makalah mikrobiologi

19
MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGAN DAN PENGOLAHAN MIKROBA YANG MERUGIKAN PSEUDOMONAS COCOVENENANS OLEH: KELOMPOK: 9 NAMA KELOMPOK: DESAK MADE GALIH PERTIWI (J1A013026) LALE WIRA SELVIANA CLAUDIA (J1A013062) RAHMAWATI MUHAEMIN (J1A013106) ZAIFA AYU WAHYUNI (J1A013146) PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

Upload: ade-pertiwi

Post on 16-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH MIKROBIOLOGI

MAKALAHMIKROBIOLOGI PANGAN DAN PENGOLAHAN

MIKROBA YANG MERUGIKAN PSEUDOMONAS COCOVENENANS

OLEH:

KELOMPOK: 9NAMA KELOMPOK:

DESAK MADE GALIH PERTIWI (J1A013026)LALE WIRA SELVIANA CLAUDIA (J1A013062)

RAHMAWATI MUHAEMIN (J1A013106)ZAIFA AYU WAHYUNI (J1A013146)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM2015

Page 2: MAKALAH MIKROBIOLOGI

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan tidak hanya

dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi diet manusia tapi juga harus aman bila

dikonsumsi. Makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi oleh golongan etnik

tertentu. Makanan tradisional ini termasuk kelompok makanan, minuman, makanan jajanan serta

bahan campuran atau ingredient yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang

secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Sebagai produk tradisional, makanan

tradisional belum dapat sepenuhnya terjamin keamanan dari segi mikrobiologinya. Salah satu

faktor penyebab banyak makanan tradisional yang kurang aman untuk dikonsumsi adalah proses

penyajian dan pengolahan yang belum memenuhi persyaratan sanitasi dan kesehatan.

Penanganan sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang merugikan

manusia, seperti keracunan (food poisoning) maupun penyakit (food borne desease). Banyaknya

kasus keracunan baik yang diberitakan surat kabar maupun yang tidak terungkap dari gejala

ringan, muntah-muntah, sampai berat yaitu kematian menunjukkan penanganan sanitasi yang

kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena pemahaman sanitasi yang masih kurang.

Seperti yang diberitakan pada Harian Umum Suara Merdeka, edisi  Kamis, 25 September

2003, yang memberitakan lima orang di Desa Sirau dan Desa Kramat, Purbalingga meninggal

setelah mengkonsumsi tempe bongkrek. Salah satunya adalah pembuat dan penjual tempe

bongkrek. Korban ditemukan lemas dan tidak bisa bicara pada dini hari, sedang pada pagi hari,

korban sudah ditemukan meninggal.

Kasus keracunan tempe bongkrek tak hanya terjadi baru-baru ini. Pada tahun 1986 hingga

tahun 1988 kasus keracunan tempe bongkrek di Jawa Tengah sudah mengakibatkan korban

meninggal sebanyak 46 orang. Terlebih, kasus keracunan tempe bongkrek di Banyumas, yang

hampir menelan korban jiwa di tiap tahunnya. Oleh karena itu, dengan pembuatan makalah ini

ingin memaparkan tentang efek yang ditimbulkan oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans pada

makanan tradisional tempe bongkrek.

Page 3: MAKALAH MIKROBIOLOGI

1.2. Rumusan MasalahRumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans ?

2. Apa yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan bagaimana cara pembuatannya?

3. Bagaimana mekanisme keracunan tempe bongkrek yang disebabkan oleh bakteri

Pseudomonas Cocovenenans ?

4. Bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe bongkrek?

5. Bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek?

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans.

2. Untuk mengetahui dan memahami  apa yang dimaksud dengan tempe bongkrek dan

bagaimana cara pembuatannya.

3. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme keracunan tempe bongkrek yang disebabkan

oleh bakteri Pseudomonas Cocovenenans.

4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana manifestasi klinis dari keracunan tempe

bongkrek.

5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penanggulangan keracunan tempe bongkrek.

