makalah pelaksana bagian kepegawaian sekretariat direktorat jenderal pajak versi lengkap
TRANSCRIPT
![Page 1: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/1.jpg)
PENILAIAN TERHADAP MATERI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI
PADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
I. GAMBARAN UMUM TUGAS DAN PEKERJAAN
Berdasarkan Pasal 377 dan Pasal 378 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Subbagian
Pemberhentian dan Pemensiunan Pegawai merupakan salah satu salah satu unit kerja
eselon IV di bawah Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak yang
bertugas melakukan pemberhentian dan pemensiunan pegawai serta menyiapkan bahan
pembinaan pegawai dan hukuman disiplin.
Secara terperinci, tugas dan pekerjaan Subbagian Pemberhentian dan
Pemensiunan Pegawai sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 1554/KM.1/2011 tentang Uraian Jabatan Struktural Di Lingkungan Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak adalah menyiapkan bahan-bahan untuk Kepala Bagian
Kepegawaian meliputi:
1. usulan pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk disampaikan secara
hierarki kepada Menteri Keuangan;
2. usulan pensiun PNS dan kenaikan pangkat pengabdian sesuai ketentuan peraturan
kepegawaian yang berlaku untuk disampaikan secara hierarki kepada pejabat yang
berwenang menerbitkan keputusan;
3. usulan proses penegakan disiplin pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
sesuai ketentuan yang berlaku untuk disampaikan secara hierarki kepada pejabat
yang berwenang yaitu surat instruksi penegakan disiplin, surat keputusan Dirjen Pajak
tentang penjatuhan hukuman disiplin, dan nota dinas penerusan berkas hasil
pemeriksaan kepada Menteri Keuangan;
4. usulan surat izin perceraian dan perkawinan, izin keluar negeri, cuti eselon II, izin cuti
di luar tanggungan negara, dan izin lainnya sesuai ketentuan yang berlaku untuk
disampaikan secara hierarki kepada pejabat yang berwenang;
5. data-data pegawai yang terkena hukuman disiplin dalam rangka pengambilan
kebijakan dalam urusan kepegawaian;
6. usulan pengembangan atau penyempurnaan Standard Operating Prosedur (SOP)
pada Subbagian Pemberhentian dan Pemensiunan Pegawai;
7. usulan tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari instansi pengawasan
fungsional;
![Page 2: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/2.jpg)
8. usulan tanggapan atau jawaban atas masalah yang diajukan oleh pihak internal atau
eksternal Ditjen Pajak yang berkaitan dengan tugas pokok sebagaimana angka 1
sampai dengan angka 7 di atas;
9. Usulan penyusunan Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Tahunan (RKT),
Penetapan Kinerja (PK), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
sesuai dengan tugas pokoknya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan berasal dari unit
kerja lainnya di dalam instansi Ditjen Pajak Sendiri, maupun di luar instansi Ditjen Pajak,
yaitu:
1. Dari Instansi Ditjen Pajak, meliputi:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atasan langsung;
b. Laporan Hasil Penelitian Direktorat KITSDA
c. surat keputusan hukuman disiplin pejabat Ditjen Pajak;
d. berkas usulan pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri
e. berkas usulan pensiun pegawai;
f. berkas usulan izin cerai dan perkawinan, izin keluar negeri, cuti eselon II, izin cuti
di luar tanggungan negara, dan izin lainnya;
2. Dari Luar Instansi Ditjen Pajak, meliputi:
a. Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan;
b. putusan pengadilan atas pegawai yang menghadapi proses pidana;
c. surat keputusan hukuman disiplin oleh Menteri Keuangan;
d. surat keputusan pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri oleh
Menteri Keuangan;
e. surat keputusan pensiun;
f. surat izin cerai dan perkawinan lebih dari seorang, izin keluar negeri dan surat izin
lainnya;
Berdasarkan uraian tugas pekerjaan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
Subbagian Pemberhentian dan Pemensiunan Pegawai tidak sekedar sebagai unit kerja
administratif yang hanya menatausahakan surat dan melakukan dokumentasi saja, tetapi
juga diwajibkan memberikan pendapat dan pandangan terhadap permasalahan
kepegawaian.
