makalah patologi

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh terhadap suatu gangguan dari faktor eksternal. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen penyebab jejas dan menyebabkan rangkaian kejadian yan bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang rusak (Kumar et al.,2005). Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relative singkat , dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan askuler, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflammasi kronis adalah respon proliferasi dimana terjadi proliferasi fibroblast, endothelium vaskuler, dan infiltrasi sel monokuler. Respon peradangan meliputi suatu perangkat kolmpleks. Setiap manusia pasti pernah mengalami peradangan pada tubuhnya. Saat tergores benda tajam, saat terbentur, atau saat timbul jerawat. Hal itu menumbulkan rasa yang tidak nyaman, seperti timbul rasa nyeri, luka memerah, timbul benjolan,

Upload: stephanie-datu-rara

Post on 30-Sep-2015

224 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

patologi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh terhadap suatu gangguan dari faktor eksternal. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen penyebab jejas dan menyebabkan rangkaian kejadian yan bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang rusak (Kumar et al.,2005).

Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relative singkat , dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan askuler, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflammasi kronis adalah respon proliferasi dimana terjadi proliferasi fibroblast, endothelium vaskuler, dan infiltrasi sel monokuler. Respon peradangan meliputi suatu perangkat kolmpleks.

Setiap manusia pasti pernah mengalami peradangan pada tubuhnya. Saat tergores benda tajam, saat terbentur, atau saat timbul jerawat. Hal itu menumbulkan rasa yang tidak nyaman, seperti timbul rasa nyeri, luka memerah, timbul benjolan, terasa panas dan tidak berfungsinya anggota tubuh yang terluka seperti biasanya.

Dari hal-hal yang muncul tersebut diatas memiliki berbagai faktor yang menyebabkan inflamasi itu terjadi. Proses yang dijalani dari pembentukkan luka sampai terjadi inflamasi tersebut juga patut kita selidiki. Kita patut menyelidiki tentang penyebab, mekanisme terjadinya inflamasi, penanganan serta pengobatannya agar dapat menanganinya dengan baik.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi dari inflamasi ?

2. Apa yang menyebabkan inflamasi ?

3. Bagaimana tanda tanda terjadi inflamasi ?

4. Bagaimana mekanisme terjadinya inflamasi melalui video Acute inflamation of the body ?

1.3 Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui definisi dari inflamasi.

2. Untuk dapat mengetahui penyebab terjadinya inflamasi.

3. Untuk dapat mengetahui tanda tanda akan terjadinya inflamasi.

4. Untuk dapat mengetahui mekanisme terjadinya inflamasi melalui video Acute inflamation of the body.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi inflamasi

Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel et al., 2003).

Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas.

Dengan demikian, inflamasi juga terkait serta dengan proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Kumala et al., 1998; Mitchel et al., 2003).

Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh faktor eksternal. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar yaitu :{Mitchel et al.,2003}

1. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi kronis. {Mitchel et al.,2003}

2. Inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endothelium vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). {Mitchel et al., 2003}

2.2 Penyebab inflamasi

Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat - zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk ,membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008).

2.3 Tanda - tanda inflamasi

Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik: nyeri (dolor), panas (kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam focus peradangan. (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).

Tanda-tanda cardinal inflamasi :

1. Rubor

Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

2. Kalor

Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C, hyperemia local tidak menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

3. Dolor (nyeri)

Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

4. Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono).

5. Functio Laesa

Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).

2.5 Mekanisme terjadinya inflamasi berdasarkan video Acute inflamation of the body.

Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function laesa. Selama proses inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan secara local antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5-HT), factor kemotatik, bradikinin, leukotrien, dan PG {Gard, 2001}.

Dengan migrasi sel fagosit kedaerah inflamasi terjadi lisis membrane lisozim dan lepasnya enzim pemecah. PG hanya berperan pada nyeri yang terkait dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimia seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Gard, 2001).

Gambar ini memperlihatkan ada tiga proses yang timbul akibat respon tubuh. Pertama adalah reaksi bawaan. Kerusakkan seluler mennyebabkan pelepasan berbagai mediator yang dihasilkan dari dalam plasma atau dalam sel. Beberapa diantaranya adalah histamine, prostaglandin, leukotrien. Dalam respon medioator adalah vasodilatasi local, yang meningkatkan aliran darah dan permebialitas vaskuler, hal itulah yang menyebabkan terjadinya kemerahan, panas dan bengkak yang terlihat saat inflamasi. Eksudat dari kapiler tidak hanya mengandung mediator, tapi juga mengandung fragment dari protein asing atau organisme penginfeksi yang akan dibawa ke jaringan limpa untuk menstimulasi pembentukkan antibody. Benda darah seperti neutrofil dan monosit juga bergerak keluar dari pembuluh darah, ditarik oleh chemotaxin yang juga diproduksi akibat infeksi organism. Beberapa mediator inflamasi juga berperan pada ujung syaraf local untuk menstimulasi rasa nyeri.

Mekanisme pertahanan tubuh lainnya adalah acquired, proses imun spesifik, dinamakan demikian karena memproduksi sel baru dan spesifik untuk infeksi organism atau protein asing; meliputi pengenalan protein asing (antigen) oleh limfosit. Dalam kasus system imun seluler, limfosit T adalah sel T sitotoksik, sehingga dapat menyerang sel penginfeksi, atau sel T helper yang mensekresikan sitokin ( yang juga berpotensi pembentukkan antibody oleh limfosit B atau mengaktivkan makrofag. Limfosit B memproduksi antibody yang berinteraksi dengan antigen untuk mengaktifkan system komplemen, yang hasilnya pencernaan atai inaktivasi benda asing. Tipe antibody spesifik, IgE, menyebabkan pelepasan mediator inflamasi dari sel mast.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology.

Robbins et al. 1994. Patologi, Edisi IV, 28, 29, 30, 33. Surabaya : Penerbit Buku Kedokteran, EGC

Mitchell, R.N et al. 2003. Acute and Cronic Inflammation. Dalam S.L. Robbins

Kedokteran, EGC

Kasper, Fanci, Marfin, Wilson, Brainwald, Isselbacher. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC