makalah metafisik, asumsi dan peluang dalam filsafat ilmu

15
73 E. METAFISIKA, ASUMSI DAN PELUANG A. ONTOLOGI Menurut bahasa,ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.Menurut istilah,ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004). Menurut Suriasumantri (1985), Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan : a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah, b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Menurut Soetriono & Hanafie (2007), Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan

Upload: sayid-bukhari

Post on 11-Jan-2017

909 views

Category:

Education


29 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

73

E. METAFISIKA, ASUMSI DAN PELUANG

A. ONTOLOGI

Menurut bahasa,ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu :

On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang

yang ada.Menurut istilah,ontologi adalah ilmu yang membahas tentang

hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang

berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).

Menurut Suriasumantri (1985), Ontologi membahas tentang apa

yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan

kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah

ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :

a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,

b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan

c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap

manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang

membuahkan pengetahuan.

Menurut Soetriono & Hanafie (2007), Ontologi yaitu merupakan

azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi

obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari

pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari

obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan

Page 2: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

74

landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan

dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.

Menurut Pandangan The Liang Gie, ontologi adalah bagian dari

filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang

pembahasannya meliputi persoalan-persoalan :

- Apakah artinya ada, hal ada ?

- Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?

- Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?

- Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-

kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian

universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?

Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari

Konsepsi Aristoteles, ontologi Yaitu teori atau studi tentang being /

wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim

dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata

yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti ,

struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh

Aristoteles abad ke-4 SM)

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari

bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian

ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup

Page 3: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

75

cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi

sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.

Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan

secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada

sebuah pengetahuan dasar. Sebuah ontologi juga dapat diartikan

sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain

yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah

pengetahuandasar”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori

tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi

objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain

pengetahuan.Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi

tentang sesuatu yang ada.

Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi

dengan dua macam sudut pandang:

a. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu

tunggal atau jamak.

b. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan

(realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun

yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

Sehingga, secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai

ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.

Page 4: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

76

B. METAFISIKA

Metafisika merupakan padanan kata yang berasal dari Bahasa

Yunani yakni : μετά (meta) = "setelah atau di balik", dan υύσικα

(phúsika) = "hal-hal di alam". Ilmu metafisika merupakan turunan dari

ilmu filsafat yang membahas dan menggali sebab dari sesuatu

sehingga menjadi sebuah sesuatu yang nyata. Metafisika mencoba

menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu

realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?

Menurut Jujun S. Suriasumantri pada buku filsafat ilmu

mengatakan bahwa bidang telaah filsafat yang disebut metafisika ini

merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk

pemikiran ilmiah.Jadi metafisika berasal dari pemikiran manusia.

Metafisika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang

membicarakan tentang hal – hal yang sangat mendasar yang di luar

pengalaman manusia. Metafisika mengakaji segala sesuatu secara

komprehensif.

Menurut Asmoro Achmadi dalam GIE ( 2012:4) metafisika

merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat “

keluarbiasaan” (beyond nature”) yang berada di luar pengalaman

manusia ( immediate experience). Metafisika mengkaji sesuatu yang

berada di luar hal – hal yang biasa berlaku pada umumnya atau hal –

Page 5: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

77

hal yang tidak alami, serta hal – hal yang berada di luar pengalaman

manusia.

Menurut Prof. Ir. Podjawijatna, metafisika merupakan nama lain

bagi filsafat di Eropa. Metafisika merupakan ilmu yang mendasarkan

pembuktian kebenarannya tidak pada pengalaman, tetapi sesudah

pengalaman.

Secara umum, tafsiran metafisika terbagi menjadi dua jenis, yakni :

1. Supernaturalisme, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat

ghaib, yang tidak dapat diketahui dengan pasti.

2. Naturalisme / materialisme, adalah pendapat bahwa gejala-gejala

alam tidak disebabkan oleh pengaruh yang bersifat ghaib

melainkan oleh kekuatan yang berasal dari alam itu sendiri, yang

dapat dipelajari dan diketahui.

Super naturalisme terlihat jelas dalam aliran animisme yang

memegang teguh kepercayaan terhadap roh dan hal – hal gaib

lainnya. Animisme ini merupakan kepercayaan yang paling tua

umurnya dalam sejarah perkembangan kebudayaan manusia dan

masih di peluk oleh beberapa masyarakat di muka bumi ini.

Dengan demikian, metafisika merupakan cabang filsafat ilmu yang

mempelajari penyebab segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi

ada.Sebagai contoh, pada prinsip materialisme yang dikembangkan

oleh Democritos (460 – 370 SM), menyatakan bahwa unsur dasar dari

Page 6: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

78

alam ini adalah atom. Hanya berdasarkan kebiasaan saja maka manis

adalah manis dan panas adalah panas. Dengan kata lain, manis,

panas, dingin, atau warna adalah terminologi yang kita berikan kepada

gejala yang kita tangkap lewat pancaindera. Rangsangan pancaindera

inilah yang disalurkan ke otak kita dan menghadirkan gejala tersebut.

Pentingnya metafisika bagi pembahasan filsafat komunikasi,

dikutip pendapat Jujun S Suria Sumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu”

mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu kajian tentang

hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan

pikiran.

C. ASUMSI

Secara Kamus Besar Bahasa Indonesia, asumsi berarti dugaan

yang diterima sebagai dasar, atau landasan berpikir karena dianggap

benar. Menurut Prof. Ir. Podjawijatna dalam bukunya “Tahu dan

Pengetahuan (pengantar keilmu dan filsafat)” menjelaskan bahwa

pengetahuan adalah hasil dari sebuah putusan. Sehingga untuk

mendapatkan pengetahuan, ilmu membuat beberapa asumsi

mengenai objek – objek empiris. Asumsi ini diperlukan sebagai arah

dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan

baru di anggap benar, selama kita bisa menerima asumsi yang di

kemukakannya. (Jujun S. Suriasumantri, 1984)

Page 7: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

79

Dalam perjalanan mencari ilmu, perlu adanya kegiatan

pengamatan terhadap suatu atau beberapa kejadian. Asumsi

merupakan perkiraan-perkiraan yang muncul dari adanya pengamatan

terhadap hukum, gejala atau kejadian-kejadian yang sudah berlaku.

Asumsi merupakan merupakan proses “kompromi” dalam perjalanan

menemukan atau merumuskan pengetahuan.

Selanjutnya kaidah asumsi menurutJujun (1984) antara lain :

- Asumsi harus relevan dengan tujuan pengkajian disiplin keilmuan.

Asumsi ini mendasari telaah ilmiah.

- Asumsi harus disimpulkan dari “ keadaan bagaimana adanya “

bukan “ seharusnya “ . Asumsi ini mendasari telaah moral.

Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual

suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan

gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk

menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi

diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin

(2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi

suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the

standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan

penelitian. Sebuah contoh asumsi yang baik adalah pada Pembukaan

UUD 1945: “ …kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa..”

“…penjajahan diatas bumi… tidak sesuai dengan perikemanusiaan

Page 8: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

80

dan perikeadilan”. Tanpa asumsi-asumsi ini, semua pasal UUD 1945

menjadi tidak bermakna.

Sehingga muncul pernyataan ilmuwan harus mengenal asumsi

yang digunakan dalam analisis keilmuannya karena akan berpengaruh

pada konsep pemikiran yang digunakan.Asumsi berkaitan pula dengan

kegiatan penalaran. Penalaran merupakan suatu proses berpikir

dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir

merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang

benar.

Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain;

a. Aksioma. Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan

pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri.

b. Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa

pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja

sebagaimana adanya Premise.

Untuk meyakinkan bahwa asumsi digunakan secara tepat, perlu

adanya tinjauan awal bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik

(Junjung, 2005):

1. Deterministik.

Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton

(1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang

menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang

Page 9: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

81

dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan

lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian

ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu.

2. Pilihan Bebas

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya,

tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.

Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai

misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti

kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak

harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan

suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu melestarikan budaya

animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India

mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat

keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas,

semua tergantung ruang dan waktu.

3. Probabilistik

Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal

memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku

deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan

sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan

menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern,

karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu

Page 10: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

82

ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan

metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.

Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi

deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang

bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti

hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik

menurut kriteria ilmu ekonomi.

Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid jika penarikan

kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara-cara tertentu. Cara

penarikan kesimpulan ini disebut sebagai logika, yakni pengkajian

untuk berpikir secara benar atau shahih. Terdapat dua cara penarikan

kesimpulan, yakni :

a. Logika induktif yang merupakan penarikan kesimpulan dari

kasus-kasus individu nyata yang bersifat khusus menjadi

sebuah kesimpulan yang bersifat umum.

b. Logika deduktif yang merupakan penarikan kesimpulan dari hal-

hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.

Dengan demikian, asumsi menjadi masalah yang penting dalam

setiap bidang ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi

akan berakibat kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Asumsi

yang benar akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan

kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna

Page 11: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

83

sebagai jembatan untuk melompati suatu bagian jalur penalaran yang

sedikit atau bahkan hampa fakta atau data.

D. PELUANG

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peluangberartiruang

gerak, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang memberikan

kemungkinan bagi suatu kegiatan untuk memanfaatkannya dalam

usaha mencapai tujuan; kesempatan.

Menurut Prof. Dr. R. SantosaMurwani (2009), peluang

merupakan perbandingan antara banyaknya kejadian yang muncul

(observed) dengan banyaknya seluruh kejadian yang mungkin muncul

(expected). Sehingga dalam proses pencarian ilmu, peluang

merupakan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam pencarian

atau perumusan suatu pengetahuan yang pasti (kepastian).

Seseorang yang mengenal dengan baik hakikat ilmu akan lebih

mempercayai pernyataan “80% anda akan sembuh jika meminum obat

ini “ daripada pernyataan “ yakinlah bahwa akan pasti sembuh setelah

meminum obat ini “. Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu

menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang

di dalamnya terdapat nilai benar dan juga mengandung kemungkinan

yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari

persentase kebenaran yang di kandung ilmu tersebut. Sehingga ini

Page 12: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

84

akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan

kita tumpukan kepada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut.

Dalam proses pembuktian sebuah ilmu, peluang merupakan

kemungkinan- kemungkinan yang mendasari terbentuknya sebuah

hipotesa. Hipotesa menurut Prof. Ir. Podjawijatna, muncul dari adanya

problema atau pertanyaan – pertanyaan ilmiah. Hipotesa ilmiah

mengutarakan peluang-peluang yang mungkin yang mungkin menjadi

jawaban sementara dari problema yang dihadapi. Akan tetapi,

kebenaran dari sebuah hipotesa harus dibuktikan dengan adanya

fenomen atau kejadian nyata.

E. BATAS PENJELAJAHAN ILMU

Dalam hal penjelajahan ilmu, muncullah beberapa pertanyaan :

Apakah nilai kebenaran dari ilmu bersifat mutlak? Apakah seluruh

permasalahan manusia di dunia dapat dijawab dengan tuntas oleh

pengetahuan yang disebut ilmu pengetahuan?

Inilah pertanyaan pokok yang timbul bagi setiap yang mengejar

ilmu pengetahuan kapan saja dan dimana saja. Untuk memperoleh

jawaban dari pertanyaan- pertanyaan itu, baiklah kia akan menoleh

sejenak kepada apa yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli di

dunia dalam hubungan eksistensi ilmu pengetahuan itu.

Page 13: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

85

Jean Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis yang atheist

bangsa Perancis pernah mengemukakan, “ Apakah pengetahuan?

Ilmu pengetahuan bukanlah suatu hal yang sudah selesai terfikirkan,

sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab akan selalu disisihkan

oleh hasil- hasil penelitian dan percobaan- percobaan baru yang

dilakukan dengan metode- metode baru atau karena adanya

perlengkapan- perlengkapan yang lebih sempurna. Dan penemuan-

penemuan baru ini akan disisihkan pula oleh ahli- ahli lainnya, kadang-

kadang kembali mundur, tetapi seringnya lebih maju. Begitulah selalu

akan terjadi.

