

1. Perubahan peradaban

Perubahan adalah keniscayaan, dan perubahan ke arah yang lebih baik tentunya merupakan

hasrat dari  setiap individu maupun organisasi. Keharusan sejarah, kita semua terus menerus

berhadapan dengan sejarah perkembangan peradaban bangsa yang bergerak ke depan dan tak

pernah balik. V. Gordon Childe seorang arkeolog, mendefinisikan peradaban sebagai suatu

transformasi elemen-elemen budaya manusia, yang berarti transformasi dalam penguasaan

tulis-menulis, metalurgi, bangunan arsitektur monumental, perdagangan jarak jauh, standar

pengukuran panjang dan berat, ilmu hitung, alat angkut, cabang-cabang seni dan para

senimannya, surplus produksi, system pertukaran atau barter dan penggunaan bajak atau alat

bercocok tanam lainnya.

Bila kita amati secara lebih mendasar lagi, tingkat peradaban manusia terekspresikan dalam

tiga indikator utama yaitu bahasa, budaya (segala bentuk dan ragam seni, ilmu pengetahuan

dan teknologi) dan agama. Selanjutnya, ketiganya menjadi ciri suatu ras atau bangsa tertentu,

beserta suku-sukunya dalam perwilayahan geografisnya masing-masing. Akan tetapi dalam

memaknai perubahan peradaban kita harus berpedoman bahwa tidak semua yang

kontemporer itu baik dan sebaliknya tidak semua yang lama itu usang dan tidak relevan

dengan kehidupan saat ini. Dalam kacamata budaya, bangsa yang besar belajar untuk

mengganti apa yang buruk dari budayanya, dan menjaga hal yang baik dari budayanya.

Perubahan peradaban yang dimaksud pada alinea sebelumnya, prosesnya harus didesain

dengan kesadaran, kesengajaan, kebersamaan, dan komitmen, yang didasarkan atas nilai-nilai

kehidupan yang benar. Selanjutnya melalui pendidikanlah, kita dapat berharap wujudnya

yaitu dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan yang cerdas inilah yang patut

menjadi dasar sebuah peradaban yang kokoh dan sehat. Pendidikan adalah syarat mutlak

berkembangya peradaban. Tanpa pendidikan yang memadai, tidak aka nada SDM yang

mampu membawa perubahan peradaban ke arah yang lebih baik.

ii

Page 8: Makalah perubahan sosial di poso

Melalui fungsi pendidikan dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka

akan lahirlah generasi yang mampu melaksanakan prinsip how to change the world

(bagaimana mengubah dunia) bukan hanya how to see the world (bagaimana melihat dunia).

Dan juga, how to lead the change (bagaimana memimpin perubahan), dan bukan hanya how

to follow the change (bagaimana ikut dalam perubahan). Oleh karena itu, output pendidikan

harus diarahkan menjadi agen perubahan (agent of change). Di sinilah peran pendidikan, di

dalam rangka merekat keutuhan dan kesatuan bangsa, menjadi amat sangat menentukan.

Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen atau aspek

yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang

ditemukan, dan sebagainya. Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat

rohani seperti keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya.

Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan

keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat

selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain

dipengaruhi oleh elemen yang lainnya.

2. Perubahan kebudayaan

Pengertian perubahan kebudayaan adalah  suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi

karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga

tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.

Contoh :

Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian

tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik

penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.

Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi,

sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam

kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan

filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan

kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.

Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:

a. Mendorong perubahan kebudayaan

Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama

unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan  material).

Adanya individu-individu yang mudah menerima unsur-unsur perubahan

kebudayaan, terutama generasi muda.

Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.

b. Menghambat perubahan kebudayaan

ii

Page 9: Makalah perubahan sosial di poso

Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti :adat

istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)

Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama

generasi tu yang kolot.

C.  Perubahan Sosial

Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan

keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat

selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain

dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Perubahan sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu

teori kemunculan diktator dan demokrasi, teori perilaku kolektif, teori inkonsistensi status

dan analisis organisasi sebagai subsistem sosial.

Teori Barrington Moore

Teori yang disampaikan oleh Barrington Moore berusaha menjelaskan pentingnya faktor

struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-negara maju. Negara-negara

maju yang dianalisis oleh Moore adalah  negara yang telah berhasil melakukan transformasi

dari negara berbasis pertanian menuju negara industri modern. Secara garis besar proses

transformasi pada negara-negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan

komunisme.

Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh revolusi oleh kaum

borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan politik demokrasi hanya

dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas dan kaum tuan tanah. Masyarakat

petani atau kelas bawah hanya dipandang sebagai kelompok pendukung saja, bahkan

seringkali kelompok bawah ini menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan

oleh negara tersebut. Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui

revolusi atau perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses

transformasinya adalah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.

Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi konserfatif yang

dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi antara kedua kelas ini yang

memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan maupun perdesaan. Negara yang

memilih  jalan fasisme menganggap demokrasi atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai

gerakan yang rapuh dan mudah dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari

negara yang mengambil jalan fasisme.

Komunisme lahir melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat ketidakpuasan atas usaha

eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan borjuis. Perjuangan kelas yang

digambarkan oleh Marx merupakan suatu bentuk perkembangan yang akan berakhir pada

kemenangan kelas proletar yang selanjutnya akan mwujudkan masyarakat tanpa kelas.

Perkembangan masyarakat oleh Marx digambarkan sebagai bentuk linear yang mengacu

kepada hubungan moda produksi. Berawal dari bentuk masyarakat primitif (primitive

ii

Page 10: Makalah perubahan sosial di poso

communism) kemudian berakhir pada masyarakat modern tanpa kelas (scientific

communism). Tahap yang harus dilewati antara lain, tahap masyarakat feodal dan tahap

masyarakat borjuis. Marx menggambarkan bahwa dunia masih pada tahap masyarakat borjuis

sehingga untuk mencapai tahap “kesempurnaan” perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh

kaum proletar. Revolusi ini akan mampu merebut semua faktor produksi dan pada akhirnya

mampu menumbangkan kaum borjuis sehingga akan terwujud masyarakat tanpa kelas.

Negara yang menggunakan komunisme dalam  proses transformasinya adalah Cina dan

Rusia.

Teori Perilaku Kolektif

Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial. Aksi sosial

merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam

jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali dijumpai ketegangan baik dari

dalam sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil

dari diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara

yang menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi

dengan perubahan sosial.

Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat

berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. Kompetisi atau konflik

inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk merubah

norma dan nilai.

Teori Inkonsistensi Status

Stratifikasi sosial pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat dengan jelas

dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya derajat

perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja dan kompleksitas organisasi. Status

sosial masih terbatas pada bentuk ascribed status, yaitu suatu bentuk status yang diperoleh

sejak dia lahir. Mobilitas sosial sangat terbatas dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai

muncul seiring perubahan moda produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang

ditandai dengan pembagian kerja dan kemunculan organisasi kompleks.

Perubahan moda produksi menimbulkan maslaah yang pelik berupa kemunculan status-status

sosial yang baru dengan segala keterbukaan dalam stratifikasinya. Pembangunan ekonomi

seiring perkembangan kapitalis membuat adanya pembagian status berdasarkan pendidikan,

pendapatan, pekerjaan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menimbulkan inkonsistensi status

pada individu.

D. REKONSTRUKSI KONFLIK POSO (1998-2001)

Kerusuhan yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah ini secara umum merupakan konflik

horizontal antar kelompok masyarakat setempat. Dilihat dari sisi dinamika kelompok ( in

group-outgroup), sikap keberpihakan dan identitas keagamaan dari para warga dan tokoh-

tokoh yang terlibat, secara kasat mata terlihat bahwa dalam konflik kerusuhan Poso

ii

Page 11: Makalah perubahan sosial di poso

melibatkan kelompok muslim (putih) di satu pihak dan kelompok Kristiani (merah) di pihak

yang lain. Namun begitu tidak berarti bahwa secara otomatis “agama” merupakan faktor

utama penyebab konflik.

Faktor Pemicu Konflik Poso

Dalam laporan Pemda Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa

kerusuhan Poso diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapa oknum

pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menadi isu SARA,

sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali dan mengakibatkan timbulnya

kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebut menadi isu SARA tidak berjalan

dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dan direkayasa sedemikian rupa menadi

sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan latar belakang

kepentingan tertentu.

Konflik individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing

perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke pembakaran toko

dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat.

Terjadinya konflik dan perilaku kekerasan dalam masyarakat tergantung dari sumber potensi

konflik yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya konflik, selain agama,

yaitu ketidakadilan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta ketimpangan sosial. Meskipun

konflik Poso mengatasnamakan ‘agama’ sebagai penyebab konfliknya, namun harus dilihat

terlebih dahulu apakah benar agama sebagai faktor dibalik konflik tersebut. Untuk itulah,

dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisi masyarakat Poso yang menjadi

poin terjadinya konflik. 

a.      Faktor Politik

Meskipun pemicu awal munculnya konflik di Poso ini adalah karena pertikaian pemuda

namun sebenarnya terdapat muatan politik berkaitan dengan suksesi bupati. Ketidakpuasan

politik inilah yang menjadi akar permasalah konflik. Pada 1998, ketika mantan Bupati Poso

Arief Patanga akan mengakhiri masa kepemimpinannya, terlihat sinyalemen terjadinya

gesekan di tingkat politisi partai yang menginginkan perubahan kepemimpinan. Pergesekan

antara politisi partai akhirnya merambah hingga ke tingkat akar rumput. Akhirnya muncullah

kelompok-kelompok di masyarakat yang berlawanan haluan dengan kebijakan politisi

partai.  

Terendusnya praktik korupsi yang dilakukan oleh kroni-kroni Bupati Arief Patanga membuat

yang bersangkutan berupaya mengalihkan isu. Korupsi Korupsi bermula dari pemberian dana

kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp 5 miliar pada 1998 oleh pemerintah pusat. Saat ada upaya

pengungkapan kasus korupsi itu, orang-orang yang terlibat korupsi menggalang massa untuk

melakukan aksi untuk mengalihkan isu korupsi yang berkembang. Bahkan ada selebaran

yang berisi penyerangan tokoh Kristen yang sengaja diedarkan ke masyarakat. Hal itu

kemudian semakin memperuncing konflik masyarakat yang beragama Islam dan Kristen.

ii

Page 12: Makalah perubahan sosial di poso

Kekerasan yang terjadi tersebut tidak mendapat respons yang memadai dari aparat keamanan.

Kegiatan itu terlihat dibiarkan sehingga terus terjadi dan meluas. Karena pembiaran oleh

aparat, eskalasi kekerasannya meningkat hingga terjadi pembakaran rumah penduduk, gereja,

dan masjid. Bahkan terjadi pembantaian di Pesantren Walisongo, Sintuwelemba, yang

lokasinya di tengah-tengah komunitas Kristen.

b.      Faktor Ekonomi

Poso telah dimasuki pendatang Kristen dan Islam sejak masa pra-kolonial, namun proporsi

migrasi yang signifikan baru terjadi pada masa orde baru. Hal itu terjadi sejak dibangunnya

prasara jalan trans-Sulawesi dan pembangunan berbagai pelabuhan laut dan udara yang

semakin memudahkan perpindahan penduduk. Tanpa disadari proses pembangunan ekonomi

di Poso membawa dampak bagi orang Kristen setempat yakni proses Islamisasi yang cepat

dan kesenjangan ekonomi. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan banyaknya angka

pengangguran kaum terpelajar karena sempitnya atau langkanya lapangan konflik yang sesuai

dengan pendidikan yang pernah ditempuh.

Akibat urbanisasi dan kesenjangan ekonomi, politik dan budaya antara umat beragama ini

menyebabkan perubahan pola-pola hubungan antar umat beragama terutama antara Muslim

dan Kristiani.

Pertumbuhan urbanisasi yang cepat akan mengantarkan masyarakat ke arah modernisasi

sering terjadi konflik nilai-nilai tradisional yang masih kuat dengan nilai-nilai baru yang

belum mapan di masyarakat. Konflik nilai tersebut berpengaruh besar terhadap perilaku

masyarakat dan dapat mendorong masyarakat ke proses desintegrasi alienasi, disorienttasi,

disorganisasi, segmentasi dan lain sebagainya.

