makalah marhaenisme

Upload: fajar-kurniawan

Post on 19-Jul-2015

940 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Sebuah paham apapun, yang hidup kapanpun dan dimanapun berada, adalah sebuah konsep multidimensi yang hidup dan mendarah daging di masyarakat yang

menganutnya. Sehingga apabila kondisi tersebut telah tercapai, maka tentu saja tidak akan mudah paham / ideologi tersebut akan dimakan jaman, karena paham tersebut telah larut dalam tata nilai dan norma pada sistim dan struktur sosial suatu masyarakat.

Hal ini telah kita buktikan bersama, dengan eksisnya hingga kini Ideologi Pancasila yang telah kita sepakati bersama menjadi satu-satunya ideologi yang kita terima. Bukankah sudah berkal-kali Pancasila mengalami rongrongan ataupun ujian dari berbagai pihak yang tidak menerima dan akan menggantikanya dengan ideologi lainnya. Ketangguhan Pancasila yang melekat jauhjauh dalam diri sanubari Rakyat Indonesia, adalah karena Pancasila memiliki 3 dimensi sebagai syarat utama sebuah Ideologi, yaitu Dimensi Realitas, Dimensi Idelisme dan Dimensi Fleksibelitas (Dr. Alfin).

Namun demikian dalam dinamika kehidupan bangsa ini diatas roda waktu, terdapat beberapa paham yang pernah hidup di Bumi Indonesia, yang pernah mengalami masa keemasan dalam perguliran sejarah terbentuknya bangsa dan negara ini. Tentu saja paham tersebut oleh pendukungnya dinyatakan tidak bertentangan dengan Dasar Ideologi Pancasila.

Salah satu paham yang pernah hidup membahana tersebut, adalah Marhaenisme sebagai paham kerakyatan yang dikonsep oleh Soekarno sebagai pedoman berpolitik yang lahir di tengah tengah rakyat Indonesia yang sangat miskin akibat tekanan dari penjajah Belanda.

Tentang makna sebenarnya dari paham Marhaenisme, bisa kita kaji pada pernyataan Soekarno di Harian Fikiran Ra jat, 1 Juli 1932, Nomor I hal 2 3. bahwa

1

Marhaenisme adalah paham nasionalisme yang memihak kepada setiap rakyat kecil ( dicontohkan Pak Marhaen dari Bogor ) yang merdeka, tidak bekerja menjual tenaga dan pikiranya kepada majikannya, tetapi berjuang demi nasibnya sendiri. Figur seperti inilah yang dikategorikan sebagai Marhenis menurut Soekarno.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa meskipun seseorang memiliki profesi sebagai buruh / tani tetapi dia masih menjual tenaganya untuk kesejahteraan majikanya, berarti dia bukan Marhaenis meski dia seorang yang nasionalis. Disinilah letak perbedaan antara Marhaenisme dan proletar.

Lebih jauh lagi Soekarno menyatakan bahwa yang menjadi label seseorang Marhenis atau bukan, adalah bukan pada pakaian, status sosialnya melainkan pada sikap pendirian dan azasnya. Pernyataan Soekarno tersebut dikemukakan karena sebagian Rakyat Indonesia masih menghubungkan antara Marhenisme dengan Proletariat.

Latar belakang yang mendukung lahirnya Marhaenisme di Indonesia tidak bisa kita pisahkan begitu saja dengan kondisi masyarakat dunia pada umumnya yang kala itu mengalami penderitaan hidup. Sebagai contoh kelas peasant yang tertindas oleh diktator dari dinasti Louis sebelum meletusnya Revolusi Perancis dan nasib kaum buruh dan tani di bawah tekanan Kaisar Nicolae Tsar II sebelum terjadinya Revolusi Bolshevic di Rusia 7 November 1917.

Hampir di belahan bumi manapun, hingga abad ke-19 terdapat kelas manusia yang miskin, tertindas, tidak memiliki daya kekuatan dan selalu dieksploitir oleh mereka yang menggajinya, yang dalam bahasa sosiologi disebut dengan kaum borjuis, sedangkan lapisan yang papa terekspoitir tersebut dinamakan kaum proletarian.

Proletariat (dari

Latin

proles)

adalah

istilah

yang

digunakan

untuk

mengidentifikasikan kelas sosial rendah; anggota kelas tersebut disebut proletarian. Awalnya istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan orang tanpa kekayaan; istilah ini biasanya digunakan untuk menghina. Di era Roma Kuno penamaan ini memang sudah

2

ada dan bukan hanya orang tanpa kekayaan saja, melainkan juga kelas terbawah masyarakat tersebut.

Fenomena sosologis ini telah merata terjadi di Benua Eropa dan Asia. Meski demikian nasib Bangsa Indonesiapun tidak kalah menderitanya dengan Bangsa Bangsa Eropa. Lantaran nafsu serakah Bangsa Belanda yang menafikan hak hidup dan menentukun nasib sendiri dari bangsa kita.

Dengan adanya ketertindasan bangsa-bangsa tersebut diatas maka secara kodrati merekapun bahu membahu berjuang demi penyelamatan kelasnya, demi secercah kehidupan yang menjanjikan. Di tengah pergumulan bangsa kita untuk memperjuangkan kebebasan untuk mendapatkan hak hidup, lahirlah paham kerakyatan yang digagas oleh Soekarno, yang kemudian diberi nama Marhenisme.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Sudah hampir 62 tahun, Indonesia merdeka namun Marhaen tetap Marhaen, berjuta-juta rakyat Marhaen yang masih kelaparan, berjuta-juta rakyat Marhaen yang belum mengecap pendidikan, berjuta-juta rakyat Marhaen yang dizolimi oleh ketidakadilan. Mereka masi dijajah oleh penderitaan mereka. Kapankah mereka akan merdeka? Pentanyaan itu muncul dalam benak kita sehari hari.menguatnya rezim kapitalisme neoliberalisme.

1.3

MANFAAT

Marhaenisme adalah ideologi kemandirian, tidak menggantungkan nasib kepada orang lainMarhaenisme adalah dua asas dan cara perjuangan "tegelijk", menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme. Secara positif, maka Marhaenisme dinamakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang social bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.

3

Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imprealisme,

kolonialisme, dan yang bersama-sama dengan massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.

Bahwa setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen! Menguatnya rezim kapitalisme-Imperialisme dalam percaturan politik Internasional dan menghegemoninya Neo-liberalisme dalam seluruh lini sector pembangunan nasional hingga unit-unit terkecil terbukti selain menyebabkan pemiskinan sistemik dan exploitasi sumber daya enerji yang pro Modal-Imperialisme, juga menciptakan degradasi nasional yang sistemik akan jiwa, semangat, moralitas, pola pikir dan kebijakan yang terus menjauh dari prinsip nasionalisme-kebangsaan. Tak ada kekuatan perlawanan, bahkan kekuatan nasional yang ada telah terpecah dalam fragmentasi pragmatism politik.

Massifnya budaya individualisme, hedonistic, anti social dan semakin melemahnya garis merah nasional Indonesia Gotong Royong- mengguhgah bangkitnya kesadaran kebangsaan kaum muda untuk menemukan, menggali, mengkaji dan mengembangkan kembali jati diri bangsa, jiwa ibu pertiwi, amanat penderitaan rakyat dan tugas peran sejarah perjuangan kaum muda mahasiswa yang progresif-revolusioner dan visioner dalam konteks nasionalisme Indonesia. Jalan untuk menemukan identitas itu ditempuh melalui penguatan ideology dan garis perjuangan dalam konteks nasionalisme Indonesia yang orisinil, dalam bentuk memahami kembali secara komprehensif, holistic dan kritis dari ideology founding fathers bangsa, yakni Sosio Nasionalisme, Sosio Demokratik yang berKetuhanan Maha Esa.

4

1.4

TUJUAN

Maksud penyusunan naskah ini untuk memberikan gambaran tentang kondisi masyarakat Indonesia terhadap penghayatan dan pengamalan nilai-nilai marhaenisme dan Pancasila sebagai dasar dan ideologi ditengah arus dinamika global, dengan tujuan sebagai salah satu masukan atau sumbang saran kepada Pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan strategi pembinaan masyarakat dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna tetap menjaga kedaulatan NKRI.

Tujuan dari perjuangan marhaenis adalah: "Masyarakat marhaenis atau masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila".

1.5

RUANG LINGKUP

Penulisan naskah karya tulis marhaenisme ini dibatasi pada pembahasan tentang aktualisasi pembinaan masyarakat terhadap penghayatan dan pengamalan nilai-nilai marhaenisme dan Pancasila terutama dalam menanamkan wawasan kebangsaan.

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1

SEJARAH MARHAENISME

Dalam Penyambung Lidah Rakyat (Cindy Adams) ia bercerita mengenai pertemuan itu terjadi di Bandung selatan yang daerah persawahannya terhampar luas. Ia menemui seorang petani yang menggarap sawahnya dan menanyakan kepemilikan dan hasil dari sawah itu. Yang ia temukan adalah bahwa walaupun sawah, bajak, cangkul adalah kepunyaan sendiri dan ia mengejakannya sendiri hasil yang didapat tidak pernah mencukupi untuk istri dan keempat anaknya. Di mana marhaen ini adalah orang yang ditemui oleh Bung Karno saat ia masih kuliah dulu.

Ceritanya begini : "Saat itu Bung Karno berjalan-jalan ke sebuah daerah di Jawa Barat. Kemudian ia bertemu dengan seorang petani yang sedang bekerja di sawanya. Bung Karno bercakap-cakap dengan petani tersebut. Petani tersebut bernama Marhaen. Bung Karno bertanya kepada petani tersebut, siapakah yang punya sawah ini? Dan si petani pun menjawab kalau ialah ang mempunyai sawah tersebut. Kemudian Bung Karno melanjutkan pertanyaannya, siapakah yang mempunyai alat-alat tani itu? Si petani menjawab bahwa ia juga yang mempunyai alat tani tersebut. Nah ketika itu Bung Karno heran, mengapa seorang yang memiliki alat produksi sendiri malah miskin. Petani inilah gambaran masyarakat indonesia. Petani tersebut miskin karena sistem yang ada yang membuat ia miskin.

Jadi marhaenisme adalah ajaran Bung Karno tentang masyarakat Indonesia yang seutuhnya. Masyarakat indonesia yang merupakan lapisan pondasi dari bangsa ini. Marhaenisme merupakan sebuah pemikiran ideologi yang membela kaum marhaen atau kaum yang dimiskinkan oleh sistem. Konsep ini mungkin terlihat sama dengan konsep Marxisme dimana di dalam marxisme proletariat yang di perjuangkannya. Tapi marhaenisme memperjuangkan semua lapilan masyarakat indonesia yang tertindas oleh sistem penguasa. Marhaenisme bukanlah suatu perlawanan terhadap ideologi Indonesia.

6

Marhaenisne juga bukan suatu azas pemberontakan, tetapi merupakan suatu cara berpikir rakyat indonesia dalam berkehidupan di indonesia. Inilah asal mula marhaenisme.

Aku baru berumur 20 tahun ketika suatu ilham politik yang kuat menerangi pikiranku. Mula-mula ia hanya berupa kuncup dari suatu pemikiran yang mengorekngorek otakku, akan tetapi tidak lama kemudian ia menjadi landasan tempat pergerakan kami berdiri.

Di kepulauan kami terdapat pekerja-pekerja yang bahkan lebih miskin daripada tikus gereja dan dalam segi keuangan terlalu menyedihkan untuk bisa bangkit di bidang sosial, politik dan ekonomi. Sungguh pun demikian masing-masing menjadi majikan sendiri. Mereka tidak terikat kepada siapapun. Dia menjadi kusir gerobak kudanya, dia menjadi pemilik dari kuda dan gerobak itu dan dia tidak mempekerjakan buruh lain. Dan terdapatlah nelayan-nelayan yang bekerja sendiri dengan alat-alat - seperti tongkat-kail, kailnya dan perahu - kepunyaan sendiri. Dan begitupun para petani yang menjadi pemilik tunggal dari sawahnya dan pemakai tunggal dari hasilnya. Orang-orang semacam ini meliputi bagian terbanyak dari rakyat kami.

Semuanya menjadi pemilik dari alat produksi mereka sendiri, jadi mereka bukanlah rakyat proletar. Mereka punya sifat khas tersendiri. Mereka tidak termasuk dalam salah satu bentuk penggolongan. Kalau begitu, apakah mereka ini sesungguhnya? Itulah yang menjadi renunganku berhari-hari, bermalam-malam dan berbulan-bulan. Apakah sesungguhnya saudaraku bangsa Indonesia itu? Apakah namanya para pekerja yang demikian, yang oleh ahli ekonomi disebut dengan istilah "Penderita Minimum"? Di suatu pagi yang indah aku bangun dengan keinginan untuk tidak mengikuti kuliah - ini bukan tidak sering terjadi. Otakku sudah terlalu penuh dengan soal-soal politik, sehingga tidak mungkin memusatkan perhatian pada studi.

Sementara mendayung sepeda tanpa tujuan - sambil berpikir- aku sampai di bagian selatan kota Bandung, suatu daerah pertanian yang padat di mana orang dapat menyaksikan para petani mengerjakan sawahnya yang kecil, yang masing-masing

7

luasnya kurang dari sepertiga hektar. Oleh karena beberapa hal perhatianku tertuju pada seorang petani yang sedang mencangkul tanah miliknya. Dia seorang diri. Pakaiannya sudah lusuh. Gambaran yang khas ini kupandang sebagai perlambang dari rakyatku.

Aku berdiri di sana sejenak memperhatikannya dengan diam. Karena orang Indonesia adalah bangsa yang ramah, maka aku mendekatinya. Aku bertanya dalam bahasa Sunda,

"Siapa yang punya semua yang engkau kerjakan sekarang ini?" Dia berkata kepadaku, "Saya, juragan." Aku bertanya lagi, "Apakah engkau memiliki tanah ini bersama-sama dengan orang lain?" "O, tidak, gan. Saya sendiri yang punya." "Tanah ini kaubeli?" "Tidak. Warisan bapak kepada anak turun-temurun." Ketika ia terus menggali, akupun mulai menggali.... aku menggali secara mental. Pikiranku mulai bekerja. Aku memikirkan teoriku. Dan semakin keras aku berpikir,tanyaku semakin bertubi-tubi pula. "Bagaimana dengan sekopmu? Sekop ini kecil, tapi apakah kepunyaanmu juga?" "Ya, gan." "Dan cangkul?" "Ya, gan." "Bajak?" "saya punya, gan." "Untuk siapa hasil yang kaukerjakan?" "Untuk saya, gan." "Apakah cukup untuk kebutuhanmu?" Ia mengangkat bahu sebagai membela diri." Bagaimana sawah yang kecil begini kecil bisa cukup untuk seorang istri dan empat orang anak?" "Apakah ada yang dijual dari hasilmu?" tanyaku

8

"Hasilnya sekedar cukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual." "Kau mempekerjakan orang lain?" "Tidak, juragan. Saya tidak dapat membayarnya." "Apakah engkau pernah memburuh?" "Tidak, gan. Saya harus membanting-tulang, akan tetapi jerih payah saya semua untuk saja." Aku menunjuk ke sebuah pondok kecil. "Siapa yang punya rumah itu?" "Itu gubuk saya, gan. Hanya gubuk kecil saja, tapi kepunyaan saya sendiri." "Jadi kalau begitu," kataku sambil menjaring pikiranku sendiri ketika kami berbicara "Semua ini engkau punya?" "Ya, gan." Kemudian aku menanyakan nama petani muda itu. Ia menyebut namanya "MARHAEN"

Marhaen adalah nama yang biasa seperti Smith dan Jones. Di saat itu sinar ilham menggenangi otakku. Aku akan memakai nama itu untuk menamai semua orang Indonesia bernasib malang seperti itu! Semenjak itu kunamakan rakyatku rakyat Marhaen.

Selanjutnya di hari itu aku mendayung sepeda berkeliling mengolah pengertianku yang baru. Aku memperlancarnya. Aku mempersiapkan kata-kataku dengan hati-hati. Dan malamnya aku memberikan indoktrinasi mengenai hal itu kepada kumpulan pemudaku. Petani-petani kita mengusahakan bidang tanah yang sangat kecil sekali. Mereka adalah korban dari sistem feodal, di mana pada mulanya petani pertama diperas oleh bangsawan yang pertama dan seterusnya sampai ke anak-cucunya selama berabadabad. Rakyat yang bukan petani pun menjadi korban daripada imperialisme perdagangan Belanda, karena nenek moyangnya telah dipaksa untuk hanya bergerak di bidang usaha yang kecil sekedar bisa memperpanjang hidupnya.

