makalah pbl vesikel berkelompok pd telinga kanan bag. luar - alfonso

20
Seadasdadasdfsdf Vesikel Berkelompok pada Telinga Kanan Bagian Luar Blok 23 – Semester 6 – Tahun Ajaran 2013/201 Alfonso - 102011236/D 1 Abstrak Erupsi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa biasanya muncul terbatas hanya pada satu dermatom saja dan disebabkan oleh virus Herpes, baik Herpes Simpleks maupun Herpes Zoster. Infeksi atau reaktivasi virus Herpes pada telinga dapat menginvasi telinga luar, tengah dan dalam, walau biasanya menginvasi bagian kanal luar dan pinna dari telinga. Kejadian ini memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita serta insiden kejadian ini secara signifikan mengalami peningkatan pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun. 1-5 Kata kunci: vesikel, herpes simpleks, herpes zoster Abstract Eruption of grouped vesicles on an erythematous base usually limited to a single dermatome and caused by Herpes virus, either by Herpes Simplex or Herpes Zoster. An infection or reactivation Herpes virus can invade external, middle or inner 1

Upload: william-sonyo

Post on 17-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

SeadasdadasdfsdfVesikel Berkelompok pada Telinga KananBagian Luar

Blok 23 Semester 6 Tahun Ajaran 2013/2014

Alfonso - 102011236/D1

AbstrakErupsi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa biasanya muncul terbatas hanya pada satu dermatom saja dan disebabkan oleh virus Herpes, baik Herpes Simpleks maupun Herpes Zoster. Infeksi atau reaktivasi virus Herpes pada telinga dapat menginvasi telinga luar, tengah dan dalam, walau biasanya menginvasi bagian kanal luar dan pinna dari telinga. Kejadian ini memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita serta insiden kejadian ini secara signifikan mengalami peningkatan pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun.1-5Kata kunci: vesikel, herpes simpleks, herpes zoster

AbstractEruption of grouped vesicles on an erythematous base usually limited to a single dermatome and caused by Herpes virus, either by Herpes Simplex or Herpes Zoster. An infection or reactivation Herpes virus can invade external, middle or inner ear, although usually invades external canal and pinna. The incidence rates has the same frequencies in both male and female, and incidence increases significantly in patients older than 60 years.1-5Keyword: vesicle, herpes simplex, herpes zoster

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universtas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta [email protected]

