makalah pengilangan

Upload: ewith-rischa-rachma

Post on 03-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HCU

TRANSCRIPT

UNIT HYDROCRACKING

Makalah ini Disusun Untuk Melengkapi Tugas Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Tahun 2009

O l e h :Barkatul Aulia (0807121133)

Mahfirani Masyithah (0807121103)

Maulia Rayana (0807121131

Tiara Fitriana (0807121159)

Winny N. Erziza (0807121143)

Benyamin (0507111957)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARUKATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat serta karunia-Nya lah makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul Hydrocracking Unit ini adalah agar para mahasiswa lebih memahami tentang aplikasi hydrocracking dalam pengolahan minyak bumi.Dalam pembuatan makalah ini tentu banyak hambatan dan rintangan, diantaranya adalah pada pencarian sumber atau bahan serta waktu yang sangat terbatas dalam menyusun makalah, dan hal-hal lainnya yang mungkin tidak perlu disebutkan.

Ucapan terima kasih kami untuk pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah, terutama kepada teman-teman yang membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, selanjutnya terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami.

Kritik dan saran sangat kami perlukan demi kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Pekanbaru, 13 November 2009

Penulis

DAFTAR ISIiKATA PENGANTAR

iiDAFTAR ISI

BAB I 1PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

21.2 Sekilas Tentang PT. Pertamina Persero

2I.2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)

21.2.2. Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II Dumai

51.3 Ruang Lingkup

51.4 Tujuan

BAB II 6HYDROCRACKING PROSES

62.1 Pengertian Hydrocracking

62.2 Teori Hydrocracking

62.2.1 Reaksi Kimia Hydrocracking

112.3. Katalis Hydrocracking

112.3.1. Catalyst Properties

152.3.2. Catalyst Sulfiding

192.3.3. Catalyst Loading

202.3.4. Catalyst Unloading

202.3.5. Catalyst Skimming

212.3.6. Kinerja Katalis

222.3.7. Deaktivasi Katalis

232.3.8. Regenerasi Katalis

242.4 Feed, Produk, dan Margin Hydrocracking

252.5 Aliran Proses Hydrocracking

282.6 Variabel Proses Hydrocracking

282.6.1. Fresh Feed Quality

302.6.2 Fresh Feed Rate atau LHSV (Liquid Hourly Space Velocity)

302.6.3 Combined Feed Ratio (CFR)

312.6.4 Hydrogen Partial Pressure

312.6.5 Hydrogen to Hydrocarbon Ratio (H2/HC Ratio)

322.6.6 Kualitas Make up Hydrogen

322.6.7 Temperatur

322.6.8 Wash Water Injection

332.7 Troubleshooting

35Lampiran

37Daftar Pustaka

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Minyak bumi (bahasa inggris : petroleum, dari bahasa latin petrus-karang dan oleum-minyak) adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas kerak Bumi, merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik selama ribuan tahun yang tersimpan di lapisan bumi dalam jumlah yang sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan petrokimia.

Minyak bumi merupakan campuran yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai dari yang paling ringan seperti gas metana sampai dengan aspal yang berat dan berwujud padat. Produksi komersial minyak bumi dimulai pada tahun 1857 dan sejak itu produksi terus meningkat.

Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa binatang dan tumbuhan - tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai, jutaan tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Disana bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri. Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gasgas atau komponen yang larut dalam air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak- lemak yang tertinggal dan bahan bahan yang terlarut, diubah secara perlahan lahan menjadi minyak bumi melalui reaksi yang menghasilkan bahan- bahan dengan titik didih rendah. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir alam atau reservoir batu kapur

1.2 Sekilas Tentang PT. Pertamina Persero

I.2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Bidang usahanya adalah melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara serta memenuhi kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri.

Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai saat ini Pertamina memiliki tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, antara lain:

Tabel 1.2 Kapasitas Unit Pengolahan Pertamina di Indonesia

No.Unit PengolahanDaerahKapasitas (Barrel/hari)

1.Unit Pengolahan (UP) IPangkalan Brandan5.000

2.Unit Pengolahan (UP) IIDumai & Sei Pakning180.000

3.Unit Pengolahan (UP) III Plaju & Sungai Gerong134.000

4.Unit Pengolahan (UP) IVCilacap300.000

5.Unit Pengolahan (UP) VBalikpapan252.000

6.Unit Pengolahan (UP) VIBalongan125.000

7.Unit Pengolahan (UP) VIIKasim Sorong10.000

JUMLAH1.010.000

Sumber : Litbang PE UP II Dumai

Note : UP I idle/ dihentikan produksinya

1.2.2. Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II DumaiSaat ini, Pertamina UP II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :

1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD

2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD

Pembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor asing, yaitu:

1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin dan instalasi.

2. TAISEI construction, Co, untuk pembangunan konstruksi kilang.

Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation Unit (CDU/100) yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Tetapi saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas pengolahan rata-rata 127 MBSD. Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 8 September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari kilang ini antara lain:

Naphtha

Kerosene

Solar/Automotive Diesel Oil (ADO)

Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.

Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan mendirikan unit-unit baru seperti:

1. Platforming Unit.2. Naphtha Rerun Unit.

3. Hydrobon Unit.

4. Mogas Component Blending Plant.

Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.

Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut :

1. High Vacuum Distillation Unit (110)

2. Delayed Coking Unit (140)

3. Coke Calciner Unit (170)

4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)

5. Hydrocracker Unibon (211/212)

6. Distillate Hydrotreating Unit (220)

7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300/310)

8. Hydrobon Platforming Unit/PL-1 (301) 9. Amine-LPG Recovery Unit (410)

10. Hydrogen Plant (701/702)

11. Sour Water Stripper Unit (840)

12. Nitrogen Plant (940)

13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)

14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.Kilang Minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining Associater (Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969, dengan kapasitas desain 25 MBSD. Beberapa sejarah penting Kilang Sei Pakning:

1. Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun 1975

2. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSd pada tahun 1977

3. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun 1980

4. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982.

Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :

1. Premium

2. Jet Petroleum Grade

3. Aviation Turbin.

4. Kerosin

5. Automotive Diesel Oil (ADO)

Sedangkan non-BBM antara lain :

1. LPG

2. Green Coke.

Saat ini, Pertamina UP II Dumai berencana untuk menghasilkan produk baru dengan nama solar plus untuk bahan bakar busway.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup makalah ini adalah penjelasan tentang bahan dan produk yang dihasilkan oleh Naptha Splitter (Naptha Rerun Unit) dan Naptha Treater (Naptha Hydrotreating). Juga sekilas gambaran Pertamina UP II Dumai, yang dilengapi dengan flow chart Pertamina UP II Dumai.

1.4 Tujuan

1. Memahami dan dapat menggambarkan keluaran proses yang mencakup produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses pengolahan minyak dan gas bumi.

2. Memahami dan dapat menggambarkan diagram alir proses dan sistem pemroses yang digunakan di Pertamina UP II Dumai.

3. Mendapatkan gambaran tentang wujud pengoperasian sistem pemrosesan atau fasilitas yang berfungsi sebagai sarana pengolahan minyak dan gas bumi.

4. Merupakan tugas kelompok yng diberikan oleh Ibu Nirwna selaku Dosen mata kuliah Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati.

BAB II

HYDROCRACKING PROSES

2.1 Pengertian Hydrocracking

Hydrocraciking merupakan unit proses kilang minyak bumi yang termasuk kelompok secondary processing,yaitu proses downstream kilang minyak bumi yang menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan produk-produknya.2.2 Teori Hydrocracking

Hydrocracking merupakan proses mengubah umpan berupa minyak berat menjadi produk-produk minyak yang lebih ringan dengan kehadiran hydrogen dengan bantuan katalis dan menggunakan tekanan tinggi (hingga 100 s/d 200 kg/cm2; umumnya 175 kg/cm2) dan temperatur medium (290 s/d 454 oC). Katalis yang digunakan berbasis silika alumina dengan kombinasi nikel, molybdenum, tungsten. Feed hydrocracking yang umum adalah heavy atmospheric gas oil, heavy vacuum gas oil, catalytically gas oil, atau thermally cracked gas oil. Feedstock ini diubah menjadi produk-produk dengan berat molekul yang lebih ringan dan biasanya dengan memaksimalkan produk naphtha atau distillates (kerosene atau diesel). 2.2.1 Reaksi Kimia Hydrocracking

Reaksi yang terjadi pada proses hydrocracking adalah :

Reaksi utama :

Hydrogenasi PNA (Poly Nucleic Aromatic)

Ring opening dan pemisahan rantai samping

Reaksi cracking paraffine

Reaksi lain

Isomerisasi (Senyawa cincin, rantai samping, paraffine)

Penjenuhan olefin

Penghilangan sulfur, nitrogen, oksigen

Konversi polynaphthene dan PNA

Akumulasi parafin di unconverted oil/UCO Bersamaan dengan proses hydrocracking, impurities yang terkandung dalam feed, seperti senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal juga dihilangkan. Selain itu senyawa olefin juga dijenuhkan.

Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur organik menjadi hydrogen sulfide dan hydrocarbon.

Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organik menjadi ammonia dan hydrocarbon.

Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organic menjadi air dan hydrocarbon.

Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi chloride acid dan hydrocarbon.

Penjenuhan olefin dilakukan dengan cara meng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat penyimpanan (warna dan sediment).

Penghilangan metal : senyawa organik metal akan terdekomposisi dan metal akan secara permanen diserap atau beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun katalis yang permanen (tidak dapat dihilangkan).

Semua reaksi di atas bersifat eksotermis sehingga temperatur akan naik saat feed melewati unggun katalis (catalyst bed). Urutan kemudahan reaksi yang terjadi di hydrocracking adalah sebagai berikut (mulai dari yang paling mudah hingga yang paling susah) :

Penghilangan logam

Penjenuhan olefin

Penghilangan sulfur

Penghilangan nitrogen

Penghilangan oksigen

Penjenuhan cincin (heteroaromatic multiring aromatic monoaromatic) Cracking naphthene (multiring naphthene mono naphthene) Cracking parafin

Urutan reaksi hydrocracking pada reaktor hydrocracker adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Urutan Reaksi Hydrocracking pada Reaktor Hydrocracker

Reaksi hydrodesulfurization (HDS) yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