9

Rakyat yang menjadi korban ini, yang meliputi hampir seluruh penduduk Indonesia, adalah Marhaen. Aku menunjuk seorang tukang gerobak "Engkau..... engkau yang di sana. Apakah engkau bekerja di pabrik untuk orang lain" "Tidak", katanya. "Kalau begitu engkau adalah Marhaen.". Aku menggerakkan tangan ke arah seorang tukang sate. "Engkau... engkau tidak punya pembantu, tidak punya majikan, engkau juga seorang Marhaen". Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa, yang sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. Tidak ada penghisapan tenaga kerja seorang oleh orang lain. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek. Perkataan Marhaenisme adalah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional kami. Soekarno on Marhaenisme.

Namun, yang jelas, Sukarno mengembangkan gagasan sentral Marhaenisme jelasjelas bersumber pada Marxisme. Bahkan, banyak yang menyatakan bahwa Marhaenisme merupakan Marxisme yang diterapkan di Indonesia.

Sejak 1932, ideologi Marhaenisme telah mewarnai wacana politik di Indonesia. Pada 4 July 1927 ia mendirikan PNI dimana Marhaenisme menjadi asas dan ideologi partai di tahun 1930-an. Dalam bukunya berjudul Indonesia Menggugat, Sukarno sangat menekankan pentingnya penggalangan massa untuk sebuah gerakan ideologis. Menurut penafsiran Sutan Syahrir, Marhaenisme sangat jelas menekankan pengumpulan massa dalam jumlah besar. Untuk ini, dibutuhkan dua prinsip gerakan yang kelak dapat dijadikan pedoman dalam sepak-terjang kaum Marhaenis. Ditemukanlah dua prinsip Marhaenisme, yakni sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Untuk menjelaskan kedua prinsip itu, Sukarno telah mengadopsi pemikiran dari Jean Jaurhs (sosialis) dari Perancis dan Karl Kautsky (komunis) dari Jerman. Ajaran Jaurhs yang melawan sistem demokrasi parlementer digunakan oleh Sukarno untuk mengembangkan sikap para Marhaenis yang wajib taat pada pemimpin revolusi, tanpa boleh banyak tanya soal-soal yang pelik dalam bidang politik.

10

Sedangkan dari Karl Kautsky, Sukarno makin dalam mendapatkan keyakinan bahwa demokrasi parlementer merupakan sistem masyarakat borjuis yang tidak mengenal kasihan pada kaum yang miskin. Bahkan didalam bukunya yang berjudul Dibawah Bendera Revolusi, Sukarno benar-benar terpengaruh oleh Kautsky, dengan menyatakan bahwa seseorang tidak perlu untuk menjadi komunis jika hanya ingin mencermati demokrasi sebagai benar-benar produk masyarakat borjuis.

Selanjutnya Sukarno menyatakan bahwa setiap Marhaenis harus menjadi revolusioner sosial, bukan revolusioner borjuis, dan sosok itu dijuluki Sukarno sebagai sosio-nasionalisme atau nasionalisme marhaenis. Namun, pada 26 November 1932 di Yogyakarta, Sukarno menandaskan bahwa Partai Indonesia dimana ia berkumpul, tidak menginginkan adanya pertarungan kelas. Disini jelas Sukarno memperlihatkan awal watak anti-demokrasinya dan hendak menafikan keberadaan pertarungan kelas sebagai tak terpisahkan untuk memperjuangkan kelas lemah yang tertindas.

Kediktatoran Sukarno juga mulai terlihat sejak konsep Marhaenisme berusaha diwujudkannya menjadi ideologi partai. Syahrir dan Hatta yang memperkenalkan kehidupan demokratis didalam Partindo (Partai Indonesia) pelan-pelan dipinggirkan dan kehidupan partai mulai diarahkan pada disiplin ketat dan tunduk pada pucuk pimpinan. Untuk menempuh ini Sukarno tidak menggunakan cara yang ditempuh oleh Lenin yang pernah menjelaskan secara logis kepada kelompok Mesheviks ketika Lenin menjadi diktator. Jalan yang ditempuh Sukarno hanyalah sibuk dengan penjelasan-penjelasan pentingnya keberadaan partai pelopor yang memiliki massa besar.

Bagi Sukarno, menegakkan ideologi Marhaenisme lebih penting ketimbang membangun kehidupan demokratis. Sembari mengutip Karl Liebknecht, ideolog komunis Jerman, Sukarno menegaskan bahwa massa harus dibuat radikal dan jangan beri kesempatan untuk pasif menghadapi revolusi. Meski kelak sesudah kemerdekaan tercapai, penganut Marhaenisme cenderung bergabung dengan partai Murba, namun Marhaenisme ini lebih menyepakati tafsiran Tan Malaka tentang Marhaenisme.

11

Dalam upaya mensosialisasikan Marhaenisme ke tengah Rakyat Indonesia yang didera penderitaan hidup, Soekarno banyak menemukan tantangan terutama dari elit politikus saat itu, yang menafsirkan bahwa Marhaenisme adalah Marksisme yang diterapkan di Indonesia. Salah satu diantara mereka adalah Sutan Syahrir yang memberi analisisnya terhadap sikap terjang Soekarno yang mengutamakan penggalangan massa untuk tujuan gerakan ideologis.

Lebih lanjut Syahrir menyatakan bahwa, secara jelas guna merealisasikan gerakan idiologisnya, Sukarno telah mengadopsi pemikiran dari Jean Jaurhs (sosialis) dari Perancis dan Karl Kautsky (komunis) dari Jerman. Ajaran Jaurhs yang melawan sistem demokrasi parlementer digunakan oleh Sukarno untuk mengembangkan sikap para Marhaenis yang wajib taat pada pemimpin revolusi, tanpa boleh banyak tanya soal-soal yang pelik dalam bidang politik. Sedangkan dari Karl Kautsky, Sukarno makin dalam mendapatkan keyakinan bahwa demokrasi parlementer merupakan sistem masyarakat borjuis yang tidak mengenal kasihan pada kaum yang miskin.

Dengan dasar pemikiran semacam itulah timbul pandangan para ahli politik yang memberikan stempelnya bahwa Marhaenisme adalah Marksisme yang diusung Soekarno untuk diterapkan kepada masyarakat demi tujuan politiknya. Namun demikian agar kita mampu memberikan pandangan yang indepeden terhadap Marhaenisme, maka sangatlah bijaksana bila kita menengok kebelakang untuk mengkaji ajaran Karl Mark tentang Marksisme.

Berdasarkan ajaran Karl Marx yang diterjemahkan dari Marxism, menyiratkan bahwa latar belakang bangkitnya Marksisme adalah adanya perdagangan negara yang dibangun oleh kaum borjuis, yang tentunya akan mengarah ke pembentukan masyarakat borjuis. Dalam tahapan perkembangan perdagangan ini, terdapat hubungan yang tidak serasi antara kekayaan kaum bourjuis dengan bagian masyarakat yang tertinggal, ditambahkan lagi bahwa hubungan keduanya harus melewati beberapa mata rantai penghalang.

12

Oleh karena itu kaum proletarian harus menghancurkan berkeping-keping segala sesuatu langkah persaingan-bebas serta konsitusi yang mengatur perihal tersebut, termasuk didalamnya adalah sistim politik dan ekonomi yang melenceng, yang

dilakukan oleh kaum bourjuis klas A ( Klas bourjuis yang berhubungan langsung dengan eksploitasi proletarian, mereka menguasai peralatan dan lahan proletarian dan menarik pajak atau bahkan memperbudak mereka ).

Kelompok produktif yang menyusun suatu masyarakat bourjuis, bila mengalami kemajuan yang pesat cenderung akan menyebabkan ambisi kekuasaan yang kuat dan akan menimbulkan panjangnya mata rantai birokrasi yang tentunya akan membahayakan kaum proletarian. Disamping itu dengan kekuasaan yang sewenang-wenang bourjuis gampang saja melakukan perampasan hak milik kaum proletarian, sehingga sempurna sudah perlakuan kaum ini kepada proletarian yang tidak memiliki kekuatan apapun. Oleh karena itu terdapat kecenderungan dari mereka untuk mengadopsi teori Kark Mark tentang penghapusan klas sosial ( Egalitarian).