Resolusi Konflik Poso

Untuk menyelesaikan konflik di Poso, telah dilakukan Deklarasi Malino untuk Poso (dikenal

pula sebagai Deklarasi Malino I). Deklarasi itu ditandatangani pada 20 Desember 2001 oleh

24 anggota delegasi kelompok Kristen (merah) dan 25 anggota dari delegasi kelompok Islam

(putih). Terdapat 10 poin dalam kesepakatan tersebut, yakni:

1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.

2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi

hukum bagi siapa saja yang melanggar.

3. Meminta aparat negara bertidak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.

4. Untuk menjaga terciptanya suasana damai menolak memberlakukan keadaan darurat

sipil serta campur tangan pihak asing.

5. Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan

sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi terciptanya kerukunan

hidup bersama.

ii

Page 13: Makalah perubahan sosial di poso

6. Tanah Poso adalah bagian integral dari Indonesia. Karena itu, setiap warga negara

memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan menghormati adat

istiadat setempat.

7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah

sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.

8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asala masing-masing.

9. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara

menyeluruh.

10. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati

dan menaati segala aturan yang telah disetujui baik dalam bentuk UU maupun dalam

peraturan pemerintah.

E. KONTRUKSI SOSIAL ATAS KONFLIK POSO

Sebagai konstruksi sosial, konflik adalah pengetahuan yang membentuk realitas objektif dan

realitas subjektif. Sebagai realitas objektif pengetahuan konflik agama merupakan faktisitas

objektif yang bersifat eksternal dan koersif. Sebagai realitas objektif, pengetahuan konflik

agama Poso misalnya meliputi seperangkat doktrin yang sudah terumuskan secara permanen,

rumusan-rumusan operasional lainnya, serta praktik implementasi konflik agama itu sendiri.

Hal ini dapat diperlihatkan dengan adanya gerakan-gerakan sosial yang bersifat politis dalam

masyarakat.

Sedangkan pengetahuan konflik agama sebagai realitas subjektif berarti menyangkut makna,

interpretasi, dan relasi subjektif individu terhadap konflik agama. Setiap individu mempunyai

latar belakang sejarah, konstruksi ide, sampai minat dan kepentingan yang bisa berbeda-beda

dalam menghadapi konflik agama. Pengetahuan konflik agama sebagai realitas objektif dan

realitas subjektif terus menerus berhubungan secara dialektis.

Realitas pluralisme konstruksi sosial dalam masyarakat menumbuhkan persaingan untuk

berebut pengaruh dan menjadi konstruksi dominan. Gilirannya, fenomena kekuasaan ikut

terlibat, dari sinilah kemudian fenomena ideologi muncul. Menurut Berger, ketika suatu

definisi tertentu mengenai kenyataan pada akhirnya dikaitkan dengan suatu kepentingan

kekuasaan yang konkrit, ia bisa dinamakan ideologi. Pengetahuan konflik agama yang turun

dalam bentuk yang antagonis, bersifat doktrin, merupakan bentuk pengetahuan yang dibentuk

oleh kekuasaan dalam masyarakat.

F. KONFLIK DAN PERUBAHAN SOSIAL

Fenomena perubahan sosial sulit untuk dipahami bahkan sebagian besar sosiolog

memberikan makna intuitif dan sebagai suatu mitos belaka terhadap perubahan sosial itu

sendiri. More (1967) mengartikan perubahan sosial sebagai suatu perubahan pentinng dalam

struktur sosial – pola-pola perilaku dan sistem interaksi sosial, termasuk di dalamnya

perubahan norma, nilai, dan fenomena kultural. Definisi lain yang bisa ditunjukkan, misalnya

ii

Page 14: Makalah perubahan sosial di poso

konsep perubahan sosial ketika melihat ada perubahan-perubahan pada komunitas lokala

tertentu. Herbert Blumer (1955) melihat perubahan sosial sebagai usaha kolektif untuk

menegakkan terciptanya tata kehidupan baru. Ralp Turner dan Lewis M. Killin (1962),

perubahan sosial sebagai kolektivitas yang bertindak terus menerus, guna meningkatkan

perubahan dalam masyarakat atau kelompok.