Merkaptan

EMBED Equation.3

Sulfida

Disulfida

Sulfida siklik

Thiophane

Sedangkan untuk reaksi hydrodenitrification (HDN), sebelum penghilangan nitrogen, terjadi postulated mechanism sebagai berikut :

a. Aromatic Hydrogenation

b. Hydrogenolysis

c. Denitrogenation

Sedangkan reaksi penghilangan nitrogen yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

Pyridine

Quinoline

Pyrrole

Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

Olefin linie

C C = C C C C + H2 C C C C C C Olefin siklik

Reaksi penjenuhan aromatik yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

Reaksi penghilangan metal terjadi dengan mekanisme sebagai berikut:

Gambar 4. Mekanisme Reaksi Penghilangan Metal oleh Katalis

Reaksi penghilangan oksigen yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

Organic halides seperti chloride dan bromide terdekomposisi di dalam reaktor hydrocracker seperti reaksi di bawah ini :

2.3. Katalis Hydrocracking

2.3.1. Catalyst Properties

Katalis yang digunakan dalam proses hydrocracking adalah bi-fungsional katalis (mempunyai dua fungsi, yaitu metal function dan acid function). Metal function digunakan untuk sulfur removal, nitrogen removal, olefin saturation, dan aromatic saturation. Sedangkan acid function digunakan untuk hydrocracking. Berkaitan dengan katalis hydrocracking, dikenal istilah supports dan promoters. Supports menyediakan acid function

Amorphous

Zeolite

Promoters menyediakan metal function

Grup VI A (Mo/Molybdenum, W/Tungsten)

Grup VIII A (Co/Cobalt, Ni/Nikel, Pd/Palladium, Pt/Platinum)

Biasanya promoter berupa Pd, Pt, NiW, NiMo, CoMo, dan CoW. Kekuatan hydrogenation-nya berturut-turut adalah Pt > Pd > NiW > NiMo > CoMo > CoW > PdS > PtS. Namun Pd dan Pt sangat tidak toleran terhadap sulfur dan harganya sangat mahal.

Umumnya katalis hydrocracking dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan support-nya, yaitu amorphous dan zeolite. Tipe amorphous digunakan jika diinginkan maksimasi produk distilat (kerosene dan diesel), sedangkan tipe zeolite digunakan jika diinginkan maksimasi produk naphtha. Perbandingan antara tipe amorphous dan zeolite adalah sebagai berikut :

Table I. Perbandingan Katalis Tipe Amorphous dan Zeolite

Berdasarkan tabel di atas, katalis tipe zeolite mempunyai banyak keunggulan dibandingkan tipe amorphous. Namun tipe zeolite mempunyai kelemahan utama, yaitu lebih sedikit memproduksi distilat (kerosene dan diesel). Oleh karena itu beberapa tahun belakangan ini diproduksi katalis tipe semi-zeolite, yaitu katalis yang mempunyai keunggulan seperti tipe zeolite dan mempunyai kemampuan produksi distilat (kerosene dan diesel) mendekati kemampuan tipe amorphous. Secara umum pemilihan katalis adalah berdasarkan pada 5 faktor utama sebagai berikut :

Initial activity (temperature)

Selectivity (produk yang diinginkan)

Stability (deactivation rate)

Product quality (desired specification)

Regenerability (kemudahan untuk diregenerasi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan aktivitas katalis :

Catalyst properties

Meningkatkan acid site strength

Meningkatkan acid site concentration

Meningkatkan metal site strength Kondisi operasi

Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi

CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi

End point produk yang lebih tinggi

LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah

Feed components (Aromatic vs Parafinic)

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan selektivitas katalis :

Catalyst properties

Mengurahi acid site concentration

Metal-acid balance yang sesuai

Struktur pori yang sesuai Kondisi operasi

Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi

CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi

End point produk yang lebih tinggi

LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan stabilitas katalis :

Catalyst properties

Metal-acid balance yang sesuai

Initial metal dispersion yang tinggi

Kondisi operasi

PNA/Poly Nucleic Aromatic concentration yang rendah

Metal content yang rendah

Salt concentration yang rendah

Mekanisme deaktivasi katalis hydrocracking dan faktor pengendalinya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel II. Mekanisme Deaktivasi Katalis Hydrocracking versus Faktor Pengendalinya

Bentuk katalis hydrocracking bermacam-macam seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 5. Bentuk Katalis Hydrocracker2.3.2. Catalyst Sulfiding

Umumnya katalis hydrocracking yang baru (fresh catalyst) dibuat berbentuk oksida. Bentuk aktif dari katalis adalah metal sufide, sehingga untuk mengaktifkan katalis yang berbentuk metal oksida tersebut, maka dilakukan proses sulfiding. Proses sulfiding adalah proses injeksi senyawa sulfide ke dalam system reactor sehingga bentuk metal oksida dari katalis akan bereaksi dengan senyawa sulfide dan berubah menjadi metal sulfide.

Jumlah sulfur yang diinginkan untuk dapat diserap oleh katalis selama proses sulfiding untuk dapat mengaktifkan katalis adalah sebesar 8%wt katalis untuk katalis hydrocracking. Sedangkan untuk graded catalyst yang digunakan di hydrocracker, kebutuhan sulfur bervariasi antara 8 s/d 12%wt katalis.

Kondisi operasi yang penting diperhatikan saat proses sulfiding adalah sebagai berikut :

Hydrogen atmosphere (suasana hydrogen)

Tekanan operasi normal

Temperatur terkendali

Aliran recycle gas maksimum

Tidak ada quenching kecuali keadaan emergency

Tidak ada injeksi air

Pelaksanaan proses sulfiding dapat dilakukan dengan 2 cara/metode, yaitu in-situ sulfiding atau ex-situ sulfiding.

In-situ sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan di hydrocracking plant setelah katalis di loading ke dalam reactor. Metode in-situ sulfiding merupakan metode yang paling sering dilakukan.

Variabel operasi yang dimonitor selama pelaksanaan in-situ sulfiding adalah :

Reactor bed temperatures (jangan sampai terjadi temperature runaway)

Recycle gas H2S (untuk mengetahui saat sufur breakthrough)

Injeksi sulfiding agent (untuk mengendalikan kenaikan reactor bed temperature) dan kecepatan penambahan sulfur (untuk mengetahui jumlah sulfur yang sudah diserap oleh katalis)

Kandungan sulfur di stream yang keluar sistem

Pelaksanaan in-situ sulfiding dapat dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu fase liquid atau fase gas. Yang dimaksud dengan fase liquid atau fase gas adalah fase dari sulfiding agent yang digunakan saat diinjeksikan ke dalam sistem. Perbadingan antara cara fase liquid dan fase gas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III. Perbandingan In-situ Sulfiding Fase Liquid dan Fase Gas

Diantara kedua metode sulfiding ini, in-situ sulfiding fase liquid paling banyak dilakukan terutama karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat.

Prosedur in-situ sulfiding fase liquid dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 6. Prosedur In-situ Sulfiding Fase Liquid

Prosedur in-situ sulfiding fase gas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 7. Prosedur In-situ Sulfiding Fase Gas

Ex-situ sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan di luar hydrocracking plant sebelum katalis di loading ke dalam reactor. Ex-situ sulfiding biasanya dilaksanakan di tempat yang biasa melakukan regenerasi katalis. Prosedur yang biasa dilakukan oleh vendor untuk aktivasi dengan cara ex-situ sulfiding adalah sebagai berikut :

Pressure up dengan hydrogen

Heat up hingga 150 oC

Monitor kenaikan temperatur hingga temperatur tidak mengalami kenaikan lagi

Heat up hingga 350 oC

Tahan pada temperature 350 oC untuk meyakinkan bahwa proses sulfiding telah lengkap

Kurangi temperatur

Lakukan prosedur cut in feed

Keunggulan pelaksanaan ex-situ sulfiding dibandingkan in-situ sulfiding adalah waktu startup yang lebih singkat (karena dilakukan di luar hydrocracking plant), namun ex-situ mempunyai kelemahan yang cukup mendasar yaitu pelaksanaan loading harus dilakukan secara inert untuk menghindari reaksi katalis yang sudah berbentuk metal sulfide dengan udara luar. Loading secara inert membutuhkan biaya lebih banyak (karena harus menggunakan nitrogen) dan mempunyai resiko yang lebih tinggi serta waktu yang lebih lama (karena harus dilakukan dengan sangat hati-hati).

Sulfur balance selama proses sulfiding adalah sebagai berikut : Gambar 8. Sulfur Balance Selama Proses Sulfiding

Senyawa sulfide yang dapat dipakai dalam proses sulfiding adalah DMDS (Dimethyl disulfide), Ethyl mercaptan, TBPS (Di-Tertiary Butyl Poly Sulfide), DMS (Dimethyl Sulfide), DMSO (Dimethyl Sulfide Oxyde), dan n-Butyl mercaptan (3 senyawa pertama adalah yang paling sering digunakan untuk proses sulfiding).

Reaksi yang terjadi selama proses sulfiding adalah sebagai berikut :

Ethyl Mercaptan

C2H5SH + H2 C2H6 + H2S

DMDS

CH3SSCH3 + 3H2 2CH4 + 2H2S DMSO

CH3SOCH3 + 3H2 2CH4 + H2S + H2O 2.3.3. Catalyst Loading

Loading katalis hydrocracker dilakukan dengan 2 macam metode, yaitu dense loading dan sock loading. Dense loading dilakukan dengan menggunakan dense loading machine, sedangkan sock loading dilakukan dengan hanya mencurahkan katalis melalui sock yang dipasang menjulur dari permanent hopper ke dasar reaktor atau permukaan katalis (jarak ujung sock ke permukaan katalis tidak boleh melebihi 60 cm untuk menghindari pecahnya katalis). Dense loading method sangat mandatory dilakukan untuk katalis hydrocracker, sedangkan untuk graded catalyst dan inert catalyst dapat menggunakan sock loading terutama karena ukurannya yang cukup besar sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan dense loading machine untuk me-loading. Jumlah reaktor hydrocracker bervariasi tergantung kapasitas unit dan jenis hydrocracker (single stage atau two stage). Jika single stage maka jumlah reaktor biasanya dua. Reaktor pertama biasanya terdiri dari 2 bed, bed 1 terdiri dari inert catalyst dan graded catalyst yang terutama berfungsi sebagai particulate trap yang menangkap partikel-partikel yang dapat menyebabkan tingginya pressure drop reaktor atau mengakibatkan terjadinya channeling. Pada lapisan setelah inert catalyst dan graded catalyst adalah hydrotreating catalyst dan kemudian baru hydrocracking catalyst. Inert catalyst berfungsi sebagai high voidage support material untuk menahan kotoran-kotoran yang mungkin terikut bersama feed. Graded catalyst biasanya merupakan katalis yang selain fungsi utamanya sebagai particulate trap juga berfungsi sebagai demetalization catalyst dan hydrotreating catalyst (NiMo, CoMo, atau Mo). Bentuk terbaik untuk graded catalyst adalah ring karena mempunya void fraction yang tinggi. Hydrocracking catalyst berfungsi untuk hydrocracking, sering juga dilengkapi dengan kemampuan untuk hydrotreating. Sedangkan reaktor kedua berisi hydrocracking catalyst seluruhnya.

Jika two stage maka jumlah reaktor biasanya tiga. Reaktor pertama dan kedua seperti pada single stage hydrocracker. Sedangkan reaktor ketiga seperti pada reaktor kedua, seluruhnya berisi hydrocracking catalyst. Reaktor ketiga ini berfungsi untuk mengolah recycle feed yang berasal dari main fractionator bottom.

Quenching distributor diperlukan untuk mengontrol reactor bed temperature agar tidak terjadi temperature excursion/runaway.2.3.4. Catalyst Unloading Sebelum dilaksanakan unloading katalis, agar pelaksanaan unloading dapat dilaksanakan dengan lancar, maka saat shutdown dilakukan proses sweeping terlebih dahulu. Sweeping adalah mengalirkan recycle gas semaksimal mungkin ke dalam reactor untuk mengusir minyak yang masih tertinggal di dalam reactor setelah cut out feed. Waktu pelaksanaan sweeping disesuaikan dengan perkiraan kondisi katalis. Biasanya sweeping selama 2 s/d 4 jam sudah cukup membuat katalis di dalam reactor kering sehingga pelaksanaan unloading dapat dilakukan dengan lancar. 2.3.5. Catalyst Skimming

Catalyst skimming adalah mengambil sejumlah katalis bagian atas yang banyak mengandung impurities/coke. Proses catalyst skimming biasanya dilakukan untuk katalis yang performance-nya masih bagus tetapi menghadapi masalah pressure drop yang tinggi. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan secara inert dengan menggunakan nitrogen untuk mencegah terjadinya flash akibat adanya senyawa pirit akibat katalis berkontak dengan udara. Pengambilan katalis dilakukan oleh pekerja yang masuk ke dalam reactor menggunakan breathing apparatus. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kenaikan temperature bed reactor akibat kurangnya supply nitrogen, atau terputusnya supply oksigen ke breathing apparatus yang akan mengakibatkan pekerja tidak sadarkan diri. Berdasarkan pengalaman, katalis yang di-skimming biasanya seluruh inert catalyst, seluruh graded catalyst, dan 50 cm layer hydrocracking catalyst (tergantung banyaknya kotoran yang ada pada permukaan katalis).2.3.6. Kinerja Katalis

Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter sebagai berikut :

Peak temperature, yaitu temperature bed maksimum. Peak temperature biasanya dibatasi oleh desain reactor atau dibatasi oleh kecenderungan kemungkinan terjadinya temperature runaway. Reaktor yang didesain menggunakan katalis amorphous mempunyai mechanical design reactor maksimum 454 oC.

T reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi dengan temperature inlet reaktor. Untuk katalis amorphous T maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah 28 oC (fresh feed reactor) dan 14 oC (recycle feed reactor). Sedangkan untuk katalis zeolite, T maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah 42 oC (fresh feed reactor) dan 21 oC (recycle feed reactor).

P (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat adanya impurities yang mengendap pada katalis.

Jumlah produk gasoline ataupun middle distillate (kerosene atau diesel).

Radial temperature difference, yaitu perbedaan temperature radial. Radial temperature difference yang tinggi dapat terjadi karena terjadi channeling, yaitu distribusi aliran dalam reaktor yang tidak merata. Channeling dapat terjadi prewetting yang kurang sempurna, atau perubahan komposisi feed yang mendadak yang menyebabkan temperature bed reaktor menjadi lebih tinggi daripada pelaksanaan loading katalis yang tidak baik, frekuensi start-stop yang sering, frekuensi emergency stop yang sering (terutama saat depressuring reaktor), pelaksanaan kebutuhan dan menyebabkan terjadinya coking pada katalis.

2.3.7. Deaktivasi Katalis Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Umur katalis Umur katalis hydrocracker diukur berdasarkan kemampuan setiap satuan berat katalis hydrocracker untuk mengolah feed. Umur katalis hydrocracker dapat mencapai 18 m3 feed/kg katalis.

Akumulasi senyawa ammonia pada katalis

Reaksi hydrotreating yang terjadi di dalam reaktor hydrocracker akan mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan menjadi ammonia. Ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reactor, sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash water dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang. Coke

Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :

1. Terjadi reaksi kondensasi HPNA (heavy polynucleic aromatic). 2. Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperature terlalu tinggi atau umpan minyak terlalu ringan).

3. Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen purity recycle gas yang rendah).

4. Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah daripada disain).

Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.

Keracunan logam

Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

Kandungan air dalam katalis

Air dapat masuk ke dalam katalis jika pemisahan air dari feed hydrocracker di dalam tangki penyimpanan tidak sempurna ataupun terjadi kerusakan steam coil pemanas tangki penyimpanan. Air dapat dicegah masuk ke dalam reactor dengan memasang filter 25 micron.

Severity operasi

Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju pembentukan coke meningkat, sehingga akan meningkatkan laju deaktivasi katalis.

2.3.8. Regenerasi Katalis

Seiring dengan berjalannya waktu, maka katalis akan mengalami deaktivasi karena alasan-alasan seperti yang telah disebutkan di atas. Untuk mengembalikan keaktifan katalis, maka dapat dilakukan regenerasi katalis. Regenerasi katalis yaitu proses penghilangan karbon, nitrogen, dan sulfur dari permukaan katalis dengan cara pembakaran. Regenerasi katalis dapat dilakukan secara in-situ (dilakukan di dalam hydrocracking plant) atau secara ex-situ (dilakukan diluar hydrocracking plant oleh vendor regenerasi katalis).

Seiring dengan meningkatnya margin hydrocracker maka pada beberapa tahun belakangan ini sudah tidak pernah lagi dilakukan in-situ catalyst regeration karena memakan waktu operasi dan biaya yang tinggi. Ex-situ catalyst regeneration menjadi pilihan utama, karena dapat menghilangkan potential loss operasi dan biaya lebih murah serta resiko yang jauh lebih kecil. Dengan semakin tingginya margin hydrocracker bahkan banyak kilang hydrocraker yang sudah tidak lagi melakukan regenerasi katalis; sebagai gantinya kilang hydrocracker tersebut selalu menggunakan katalis baru untuk operasinya. Pola seperti ini dapat dilakukan untuk hydrocracker yang mengolah umpan yang tidak banyak impurities-nya, sehingga umur katalis tidak dibatasi oleh pressure drop reactor tetapi sepenuhnya disebabkan oleh aktivitas katalis. 2.4 Feed, Produk, dan Margin Hydrocracking

Dalam aplikasinya, umpan dan produk hydrocracking adalah sebagai berikut :

Table IV. Feedstocks dan Products Hydrocracking

Contoh yield produk hydrocracker adalah sebagai berikut :

Gross margin (dihitung berdasarkan selisih harga produk dan feed belum termasuk

biaya bahan bakar/fuel) hydrocracker untuk komposisi yield produk seperti di atas adalah antara Rp 1500 s/d 2300/liter feed hydrocracker (berdasarkan harga ratarata tahun 2006; tergantung juga dari komposisi produk/jenis katalis dan kapasitas).

2.5 Aliran Proses Hydrocracking Proses hydrocracking dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Gambar 14. Proses Hydrocracking

Pemilihan skema proses hydrocracking didasarkan pada beberapa hal seperti dapat dilihat pada flow chart berikut :

Gambar 15. Diagram Alir Petunjuk Pemilihan Skema Aliran Proses Hydrocracker

Berbagai macam skema alir proses hydrocracking dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 16. Jenis Skema Alir Proses HydrocrackingTypical proses hydrocracking seksi reactor (single stage) adalah sebagai berikut :

Gambar 17. Typical Proses Hydrocracking Seksi Reaktor (Single Stage)

Typical proses hydrocracking seksi reactor (2 stage) adalah sebagai berikut :

Gambar 18. Typical Proses Hydrocracking Seksi Reaktor (2 stage)

Typical hydrocracking process seksi reactor (once through) adalah sebagai

berikut :

Gambar 19. Typical Proses Hydrocracking Seksi Reaktor (Once Through)

Typical hydrocracking process seksi fraksinasi adalah sebagai berikut :

Gambar 20. Typical Proses Hydrocracking Seksi Fraksinasi

2.6 Variabel Proses Hydrocracking 2.6.1. Fresh Feed Quality

Kualitas feed hydrocracker akan mempengaruhi :

Temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai konversi penuh

Jumlah hydrogen yang dikonsumsi

Umur katalis

Kualitas produk

Beberapa hal penting yang berkaitan dengan kualitas feed hydrocracker adalah sebagai berikut : Boiling range (Rentang Titik Didih) Peningkatan boiling range umpan akan mengakibatkan umpan tersebut lebih susah untuk diproses, sehingga membutuhkan temperatur yang lebih tinggi yang kemudian akan menyebabkan umur katalis menjadi lebih pendek. Umpan dengan end point tinggi biasanya juga mengandung sulfur dan nitrogen lebih banyak. Initial boiling point umpan yang rendah (< 370 oC) tidak berpengaruh buruk terhadap operasi, namun akan mengurangi efisiensi operasi karena fraksi < 370 oC tidak mengalami konversi di katalis. Kandungan Sulfur dan Nitrogen