Sekarang kita telah tahu bahwa Marksisme sangat antipati dengan peranan bourjuis yang mencetak sosioekonomi suatu masyarakat, bahkan perasaan antipati ini diwujudjkan dengan sikap radikalisme/ revolusioner. Apakah Marhaenisme yang pernah menjadi isme yang subur di negara kita telah mendownload Marksisme tersebut di atas.

"Hakekat marhaenisme adalah gotong royong yang bisa menghancurkan paham neoliberalisme dan kapitalisme. Hanya inilah yang diwariskan oleh bung Karno sepanjang massa," kata Guntur.

Hal itu disampaikan Guntur saat orasi politik di depan sekitar 100 ribu orang di acara peringatan Hari Ulang Tahun ke-108 Bung Karno di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2009).

13

Menurut Guntur, ajaran marhaenisme adalah praktek ekonomi kerakyatan sosialisme di Indonesia. Paham marhaenisme merupakan paham yang dianut oleh orang yang tertindas seperti kaum buruh, petani dan nelayan.

"Kalau

RI

ingin

berdiri

tegak,

pegang

teguh

ajaran

Bung

Karno

yaitu ideologi marhaenisme," tegas Guntur.

2.2

MARHAENISME, MARHAEN dan MARHAENIS

Perlu dikemukakan di sini apa yang disebut dengan marhaenisme, marhaen, dan marhaenis.

Marhaenisme adalah asas yang menghendaki susunan mayarakat dan negara yang di dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen. Marhaenisme diambil dari nama Marhaen yang merupakan sosok petani miskin yang ditemui Sukarno. Kondisi prihatin yang dialami seorang petani miskin itu telah menerbitkan inspirasi bagi Sukarno untuk mengadopsi gagasan tentang kaum proletar yang khas Marxisme.

Marhaenisme adalah dua asas dan cara perjuangan "tegelijk", menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme. Ideologi politik yg tumbuh dan berkembang di Indonesia berdasarkan keadaan dan keinginan masyarakat Indonesia dng asas sosionasional, sosiodemokrasi, gotong royong, kebangsaan, kemerdekaan beragama, dan kerakyatan.

P.J.M presiden soekarno:

Marhaenisme adalah salah satu kata pemersatu. Aku ingin memepersatukan kaum melarat di Indonesia ini, bukan hanja kaum buruh sadja, sebab umpama kaum buruh sadja saja bisa menamakan dia proletar. Tetapi saja ingin mempersatukan kaum buruh, ja tani, ja pegawai, ja supir, ja opas, ja nelajan, ja ini, ja ini, ja ini, semua kaum melarat Indonesia ingin aku persatukan didalam satu kata, dan Tuhan telah member ilham

14

kepada saja, berdjumpa dengan ini kawan petani jang miskin, jang bukan proletar, dan aku beri nama kepada semua kaum melarat itu Marhaen.

Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau yang lebih tepat yang telah dimelaratkan oleh sistem kapitalisme dan kolonialisme. Kaum Marhaen terdiri dari tiga unsur, yaitu: kaum proletar (buruh), kaum petani melarat, dan kaum melarat Indonesia lainnya.

Kaum tertindas adalah rakyat jelata yang merupakan bagian terbesar dalam masyarakat manapun juga. Mereka menderita lahir batin selama puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun oleh tindakan golongan yang lebih kuat atau sedang berkuasa. Mereka menderita bukan hanya penindasan oleh golongan yang berkuasa tetapi juga karena kebodohan, kurang pengertian, dan kurang kesadaran. Karena kebodohan dan kurang kesadaran inilah penindasan berlangsung terus-menerus. Mereka menderita karena sistem feodal, imperialime, kolonialisme, atau kapitalisme.

"Marhaen" diambil dari nama seorang petani yang ditemui Soekarno. Ia adalah seorang petani dari Bandung selatan. Marhaen digunakan untuk menggambarkan kelompok masyarakat Indonesia yang menderita/sengsara bukan karena kemalasan atau kebodohannya, akan tetapi sengsara atau disengsarakan oleh sistem kapitalismekolonialisme.

Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur, Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh) Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia, dan Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.

Marhaen adalah istilah politik. Ia meliputi semua kaum yang melarat di Indonesia: baik yang proletar maupun yang bukan proletar, yakni yang buruh maupun yang bukan buruh. Kaum tani melarat yang masih merdeka itu, juga termasuk dalam istilah ini.

15

Berkata bapak marhaenisme Bung Karno

Marhaen, nama ini aku berikan kepada semua orang Indonesia jang melarat, baik proletar maupun jang bukan proletar, asal melarat. Baik buruh, maupun tani, maupun nelajan, maupun pegawai di kantor, maupun insijur2, maupun mester-mester, maupun dokter2, asal dia melarat, artinja ketjil, saja namakan dia marhaen.

Marhaenis artinya orang yg termasuk dl golongan marhaen; atau pemimpin kaum marhaen yg berjuang untuk rakyat (kaum kecil).

Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot bangsa yang menghimpun berjuta-juta kaum Marhaen dan bersama-sama massa Marhaen itu hendaknya menumbangkan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme. Mereka bersama-sama kaum Marhaen bekerja keras membangun negara dan bangsa yang kuat, bahagia, sentosa, adil dan makmur.

2.3

MARHAENISME MASA KE MASA

Di bulan September 1958, Bung Karno telah menjawab klaim marhaenis di kalangan para pendukungnya. Dalam pidatonya di istana negara itu, Bung Karno mengatakan bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia. Pidato itu adalah sebuah penegasan, setidaknya kepada kader-kader marhaen yang masih komunisto-phobia, bahwa marhaenisme adalah marxisme. Segera setelah itu, muncul penentangan dari dalam kubu Partai Nasionalis Indonesia (PNI) sendiri, terutama dari kubu Ketua Umum PNI, Osa Maliki. Kata Osa Maliki, Marhaenisme berlawanan dengan Marxisme. Tetapi Soekarno tidak hanya sekali mengatakan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia. Itu dikatakannya berkali-kali, bahkan semakin diperlengkap dan disistematisir. Misalnya, pada tahun 1936 ketika berpidato di hadapan

16

Front Marhaenis, Bung Karno mengatakan bahwa untuk memahami Marhaenisme, maka kita harus menguasai dua pengetahuan: (1) pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan (2) pengetahuan tentang marxisme. Soekarno mengakui bahwa dirinya sangat dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx, terutama tentang materialisme-historisnya. Dan, pada saat itu, Soekarno jelas-jelas menyebut Marhaenisme sebagai penerapan materialis-historisnya Karl Marx dalam kekhususan masyarakat Indonesia. Dalam Dictionary of the Modern Politics of South-East Asia (1995), karya Michael Laifer, disebutkan bahwa marhaenisme adalah salah satu varian dari marxisme. Mungkin bisa disejajarkan dengan Maoisme, Jos Carlos Maritegui, Sosial demokrat, Leninisme, dan lain sebagainya. Bung Karno mulai mengelaborasi gagasan-gagasan yang membentuk marhaenisme pada tahun 1920-an. Untuk mengerti gagasan-gagasan tersebut, tentu kita kita harus melihat kembali konteks saat itu. Pada saat itu, ada tiga gagasan besar yang mempengaruhi gerakan pembebasan nasional Indonesia: marxisme, nasionalisme dari bangsa tertindas, dan Islamisme yang anti-kolonial. Sejarahwan Soviet yang juga penulis Biografi Soekarno, Kapitsa MS dan Maletin NP, menyebut gagasan Marhaenisme Soekarno itu sebagai ajaran yang eklektis, yang secara keseluruhan mengandung sifat-sifat subjektif dan idealis. Alasannya, kata kedua sejarahwan Soviet itu, karena Soekarno mencampurkan ke dalam ajaran marhaenisme itu beberapa ajaran2 sosialisme borjuis kecil, khususnya sosialisme islam dan ide-ide tradisional, yang sejalan dengan gagasannya tentang demokrasi dan anti-imperalisme. Pada awalnya, Soekarno agak berhati-hati dengan materialisme, karena anggapannya materialisme itu anti-tuhan. Tetapi, setelah beberapa saat kemudian, Soekarno sudah membedakan antara meterialisme-historis Marx dan materialism-nya Feurbach. Materialisme itu adalah macam-macam, ada yang anti Tuhan, tetapi bukan

17

Historis Materialisme. Yang anti Tuhan itu materialisme lain, misalnya materialisme-nya Feuerbach: Filosofis Materialisme, Wijsgerig Materialisme, kata Soekarno. Kata Marhaen sendiri merujuk kepada nama seorang petani kecil yang ditemui Soekarno. Marhaenisme, jika kita lihat dari urian Bung Karno di tulisan Marhaen dan Proletar, adalah sebuah analisa terhadap klas-klas sosial dalam relasi produksi mayarakat Indonesia. Kenapa menggunakan istilah Marhaen, bukan proletar? Karena, menurut Soekarno, keadaan eropa tidak sama dengan keadaan di Indonesia. Di Eropa, kapitalisme yang berkembang adalah kepabrikan, sedangkan di Indonesia adalah pertanian; di eropa kapitalisme bersifat zuivere industrie (murni industri), sedangkan di Indonesia 75% bersifat onderming gula, onderneming teh, onderneming tembakau, onderneming karet, onderneming kina, dan lain sebagainya. Soekarno lalu menyimpulkan: Bahwa di sana kapitalisme itu terutama sekali kaum proletar 100%, sedangkan di sini terutama sekali menghasilkan kaum tani melarat yang papa dan sengsara? Bahwa di sana memang benar mati-hidupnya kapitalisme itu ada di genggaman kaum proletar, tetapi di sini sebagian besar ada di dalam genggaman kaum tani? Bahwa dus sepantasnya di sana kaum proletar menjadi pembawa panji-panji, tetapi di sini belum tentu harus juga begitu? Ada yang mengatakan, Soekarno seorang eklektik karena mengutamakan borjuis kecil dalam revolusinya. Saya rasa tidak begitu. Soekarno, dalam tulisan Marhaen dan Proletar, memberikan penghargaan kepada kaum buruh sebagaimeminjam istilah Soekarno: menjadi pemanggul panji-panji revolusi sosial. Ia dengan terang membedakan antara karakter klas kaum tani dan kaum buruh. Menurutnya, kaum tani umumnya masih hidup satu kaki di dalam ideologi feodalisme, hidup dalam angan-angan mistik yang melayang-layang di atas awang-awang, dengan pergaulan hidup dan cara produksi yang masih kuno. Sedangkan Proletar, di mata

18

Soekarno, sudah mengenal pabrik, mesin, listrik dan cara produksi kapitalisme. Mereka langsung menggenggam hidup-matinya kapitalisme di dalam tangan mereka, lebih direct mempunyai gevechtswaarde anti-kapitalisme, kata Soekarno.

2.4

SOSIO-NASIONALIS,

SOSIO-DEMOKRATIS,

dan

SOSIO-

KETUHANAN YANG MAHA ESA

Karena Soekarno membangun Marhaenisme dari 3 pilar utama, yaitu sosionasionalis, sosio-demokratis,dan Sosio-Ketuhanan yang Maha Esa yang tidak lain adalah sebuah pemahaman mengenai konsep kebangsaan. Penjabaran dari ketiga sosio di atas tersebut dapat dicermati pada wacana di bawah ini:

Sosio-Nasionalis Seorang Marhaenis haruslah seorang nasionalis tulen, yang selalu mengedapankan kepentingan negara ketimbang kepentingan pribadinya. Dengan sendi inilah diharapkan seorang Marhaenis harus sigap menyingsingkan kedua lengan bajunya untuk bertindak secara patritotis terhadap segala anasir yang akan melencengkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia.

Sosio-Demokratis

Di negara yang terbentuk karena proklamasi yang diaklamasikan dengan mewakili seluruh lapisan Masyarakat Indonesia yang multikultur , maka seorang Marhaenis selalu bertindak demokratis, menghargai pendapat pihak pihak yang berbeda agama, suku, ras golongan dan lain sebagainya, dengan mendahulukan keputusan yang diusung pihak yang paling banyak suaranya.

Sosio-Ketuhanan Yang Maha Esa

Beriman kepada Tuhan yang Maha Esa serta mengamalkan semua ajaran yang diwajibkan adalah fitroh manusia yang hidup di alam dunia ini. Dari pengamalan yang

19

intensif inilah akan terpancar kepedulian pada sesama, masyarakat sekitarnya dan negara.Bukankah sebagai Marhaenis tulen harus memiliki mentalitas seperti ini.

2.5

MARHAENISME DAN PANCASILA

Kelima prinsip ini disebut Soekarno Pancasila. Namun ia juga menambahkan apabila rakyat menginginkan kelima sila tersebut diperas lagi maka dapat menjadi tri sila yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan Yang Maha Esa. Tri sila ini pun kembali ditegaskan oleh Soekarno dapat diperas lagi menjadi Eka Sila, yakni : Gotong Royong. Bagi kaum marhaenis Pancasila sangat identik dengan marhaenisme yang menjadi ideologi kaum nasionalis-marhaenis. Identiknya Pancasila dan marhaenisme berubah menjadi politik ideologi yang sangat fundamental karena menyangkut Dasar Negara. Kesamaan antara Pancasila dan marhaenisme dilihat dari Tri sila : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa, Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan inilah yang disebut Marhaenisme. Pancasila sebagai Dasar Negara didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, dijiwai semangat Revolusi 17 Agustus 1945, musyawarah yang menjadi dasar dalam segal perundingan dan penyelesaian mengenai segala persoalan kenegaraan. Dalam Pancasila diatur tentang kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan ketegasan dalam sila Ke-Tuhanan Yang Satu, Tuhan yang Maha Esa. Pancasila juga mengandung perikemanusiaan yang memiliki artian martabat luhur, manusia dan Bangsa Indonesia, istimewa didalam hubungan bangsa dengan bangsa, orang asing dengan pribumi dengan segala harapannya akan perlakuan perikemanusiaan dari dan oleh siapapun. Pancasila mengandung nilai-nilai internasionalisme dimana internasionalisme dalam Pancasila bukanlan kosmopolitanisme yang hendak menjadikan seluruh umat manusia menjadi masyarakat dunia sehingga melenyapkan arti bangsa-bangsa. Dan juga

20

internasionalisme yang tidak bertujuan untuk merangkum seluruh dunia dalam satu paham perjuangan, mengadakan perubahan di seluruh dunia sehingga kehidupan satu bangsa dicampuri oleh bangsa lain. Internasionalisme yang dimaksudkan dalam Pancasila adalah internasionalisme yang mengandung maksud bersama-sama dengan bangsa-bangsa lain, hidup didalam masyarakat dunia dengan berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dan menentang penjajahan, penindasan dengan kepastian pengakuan atas kemerdekaan segala bangsa. Pancasila adalah karya puncak pemikiran Soekarno dan dilandasi oleh tiga pemikiran yakni tradisional komunal yang di Jawa dan sebahagian Sumatera bercampur dengan etos sosial Hinduisme. Kedua, Islam baik yang beraliran orthodoks maupun yang berwajah pembaharuan. Ketiga, sejarah liberalisme yang bercampur dengan ideologi marxisme. Galian Pancasila, intisari Pancasila, metode Pancasila itu Soekarno yang mencetuskan tetapi sesungguhnya Pancasila itu adalah bangsa ini yang terdiri dari para Marhaen-Marhaen yang tercakup dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote, Indonesia yang tercinta. 2.6 ULASAN MARHAENISME

Perjuangan kaum Marhaenis dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan beradab, memerlukan suatu strategi dan cara yang disebut azaz perjuangan. Bung Karno menjelaskan, asas perjuangan adalah menentukan hukum-hukum daripada perjuangan itu,-menentukan strategie daripada perjuangan itu. Azaz perjuangan menentukan karakternya perjuangan itu, sifat-wataknya perjuangan itu, garis-garis besar daripada perjuangan itu, bagaimananya perjuangan itu. Sesuai dengan watak dan karakter ideologi Marhaenisme, azaz perjuangan kaum Marhaenis berpegang pada :