PENDAHULUANErupsi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa biasanya muncul terbatas hanya pada satu dermatom saja dan disebabkan oleh virus Herpes, baik Herpes Simpleks maupun Herpes Zoster. Kejadian ini memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita serta insiden kejadian ini secara signifikan mengalami peningkatan pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun.1-5Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah agar pembacanya dapat mengerti tentang Herpes Zoster Oticus secara umum serta kaitan Herpes Zoster Oticus dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, serta penegakkan working dan differential diagnosis dari Kejang Demam. Juga akan dibahas tentang etiologi, epidemiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, prognosis serta komplikasi dari Herpes Zoster Oticus.PEMBAHASAN ISISeorang pria berusia 27 tahun mengeluh telinga kanan yang sakit. Pada pemeriksaan ditemukan adanya vesikel berkelompok pada telinga kanan bagian luar.AnamnesisAnamnesis pasien dilakukan secara auto-anamnesis kepada pasien itu sendiri. Hal-hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah keluhan utama pasien, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Diketahui pada skenario bahwa pasien mengeluh sakit (otalgia) pada telinga kanan bagian luar. Dan pada pemeriksaan ditemukan adanya vesikel bergerombol.Hal yang perlu ditanyakan dari keluhan utama pasien adalah onset nyeri, durasi nyeri, frekuensi terjadinya nyeri, derajat beratnya nyeri serta faktor yang memperburuk ataupun memperbaiki gejala dari pasien. Selain itu dapat juga ditanyakan tentang gejala-gejala penyerta seperti kehilangan pendengaran, adanya sekret yang keluar dari telinga, tinnitus, ketidakseimbangan baik saat berdiri maupun berjalan, ataupun rasa penuh pada telinga. Pada pasien ini ditemukan bahwa adanya gejala penyerta vesikel bergerombol di telinga kanan bagian luar.6Selain itu juga dapat ditanyakan gejala yang berhubungan dengan daerah sekitar telinga seperti nyeri mata, lakrimasi, hingga vertigo, mual dan muntah. Onset nyeri biasanya timbul beberapa jam hingga beberapa hari dengan vesikel yang timbul pada waktu yang tidak dapat diprediksi, akan tetapi biasanya nyeri timbul sekitar 48-72 jam sebelum timbulnya lesi kulit. Selain itu juga dapat ditanyakan penanganan yang sudah dilakukan untuk nyeri dan vesikel sebelum mencari dokter, dan penyakit yang sedang diderita pasien saat ini. Juga dapat ditanyakan riwayat penyakit pasien di masa dahulu, yang dapat ditanyakan adalah infeksi varisela, atau infeksi herpes zoster yang pernah terjadi sebelumnya.1,3Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel bergerombol di telinga kanan bagian luar pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi untuk melihat secara spesifik letak gerombolan vesikel tersebut. Biasanya gerombolan vesikel terletak di kanal telinga luar, konka dan pinna. Ruam juga dapat terlihat pada kulit belakang telinga, dinding nasal lateral, palatum durum, dan lidah bagian anterolateral. Apabila vesikel ini pecah, akan mengluarkan cairan bening yang kemudian menjadi krusta. Juga dapat ditemukan limfadenitis dari kelenjar limfa servikal superior.3,4,7Vertigo dan kehilangan kemampuan untuk mendengar dapat juga ditemukan. Kelumpuhan saraf fasial juga dapat ditemukan, maka dari itu pemeriksaan saraf kranialis terutama N. VII dan N. VIII sebaiknya dilakukan. Kelumpuhan ini membuktikan adanya keterlibatan nervus facialis dan nervus auditorius. Akan tetapi nervus trigeminus, hipoglossus, vagus, assesorius dan glossofaringeus juga dapat terlibat.3,5-9Maka dari itu, disgeusia dan ketidakmampuan untuk menutup mata sebelah dapat ditemukan pada kondisi pasien ini yang diduga mengalami infeksi herpes zoster pada otikus. Akibat tidak dapat menutupnya mata dapat terjadi mata kering dan iritasi kepada kornea. Pada pemeriksaan fisik, derajat kelumpuhan saraf juga harus dicatat berikut dengan derajat keparahannya. Contohnya adalah, pasien yang dapat menutup mata secara sempurna dapat dikelompokkan sebagai fungsi yang normal.3,8Untuk menentukan derajat kelumpuhan saraf, dapat digunakan skalan penilaian House-Brackmann, yakni8:Grade 1Normal

Grade 2Tonus normal dan simetris saat wajah beristirahatKelemahan wajah pada pemeriksaan inspeksi telitiPergerakan musculus frontalis baikDapat menutup mata sempurna tanpa usahaSedikit asimetris pada pergerakan mulut

Grade 3Tonus normal dan simetris saat wajah beristirahatAsimetris wajah yang jelas walau tidak menggangguSpasme hemifasial dapatterlihat walau tidak menggangguPergerakan musculus frontalis mulai tergangguDapat menutup mata sempurna dengan usahaTerdapat kelemahan musculus orbicularis oris

Grade 4Tonus normal dan simetris saat wajah beristirahatWajah asimetris yang jelas dan mengganggu pasienMusculus frontalis tidak dapat digerakkanKelopak mata tidak dapat menutup sempurnaMusculus orbicularis oris dapat bergerak tetapi asimetris

Grade 5Wajah asimetris saat tenangPergerakan wajah sulit dilihatTidak ada pergerakan dahiKelopak mata tidak dapat menutup sempurnaUsaha maksimum menyebabkan pergerakan mulut sedikit