Kenaikan jumlah senyawa sulfur dan nitrogen organik akan meningkatkan severity operasi. Kandungan sulfur tinggi akan meningkatkan konsentrasi H2S dalam recycle gas sehingga akan menurunkan purity recycle gas dan kemudian menurunkan tekanan partial hydrogen. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas katalis karena konsentrasi H2S hanya berkisar ratusan ppm (part per million). Namun kandungan senyawa nitrogen organik yang terkonversi menjadi ammonia dan terakumulasi dalam recycle gas akan menurunkan aktivitas katalis. Oleh karena itu, umpan dengan kandungan nitrogen organik tinggi akan lebih sulit diproses dan membutuhkan temperatur lebih tinggi. Kandungan Senyawa Tak Jenuh Jumlah senyawa tak jenuh seperti olefin dan aromatik yang terkandung dalam umpan akan meningkatkan kebutuhan gas hidrogen dan meningkatkan panas reaksi yang dilepas. Secara umum untuk boiling range umpan tertentu, penurunan API gravity mengindikasikan peningkatan kandungan senyawa aromatik tak jenuh. Selain itu parameter lain yang mengindikasikan peningkatan senyawa tidak jenuh adalah tingginya angka insoluble normal Heptane (n-C7). Kandungan hidrokarbon tak jenuh yang berlebihan dapat menyebabkan permasalahan kesetimbangan energi bila suatu unit tidak dirancang khusus untuk jenis umpan tersebut.

Komponen Cracked Feed

Catalytically cracked feed dan thermally cracked feed biasanya memiliki kandungan sulfur, nitrogen, dan particulate yang lebih besar. Selain itu juga mengandung aromatik dan senyawa pembentuk HPNA yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan cracked feed lebih sulit diproses dan membutuhkan hidrogen lebih banyak. Pengolahan cracked feed akan meningkatkan laju deaktivasi katalis dan juga pressure drop reaktor. Racun Katalis Permanen Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium. Racun Katalis Tidak Permanen (Regenerable Catalyst Contaminant)

Racun katalis tidak permanen adalah pengotor yang dapat dilepaskan dari katalis dengan cara regenerasi katalis. Contoh racun katalis tidak permanen adalah coke. Kandungan asphaltene yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan coke di permukaan katalis dan menurunkan aktivitas katalis. Kandungan asphaltene diukur dengan menggunakan parameter insoluble normal heptane (n-C7). Batasan maksimum insoluble n-C7 dalam umpan adalah 0,05 %wt. Selain insoluble n-C7, parameter lain untuk mengetahui jumlah kandungan asphalthene adalah Conradson Carbon Ratio (CCR). Batasan maksimum CCR dalam umpan adalah 1 %wt.

2.6.2 Fresh Feed Rate atau LHSV (Liquid Hourly Space Velocity)

LHSV didefinisikan sebagai (fresh feed, m3/jam)/(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV. Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai kompensasinya maka temperatur reaksi (temperature inlet reactor) harus dinaikkan. Namun kenaikan temperatur catalyst akan menyebabkan peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur katalis. 2.6.3 Combined Feed Ratio (CFR)

CFR didefinisikan sabagai (fresh feed + recycle feed)/(fresh feed). Bottom fraksionator yang tidak terkonversi dikembalikan ke reaktor dengan tujuan untuk :

Menurunkan panas yang dilepaskan oleh reaksi, karena recycle feed tersebut telah terdesulfurisasi dan telah jenuh serta hanya membutuhkan reaksi hidrocracking. Hal ini dapat menurunkan beban katalis.

Menurunkan severity reaksi.

Efek langsung kenaikan CFR adalah pengurangan yield naphtha (dan kenaikan yield produk 150 oC+) dan dari kenaikan yield produk 150 oC+ yang tertinggi adalah kenaikan jumlah produksi diesel.

CFR optimum untuk operasi Hydrocracker adalah antara 1,6 s/d 1,65. CFR > 1,65 berarti unit dijalankan dengan low severity, sedangkan jika CFR < 1,6 berarti unit dijalankan dengan high severity. CFR ini bisa juga untuk mensiasati umur katalis; jika peak temperature fresh feed reactor sudah tercapai, CFR dapat dinaikkan untuk menurunkan severity operasi fresh feed reactor. 2.6.4 Hydrogen Partial Pressure

Selain digunakan untuk reaksi, hydrogen juga berfungsi untuk menjaga tingkat kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Hydrogen partial pressure yang rendah akan meningkatkan kecepatan deaktivasi katalis. Hydrogen partial pressure dikendalikan dengan cara menjaga tekanan reaktor dan purity hydrogen dalam recycle gas. Purity hydrogen dapat ditingkatkan dengan cara : Meningkatkan kandungan hydrogen dari make up compressor.

Venting recycle gas dari High Pressure Separator untuk membuang impurities seperti NH3 dan H2S.

Menurunkan temperatur High Pressure Separator.