Non-kooperasi Machtvorming Radikal-Revolusioner

21

Massa aksi Self help-self reliance

Non-kooperasi adalah tidak bekerja sama terhadap sistem yang menindas dan memeras dalam segala bentuknya. Non-kooperasi selalu ditujukan kepada sistem yang melakukan pemerasan dan penindasan, terhadap sistem yang menistakan kemerdekaan individu dan keadilan sosial. Bung Karno menjelaskan, Non-kooperasi adalah satu azaz perjoangan (strijdbeginsel) kita untuk mencapai Indonesia Merdeka. Di dalam perjoangan mengejar Indonesia Merdeka itu kita harus senantiasa ingat bahwa adalah pertentangan kebutuhan antara sana dan sini, antara kaum yang menjajah dan kaum yang dijajah, antara overheerser dan overheerste. Pertentangan kebutuhan inilah yang member keyakinan kita bahwa Indonesia Merdeka tidaklah bisa tercapai, jikalau kita tidak menjalankan politik non-kooperasi. Apa artinya machtsvorming itu? Matchsvorming adalah berarti vorming (pembentukan)-nya macht (tenaga-kekuasaan), jadi matchsvorming adalah soal pembentukan tenaga, pembentukan kekuasaan. Dalam pleidooi-nya Bung Karno mengatakan; Machtsvorming, pembikinan kuasaoleh karena soal kolonial adalah soal kuasa, soal macht. Machtsvorming, oleh karena seluruh riwayat dunia menunjukkan bahwa perobahan-perobahan besar hanya diadakan oleh kaum yang menang, kalau pertimbangan akan untung rugi menyuruhnya, atau kalau sesuatu macht menuntutkannya. Karl Marx berkata: nooit heeft in klasse vrijwilling van haar bevoorrechte positive afstand gedaantak pernahlah sesuatu kelas suka melepaskan hak-haknya dengan kemauan sendiri Selama rakyat Indonesia belum mengadakan kekuasaan dan tenaga yang maha sentosa, selama itu rakyat masih saja cerai berai dengan tiada kerukunan satu sama lain, selama rakyat itu bisa mendorongkan semua kemauannya dengan suatu kekuasaan yang teratur dan tersusunselama itu maka kaum imperialisme yang mencari untung sendiri itu akan tetaplah memandang kepadanya sebagai seekor kambing yang menurut, dan akan

22

terus mengabaikan segala tuntutan-tuntutannya. Machtsvorming adalah perlu oleh karena berhubung dengan antithesis antara oppressor (penindas) dan oppressed (tertindas), antara overheerser (penjajah) dan overheerste (terjajah), kaum penindas-penjajah tidak akan pernah dengan kemauan sendiri tunduk kepada kita, jika tidak kita paksa dengan desakan dan kekuatan kita yang ia tidak dapat menahannya. Dan oleh karena desakan itu hanya bisa kita jalankan bilamana kita mempunyai tenaga, yakni bilamana kita mempunyai kekuatan, mempunyai kekuasaan, mempunyai macht, maka kita harus menyusun macht itumengerjakan machtsvorming itu dengan segiat-giatnya dan serajin-rajinnya. Dalam menyususn dan mengerjakan machtsvorming itu, kaum Marhaen harus menggunkan azaz yang radikal. Jawaharlal Nehru berkata; Dan jikalau kta bergerak, maka haruslah kita selamanya ingat bahwa cita-cita kita tidak dapat terkabul, selama kita belum mempunyai kekuasaan uang perlu untuk mendesakkan terkabulnya cita-cita itu Machtsvorming yang tidak memiliki azaz atau prinsip, sebenarnya bukan machtsvorming, bukan pembentukan kekuasaan. Machtsvorming yang tanpa azaz atau prinsip, yaitu machtsvorming yang opportunistis, yang tawar-menawar, yang sikapnya mudah berubahdalam bahasa Jawa-nya disebut dengan mencla-mencle, yang demikian itu bukan suatu macht yang menundukkan kaum penjajah-penindas, tetapi suatu bola yang dipermainkan oleh kaum penjajah-penindas. Tetapi machtsvorming kita harus machtsvorming yang memiliki azaz antithesis antara penjajah dan terjajah, antara penindas dan tertindas. Azaz perlawanan tanpa damai antara penjajah dan terjajah, antara penindas dan tertindas. Azaz Kemerdekaan Nasional, azaz ke-Marhaen-an, bukan azaz tawar-menawar, bukan azaz yang mencla-mencle, tetapi azaz yang mau menghancurkan stelsel kapitalisme-kolonialisme-imperialisme dan feodalisme sama sekali, azaz yang mau mendirikan masyarakat baru di atas reruntuhan kapitalisme-kolonialisme-imperialisme dan feodalisme itu yang mempunyai kehendak sama rata sama rasa. Azaz ini bisa dicakup dengan satu perkataan saja, yaitu Radikalisme. Radikalismeterambil dari kata radix yang artinya akarradikalisme haruslah azaz

23

machtsvorming Marhaen: berjuang tidak setengah-setengah, tidak tawar-menawar tetapi terjun sampai ke akar-akarnya. Tidak setengah-setengahan hanya mencari untung hari ini saja, tapi mau menjebol stelsel kapitalisme-kolonialisme-imperialisme dan feodalisme sampai ke akar-akarnya. Tidak setengah-setengahan mengadakan perubahanperubahan yang kecil-kecil saja tapi mau mendirikan masyarakat baru sama sekali di atas akar-akar yang baru. Berjuang habis-habisan tenaga dan fikiran sampai kemenangan. Kaum Marhaen harus merasa jijik dan mengusir segala bentuk opportunisme (cari untung sendiri), reaksionerisme (anti kemajuan), dan reformisme (perubahan setengah-setengah). Barang siapa yang setengah-setengah dalam Revolusi, maka ia sedang menggali liang kuburnya sendiri. Karl Liebknecht mengatakan: perdamaian antara rakyat jelata dengan kaum penindas adalah berarti mengorbankan rakyat jelata itu Radikal-Revolusioner adalah cara perjuangan untuk melakukan perubahan yang mendasar dan cepat. Radikal-Revolusioner tidak ada hubungannya dengan kekerasan dan amuk-amukan, apalagi bunuh-bunuhan. Radikal-Revolusioner disamakan dengan kekerasan adalah tafsir negatif yang diberikan oleh status quo dalam mempertahankan kekuasaannya. Radikal-Revolusioner adalah membongkar sistem penindasan dan mengganti dengan sistem yang baru. Massa Aksi adalah aksinya rakyat Marhaen yang bermilyun-milyun itu. Dan oleh karena Aksi berarti perbuatan, pergerakkannya, perjuangannya rakyat Marhaen yang bermilyun-milyun itu, apa yang sekarang kita kerjakan, apa yang kita perbuat, apa sahaja yang kita punya tindakan ini hari yang berupa menyusun-nyusun perhimpunan, menulis artikel-artikel dalam majalah dan surat kabar, mengadakan kursus-kursus, mengadakan rapat-rapat umum, mengadakan demonstrasi-demonstrasi-itu semua sudahlah termasuk dalam perbuatan, pergerakkan, perjuangan rakyat marhaen yang bermilyun-milyun itu, itu semua sudahlah termasuk dalam massa-aksi adanya. In de organisatie ligt reeds de actie besloten, en in de actie de actie de organisatieMassa-Aksi sudahlah ada di dalam kegiatan organisasi, dan organisasi sudahlah ada di dalam kegiatan massaaksi itu.

24

Massa-Aksi adalah pergerakan rakyat yang berjumlah banyak secara radikal dan revolusioner. Pergerakkan rakyat Marhaen, pergerakkan rakyat Murba, yang tidak secara radikal dan revolusioner, pergerakkkan rakyat Marhaen, rakyat Murba yang tidak sengit dan tidak bersemangat Garudapergerakkan rakyat Marhaen, rakyat Murba yang demikian itu, walaupun milyun-milyunan jumlahnya orang yang bergerak, bukanlah Massa Actie, bukanlah Massa-Aksi. Tetapi hanyalah suatu Massale Actie, aksi massal belaka, dalam arti aksi yang melibatkan banyak orang saja tetapi tidak progresif dan revolusioner. Massa-Aksi adalah aksinya rakyat jelata yang sudah terluluh menjadi jiwa baru, melawan sesuatu penindasan yang mereka tidak sudi memikulnya lagi. Massa-Aksi selamanya radikal. Massa-Aksi selamanya membuka dan menjebol akar-akarnya sesuatu keadaan. Massa-Aksi selamanya mau menanamkan akar-akarnya keadaan yang baru. Massa-Aksi barulah dengan sesungguhnya menjadi Massa-Aksi, jikalau rakyat jelata itu sudah berniat membongkar sama sekali keadaan yang sudah Tua Bangka diganti dengan keadaan yang baru. Een nieuw levensideaal moet de massa aanvurensuatu citacita pergaulan hidup baru harus menyala di dalam dadanya massa. Untuk menjaga konsistensi gerakan, maka gerakan tidak boleh menggantungkan diri terhadap satu pihak, melainkan harus didukung oleh kekuatannya sendiri. Suatu gerakan harus melaksanakan self help (mandiri). Menggantungkan diri pada pihak lain akan memberikan peluang kepada pihak yang bersangkutan untuk mengkooptasi gerakan. Dan dengan self help, suatu gerakan akan memiliki self reliance (kepercayaan diri). Kemenangan hanya bisa dicapai dengan kebiasaan sendiri, keringat sendiri, tenaga sendiri, usaha sendiri, kepandaian sendiri, keringat sendiri, dan keberanian sendiri. Dengan memegang teguh azaz perjuangan di atas, upaya mewujudkan cita-cita kaum Marhaen dan Marhaenis yaitu terciptanya masyarakat Marhaenistis berdasarkan Marhaenisme, kaum Marhaen dan Marhaenis mengemban 3 (tiga) misi, yaitu: pertama, membangun kesadaran rakyat atas penderitaan serta sebab-sebab yang

mengakibatkannya, sekaligus memperkuat kesadaran negara kebangsaan (nation-state) Indonesia. Kedua, membangun kekuatan kaum Marhaen dan Marhaenis agar dapat