Menurut Prof. Ir. Podjawijatna, pengetahuan merupakan hasil

dari sebuah putusan. Sedangkan Ilmu merupakan sesuatu yang

membedakan dari pengetahuan biasa, karena ilmu sangat

menghiraukan kegunaan dari sebuah pengetahuan (Prof. Ir.

Podjawijatna). Sebagai contoh, tidak puas hanya dengan sifat air, tapi

diselidiki lebih lanjut tentang bagaimanakah air? Unsur seperti apakah

air? Berapa suhu untuk mendidihkannya? Untuk apa kegunaannya?

Tujuan ilmu yang utama adalah untuk mencapai kebenaran,

sehingga ilmu memiliki objektivitas. Itulah sifat ilmiah yang pertama.

Selain itu, ilmu juga harus bersifat universal. Jika pengetahuan hendak

disebut ilmu maka haruslah memiliki objektivitas, bermetode, universal

dan bersistem.

Page 14: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

86

Dr. Mr. D.C Mulder menulis dalam karyanya yang berjudul Iman

dan Ilmu Pengetahuan, :

“Tiap- tiap ahli ilmu menghadapi soal- soal yang tak dapat dipecahkan

dengan memakai pengetahuan itu sendiri. Ada soal- soal pokok atau

soal- soal dasar yang melalui kompetensi dari ilmu itu sendiri.

Misalnya, dimanakah batas- batas lapangan yang saya selidiki ini?

Dimanakah tempatnya di dalam kenyataan seluruhnya ini? Metode

yang saya gunakan ini sampai dimanakah? Umpamanya soal yang

sangat sulit sekali apakah causalitas kealaman (natuur causaliteit)

berlaku juga atas lapangan hayat, psychs, historis, sosial, dan yuridis?

Dan tentu ada lain- lain lagi. Jelaslah untuk menjawab soal- soal

semacam itu ilmu- ilmu membutuhkan suatu instansi yang sedemikian

ituyaitu ilmu filsafat.”

Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu? Di

manakah ilmu berhenti dan meyerahkan pengkajian selanjutnya

kepada pengetahuan lain? Apakah yang menjadi karakteristik obyek

ontologi ilmu yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan

lainnya? Jawab dari semua pertanyaan itu adalah sangat sederhana:

ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan

berhenti pada batas pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempelajari

masalah surga dan neraka dan juga tidak mempelajari sebab

musabab kejadian terjadinya manusia, sebab kejadian itu berada di

luar jangkauan pengalaman manusia (Jujun, 1990:91)

Page 15: Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu

87

Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda

dalam pengalaman kita? Jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri

dalam kehidupan manusia; yakni sebagai alat pembantu manusia

dalam menanggulangi masalah yang dihadapi sehari-hari. Ilmu

membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia

juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang

telah teruji kebenarannya secara empiris.

Memang demikian, jawab filsuf ilmu, bahkan dalam batas

pengalaman manusiapun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan

benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk,

semua berpaling kepada sumber-sumber moral; tentang indah dan

jelek semua berpaling kepada pengkajian estetik. (Jujun

S.Suriasumantri, 1984)

Dapat disimpulkan bahwa batas dari penjelajahan ilmu

hanyalah ”Pengalaman” manusia, yaitu mulai dari pengalaman

manusia dan berhenti pada pengalaman manusia juga. Ilmu diperoleh

melalui panca indera, oleh karena itu jika pengalaman diperoleh

dengan melihat maka ”ilmu adalah penglihatanmu”, jika pengalaman

diperoleh dengan mendengarkan, maka ”Ilmu adalah pendengaranmu”

begitu juga untuk indera yang lainnya. Ini mengindikasikan bahwa ilmu

seseorang mencapai batas ketika ia harus meninggalkan dunia ini.