2.6.5 Hydrogen to Hydrocarbon Ratio (H2/HC Ratio)

Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan. 2.6.6 Kualitas Make up Hydrogen

Seperti telah dijelaskan pada point 4 dan 5 di atas, kualitas make up hydrogen penting untuk menjaga tingkat kemurnian hydrogen dalam recycle gas. 2.6.7 Temperatur

Kenaikan temperatur akan menaikkan konversi yang kemudian akan menyebabkan kenaikan laju deaktivasi katalis. Kenaikan temperature yang mendadak dan sangat tinggi disebut dengan istilah temperature runaway atautemperature excursion. Temperature runaway atau temperature excursion didefinisikan sebagai berikut :

T reaktor (peak inlet temperature) > 28 oC (untuk 1st stage amorphous catalyst) atau > 14 oC (untuk 2nd stage amorphous catalyst) atau > 42 oC (untuk 1st stage zeolite catalyst) atau > 21 oC (untuk 2nd stage zeolite catalyst),dan

Peak temperature reaktor melebihi batasan disain (untuk amorphous catalyst > 454 oC). 2.6.8 Wash Water Injection

Injeksi wash water pada unit hydrocracker diperlukan untuk :

Menghilangkan ammonia dalam recycle gas

Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam jumlah sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis umpannya) akan sangat mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan mengisi active site katalis. NH3 + H2O

NH4OH Mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan garam ammonia (terutama pada fin fan cooler effluent reactor, upstream high pressure separator karena pada temperatur rendah senyawa garam mudah mengendap).

NH3 + H2S

NH4HS Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia anorganik (NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H2S). Fungsi wash water adalah melarutkan NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan cooler yang akan menyebabkan plugging.

Best practice jumlah injeksi wash water yang direkomendasikan biasanya antara 3 s/d 8% volume on feed hydrotreater. Atau untuk implementasi yang lebih akurat adalah dengan melihat kandungan NH4HS yang terlarut dalam sour water di high pressure separator. Kandungan NH4HS dalam sour water diusahakan sekitar 8%wt (di bawah 8%wt pelarutan oleh wash water dianggap kurang efektif sehingga injeksi wash water harus ditambah dan di atas 8%wt akan menyebabkan sour water yang dialirkan ke unit sour water stripper menjadi korosif sehingga injeksi wash water harus dikurangi.

Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream high pressure separator. Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya, temperatur wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator).

Jika injeksi wash water terganggu dalam waktu lebih dari 30 menit maka efeknya akan langsung terasa, yaitu jumlah unconverted oil meningkat (karena konversi menurun akibat meningkatnya kandungan ammonia pada recycle gas yang berebut untuk menempati active site katalis). Oleh karena itu, jika dalam waktu 30 menit gangguan injeksi wash water tidak dapat diatasi, maka unit hydrocracker harus turun feed atau bahkan harus shutdown jika injeksi wash water sama sekali tidak ada karena ketidakadaan wash water akan menyebabkan plugging pada fin fan cooler upstream high pressure separator. 2.7 Troubleshooting

Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrocracker sangat banyak karena unit hydrocracker merupakan unit yang sangat kompleks. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit Hydrocracking dapat dilihat dalam table VI berikut ini :

Lampiran 1. Channeling didefinisikan sebagai pembentukan aliran tertentu pada reactor catalyst bed, distribusi aliran melalui reactor catalyst bed tidak merata.

2. Cracked feed didefinisikan sebagai umpan yang sebelumnya telah mengalami pengolahan di unit thermal cracking seperti delayed coking unit atau visbraker.

3. Demetalization catalyst adalah katalis yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan metal dalam umpan.

4. Graded catalyst adalah katalis yang selain fungsi utamanya sebagai particulate trap juga berfungsi sebagai demetalization catalyst dan hydrotreating catalyst (NiMo, CoMo, atau Mo).

5. HDN (Hydrodenitrification) adalah reaksi penghilangan nitrogen dengan menggunakan hydrogen dan dengan bantuan katalis.

6. HDS (Hydrodesulfurization) adalah reaksi penghilangan sulfur dengan menggunakan hydrogen dan dengan bantuan katalis.

7. HPNA (Heavy Poly Nucleic Aromatic) merupakan PNAs dengan lebih dari 7 ring.

8. Hydrotreating catalyst adalah katalis yang berfungsi untuk men-treating umpan, menghilangkan impurities yang ada dalam umpan seperti sulfur (HDS), nitrogen (HDN), maupun oxygen.

9. Inert catalyst adalah katalis yang tidak melakukan fungsi sebgai pemercepat reaksi namun hanya berfungsi sebagai high voidage support material untuk menahan kotoran-kotoran yang mungkin terikut bersama feed.

10. Olefin adalah senyawa tidak jenuh yang mengandung ikatan rangkap.

11. PNA (Poly Nucleic Aromatic) adalah polycyclic hydrocarbon yang terkondensasi yang mengandung > 2 atomic rings.

12. Secondary processing merupakan proses downstream setelah CDU (Crude Distillation Unit), yang tidak lagi menggunakan pemisahan fisika namun sudah terkait dengan kehadiran reaksi kimia.

13. Temperature runaway atau temperature excursion adalah kenaikan temperature reaksi yang mendadak dengan peak temperature dan T (peak inlet) melebihi batasan disain.

14. UCO (Unconverted Oil) adalah bottom kolom fraksinasi utama.

15. Unggun catalyst atau catalyst bed adalah tumpukan katalis yang terletak dalam 1 ruangan (bed) reactor.

16. Unloading spout adalah pipa tempat mengeluarkan katalis saat pelaksanaan unloading katalis. Daftar Pustaka

Hydrocracking Process Technology Seminar, Dumai, Juli 2000.

Operating Manual Hydrocracker Unibon PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai.

1999 UOP Hydrocracking Unibon General Operating Manual.

i

_1319136446.unknown

_1319136602.unknown

_1319136714.unknown

_1319136348.unknown