![Page 3: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/3.jpg)
II. PERMASALAHAN
A. PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah unit kerja manakah pada
Direktorat Jenderal Pajak yang dapat memberikan penilaian terhadap materi
penegakan disiplin pegawai (PNS) dan kelayakan pengaktifan seorang pegawai dari
pemberhentian sementara dari jabatan negeri karena adanya proses pidana.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Yang dimaksud materi penegakan disiplin pegawai dalam makalah ini adalah
substansi hasil pemeriksaan pelanggaran disiplin berdasarkan peraturan yang
mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi PNS antara lain Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010, Peratutan Pemerintah 10 Tahun 1983 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974, dan
lain-lain. Adapun kelayakan pengaktifan seorang pegawai dari pemberhentian
sementara dari jabatan negeri ditentukan status proses pidana seorang pegawai
dikaitkan dengan UU Pokok Kepegawaian.
Substansi hasil pemeriksaan dapat diperoleh dari Berita Acara Pemeriksaan
(BAP), Laporan Hasil Pemeriksaan, dan keputusan hukuman disiplin yang diterbitkan
oleh pejabat eselon IV sampai dengan eselon II, sedangkan status proses pidana
seorang pegawai didasarkan pada hasil pemeriksaan lembaga penegak hukum sejak
menjadi tersangka sampai dengan terpidana (putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap).
Penilaian dilakukan terhadap materi penegakan disiplin karena kemungkinan
materi tersebut memiliki kesalahan yang berasal dari pemeriksa, pejabat yang
berwenang menghukum dan pejabat pembina kepegawaian sebagai pihak yang
menentukan kebijakan organisasi. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kesalahan
materi penegakan disiplin tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. persepsi terhadap permasalahan;
anggapan bahwa terperiksa telah bersalah melakukan pelanggaran disiplin karena
terperiksa lainnya telah dihukum. Sebuah materi penegakan hukum menjadi bias
apabila dugaan pelanggarannya tidak dapat terbukti dilakukan tetapi tetap dihukum,
bahkan tuduhan-tuduhan perbuatan pelanggaran tidak memenuhi ketentuan pasal-
pasal pelanggaran disiplin atau apalagi ada kebijakan bahwa yang penting ada
pihak yang harus dianggap bersalah, misalkan dalam kasus beberapa pegawai
yang berhubungan dengan Sdr. Gayus Halomoan P Tambunan. Persepsi
bersalahnya seorang terperiksa (presumption of guilty) memang dibutuhkan oleh
![Page 4: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/4.jpg)
pemeriksa untuk memunculkan kompetensi dalam menjalankan tugasnya namun
tidak boleh membuat seorang pegawai yang tidak bersalah menjadi terhukum;
2. pemahaman terhadap ketentuan peraturan yang dilanggar;
pemahaman terhadap ketentuan peraturan yang dilanggar mutlak harus dikuasai
karena bisa saja perbuatan terperiksa sebenarnya tidak melanggar peraturan tetapi
karena kurang sesuai dengan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh terperiksa
atau karena telah atau dianggap menimbulkan kerugian negara, maka terperiksa
harus dihukum. Asas legalitas dalam hukum seharusnya menjadi patokan utama
untuk menentukan seseorang itu dihukum, misalnya terdapat pegawai telah
menjalankan sesuai Standar Operating Procedure (SOP) tetapi karena telah
menimbulkan dampak kerugian bagi negara, maka yang bersangkutan tetap harus
dihukum;
3. kurangnya informasi terhadap permasalahan;
informasi yang kurang dapat menyebabkan salah menentukan keputusan. Selain
terbatasnya sumber informasi, faktor lainnya yang menyebabkan kurangnya
informasi adalah jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan yang pendek
(penyelesaiannya tergesa-gesa) dan kemampuan pejabat dalam mendapatkan
informasi, misalnya seorang pegawai dianggap telah terbukti melakukan perceraian
sebelum mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, padahal sebenarnya
pegawai tersebut benar-benar tidak tahu bahwa isterinya telah menggugat cerai di
pengadilan dan telah terbit putusan verstek.