Grade 6Tidak ada pergerakan pada wajah

Pemeriksaan PenunjangTzanck Smear. Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis cepat selagi menunggu hasil kultur atau PCR. Untuk pemeriksaan ini, sel dari lesi dikumpulkan dengan swab, ditempatkan pada kaca objek, diwarnai dengan pewarnaan khusus dan diperiksa dibawah mikroskop. Sel dapat diambil dari vesikel yang ruptur atau pecah. Hasil smear akan menunjukkan sel datia berinti banyak. Sel yang terinfeksi menyerap warna dengan cara yang berbeda dari sel yang tidak terinfeksi. Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan definitif seperti kultur atau PCR, akan tetapi apabila pemeriksaan ini dilakukan oleh laboran yang berpengalaman, didukung dengan anamnesis dan gejala klinis, dapat menjadi dasar diagnosis.3,9,10Viral Culture. Spesimen didapatkan dari swab lesi. Pemeriksaan ini rumit dan membutuhkan sel hewan coba yang kemudian diinjeksi dengan sel pasien untuk pengamatan perubahan aktivitas sel yang biasanya terjadi pada infeksi Herpes. Pemeriksaan ini memakan waktu kurang lebih 3-14 hari. Hasil negatif dari pemeriksaan ini dapat menjadi salah satu hasil false-negative yang biasanya terjadi pada9: Pengambilan spesimen terlambat akibat lesi yang mengalami proses penyembuhan Pengambilan spesimen tidak adekuat Administrasi sampel terlalu lama Jumlah virus tidak cukup untuk membuat hasilnya menjadi positifPolymerase Chain Reaction (PCR). Dengan mengamplifikasi jumlah virus yang didapat dari sampel, dapat dideteksi apakah terdapat virus Herpes pada lesi. Sampel dapat diambil dari cairan bening yang keluar dari vesikel, selubung nervus facialis maupun dari cairan serebrospinal atau liquor cerebrospninalis.4,9Magnetic Resonance Imaging. Ditemukan adanya enhancement dari kanal auditori distal dan segmen labirin dari pasien. Juga dapat ditemukan adanya enhancement dari ganglion genikulatum dan saraf fasial yang terlibat pada proses antigen-antibodi ini.4Differential DiagnosisBells Palsy. Merupakan suatu kelainan dari nervus fasialis, yang mengontrol pergerakan wajah. Adanya gangguan pada saraf ini akan menyebabkan paralisis dari wajah. Gejala klinis adalah biasanya pada awalnya terdapat demam, dan kemudian paralisis muncul dua hingga tiga hari kemudian. Dengan gejala gangguan pada wajah yakni kesulitan menutup satu mata, kesulitan makan dan minum pada satu sisi mulut, ketidakmampuan mengatur ekspresi sebelah wajah, ptosis dan menutupnya mulut, kesulitan dalam tersenyum dan membuat ekspresi wajah serta adanya kedutan pada wajah.11Working DiagnosisPada kasus didapatkan seorang pria berusia 27 tahun dengan keluhan nyeri pada telinga kanan. Pada hasil pemeriksaan didapatkan adanya vesikel berkelompok pada telinga kanan bagian luar. Pemeriksaan fisik belum dilakukan. Pemeriksaan spesifik THT belum dilakukan. Pemeriksaan penunjang belum dilakukan. Dari keluhan utama dan hasil presentasi gejala klinis dapat disimpulkan bahwa diagnosis yang paling mungkin dari pasien tersebut adalah Herpes Zoster Otikus Dextra.Gambaran Umum Herpes Zoster OtikusHerpes Zoster Oticus adalah suatu sindrom dari kelumpuhan akut perifer wajah dengan otalgia dan lesi kulit yang mirip seperti lesi varicella. Lesi patognomonik biasanya terdapat pada telinga luar, terutama pada bagian meatal dan kulit preaurikular, kulit pada kanal telinga, atau palatum molle. Hilangnya pendengaran, hilangnya rasa mengecap, dan adanya vertigo merupakan gejala terganggunya saraf nomor VIII dan cabang servikal 2, 3 dan 4 yang beranastomosis dengan saraf fasialis.8Herpes Zoster Oticus merupakan suatu infeksi jarang yang biasanya lebih sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya sudah mengalami surpresi atau lansia yang imunitas terhadap virusnya sudah menurun. Stimulus lain adalah kondisi fisik dan fisiologik lainnya.4Gambar 1. Anatomi fungsional nervus fasialisSumber: Sweeney CJ, Gilden DH. Ramsay hunt syndrome. Edisi Januari 2001. Diunduh dari http://jnnp.bmj.com/content/71/2/149.full, 15 Maret 2014.