Page 4: MAKALAH MIKROBIOLOGI

BAB IIPEMBAHASAN

3.1. Karakteristik bakteri Pseudomonas Cocovenenans3.1.1 Sifat Bakteri

Pada mulanya bakteri yang dicurigai tumbuh pada tempe bongkrek adalah Bacillus,

kemudian diberi nama Bacillus cocovenenans. Setelah diteliti kembali di Mikrobiologisch

Institut pada Technische Hogenschool, Delft, Nederland, ditunjukkan nama genus Pseudomonas,

sehingga namanya berubah menjadi Pseudomonas cocovenenans. Nama Pseudomonas

cocovenenans, berasal dari kata venenum (bahasa Latin) yang berarti toksin dan kata coconut

yang berarti kelapa. Jadi, nama Psedomonas cocovenenans berarti toksin dari kelapa yang

diproduksi oleh bakteri genus Pseudomonas. Menurut Bergeys’s Manual of Determinative

Bacteriology, bakteri P. cocovenenans termasuk famili Bacteriaceae karena bakteri ini bersifat

heterotrof dan tidak membantuk spora. Pada tahun 1936 Kluyver dan van Niel menggolongkan

bakteri P. cocovenenans ke dalam famili Pseudomonadaceae karena mempunyai flagela polar

dan mampu mengubah sakarida menjadi asam.

Pseudomonas dapat mengubah glukosa dan jenis gula lainnya, baik secara oksidatif maupun

secara fermentatif. Bakteri ini juga mempunyai sifat lainnya sebagai berikut : saprofitik, tidak

membentuk spora, aerob atau anaerob fakultatif dan bentuknya berubah-ubah tergantung

medium pertumbuhannya. Berukuran panjang 0,75-2,98 µ dengan lebar 0,30-0,5 µ. Beberapa

jenis bakteri bersifat motil, yaitu dapat bergerak karena mempunyai suatu organ yang disebut

flage yang terdapat pada permukaan sel, termasuk bakteri genus Pseudonmonas.  Bakteri P.

cocovenenas dapat bergerak karena mempunyai flagela polar. Flagela P.cocovenenans berifat

lopotrikat dan berjumlah 3-4 buah. Selain flagela, bakteri ini juga mempunyai 4 silia pada salah

satu ujungnya. Bakteri P. cocovenenans terdapat di alam sebagai organisme bebas. Bakteri ini

dianggap sebagi suatu mikroba kontaminan tempe bongkrek atau lainnya yang dapat terjadi

secara insidental.

Seperti halnya mikroba yang lain, pertumbuhan bakteri P. cocovenenans dipengaruhi

oleh faktor lingkungan. Sifat yang timbul karena pengaruh lingkungan ini disebut fenotip.

Fenotip atau penampakan luar dari bakteri terjadi karena adanya interaksi antara genotip dan

lingkunganya. Biasanya perubahan fenotip dapat disebabkan oleh karena adanya perubahan

kondisi lingkungan yang bersifat tidak menetap. Fenotip akan kembali normal seperti semula

Page 5: MAKALAH MIKROBIOLOGI

apabila kondisi lingkungan dikembalikan pada keadaan normalnya yang optimum. Koloni P.

cocovenenans berwarna kuning pada medium yang mengandung gliserol, namun tidak selalu

demikian. Pada medium yang mengandung glukosa dan pada medium yang mengandung asam-

asam lemak dari minyak kelapa pembentukan warnanya jauh berkurang.

3.1.2 Produksi Toksin oleh P. Cocovenenans

Dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya, mikroba memperlukan zat-zat gizi untuk

mensintesis komponen sel, menghasilkan metabolit sekunder dan energi. Metabolit sekunder

adalah suatu hasil metabolisme yang bukan merupakan kebutuhan pokok sel mikroba untuk

hidup dan tumbuh, seperti toksin, antibiotik, pigmen, vitamin, dan sebagainya. Bakteri P.

cocovenenans memproduksi toksin pada medium ampas kelapa dan toksin yang dihasilkan ini

merupakan suatu metabolisme sekunder.

Semenjak pertengahan tahun 1890 telah ditemukan beberapa jenis toksin yang dihasilkan

oleh bakteri. Sebagian besar bakteri penghasil toksin merupakan bakteri kontaminan pada

beberapa bahan pangan, seperti halnya bakteri bongkrek P. cocovenenans yang merupakan

bakteri kontaminan pada tempe bongkrek. Hampir semua toksin yang dihasilkan oleh bakteri

merupakan protein atau polipeptida, namun ada juga yang bukan merupakan protein, seperti

asam bongkrek dan toksoflavin yang diproduksi oleh bakteri P. cocovenenans. Asam bongkrek

merupkan asam trikarboksilat dan toksoflavin merupakan senyawa basa. Bakteri P.cocovenenans

hanya memproduksi toksin apabila tumbuh pada medium yang mengandung ampas kelapa. Pada

medium lainnya meskipun juga mengandung minyak, seperti kedelai, bungkil kedelai, bungkil

kacang tanah, ampas tahu, asal tidak tercampur dengan ampas kelapa, bakteri P. cocovenenans

tidak akan memproduksi toksin.

Selama fermentasi tempe bongkrek, P. cocovenenans tumbuh bersama dengan kapang

tempe dan bersaing untuk mendapatkan substrat. Jumlah spora R. oligosporus untuk inokulasi

sebanyak 104-107 untuk setiap gram bahan akan dapat menghambat produksi toksin. Karena

pertumbuhan kapang lebih cepat daripada pertumbuhan bakteri. Sedangkan apabila spora R.

Page 6: MAKALAH MIKROBIOLOGI

oligosporus yang ditambahkan tidak lebih dari 1.500 gram, diduga produksi asam bongkrek akan

meningkat.

3.2. Pengertian Tempe Bongkrek dan Cara Pembuatannya3.2.1. Pengertian Tempe Bongkrek

Tempe bongkrek merupakan makanan khas masyarakat daerah Banyumas, biasanya

dipergunakan sebagai lauk pengantar nasi dan dibuat makanan jajanan. Tempe bongkrek adalah

tempe yang terbuat dari bahan ampas kelapa atau bungkil kelapa. Tempe ini sangat disukai oleh

masyarakat daerah tersebut. Walaupun sebenarnya kandungan gizinya tidak seberapa di samping

amat membahayakan namun faktor murah dan rasa yang khas yakni klenyis (bahasa jawa : rasa

lezat agak manis) mampu memikat selera masyarakat kelas bawah pada umumnya. Tempe

bongkrek yang dibuat dari ampas kelapa sangat berpeluang untuk terkontaminasi oleh bakteri

Pseudomonas cocovenenans. Didalam tempe bongkrek, bakteri ini akan memproduksi toksin

tahan panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya.

Pembuatan tempe bongkrek sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1969, namun

kenyataannya masih saja ada penduduk yang memproduksi maupun mengkonsumsi makanan

yang sangat berbahaya tersebut. Tragedi paling buruk selama 5 tahun terakhir menewaskan 37

orang penduduk kecamatan Lumbir, Banyumas. Terjadi pada tanggal 27 Februari hingga 7 Maret

1988. Peristiwa tragis ini memaksa aparat pemerintah untuk bertindak lebih tegas dalam hal

larangan memproduksi dan mengkonsumsi tempe bongkrek.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah

dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh

kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di

dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik

untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi  hingga lansia), sehingga bisa disebut

sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang

menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan

terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi

protein, serta skor proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih

mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai.

Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Page 7: MAKALAH MIKROBIOLOGI

Bahan dasar yang dipergunakan untuk membuat tempe bongkrek dapat berupa bungkil

kelapa pabrik, bungkil kelapa botokan yang diperoleh dari hasil samping pembuatan minyak

kelapa dengan menggunakan yuyu (cancer), ampas kelapa yang merupakan bahan sisa

pembuatan minyak kelapa secara tradisional (klentik) atau sisa dari industri dodol. Umumnya

tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi oleh bakteri

Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini dapat membentuk toksin pada ampas kelapa yang

disimpan. Mengingat kemungkinan tersebut diatas maka keracunan tempe bongkrek dapat juga

disebabkan karena bahan dasar yang telah tercemar oleh toksin yang dihasilkan bakteri

Pseudomonas cocovenenans selama bahan dasar tersebut disimpan. Untuk mencegah tumbuhnya

bakteri selama penyimpanan, sebaiknya ampas kelapa dikeringkan.

3.2.2. Cara pembuatan tempe bongkrekAmpas kelapa atau bungkil kelapa direndam selama semalam, kemudian dicuci dan diperas.

Kemudian ampas kelapa tersebut dikukus selama 30 sampai 60 menit. Setelah dingin ampas

kelapa dicampur dengan laru dan dibungkus dengan daun pisang atau kantung plastik kemudian

dihamparkan di atas nyiru dengan ketebalan sekitar 3 cm, kemudian ditutup dengan daun pisang

atau karung goni. Setelah itu ampas kelapa dibiarkan selama dua hari pada suhu kamar, sehingga

kapang tempenya tumbuh. Selama proses fermentasi tempe ampas kelapa, diperkirakan banyak

jenis bakteri yang tumbuh dan terlibat dalam proses fermentasi tempe ampas kelapa diantaranya

adalah bakteri  asam laktat dan beberapa ragi. Masih sangat terbatas penelitian mengenai

mikroflora dalam tempe ampas kelapa. Namun demikian bakteri yang penting untuk dibahas

disini khususnya yang tumbuh pada tempe ampas kelapa dan mampu membentuk racun yang

membahayakan kesehatan manusia. Meskipun wabah keracunan tempe ampas kelapa sudah

dikenal sejak 1895 tetapi penelitian penyebabnya baru dimulai tahun 1930-an.

Tempe bongkrek yang baik, mempunyai tekstur yang padat dan kompak, berwarna putih

seperti kapas karena ditutupi secara sempurna oleh miselia kapang tempe. Setiap 100 g tempe

bongkrek, kandungan zat gizinya sebagai berikut : nilai kalori 119 kkal, protein 4.4 g, lemak 3.5

g, karbohidrat 18.3 g, kalsium 27.0 mg, fosfor 100.0 mg, zat besi 2.6 mg, vitamin B1 0.08 mg,

dan air 72.5 g. Gambar tempe bongkrek :

Page 8: MAKALAH MIKROBIOLOGI

2.3. Mekanisme Keracunan Tempe Bongkrek2.3.1. Keracunan Tempe Bongkrek

Tempe bongkrek mematikan karena terkontaminasi oleh sejenis bakteri gram negatif yang

tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang mengeluarkan racun itu adalah

Pseudomonas cocovenenans (cocovenenans artinya racun dari kelapa). Bakteri tersebut bekerja

antagonistis tehadap kapang tempe, karena itu bila kapangnya tidak tumbuh dengan baik,

kemungkinan besar ampas kelapa mengandung racun. Pada udara yang sangat lembab akan lebih

menguntungkan pertumbuhan bakteri ampas kelapa, sedang sebaliknya udara kering

menguntungkan bagi pertumbuhan kapang.

Bakteri bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika

bahan dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa, sedangkan tempe dari

kedelai atau oncom dari bungkil kacang tanah tidak beracun walaupun ditulari bakteri itu.

Namun bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom, bisa beracun jika ditulari bakteri

itu. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri mematikan

itu karena kadar lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut dan ampas

kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu karena masih mengandung

banyak lemak.

Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa akan memproduksi

racun toxoflavin dan asam bongkrek. Kedua racun itulah yang mematikan bagi pemakan tempe

bongkrek. Asam bongkrek adalah racun yang tidak berwarna. Toksoflavin antibiotik yang

berwarna kuning, tampak jelas jika tempe bongkrek terkontaminasi racun itu. Asam bongkrek

memiliki daya toksisitasnya yang lebih tinggi dibanding toksoflavin. Diperkirakan bahwa asam

bongkrek merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan tersebut. Bagi mereka yang

mengonsumsi toksin pada dosis tinggi dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari

empat hari setelah mengonsumsi racun tersebut. Pertumbuhan Pseudomonas sebenarnya dapat

dihambat, yaitu dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi sampai 5,5. Pada

pH ini jamur tempe yang diinginkan pun masih tetap dapat tumbuh dengan baik, sedangkan

bakterinya akan terhambat.

Page 9: MAKALAH MIKROBIOLOGI

Bakteri ini menjadi racun yang mematikan bila bersentuhan dengan asam lemak di dalam

tubuh. Bakteri ini menyerang mitokondria, yaitu sumber energi di tingkat sel. Racun itu

berdampak pada mekanisme ATP (adenosine triphosphate)-ADP (adenosine diphosphate)

translocase, yakni mekanisme perubahan ATP menjadi ADP dan sebaliknya selama proses

pernafasan di sel. ATP adalah nukleotida yang multifungsi yang mengantar energi kimia di

dalam sel untuk keperluan metabolisme. ATP menghasilkan energi selama proses respirasi di

dalam sel dan dikonsumsi oleh banyak enzim untuk keperluan biosintesa sampai pembelahan

diri. Untuk menghasilkan energi bagi seluruh sel di dalam tubuh manusia dalam melaksanakan

kegiatannya, maka ATP perlu keluar dari mitokondria. Racun bongkrek membuat ATP gagal

keluar dari mitokondria, yang pada akhirnya membuat sel-sel tubuh manusia kehilangan sumber

tenaganya.

Mikroba  Pseudomonas cocovenenans  aktif memecahkan atau menghidrolisa gliserida

(lipida) dari minyak kelapa menjadi gliserol dan asam lemak. Fraksi gliserol setelah mengalami

reaksi-reaksi biokimia menjadi senyawa yang berwarna kuning yang disebut toksoflavin

sedangkan asam lemaknya, khususnya asam oleat dapat menjadi asam bongkrek yang tidak

berwarna.

Lemak                        ---->       asam lemak  + gliserol

Gliserol                       ---->      toksoflavin (C7H7N5O2)

Asam lemak               ---->     asam bongkrek (C28H38O7)               

Asam bongkrek (bongkrek acid) adalah toksin pernapasan yang lebih mematikan daripada

sianida. Racun ini mengganggu mekanisme kerja enzim yang memindahkan ATP dan ADP.

ADP ke mitokondria dan ATP keluar mitokondria, sehingga menganggu fosforilasi oksidatif.

Banyak yang berpendapat bahwa terganggunya produksi ATP disebabkan oleh asam dari ampas

kelapa yang melakukan penghambatan terhadap kerja enzim translokase pada membran

mitokondria. Enzim  translokase berfungsi memberikan kemudahan–kemudahan bagi nukleotida

sehingga dapat memasuki mitokondria dan adenin nukleotida diubah menjadi ATP. Dengan

adanya gangguan atau penghambatan enzim translokase oleh asam dari ampas kelapa inilah 

yang akan mengganggu produksi ATP di dalam mitokondria.

Secara tepat masih belum dapat ditentukan di bagian mana asam dari ampas kelapa tersebut

bereaksi dengan membran mitokondria. Karena kekurangan ATP sebagai sumber energi,

mitokondria tidak mampu lagi  memproduksi ATP, maka cara lain yang biasanya ditempuh

Page 10: MAKALAH MIKROBIOLOGI

adalah melalui jalan glikolisis, akan tetapi dengan jalan glikolisis jumlah ATP masih kurang

cukup untuk memenuhi fungsi jantung secara normal. Dengan adanya kegiatan tersebut

mengakibatkan terjadinya pemecahan  glikogen yang tertimbun di hati, jantung dan di dalam

daging.

Akibat pemecahan glikogen di berbagai tempat penimbunan tersebut terjadilah gejala

hypoglycaemia yang hebat sehingga penderita akan meninggal. Mula–mula kadar gula akan

mengalami peningkatan yang cukup tinggi, tergantung tersedianya glikogen, kemudian menurun

sampai 50%, oleh karena itu orang yang keracunan asam bongkrek akan merasa tercekik lalu

dari mulutnya akan keluar busa (Winarno, 1986).

Asam bongkrek bekerja secara akumulatif dan akan menyebabkan kematian mendadak

setelah racunnya terkumpul didalam tubuh, racun itu tidak mudah diinaktifkan atau

didetoksifikasi maupun diekskresi oleh tubuh. Didalam tubuh asam bongkrek menyebabkan

peningkatan kadar gula dalam darah akibat mobilisasi glikognen dari hati dan otot. Setelah

glikogen dalam otot dan hati habis segera gula dalam darah dihabiskan juga sampai yang

keracunan meninggal.

Berat ringannya keracunan tempe bongkrek ditentukam oleh beberapa factor, diantaranya

jumlah tempe bongkrek yang dikonsumsi, ketahanan tubuh si penderita, dan kecepatan untuk

mendapatkan perawatan oleh dokter. Cukup dengan mengkonsumsi sebanyak 5 gr sampai 25 gr

tempe bongkrek yang beracun sudah dapat menyebabkan kematian.