25

menjadi subyek sosial-politik yang menentukan tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketiga, menggalang kekuatan progesif-revolusioner, sammenbundelling en

sammenwerking van alle revolutionaire krachten, yaitu semua kekuatan revolusioner yang mendukung tercapainya revolusi Indonesia sesuai dengan tahapan-tahapannya. Yang dimaksud dengan kekuatan progresif-revolusioner adalah kekuatan yang berpikiran maju ke arah tujuan revolusi Indonesia, yaitu terwujudnya masyarakat adil makmur dan beradab, masyarakat tanpa penindasan dan pemerasan oleh manusia atas manusia maupun bangsa atas bangsa. Tujuan revolusi akan dapat dicapai melalui tiga tahap revolusi, yang oleh Bung Karno disebut Tiga Kerangka Revolusi, yaitu:

Kemerdekaan Penuh/Nasional Demokratis, Sosialisme Indonesia, Dunia Baru yang Adil dan Beradab

Tiga Kerangka Revolusi tersebut merupakan penjabaran dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar 26

Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Walaupun tahapan tersebut bukan merupakan sekat-sekat yang terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi Sosialisme Indonesia dan Dunia Baru yang Adil dan Beradab tidak dapat dicapai tanpa ditegakkannya Kemerdekaan Penu, Merdeka 100%. Dalam menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan nasional, ada tiga prinsip kemerdekaan nasioal yang oleh Bung Karno disebut Trisakti

Berdaulat di bidang politik, Berdikari di bidang ekonomi, Berkepribadian di bidang kebudayaan.

Tiga prinsip tersebut di atas sesungguhnya merupakan tuntutan universal bagi setiap bangsa merdeka. Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut tidak hanya diperlukan adanya kemauan politik, tetapi juga dituntut adanya kesadaran, kesiapan, dan kesanggupan moral dari seluruh bangsa agar dapat melahirkan suatu kebijakan dan tindakan yang konsekuen dan konsisten. Perlu diberi landasan yang kokoh dengan melaksanakan nation and character building. Landasan ideologi Marhaenisme adalah tuntutan hidup manusia yang sangat substansial, cita-cita yang terkandung di dalamnya adalah tuntutan hidup manusia yang sangat substansial, cita-cita yang terkandung di dalamnya adalah membangun peradaban luhur dan bersifat universal. Bagi kaum Marhen dan Marhaenis, Marhaenisme dan Pancasila merupakan dua hal yang secara substantif tidak ada bedanya. Keduanya dicetuskan oleh Bung Karno. Marhenisme dicetuskan pada tahun 1927 sebagai ideologi dan teori perjuangan, Pancasila dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 sebagai dasar Negara.

27

2.7

KARAKTER BANGSA

2.7.1

Gotong Royong

Bagi Soekarno adalah terjemahan gotong royong dan karena intinya gotong royong maka sekalipun dipersempit atau diperluas maka artinya tetap sama dimana sifat gotong royong dalam masyarakat Indonesia diselenggarakan dengan berdasar pada 5 hal diantaranya : 1. Magis-religius, yaitu kepercayaan dan keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang tidak terlihat dan teraba oleh manusia. 2. Lingkungan kesatuan baik genealogis maupun teritorial. 3. Dasar persamaan, persaudaraan dan kekeluargaan. 4. Musyawarah dan mufakat. 5. Gotong royong dilaksanakan untuk kepentingan bersama. Pemikiran Soekarno tentang gotong royong ini bertemu pula dengan filsafat moral dari Hindu yaitu Tat Twam Asi yang artinya " Dia adalah Aku dan Aku Adalah Dia " yaitu bertemunya semua ciptaan Tuhan sebagai makhluk. Dalam pandangan Soekarno semua sila dari Pancasila itu bukan hanya sesuai dengan ajaran agama khususnya Islam, akan tetapi menjadi bagian utama dari perintah Islam untuk mewujudkan manusia yang paripurna sehingga tidak ada alasan untuk mempertentangkan agama dengan Pancasila. Pemikiran Bung Karno yang tersimpulkan adalah Pertama: Gotong Royong pasti dilaksanakan dalam lingkungan yang terintegrasi secara wilayah, geografis, ataupun kekerabatan, yang akan selalu menyatu inilah Persatuan Indonesia atau Nasionalisme atau Kebangsaan.

28

Kedua: Gotong Royong selalu dilakukan dengan prinsip duduk sama rendah berdiri sama tinggi, manusia harusnya dipandang sama derajatnya dan harus diperlakukan sama seperti kata Bung Karno lagi yaitu, Mankind is one, Kemanusiaan itu harus adil dan beradab. Ketiga: Gotong Royong itu harus dihasilkan dari pembicaraan yang seimbang yaitu musyawarah, dan menghasilkan suatu keputusan yang dihormati oleh semua dan persetujuan kata akhir yaitu kemufakatan harus terjadi. Inilah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan, ini demokrasi Indonesia yang asli. Keempat: Gotong royong itu tujuannya adalah kepentingan bersama, kemaslahatan semua, bukan hanya satu golongan atau satu kaum saja tapi merata disemua pelosok negeri, kepentingan untuk seluruh lapisan sosial secara adil dan merata, inilah Keadilan Sosial. Kelima: Landasan utama semua usaha manusia adalah Tuhan, berdoa kepada Tuhan, tanpa Doa semua usaha adalah sia-sia, seluruh kaum Marhaen di Indonesia, dari sejak jaman dahulu pasti melaksanakan doa dan upacara keagamaan untuk memulai suatu usaha atau kerja dan diiringi doa serta ditutup dengan doa Kepada Tuhan. Inilah sila KeTuhanan Yang Maha Esa. 2.7.2 Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

29

Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu. Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Beberapa bentuk dari nasionalisme Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis

nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial"). 30

Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat"). Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman. Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme. Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayapkanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang

31

demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica. Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan. 2.8 WAWASAN KEBANGSAAN

2.8.1

Pengertian Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

32

Wawasan Nusantara tersebut selalu menjiwai bangsa Indonesia dalam hidup dan kehidupan nasional maupun internasional.

Wawasan Nusantara secara jelas dapat memberikan jaminan terwujudnya persatuan dan kesatuan serta kepentingan nasional, sehingga Wawasan Nusantara merupakan ajaran dasar yang memberikan arah dan gambaran yang jelas tentang kelangsungan hidup bangsa sekaligus perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan. Wawasan Nusantara mempunyai ciri - ciri atau sifat sebagai berikut : Manunggal. Keserasian dan keseimbangan yang dinamis dalam segenap aspek kehidupan, baik aspek alamiah maupun aspek sosial. Segenap aspek kehidupan kehidupan sosial itu selalu menuntut untuk dimanunggalkan secara serasi dan berimbang, sesuai dengan makna Bhinneka Tunggal Ika. Utuh menyeluruh. Utuh dan menyeluruh bagi nusantara dan rakyat Indonesia, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh bulat dan tidak dapat dipecah-pecah oleh kekuatan apapun dan bagaimanapun, sesuai dengan Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. 2.8.2 Falsafah pancasila

Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan kebangsaan. Nilai-nilai tersebut adalah: 1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan

menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing. 2. 3. 2.8.3 Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Aspek kewilayahan nusantara

Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.