Perubahan sosial yang terjadi secara mendadak biasanya menimbulkan kerawanan konflik.

Konflik dipicu oleh keadaan perubahan yang terlalu mendadak biasanya diwarnai oleh gejala

dimana tatanan perilaku lama sudah tidak digunakan lagi sebagai pedoman, sedangkan

tatanan perilaku yang baru masih simpang siur sehingga banyak orang kehilangan arah dan

pedoman perilaku. Keadaan demikian ini, memicu banyak orang bertingkah individualis yang

berakibat pada benturan antar kepentingan baik secara individual maupun kelompok.

Konflik Poso adalah bentuk perubahan sosial yang tidak terencana dan bersifat dadakan.

Selain itu, perubahan yang terlalu mendadak ini akan memunculkan tiga kelompok yang

saling bertentangan. Mereka adalah kelompok konservatif yang berusaha sekuat tenaganya

untuk mempertahankan nilai-nilai lama, kelompok radikal yang menghendaki perubahan

secara frontal dan kelompok moderat. Kelompok konservatif identik dengan masyarakat lokal

dan mayoritas, kelompok radikal identik dengan masyarakat pendatang atau minoritas dan

kelompok moderat identik dengan kelompok intelektual yang terpelajar.

Agama tidak cukup dipahami sebagai metode hubungan penyembahan manusia kepada

Tuhan serta seperangkat tata aturan kemanusiaan atas dasar tuntuknan kitab suci. Akan tetapi,

perbedaan keyakinan dan atribut-atribut justru berdampak pada segmentasi kelompok-

kelompok sosial yang berdiri sendiri. Secara sosiologis, agama selain dapat dijadikan sebagai

alat perekat solidaritas sosial, tetapi juga bisa menjadi pemicu disintegrasi sosial. Perbedaan

keyakinan penganut agama yang meyakini kebenaran ajaran agamanya, dan menganggap

keyakinan agama lain sesat telah menjadi pemicu konflik antar penganut agama. Bahkan di

dalam agama itu sendiri juga terdapat segmentasi sektarian yang memiliki perbedaan mulai

dari perbedaan dari kulit luar ajaran agama ini hingga perbedaan secara substansial. Akibat

dari konflik ini timbul image baru seolah-olah kelompok tersebut tidak mau berbagi tempat

dengan kelompok lain yang berbeda. Peristiwa Poso membuktikan bahwa solidaritas agama

membuat konflik semakin panas. Meskipun awalnya kejadian ini merupakan tindak kriminal

yang melibatkan individu, namun solidaritas yang mengatasnamakan agama membuat

peristiwa tersebut berubah menjadi konflik berkepanjangan yang menghadirkan pertentangan

kedua belah pihak atas nama agama.

G. PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT POSO PASCA KONFLIK

Proses perubahan dapat dialami oleh semua orang, baik pada tataran individu (mikro),

kelompok-kelompok dalam masyarakat (meso) maupun masyarakat sebagai sebuah kesatuan

kelompok yang luas (makro). Adapun proses perubahan tersebut dapat terjadi secara alamiah

maupun secara terencana. Akan halnya proses perubahan yang dialami olehsebagian

ii

Page 15: Makalah perubahan sosial di poso

masyarakat di wilayah kabupaten Poso, dapat dikategorikan sebagai sebuah perubahan yang

tidak direncanakan, karena terjadi akibat konflik sosial berkepanjangan mulai pada tahun

1998 dan puncaknya terjadi pada tahun 2001. Dimana terjadi banyak kekerasan fisik dan

mental, terjadi perampasan hak-hak sosial ekonomi warga, masyarakat hidup dalam

ketakutan sehingga berdampak pada terhambat dan berhentinya aktifitas sosial

ekonomi. Situasi bertambah buruk karena tidak adanya jaminan pemerintah bagi keselamatan

jiwa, sehingga menyebabkan mereka terpaksa eksodus ke wilayah yang dianggap lebih

aman. Terjadi berbagai aktifitas keseharian pengungsi dalam memenuhi kebutuhan dasar

dan juga perubahan posisi mereka dalam stratifikasi masyarakat baru di desa pengungsian.