Kesalahan dalam menjatuhkan hukuman disiplin sama saja dengan menegakkan
hukum dengan melanggar hukum di tengah era reformasi birokrasi Direktorat Jenderal
Pajak. Kesalahan dalam menjatuhkan hukuman disiplin juga tidak hanya membuat
orang yang terlibat dalam proses penjatuhan tersebut sudah berbuat zalim dan tidak
amanah tetapi juga memiliki dampak sebagai berikut:
1. Melanggar hak asasi yang dijamin oleh konstitusi yaitu Pasal 28 D ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum;
2. Mempengaruhi hak-hak kepegawaian terperiksa atau terhukum, yaitu:
a. PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan tidak dapat disetujui untuk pindah
instansi dan tidak dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya;
b. PNS yang sedang menjalani hukuman disiplin tidak dapat dipertimbangkan
kenaikan gaji berkala dan kenaikan pangkatnya;
c. adanya pemotongan TKPKN untuk pelanggaran disiplin yang bersifat non
administratif;
![Page 5: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/5.jpg)
d. khusus bagi fungsional pemeriksa pajak apabila dijatuhi hukuman disiplin tingkat
sedang dan berat berupa penurunan pangkat maka fungsional pemeriksa pajak
dibebaskan sementara dari jabatannya dan apabila dijatuhi hukuman disiplin
tingkat berat selain penurunan pangkat maka diberhentikan dari jabatannya;
e. bagi PNS yang mencapai batas usia pensiun tidak memperoleh kenaikan
pangkat pengabdian apabila dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan berat;
f. PNS yang menjalani hukuman disiplin tidak dapat diberikan cuti di luar
tanggungan negara;
g. adanya masa larangan mutasi atau periode waktu minimal untuk diusulkan
mutasi/perpindahan jabatan baik secara vertikal, diagonal, maupun horizontal;
3. adanya demotivasi dalam bekerja;
4. dapat meningkatkan jumlah pengunduran diri pegawai karena kurangnya
kepercayaan terhadap organisasi.
Sarana untuk mengantisipasi adanya kesalahan dalam proses penegakan disiplin
sebenarnya telah disediakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, berupa adanya upaya keberatan untuk hukuman
disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji dan penundaan kenaikan pangkat
serta upaya banding administratif untuk hukuman disiplin berupa pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat.
Namun demikian, penulis berpendapat bahwa masih diperlukan adanya suatu
pihak yang bertanggung jawab untuk menetralisir atau paling tidak mengurangi distorsi
kesalahan dalam proses penegakan disiplin pegawai tersebut karena:
1. tidak adanya upaya hukum yang disediakan oleh PP Nomor 53 Tahun 2010 untuk
hukuman disiplin tingkat ringan, tingkat sedang selain penundaan kenaikan gaji dan
kenaikan pangkat, serta tingkat berat selain pemberhentian;
2. hukuman disiplin pegawai bersifat administratif sehingga memungkinkan
diselesaikan berdasarkan suatu kebijakan (diskresi) yang dapat mengurangi
dampak-dampak adanya kesalahan materi penegakan disiplin;
3. dapat memberikan masukan dari berbagai aspek kepada pejabat yang berwenang
menghukum ataupun pejabat pembina kepegawaian sehingga mengurangi
subjektifitas personal.
Perlunya penilaian terhadap kelayakan pengaktifan seorang pegawai dari
pemberhentian sementara dari jabatan negeri karena adanya proses pidana berbeda
dengan penilaian materi penegakan disiplin karena bukan terletak pada kesalahan
materi berdasarkan peraturan yang berlaku, tetapi lebih kepada kebijaksanaan atau
![Page 6: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/6.jpg)
pemahaman pejabat pembina kepegawaian dalam menilai kasus pidana seorang
pegawai dikaitkan dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.
