makalah peramalan hpt
DESCRIPTION
Antraknosa Cabai dab Layu BakteriTRANSCRIPT
II. ISI
1.1. Antraknosa pada Cabai
1.2. Layu Bakteri pada Cabai
1.2.1.Nama Penyakit dan Penyebab
Layu bakteri merupakan salah satu penyakit penting yang terdapat pada
tanaman cabai (Capsicum annum). Penyebab penyakit ini adalah bakteri
Ralstonia solanacearum. Berikut taksonomi bakteri Ralstonia
solanacearum:
Kingdom: Bacteria
Divisi: Proteobacteria
Kelas: Betaproteobacteria
Ordo: Burkholderiales
Family: Ralstoniaceae
Genus: Ralstonia solanacearum
Ralstonia solanacearum adalah spesies yang sangat kompleks. Hal ini
disebabkan oleh variabilitas genetiknya yang luas dan kemampuannya
untuk beradaptasi dengan lingkungan setempat, sehingga di alam dijumpai
berbagai strain R. solanacearum dengan ciri yang sangat beragam, seperti
patogenisitas, virulensi, reaksi fisiologi dan biokimia, reaksi serologi, serta
kepekaannya terhadap bakteriofage (Semangun, 1988).
Ditinjau dari segi morfologi dan fisiologinya, R. solanacearum
merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,5-0,7
x 1,5-2,5 μm, berflagela, bersifat aerobik, tidak berkapsula, serta
membentuk koloni berlendir berwarna putih (Tim Penulis Penebar
Swadaya, 2003). Adanya lendir inilah yang membedakan penyakit layu
bakteri dengan layu fusarium (Lelliot dan Stead, 1987).
1.2.2.Deskripsi Gejala
Gejala yang ditimbulkan akibat serangan bakteri Ralstonia solanacearum
adalah tanaman seperti kekurangan air, daun muda pada pucuk tanaman
menjadi layu, dan daun-daun tua atau daun-daun di bagian bawah menguning
(Cavalcante et.al., 1995). Setelah beberapa hari seluruh daun menjadi layu
permanen, sedangkan warna daun tetap hijau, kadang-kadang sedikit
kekuningan. Jaringan vaskuler dari batang bagian bawah dan akar menjadi
kecoklatan (Gambar 8). Apabila batang atau akar tersebut dipotong melintang
dan dicelupkan ke dalam air jernih akan keluar cairan keruh koloni bakteri
yang melayang dalam air menyerupai kepulan asap. Gejala penyakit ini akan
sama pada tanaman dalam stadia pertumbuhan generatif.
1.2.3.Sifat Patogen dan Siklus Patogen
Ralstonia solanacearum merupakan patogen tular tanah yang bersifat
monosiklik dengan kisaran inang yang relatif luas. Ralstonia
solanacearum dapat bertahan dalam tanah hingga 2 tahun tanpa adanya
inang (Brown et al., 1980 dalam Eka, 2007). Patogen ini dapat bertahan
pada bagian tanaman yang terinfeksi, selain itu patogen juga dapat
bertahan pada beberapa inang alternative dan tanah. Penyebaran patogen
dapat melalui air irigasi, tanah yang mengandung inokulum ataupun alat-
alat pertanian.
Tanah basah dan hangat baik untuk bakteri ini. Bakteri layu sensitif
terhadap pH tanah yang tinggi, tanah yang rendah suhu, kelembaban tanah
yang rendah dan tingkat kesuburan rendah. Meskipun bakteri mampu
mereproduksi dan menyebabkan infeksi pada rentang temperatur yang
luas, suhu yang paling menguntungkan adalah 29-35oC dengan
kelembababn mencapai 80%. Populasi R. solanacearum menurun secara
signifikan ketika terjadi peningkatan suhu tanah dan penurunan
kelembaban tanah. Akan tetapi, pada kelembaban yang tinggi dan
temperatur yang rendah, bakteri dapat bertahan
R. solanacearum dapat masuk dan menginfeksi melalui luka-luka di
bagian akar, termasuk luka yang disebabkan nematoda atau organisme
lain. Selanjutnya bakteri masuk ke jaringan tanaman bersama-sama unsur
hara dan air secara difusi dan menetap di pembuluh xilem dalam ruang
antar sel (Duriat, 1997). Bakteri memperbanyak diri melalui pembuluh
xilem (Agrios, 2005) dan merusak sel-sel tanaman yang ditempatinya
tersebut sehingga pengangkutan air dan zat-zat makanan terganggu oleh
massa bakteri dan selsel pembuluh xilem yang hancur (Duriat, 1997).
Hancurnya sel-sel tanaman tersebut karena bakteri mengeluarkan enzim
penghancur dinding sel tanaman yang mengandung selulosa dan pektin
yang dikenal dengan nama enzim selulase dan pektinase. Akibat dari
serangan ini, proses translokasi air dan nutrisi menjadi terganggu, sehingga
tanaman menjadi layu dan mati (Agrios, 2005).