Bulan Agustus 2009 lalu merupakan tahun ke sepuluh setelah pertama kali peristiwa

kekerasan meledak di Poso, yang kemudian disusul dengan insiden-insiden kekerasan yang

menyebar di beberapa wilayah di sekitarnya. Akibat dari konflik tersebut telah

mengakibatkan lebih dari 25.000 orang menjadi pengungsi dan diperkirakan lebih dari 1000

orang tewas. Setelah satu dekade telah berlalu dapat dikatakan bahwa konflik kekerasan telah

berakhir dan masyarakat Poso sudah mulai hidup nyaman. Paling tidak, hal tersebut dapat

dilihat dari tidak adanya konflik kekerasan secara terbuka yang melibatkan massa dalam

beberapa tahun terakhir ini. Salah satu bentuk kepedulian masyarakat atas kelangsungan

hidup bermasyarakat adalah dibentuknya Kelompok Masyarakat Poso Anti-Teror beberapa

waktu yang lalu dimana anggota kelompok ini terdiri dari para tokoh masyarakat, pemuka

agama, dan tokoh pemuda. Namun di level masyarakat, paling tidak terdapat dua

perkembangan yang cukup mengkhawatirkan.

Pertama, terjadinya perubahan sosial keagamaan di Poso. Sebelum konflik, Al-Khairat

merupakan organisasi keagamaan yang mendominasi umat Islam di Poso. Namun pasca

konflik, muncul kelompok keagamaan lain, yang ditengarai membawa pemikiran Wahabisme

(selanjutnya untuk mempermudah disebut ‘kelompok Wahabi’). Kehadiran kelompok agama

baru ini dapat memicu persoalan baru di Poso, yaitu munculnya kontestasi antar kelompok

beragama (Islam). Beberapa pimpinan agama (Islam) yang sudah lama eksis di Poso merasa

terancam dengan keberadaan ‘Kelompok Wahabi’ yang menyebar dengan cepat dengan

sumber dana yang tidak diketahui asalnya. Kontestasi mengenai pemegang otoritas

keagamaan akan semakin meningkat di masa-masa yang akan datang.

Selain itu, kelompok wahabi ini sangat berpotensi membawa ajaran yang menganurkan

kekerasan. Kelompok ini mencela praktik-praktik keagamaan lokal yang merupakan

interpretasi ulama lokal atas ajaran Islam. Padahal banyak praktik-praktik keagamaan di

Indonesia yang mengadopsi adat dan budaya lokal dalam proses penyebaran Islam di

Nusantara. Meskipun tidak sama, kelompok Wahabi juga diasosiasikan memiliki hubungan

dengan al-Qaeda, yang cenderung menggunakan kekerasan yang sangat ekstrim. Pada

awalnya, mereka mengklaim bahwa kedatangannya ke Poso adalah dalam rangka melindungi

ii

Page 16: Makalah perubahan sosial di poso

umat Islam, namun pada akhirnya turut terlibat dalam penyerangan-penyerangan beberapa

komunitas Kristen karena menganggap bahwa Poso adalah arena perang.

Kedua, terjadi konflik kepentingan antara elit politik di Kabupaten Poso. Konflik antara

Bupati Poso dengan Ketua DPRD Poso telah menghiasi media lokal di Sulawesi Tengah.

Banyak gagasan pembangunan di Poso mennjadi terabaikan karena konflik tersebut: gagasan

yaang diajukan oleh eksekutif cenderung dimentahkan oleh pihak legislatif begitu pula

sebaliknya. Dimungkinkan, konflik antar elit berkaitan dengan perebutan kekuasaan masih

akan terjadi.