Kebijaksanaan ini diperlukan karena suatu kasus atau suatu proses pidana yang
dapat menentukan seorang pegawai haruslah tetap diberhentikan sementara dari
jabatan negeri atau bahkan diberhentikan dari PNS, padahal sebenarnya pegawai
tersebut tidak terlibat atau adanya putusan hakim yang sangat ringan, misalnya dalam
kasus seorang pegawai yang menurut hasil penyidikan polisi telah tidak terbukti
melakukan tindak pidana tetapi telah bertahun-tahun tidak diterbitkan surat perintah
penghentian penyidikan (SP3) atau misalnya seorang pegawai yang didakwa pasal
303 bis KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara tetapi putusan hakim hanya
1 bulan.
Selain kebijaksanaan, pemahaman pejabat pembina kepegawaian terhadap kasus
pidana pegawai juga diperlukan misalnya seorang pegawai yang didakwa memiliki
narkoba dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun, ternyata diputus oleh hakim hanya 3 bulan karena
penyalahgunaan narkoba dengan ancaman hukuman maksimal 1 (satu) tahun penjara.
Pada contoh kasus ini diperlukan kebijaksanaan dan pemahaman pejabat pembina
kepegawaian dalam menentukan diberhentikan atau tidaknya seseorang sebagai
pegawai negeri sipil.
III. SOLUSI DAN REKOMENDASI
Secara organisasi baik berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan maupun
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1554/KM.1/2011 tentang Uraian Jabatan Struktural
Di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Unit kerja Direktorat Jenderal
Pajak dari eselon II sampai dengan eselon IV yang bersinggungan dengan proses
penegakan disiplin dan penilaian kelayakan pengaktifan seorang pegawai dari
pemberhentian sementara dari jabatan negeri karena adanya proses pidana adalah
Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi
Sumber Daya Aparatur, Kepala Bagian Kepegawaian, Kepala Subdirektorat Kepatuhan
Internal, Kepala Subdirektorat Investigasi Internal, Kepala Subbagian Pemberhentian dan
Pemensiunan Pegawai, Kepala Seksi Internalisasi Kepatuhan, Kepala Seksi Investigasi
Internal, dan Kepala Seksi Evaluasi Temuan Pemeriksaan Eksternal.
Meski peraturan Menteri Keuangan telah memberikan ruang kapasitas kepada
unit-unit kerja tersebut di atas untuk dapat menilai materi penegakan disiplin dan
![Page 7: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/7.jpg)
kelayakan pengaktifan seorang pegawai dari pemberhentian sementara dari jabatan
negeri karena adanya proses pidana pada Direktorat Jenderal Pajak tetapi belum tentu
unit-unit kerja tersebut memiliki kompetensi, mengingat dimensi pekerjaan pada Direktorat
Jenderal Pajak yang memiliki peraturan yang sangat banyak dan ditambah lagi peraturan-
peraturan lainnya di luar perpajakan misalnya peraturan pidana, di bidang keuangan
negara dan sebagainya.