Usaha-usaha untuk menghindari timbulnya racun pada pembuatan tempe bongkrek:

1. Dengan penambahan kapang/jamur Monilla sitophila sebagai pengganti kapang bongkrek, bila

terkontaminasi dengan bakteri bongkrek atau Pseudomonas cocovenenans tidak terbentuk

racun, namun bukan tempe bongkrek yang dihasilkan melainkan oncom.

2. Dengan penambahan antibiotik Aureomycin dan Terramycin untuk mencegah pertumbuhan

Bakteri bongkrek (namun karena mahal tidak digunakan lagi).

3. Dengan penambahan daun calincing atau (Oxalis sepium) yang sering digunakan untuk

membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat menghambat pertumbuhan bakteri

bongkrek, juga merupakan antidotum (penawar racun) keracunan asam bongkrek. Sayangnya,

penambahan daun segar pada pembuatan tempe bongkrek ini menyebabkan timbulnya warna

hijau, dan rasanya agak asam, sehingga kurang disukai.

Page 11: MAKALAH MIKROBIOLOGI

4. Dengan penambahan garam dapur (NaCl) 1,5–2 % pada ampas kelapa, juga dapat

menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, sehingga bisa mencegah pembentukan asam

bongkrek.

2.4. Manifestasi Klinis dari Keracunan Tempe Bongkrek

Gejala timbul 4 hingga 6 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu berupa mual

dan muntah. Penderita mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda (diplopia). Penderita

lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai gejala syok. Pada hari ketiga sklera

menguning, pembesaran hati dan urin keruh dengan protein (+). Jika terjadi paralisis otot

pernafasan akan menyebabkan kematian.

2.5 Penanggulangan Keracunan Tempe Bongkrek

Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif oleh karena itu bakteri ini resisten terhadap

penicillin dan mayoritas antibiotik beta-lactam tetapi sebagian sensitif terhadap piperacillin,

imipenem, tobramycin atau ciprofloxacin. Namun selain itu ada beberapa penanggulangan yang

dapat kita lakukan terhadap penderita keracunan tempe bongkrek tersebut, yaitu penderita harus

dirujuk ke rumah sakit, sementara itu bila penderita masih sadar usahakan mengeluarkan sisa

makanan. Berikan norit 20 tablet (digerus dan diaduk dengan air dalam gelas) sekaligus, dan

ulangi 1 jam kemudian. Kalau perlu atasi syok dengan infuse glukosa 5 % dan pernapasan

buatan. Bisa dilakukan pemberian Antitoksin botulisme spesifik seperti Guanidin hidroklorid 15-

35 mg/kg BB/hr dalam 3 dosis yang berguna untuk menghilangkan blockade neuromuscular.

Penderita dirangsang secara mekanis agar muntah. Bila tidak berhasil lakukan bilas lambung di

rumah sakit.

Page 12: MAKALAH MIKROBIOLOGI

BAB IV                                                                     PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Tempe bongkrek mematikan karena ter-kontaminasi oleh sejenis bakteri

yang tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang  mengeluarkan racun itu

adalah Psedomonas cocovenenans. Bakteri bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek

dan membentuk racun jika bahan dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil

kelapa. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri

mematikan itu karena kadar lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut

dan ampas kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu karena masih

mengandung banyak lemak. Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa

akan memproduksi racun toxoflavin dan asam bongkrek. Kedua racun itulah yang mematikan

pemakan tempe bongkrek.

4.2.  Saran

Umumnya tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi oleh

bakteri Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini dapat membentuk toksin pada ampas kelapa

yang disimpan. Mengingat kemungkinan tersebut maka keracunan tempe bongkrek dapat juga

disebabkan karena bahan dasar yang telah tercemar oleh toksin yang dihasilkan bakteri

Pseudomonas cocovenenans selama bahan dasar tersebut disimpan. Untuk mencegah tumbuhnya

bakteri selama penyimpanan, sebaiknya ampas kelapa dikeringkan.

Page 13: MAKALAH MIKROBIOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Sri Anggrahini, 1992, Ketahanan Panas Bakteri Bongkrek Pseudomonas cocovenenans X128 dan

Taksoflavin serta Pengaruh Komponen Lemak terhadap Produksi Taksoflavin,

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1071

Pelczar, 1988, Dasar – Dasar Mikrobiologi, 952-953, UI Press, Jakarta.

Setyasih, Endang , 2008, http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=38217

Diposkan oleh AzZahraa di 07.43