Selain itu juga, masih ada ketidaknyamanan di antara para pengungsi untuk kembali ke

tempat asal. Beberapa penduduk masih memilih untuk tinggal di Tentena (suatu wilayah yang

menadi tujuan para pengungsi dari berbagai wilayah di Poso yang beragama risten yang

terletak di dataran tinggi), daripada kembali ke tempat asal mereka karena alasan

ketidaknyamanan dan ketakutan ika kembali ke tempat semula. Selanjutnya, meskipun tidak

semua, sebagian masyarakat korban masih ada yang menyimpan rasa dendam terhadap para

pelaku kekarasan. Rekonsiliasi masih sulit untuk dilakukan karena masih ada korban yang

menyimpan rasa marah. Sebagian dari mereka masih ingin menuntut balas atas kekerasan

yang menimpa mereka dan keluarnya. Sesungguhnya, sesama korban dari kedua komunitas

tersebut sudah dapat dan saling berinteraksi, tetapi para korban tersebut masih belum dapat

berinteraksi dengan para pelaku kekerasan.

Konflik Poso pun mengharuskan sebagian masyarakat untuk mengungsi ke wilayah yang

jauh dan aman dari konflik. Namun hidup ditempat pengungsian berbeda dengan kondisi

sebelumnya, dengan keadaan serba kekurangan pengungsi harus memulai aktifitas hidupnya

dari awal sehingga pola hidup merekapun ikut berubah dalam berupaya memenuhi kebutuhan

dasar. Hal ini menjadi semakin tidak mudah karena kondisi sosial ekonomi pengungsi berada

pada level mobilitas vertikal menurun (social-sinking) baik dalam tataran ekonomi maupun

tataran sosial. Selanjutnya terdapat perbedaan nilai, norma, budaya, cara pandang maupun

perbedaan kepentingan antara pengungsi dan penduduk desa tetap, sebagai realita yang

membutuhkan penyesuaian dan interaksi, namun beberapa kesamaan seperti kesamaan

religi/agama yang dianut pengungsi dan penduduk lokal dapat memperkecil perbedaan (cross

cutting), sehingga saat ini yang terjadi bahwa pengungsi dapat kembali hidup layak dan

berada dalam semua strata kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa pengungsian. Dalam

proses penataan kehidupan sosial ekonomi pengungsi untuk menjadi layak dan normal, ada

peran stake holders baik itu pemerintah, tokoh agama maupun tokoh masyarakat walaupun

belum maksimal bahkan cenderung tidak lagi sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan fakta tersebut, terkait dengan pembangunan perdamaian di Poso, dapat

disimpulkan bahwa pertama, konflik Poso belum benar-benar selesai karena faktor-faktor

penyebabnya belum diselesaikan. Kedua, munculnya kelompok agama garis keras di Poso

merupakan ancaman terhaap pembangunan yang perlu diwaspadai. Ketiga, pemerintah

ii

Page 17: Makalah perubahan sosial di poso

daerah perlu lebih peka dan membuat program pembangunan perdamaian yang lebih

substansial dan mengurangi program-program yang bersifat seremonial. Selain itu, trauma

yang dialami masyarakat juga harus dapat dipertimbangkan. Proses adaptasi masyarakat ke

wilayah pengungsian juga bisa menjadi pemicu ketegangan yang berwujud konflik.

ii

Page 18: Makalah perubahan sosial di poso

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perubahan  yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan sosial. Apakah

perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah

laku anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan

peradaban, perubahan budaya dan perubahan sosial.

Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen atau aspek

yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang

ditemukan, dan sebagainya.

Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti keyakinan,

nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial

terbatas pada aspek-aspek hubungan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu

disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya

elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Berikut adalah

teori yang membahas tentang perubahan sosial Untuk itu, terlebih dahulu perlu dicatat

bagaimana tingkat dan sifat peralihan dari perubahan itu sendiri di masyarakat. Pada

masyarakat yang tergolong bersahaja relatif jarang dan lamban terjadinya perubahan-

perubahan.