Etiologi Herpes Zoster OtikusEtiologi disebabkan akibat adanya reaktivasi virus Varisela-Zoster pada sel saraf ganglionik yang dorman pada ganglia sensorik (umumnya ganglia genikulatum) dari saraf fasial. Individu dengan trauma, infeks saluran napas atas ataupun setelah menjalani operasi gigi dapat mengalami reaktivasi VZV. Disamping itu, individu dengan penurunan imunitas yang dapat terjadi akibat carcinoma, terapi radiasi, kemoterapi atau infeksi HIV juga diduga menjadi salah satu predisposisi terjadinya reaktivasi virus VZV.3,5Varisela-Zoster Virus merupakan suatu virus DNA untai-ganda dari famili Herpesviridae, yang memiliki siklus patogenik mirip dengan HSV. Infeksi primer dimulai dari traktus respiratorius dan virusnya akan bereplikasi menyebabkan viremia yang pada awalnya akan ditandai dengan lesi kulit disekujur tubuh. Akan tetapi kemudian virus terkait akan memiliki masa laten dan berdiam diri di gangia dorsalis dan akan mengalami reaktivasi pada waktu yang akan datang.1Epidemiologi Herpes Zoster OtikusHerpes Zoster Otikus atau apabila sudah menginvasi saraf fasialis, disebut sebagai Ramsay Hunt Syndrome, merupakan kausa dari paralisis fasial periferal atraumatik tersering kedua. Sebelum 1986, kasusnya dilaporkan sekitar 4.5-8.9% di seluruh dunia. Akan tetapi, studi retrospektif dari 1507 pasien dengan paralisis fasial parsial, menunjukkan terdapat 185 pasien menderita Ramsay Hunt Syndrome ini (sekitar 12%). Dengan 46 pasien menunjukkan adanya peningkatan titer VZV. Lebih sering diderita oleh wanita daripada pada pria dengan perbandingan 3 banding 2. Dan lebih sering diderita oleh pasien berusia 24 tahun daripada dibawah 24 tahun dengan berbandingan 7 banding 3.12Patofisiologi Herpes Zoster OtikusReaktivasi dari VZV di sepanjang distribusi saraf sensoris yang menginervasi telinga, termasuk pada gangion genikulatum, bertanggung jawab dalam perjalanan penyakit Herpes Zoster Otikus. Gejala terkait penyakit ini seperti kehilangan pendengaran dan vertigo, diketahui sebagai hasil adanya transmisi virus menuju saraf kranial fasialis dan auditorius pada sudut cerebelopontin atau melalui vasa vasorum yang berjalan melalui nervus fasialis menuju saraf kranialis yang lainnya.3Penatalaksanaan Herpes Zoster OtikusPenatalaksanaan untuk Herpes Zoster Otikus dapat dibagi menjadi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa meliputi pemberian steroid dan kemoterapi antivirus. Pemberian steroid dapat diberikan untuk penghilang rasa nyeri, mengurangi gejala vertigo dan membatasi terjadinya posthepatic neuralgia. Steroid diberikan sebagai terapi tambahan, dengan terapi utama tetap penggunaan antiviral dosis tinggi. Pemberian steroid seperti prednison dapat menimbulkan efek henti obat, yakni timbulnya kembali inflamasi secara tiba-tiba, maka dari itu untuk menghindari efek ini, dilakukan taperring off selama 10-14 hari. Pemberian oral prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis untuk 7-10 hari. Setelah itu dihentikan secara perlahan-lahan selama 10 hari. Apabila diberikan secara intravena, metilprednisolon diberikan 1 gram per hari dibagi menjadi 3 dosis selama 3-7 hari dan kemudian dihentikan perlahan-lahan selama 10 hari.8,13Efek samping dari penggunaan steroid adalah reaksi hiperglikemik, gejala psikotik, gangguan air dan elektrolit, jerawat, peningkatan tekanan intra-okular dan iritasi gastrointestinal. Dan harus dikonsumsi secara hati-hati pada pasien dengan infeksi bakteri lain serta pasien immunocompromised.8Antiviral yang digunakan untuk kasus Herpes Zoster Otikus adalah Acyclovir, suatu analog 2OH-deoksiguanosin. Merupakan suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat. Mekanisme kerjanya adalah asiklovir akan dikatalisa oleh timidin kinase virus menjadi asiklovir monofosfat. Kemudian enzim seluler akan menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara berkompetisi dengan 2OH-deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA Polimerase virus. Jika asiklovir (bukan 2OH-deoksigunaosin) yang masuk ke tahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus menjadi inaktif.12Dosis untuk herpes zoster adalah 5 kali 800 miligram sehari. Atau dalam intravena 250 miligram per hari. Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya dapat berupa mual, diare, ruam kulit atau sakit kepala dan sangat jarang dapat menyebabkan insufisiensi renal dan neurotoksisitas.12,13Obat lain yang dapat digunakan adalah Famsiklovir. Famsiklovir merupakan prodrug dari pensiklovir yang memiliki akan diubah melalui proses hidrolisis pada dua gugus asetilnya dan oksidasi pada posisi 6-, kemudian bekerja seperti pensiklovir yang pada prinsipnya bekerja sama seperti asiklovir. Dosisnya diminum per oral 750 mg per hari dibagi dalam 3 dosis atau 1500 mg per hari dibagi dalam 3 dosis. Famsiklovir umumnya dapat ditoleransi dengan baik, namun dapat juga menyebabkan sakit kepala, diare dan mual. Urtikaria, ruam sering terjadi pada pasien lanjut dan juga pernah dilaporkan kejadian halusinasi dan confusional state.12Penanganan non-medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi, yakni stimulasi elektrik. Stimulasi ini dilakukan untuk menjaga konduktivitas membran dan mengurangi atrofi muskular. Terutama digunakan untuk pasien dengan gangguan persarafan akibat adanya defek pada nervus VII seperti pada Ramsay Hunt Syndrome.8Edukasi Herpes Zoster OtikusKomunikasikan kepada pasien untuk menutup mata apabila terdapat paralisis dari kelopak mata akibat disfungsi muskulus orbikularis okuli. Kornea yang terbuka terus menerus mudah menjadi kering dan terkena iritasi benda asing yang dapat menyebabkan desikasi dan abrasi kornea. Maka dari itu pemeriksaan berkala dengan fluorescein dapat dilakukan untuk melihat adanya benda asing pada kornea. Pada kasus kelumpuhan nervus yang lama, dapat diberikan lubrikasi pada mata atau dilakukan tarsorrhapy yakni menyempitkan bukaan kelopak mata sehingga mengurangi kejadian menempelnya benda asing ke bola mata.8Prognosis Herpes Zoster OtikusParalisis fasial dalam jangka waktu lama atau mungkin permanen dapat terjadi. Kebanyakan pasien dengan paralisis parsial dapat sembuh total, akan tetapi pasien dengan gejala yang berat dapat mengalami sekuelae defisit parsial. Herpes Zoster tidak hanya dapat menyebabkan paralisis fasial permanen, tapi juga dapat menyebabkan neuropati polikranial. Disabilitas yang umum ditemukan termasuk kehilangan pendengaran, vertigo, tidak dapat menutup mata dengan sempurna sehingga mata menjadi kering, serta gangguan berbicara.3Diplopia dan gangguan menelan dapat menjadi salah satu sekuaelae, akan tetapi merupakan gejala yang jarang, apabila muncul, biasanya menjadi pertanda buruknya prognosis. Penemuan gejala ini dapat menjadi prediktor bahwa adanya polineuropati yang lebih tersebar dengan adanya kemungkinan brainstem yang terkena Zoster Virus. Penemuan umum seperti sensorineural hearing loss dan gangguan vestibular tidak signifikan dalam menentukan prognosis Herpes Zoster Otikus.3Komplikasi Herpes Zoster OtikusPostherpetic Neuralgia. Adalah suatu kondisi dimana tetap bertahannya rasa nyeri selama lebih dari 3 bulan walaupun lesi kulit sudah mengalami resolusi. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar, ditusuk dan perih. Rasa nyeri dirasakan sesuai seperti dermatom terjadinya Herpes Zoster Otikus.14PENUTUPSeorang pria berusia 27 tahun datang dengan keluhan nyeri pada telinga kanan. Pada pemeriksaan ditemukan adanya sekumpulan vesikel pada telinga kanan bagian luar pasien. Hal yang perlu ditanyakan adalah onset nyeri, durasi nyeri, frekuensi terjadinya nyeri, derajat beratnya nyeri serta faktor yang memperburuk ataupun memperbaiki gejala dari pasien. Selain itu dapat juga ditanyakan tentang gejala-gejala penyerta seperti kehilangan pendengaran, adanya sekret yang keluar dari telinga, tinnitus, ketidakseimbangan baik saat berdiri maupun berjalan, ataupun rasa penuh pada telinga.Selain itu juga dapat ditanyakan gejala yang berhubungan dengan daerah sekitar telinga seperti nyeri mata, lakrimasi, hingga vertigo, mual dan muntah. Selain itu juga dapat ditanyakan penanganan yang sudah dilakukan untuk nyeri dan vesikel sebelum mencari dokter, dan penyakit yang sedang diderita pasien saat ini. Juga dapat ditanyakan riwayat penyakit pasien di masa dahulu, yang dapat ditanyakan adalah infeksi varisela, atau infeksi herpes zoster yang pernah terjadi sebelumnya.Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel bergerombol di telinga kanan bagian luar pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi untuk melihat secara spesifik letak gerombolan vesikel tersebut. Apabila vesikel dipecahkan, akan mengluarkan cairan bening yang kemudian menjadi krusta. Juga dapat ditemukan limfadenitis dari kelenjar limfa servikal superior. Vertigo dan kehilangan kemampuan untuk mendengar dapat juga ditemukan. Kelumpuhan saraf fasial juga dapat ditemukan, maka dari itu pemeriksaan saraf kranialis Tzanck Smear menjadi pemeriksaan utama untuk membuktikan adanya infeksi VZV. Pemeriksaan ini dilakukan untuk diagnosis cepat selagi menunggu hasil kultur atau PCR. Untuk pemeriksaan ini, sel dari lesi dikumpulkan dengan swab, ditempatkan pada kaca objek, diwarnai dengan pewarnaan khusus dan diperiksa dibawah mikroskop. Sel dapat diambil dari vesikel yang ruptur atau pecah. Hasil smear akan menunjukkan sel datia berinti banyak. Sel yang terinfeksi menyerap warna dengan cara yang berbeda dari sel yang tidak terinfeksi. Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan definitif seperti kultur atau PCR, akan tetapi apabila pemeriksaan ini dilakukan oleh laboran yang berpengalaman, didukung dengan anamnesis dan gejala klinis, dapat menjadi dasar diagnosis. Pemeriksaan lain seperti kultur virus, PCR dan MRI hanyalah penunjang yang superior.Dari berbagai informasi yang didapatkan, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis bahwa pria berusia 27 tahun ini menderita Herpes Zoster Otikus Dextra.Herpes Zoster Oticus adalah suatu sindrom dari kelumpuhan akut perifer wajah dengan otalgia dan lesi kulit yang mirip seperti lesi varicella. Lesi patognomonik biasanya terdapat pada telinga luar, terutama pada bagian meatal dan kulit preaurikular, kulit pada kanal telinga, atau palatum molle. Hilangnya pendengaran, hilangnya rasa mengecap, dan adanya vertigo merupakan gejala terganggunya saraf nomor VIII dan cabang servikal 2, 3 dan 4 yang beranastomosis dengan saraf fasialis.Penyebab dari herpes zoster otikus adalah reaktivasi dari VZV di sepanjang distribusi saraf sensoris yang menginervasi telinga, termasuk pada gangion genikulatum, bertanggung jawab dalam perjalanan penyakit Herpes Zoster Otikus. Gejala terkait penyakit ini seperti kehilangan pendengaran dan vertigo, diketahui sebagai hasil adanya transmisi virus menuju saraf kranial fasialis dan auditorius pada sudut cerebelopontin atau melalui vasa vasorum yang berjalan melalui nervus fasialis menuju saraf kranialis yang lainnya.Penatalaksanaan untuk Herpes Zoster Otikus dapat dibagi menjadi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa meliputi pemberian steroid dan kemoterapi antivirus. Pemberian steroid seperti prednison dapat menimbulkan efek henti obat, yakni timbulnya kembali inflamasi secara tiba-tiba, maka dari itu untuk menghindari efek ini, dilakukan taperring off selama 10-14 hari. Pemberian oral prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis untuk 7-10 hari. Setelah itu dihentikan secara perlahan-lahan selama 10 hari. Apabila diberikan secara intravena, metilprednisolon diberikan 1 gram per hari dibagi