Penulis berpendapat bahwa diperlukan pihak yang memiliki kompetensi yang
komplet sehingga memenuhi alasan dan kebutuhan dalam menilai materi penegakan
disiplin dan kelayakan pengaktifan seorang pegawai dari pemberhentian sementara dari
jabatan negeri karena adanya proses pidana, dan seyogyanya pihak tersebut berbentuk
tim independen yang terdiri unit eselon II dan unit eselon III dari banyak bagian/bidang
pada organisasi Direktorat Jenderal Pajak. Tim tersebut terdiri dari:
1. Direktur Jenderal Pajak selaku pejabat pembina kepegawaian sebagai penasehat
merangkap anggota;
2. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak selaku unit kerja yang bertugas melakukan
fungsi koordinatif antar direktorat sebagai ketua merangkap anggota;
3. Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur selaku unit
kerja yang menangani langsung penegakan disiplin pegawai sebagai wakil ketua
merangkap anggota;
4. Kepala Bagian Umum selaku unit kerja yang memahami proses pengadaan barang
dan jasa sebagai anggota;
5. Kepala Bagian Keuangan selaku unit kerja yang memahami masalah keuangan
sebagai anggota;
6. Kepala Subdirektorat KUP dan PPSP selaku unit kerja yang memahami masalah
prosedur perpajakan dan penagihan pajak sebagai anggota;
7. Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL selaku unit kerja
yang memahami seluk beluk peraturan PPN sebagai anggota;
8. Kepala Subdirektorat Peraturan PPh Badan selaku unit kerja yang memahami seluk
beluk peraturan PPh sebagai anggota;
9. Kepala Subdirektorat Bantuan Hukum selaku unit kerja yang memahami seluk beluk
peraturan-peraturan di luar perpajakan sebagai anggota;
10. Kepala Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan selaku unit kerja yang
memahami seluk beluk pemeriksaan pajak sebagai anggota;
11. Kepala Subdirektorat Intelejen Perpajakan selaku unit kerja yang memahami seluk
beluk Informasi intelejen sebagai anggota;
![Page 8: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/8.jpg)
12. Kepala Subdirektorat Ekstensifikasi selaku unit kerja yang memahami seluk beluk
operasional PBB dan BPHTB sebagai anggota;
13. Kepala Subdirektorat Pemantauan Sistem dan Infrastruktur selaku unit kerja yang
memahami sistem dan jaringan komunikasi data perpajakan sebagai anggota;
Tim tersebut membantu Direktur Jenderal Pajak dengan tugas:
1. memberi masukan terhadap materi penegakan disiplin yang kewenangan penjatuhan
hukuman disiplinnya berada pada Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan;
2. Memberi masukan kepada Dirjen Pajak terkait adanya permohonan keberatan atas
suatu keputusan hukuman disiplin;
3. Melakukan penilaian terhadap materi penegakan disiplin yang kewenangan
penjatuhan hukuman disiplinnya berada pada unit eselon IV sampai dengan eselon
II;
4. Memberi masukan kepada Dirjen Pajak terkait proses pengaktifan pegawai dari
pemberhentian sementara dari jabatan negeri (skorsing) karena adanya proses
pidana;
dengan kewenangan sebagai berikut:
1. menganalisa dokumen dan bukti-bukti pelanggaran;
2. mengusulkan untuk memanggil pemeriksa atau terperiksa atau saksi-saksi dan
pejabat yang berwenang menghukum;
3. membuat rekomendasi berupa:
a. penguatan terhadap materi penegakan disiplin;
b. perubahan terhadap materi penegakan disiplin; atau
c. pengaktifan atau pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil dari pemberhentian
sementera dari jabatan negeri;
dan mekanisme pengambilan keputusan dalam tim didasarkan pada musyawarah
mufakat atau 50% (lima puluh perseratus) ditambah 1 (satu) jumlah anggota yang hadir
dan kuorum atau minimal jumlah anggota yang harus hadir adalah 50% (lima puluh
perseratus) ditambah 1 (satu).
Pada akhir tulisan makalah ini, penulis ingin menegaskan kembali bahwa perlunya
tim yang berada di luar struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak, selain untuk
memenuhi alasan dan kebutuhan dalam menilai materi penegakan disiplin, juga untuk
membagi resiko personal pejabat dalam menegakkan keadilan hukum dan mewujudkan
visi dan misi organisasi.
![Page 9: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/9.jpg)
Daftar Pustaka:
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 31/KEP/M.PAN/3/2003 Tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak dan Angka Kreditnya dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Nomor 148/KMK.01/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak dan Angka Kreditnya;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1554/KM.1/2011 tentang Uraian Jabatan Struktural Di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jis. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Republik Indonesia II Nomor 9), Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660) Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nornor 13, Tanbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250) Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 61, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3424);
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017) Sebagaimana Diubah Terakhir Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4193);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Undang-Undang Dasar 1945;Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
![Page 10: Makalah Pelaksana Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak Versi Lengkap](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081719/55720fd4497959fc0b8c9e50/html5/thumbnails/10.jpg)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5062);