Proses perubahan dapat dialami oleh semua orang, baik pada tataran individu (mikro),

kelompok-kelompok dalam masyarakat (meso) maupun masyarakat sebagai sebuah kesatuan

kelompok yang luas (makro). Adapun proses perubahan tersebut dapat terjadi secara alamiah

maupun secara terencana. Akan halnya proses perubahan yang dialami olehsebagian

masyarakat di wilayah kabupaten Poso, dapat dikategorikan sebagai sebuah perubahan yang

tidak direncanakan, karena terjadi akibat konflik sosial berkepanjangan mulai pada tahun

1998 dan puncaknya terjadi pada tahun 2001. Dimana terjadi banyak kekerasan fisik dan

mental, terjadi perampasan hak-hak sosial ekonomi warga, masyarakat hidup dalam

ketakutan sehingga berdampak pada terhambat dan berhentinya aktifitas sosial

ekonomi. Situasi bertambah buruk karena tidak adanya jaminan pemerintah bagi keselamatan

jiwa, sehingga menyebabkan mereka terpaksa eksodus ke wilayah yang dianggap lebih

aman. Terjadi berbagai aktifitas keseharian pengungsi dalam memenuhi kebutuhan dasar

dan juga perubahan posisi mereka dalam stratifikasi masyarakat baru di desa pengungsian.

Bulan Agustus 2009 lalu merupakan tahun ke sepuluh setelah pertama kali peristiwa

kekerasan meledak di Poso, yang kemudian disusul dengan insiden-insiden kekerasan yang

menyebar di beberapa wilayah di sekitarnya. Akibat dari konflik tersebut telah

mengakibatkan lebih dari 25.000 orang menjadi pengungsi dan diperkirakan lebih dari 1000

orang tewas. Setelah satu dekade telah berlalu dapat dikatakan bahwa konflik kekerasan telah

ii

Page 19: Makalah perubahan sosial di poso

berakhir dan masyarakat Poso sudah mulai hidup nyaman. Paling tidak, hal tersebut dapat

dilihat dari tidak adanya konflik kekerasan secara terbuka yang melibatkan massa dalam

beberapa tahun terakhir ini. Salah satu bentuk kepedulian masyarakat atas kelangsungan

hidup bermasyarakat adalah dibentuknya Kelompok Masyarakat Poso Anti-Teror beberapa

waktu yang lalu dimana anggota kelompok ini terdiri dari para tokoh masyarakat, pemuka

agama, dan tokoh pemuda. Namun di level masyarakat, paling tidak terdapat dua

perkembangan yang cukup mengkhawatirkan.

B. SARAN

Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan oleh karena itu saran yang sifatnya

membangun sangat kami harapkan.

ii

Page 20: Makalah perubahan sosial di poso

DAFTAR PUSTAKA

Ritzer George. 1980. Sosiologi : Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta.

Rajawali Pers

Rusdianta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Jakarta. Graha Ilmu

Watloly Aholiab. 2005. Maluku Baru. Jakarta. Kanesius

Wirutomo Paulus. 2003. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta. Rajawali

Pers

ii

Page 21: Makalah perubahan sosial di poso

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT 

yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini, Namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan

sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga

selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW,

kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku

umatnya.

Makalah ini penulis membahas mengenai “PERUBAHAN SOSIAL DAN

PEMBANGUNAN YANG TERJADI DI POSO”, dengan makalah ini penulis

mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.

Raha, Agustus 2013

Penyusun

ii

Page 22: Makalah perubahan sosial di poso

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i   

Daftar Isi................................................................................................................. ii    

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.... ................................................................................... 1

A. Devinisi Perubahan Sosial............................................................................. 3

B. Tipe-Tipe Purubahan..................................................................................... 7

C. Perubahan Sosial ........................................................................................ 9

D. Rekonstruksi Konflik Poso........................................................................ 11

E. Konstruksi Sosial atas Konflik Poso........................................................... 14

F. Konflik Perubahan Sosial............................................................................. 16

BAB II PENUTUP................................................................................................... 19

A. Kesimpulan.................................................................................................. 19

B. Saran............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 21

ii

Page 23: Makalah perubahan sosial di poso

MAKALAH

PERUBAHAN SOSIAL

DAN PEMBANGUNAN

YANG TERJADI DI POSO

DISUSUN OLEH :

NAMA : ERNA SARI

JURUSAN : GEOGRAFI

SEMESTER : II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KENDARI

KELAS RAHA

2013

ii

Page 24: Makalah perubahan sosial di poso

ii