menjadi 3 dosis selama 3-7 hari dan kemudian dihentikan perlahan-lahan selama 10 hari.Antiviral yang digunakan untuk kasus Herpes Zoster Otikus adalah Acyclovir. Dosis untuk herpes zoster adalah 5 kali 800 miligram sehari. Atau dalam intravena 250 miligram per hari. Obat lain yang dapat digunakan adalah Famsiklovir. Dosisnya diminum per oral 750 mg per hari dibagi dalam 3 dosis atau 1500 mg per hari dibagi dalam 3 dosis.Penanganan non-medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi, yakni stimulasi elektrik. Stimulasi ini dilakukan untuk menjaga konduktivitas membran dan mengurangi atrofi muskular. Terutama digunakan untuk pasien dengan gangguan persarafan akibat adanya defek pada nervus VII seperti pada Ramsay Hunt Syndrome.Komunikasikan kepada pasien untuk menutup mata apabila terdapat paralisis dari kelopak mata akibat disfungsi muskulus orbikularis okuli. Kornea yang terbuka terus menerus mudah menjadi kering dan terkena iritasi benda asing yang dapat menyebabkan desikasi dan abrasi kornea. Maka dari itu pemeriksaan berkala dengan fluorescein dapat dilakukan untuk melihat adanya benda asing pada kornea. Pada kasus kelumpuhan nervus yang lama, dapat diberikan lubrikasi pada mata atau dilakukan tarsorrhapy yakni menyempitkan bukaan kelopak mata sehingga mengurangi kejadian menempelnya benda asing ke bola mata.Paralisis fasial dalam jangka waktu lama atau mungkin permanen dapat terjadi. Kebanyakan pasien dengan paralisis parsial dapat sembuh total, akan tetapi pasien dengan gejala yang berat dapat mengalami sekuelae defisit parsial. Postherpetic Neuralgia merupakan suatu komplikasi Herpes Zoster Otikus. Adalah suatu kondisi dimana tetap bertahannya rasa nyeri selama lebih dari 3 bulan walaupun lesi kulit sudah mengalami resolusi. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar, ditusuk dan perih. Rasa nyeri dirasakan sesuai seperti dermatom terjadinya Herpes Zoster Otikus.DAFTAR PUSTAKA1. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrison's manual medicine. 18th ed. USA: Tim McGraw-Hill Companies; 2013.p.393.2. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. USA: Tim McGraw-Hill Companies; 2012.p.393.3. Bloem C, Harriott AJN, Doty CI, Hirshon JM, Diaz MM, Hemphill RR, et al. Herpes zoster oticus. Diunduh dari Medscape for iPad. 15 Maret 2014.4. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, editor. Cummings otolaryngology head and neck surgery. 5th ed. Philadelphia; Mosby Elsevier; 2010.p.1948,2159-60.5. Lee KJ, Chan Y, Das S. Essential otolaryngology: head and neck surgery, editor. 10th ed. USA: Tim McGraw-Hill Companies; 2012.p.206-7,301,335.6. Roland PS, Marple BF, Meyerhoff WL. Hearing loss. New York: Thieme Medical Publishers; 1997.p.107-8.7. Probst R, Grevers G, Iro H, editor. Basic otorhinolaryngology: a step-by-step learning guide. 2nd ed. New York: Georg Thieme Verlag Stuttgart; 2004.p.219-20.8. Lalwani AK, editor. Current diagnosis and treatment otolaryngology: head and neck surgery. USA: Tim McGraw-Hill Companies; 2008.p.847-60.9. Warren T. Herpes: everything you need to know. Oakland: New Harbringer Publishers; 2009.p.48-51.10. Handoko RP. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.h.110-1.11. Jasmin L, editor. Bells palsy: idiopathic peripheral facial palsy. Edisi Mei 2012. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001777/, 15 Maret 2014.12. Louisa M. Setiabudy R. Antivirus. Dalam: Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar HA, Arif A, Bahry B, et al. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.h.642-4.13. Sweeney CJ, Gilden DH. Ramsay hunt syndrome. Edisi Januari 2001. Diunduh dari http://jnnp.bmj.com/content/71/2/149.full, 15 Maret 2014.14. McElveen WA, Sinclair D, Gonzales RF, Carcione J, TalaveraF, Halsey JH, et al. Postherpetic neuralgia. Diunduh dari Medscape for iPad. 15 Maret 2014.12