1.2.4.Rumus Van Der Plank dan Grafik Perkembangan Penyakit
R. solanacearum merupakan patogen yang bersifat monosiklik, maka
rumus Van Der Plank untuk patogen ini adalah:
Xt = X0 (1 + rt)
Keterangan:
Xt = Inokulum awal
R = laju perkembangan penyakit
T = waktu
Faktor utama yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit yang
disebabkan oleh R. solanacearum adalah jumlah inokulum awal yang
tersedia.
Berdasarkan rumus Van Der Plank, grafik perkembangan penyakit yang
diakibatkan oleh R.solanacearum adalah:
Grafik tersebut dapat menggambarkan bahwa pengendalian yang dapat
dilakukan untuk menurunkan laju epidemi penyakit adalah dengan cara
menurunkan X0 (jumlah inokulum awal).
1.2.5.Teknik Pengendalian Berdasarkan Van Der Plank
Waktu Pengendalian Teknik Pengendalian (Penurunan X0)
Pra tanam - Lahan yang sudah terserang penyakit ini
diberi kapur dan diberakan selama kurang
lebih 2 tahun untuk memutus siklus patogen
- Melakukan pergiliran tanaman dengan
tanaman yang berbeda famili
- Menggunakan benih varietas tahan
- Melakukan pembersihan gulma yang dapat
menjadi inang sekunder di lahan pertanaman
sebelum penanaman
- Melakukan solarisasi dengan pemberian
mulsa bening sebelum penanaman
- Pengaturan jarak tanam untuk mengurangi
kelembaban
- Media yang digunakan untuk penyemaian
menggunakan lapisan sub soil 1,5-2 m di
bawah permukaan tanah), pupuk kandang
matang yang halus dan pasir kali pada
perbandingan 1:1:1. Campuran media ini
dipasteurisasi selama 2 jam.
Saat tanam - Melakukan pemberian pupuk kandang yang
telah masak (Pupuk kandang yang belum
masak dapat memacu perkembangan bakteri
ini memalui kenaikan suhu tanah yang
disebabkan oleh proses fermentasi pupuk
organik)
- Mengurangi penggunaan pupuk Urea (pupuk
Urea yang berlebih dapat menyebabkan
tanaman sukulen dan mudah terserang
patogen)
- Mencabut tanaman yang terserang
1.2.6.Grafik Analisis Pengendalian Penyakit dan Komponen Penting
Pengendalian
b a = X0 (Inokulum awal)
a b = penurunan inokulum pada saat
pertanaman
c c = penurunan inokulum awal sejak
awal pertanaman
Teknik Pengendalian Penyakit:
b (penurunan inokulum pada saat pertanaman)
- Melakukan pemberian pupuk kandang yang telah masak (Pupuk
kandang yang belum masak dapat memacu perkembangan bakteri ini
memalui kenaikan suhu tanah yang disebabkan oleh proses fermentasi
pupuk organik)
- Mengurangi penggunaan pupuk Urea (pupuk Urea yang berlebih dapat
menyebabkan tanaman sukulen dan mudah terserang patogen)
- Mencabut tanaman yang terserang
c (penurunan inokulum sejak awal pertanaman)
- Lahan yang sudah terserang penyakit ini diberi kapur da diberakan
selama kurang lebih 2 tahun untuk memutus siklus patogen
- Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang berbeda famili
- Menggunakan benih varietas tahan
- Melakukan pembersihan gulma yang dapat menjadi inang sekunder di
lahan pertanaman sebelum penanaman
- Melakukan solarisasi dengan pemberian mulsa bening sebelum
penanaman
- Pengaturan jarak tanam untuk mengurangi kelembaban
- Media yang digunakan untuk penyemaian menggunakan lapisan sub
soil 1,5-2 m di bawah permukaan tanah), pupuk kandang matang yang
halus dan pasir kali pada perbandingan 1:1:1. Campuran media ini
dipasteurisasi selama 2 jam.
Berdasarkan rumus Van Der Plank dan Grafik diatas, komponen terpenting
yang harus dikendalikan untuk menurunkan laju epidemi penyakit layu
bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum adalah menurunkan X0
(jumlah inokulum awal). Penurunan X0 dilakukan karena bakteri
R.solanacearum merupakan patogen tular tanah yang bersifat monosiklik,
dimana bakteri tersebut dapat bertahan diluar inang (seperti bertahan di
tanah) selama kurang lebih 2 tahun. Penyebaran patogen ini dapat melalui
tanah, air irigasi, dan melalui benih. Keberadaan patogen ini bergantung
pada ketersediaan jumlah inokulum awal, sehingga pengendalian yang
dilakukan adalah dengan cara mengurangi jumlah inokulum awal
(menurunkan X0)
2.2.7 Peramalan Penyakit Layu Bakteri
Pada penyakit layu bakteri pada tanaman cabai yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum, inoculum awal biasanya terdapat di tanah karena
penyakit layu bakteri ini merupakan penyakit tular tanah atau soil borne.
Perkembanganya epidemi penyakit layu bakteri dapat diprediksi apabila bakteri
hidup baik pada kelembaban yang tinggi, yaitu sekitar 80% dan berada pada
suhu antara 29-35o C. Bakteri layu sangat merugikan pada tanah-tanah yang
basah, karena pada keadaan basah absorbsi air oleh tanaman akan lebih tinggi
dan mengakibatkan tanaman menjadi lebih sukulen dan aktivitas bakteri
meningkat.