33

2.8.4

Aspek sosial budaya

Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.mengenai berbagai macam ragam budaya 2.8.5 Aspek sejarah

Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia. 2.8.6 Fungsi

Gambaran dari isi Deklarasi Djuanda 1. Wawasan kebangsaan sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan. 2. Wawasan kebangsaan sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan. 3. Wawasan kebangsaan sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara. 4. Wawasan kebangsaan sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:

34

Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, MalukuAmbon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour pulau/darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional.

Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:

1.

Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.

2. 3.

Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.

2.8.7

Tujuan

Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu: 1. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan

bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan

35

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial". 2. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan

baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia. 2.8.8 Implementasi

2.8.8.1 Kehidupan politik Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu: 1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. 2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional. 3. Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi. 4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan. lembaga

36

5.

Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulaupulau terluar dan pulau kosong.

2.8.8.2 Kehidupan ekonomi 1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, dan perindustrian. 2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi. 3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil. 2.8.8.3 Kehidupan social Tari pendet dari Bali merupakan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai implementasi dalam kehidupan sosial. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu : 1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal. 2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya,

pengembangan museum, dan cagar budaya.

37

2.8.9

Kehidupan pertahanan dan keamanan

Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu : 1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran. 2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan. 3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

38

2.9

HUBUNGAN

Terbentuknya masyarakat marhaenis yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila merupakan tujuan Marhaenisme. Cara perjuangan Marhaenisme intinya ialah massa-aksi yang radikal revolusioner. Untuk diterapkan pada masa sekarang perlu dirumuskan kembali doktrin-doktrin perjuangannya sesuai keadaaan tanpa menghilangkan tujuan akhir negara Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Secara umum kita mengetahui bahwa gaya hidup radikalisme / revolusioner untuk menyelesaikan segala permasalahan hidup, sama sekali tidak dikenal oleh Rakyat Indonesia sebangai bangsa yang menganut peradaban Asia Tmur. Rakyat Indonesia lebih memilih rembug bersama ketimbang membuka konfrontasi fisik dengan pihak / kelompok / kelas yang saling bersebrangan. Dari gaya hidup yang mendasar dan bahkan telah membudaya ini terbentuk sikap hidup gotong royong / kerja bakti di tengah masyarakat, untuk mengatasi kendala yang mereka hadapi. Demikianlah ajaran Marhaen.

39

BAB III 3.1

PEMBAHASAN KONDISI MASYARAKAT SAAT INI

Dalam bab ini, merupakan gambaran atau kondisi masyarakat, yang dianggap sebagai inti permasalahan yang diperlukan pemecahan bersama seluruh komponen bangsa lainnya. Untuk itu, diperlukan adanya penguatan dan integritas kesatuan bangsa dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila oleh setiap warga negara Indonesia, agar tetap terjaganya serta tegak utuhnya kedaulatan Negara dalam bingkai NKRI.

3.1.1

Kondisi Masyarakat Saat Ini

Kondisi masyarakat saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya.

Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pada kenyataannya nilai-nilai Pancasila yang terkandung didalamnya sering diabaikan bahkan belum ditaati sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai Pancasila itu sendiri serta latar belakang proses pertumbuhan Pancasila sebagai falsafah negara.

Oleh karena itu, diperlukan penanaman wawasan kebangsaan di setiapwarga negara Indonesia kepada seleuruh masyarakat Indonesia. Hal ini perlu disadari, bahwa dalam pengamalan serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila di dalamnya terdapat rasa

40

kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan (nasionalisme) yang kenyataannya pada akhir-akhir ini cenderung menurun, sehingga dapat membahayakan persatuan dan kesatuanbangsa.

Cara pandang yang berwawasan nusantara pada masa-masa ini bisa dikatakan sudah luntur dan hampir berada pada titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Kita bisa dengan mudah menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat dalam konflik dan terpecah-belah. Banyak di antara mereka yang terjebak dalam sekat-sekat primordialisme dan terpecah dalam golongan suku, ras, agama, daerah dan kepentingan yang sempit Mencermati perilaku seperti itu, dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara dan semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar, bahkan hampir sirna. Bahkan akhir-akhir ini telah berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan pemisahan wilayah dari beberapa daerah, seperti tuntutan referendum seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah yang tidak dipahami secara mendalam.

Berdasarkan kondisi ini, maka dapat dikatakan bahwa adanya penghayatan nilai rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan menurun, antara lain pada Rasa Kebangsaan

Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra

41

daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan nasional terhambat. Paham Kebangsaan

Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas. Semangat Kebangsaan

Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya.

Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan

pengamalan Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.

42

3.2

IMPLIKASI TERHADAP STRATEGI PEMBINAAN MASYARAKAT

Apabila dicermati adanya beberapa fenomena peristiwa pada kehidupan masyarakat yang terjadi di berbagai daerah pada akhir-akhir ini, baik berupa perkelahian massal antar kelompok kepentingan akibat pemekaran wilayah, berebut lahan kehidupan, selisih paham antar pemuda /pelajar termasuk mahasiswa dan lainnya, merupakan bukti konkrit adanya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan sudah menurun.

Melihat perkembangan Wawasan Kebangsaan yang dimiliki komponen bangsa saat ini, apabila dibiarkan dapat dipastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini akan berimplikasi terhadap hal-hal sebagai berikut ini.

a. Tidak terlaksananya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila terutama paham kebangsaan. b. Tidak terlaksananya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila terutama rasa kebangsaan. c. Tidak terlaksananya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila terutama semangat kebangsaan.

Adanya indikasi menurunnya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila, terutama paham, rasa dan semangat kebangsaan tersebut, akan sangat mempengaruhi di dalam menjaga keutuhan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permasalahan Yang Dihadapi Masih adanya sebagian masyarakat yang belum menghayati, memahami dan mengamalkan secara utuh terhadap nilai-nilai Pancasila terutama tentang wawasan kebangsaan yang terdapat rasa, paham dan semangat kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.

43

3.3

PENGARUH LINGKUNGAN STRATEGIS

Tidak terlepas adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Global Globalisasi secara harfiah berarti mendunia. Dunia menjadi semakin terbuka, negara-negara menjadi saling terhubungkan (interconnected) dan ditandai oleh saling ketergantungan, sehingga mempunyai dampak atau pengaruh yang tidak mengenal batasbatas negara (borderless). Era globalisasi telah membuka berbagai keterkaitan antarnegara, sehingga hampir tidak ada satu negarapun yang bebas dari pengaruh negaranegara lainnya.

Globalisasi telah menimbulkan terjadinya perubahan besar dalam tatanan kehidupan masyarakat dunia, karena karakteristiknya yang sangat berbeda dengan era sebelumnya. Era ini disebut juga sebagai era teknologi informasi, yang menjadi salah satu karakter utama arus globalisasi yang melanda dunia. Perkembangan teknologi informasi mengalami kemajuan yang sangat pesat, sehingga transparansi informasi dunia terkesan tanpa batas antarnegara, bahkan peran mass media sangat berpengaruh dalam pembentukan berbagai opini publik.

Berbagai perkembangan dunia yang bersifat global ini, akhirnya berinteraksi langsung dengan kondisi nasional Indonesia yang memperkuat potensi ke arah disintegrasi bangsa, apabila tidak disikapi dengan membangun karakter bangsa melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Ideologi.

Pancasila yang berfungsi sebagai dasar negara sekaligus sebagai filter terhadap dinamika global. Konflik horizontal dalam masyarakat yang mengedepankan isu SARA dan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila yang kurang, akan menimbulkan terhadap gangguan stabilitas dan keamanan nasional, terutama nilai dan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

44

Perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh bangsa Indonesia untuk membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga mampu

menyejajarkan diri dengan negara-negara lainnya dalam pergaulan masyarakat internasional. Namun pada sisi yang lain, pesatnya kemajuan teknologi informasi juga mengakibatkan masuknya pengaruh-pengaruh budaya negatif dari luar negeri yang belum tentu sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, sehingga dapat mempengaruhi terhadap kondisi wawasan kebangsaan segenap komponen bangsa dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Globalisasi merupakan proses transparansi dan menjadikan ruang dan waktu semakin sempit, sehingga menjadikan dunia sebagai satu keseluruhan, bahkan sebagai rangkaian manifestasi kehidupan baru. Kehidupan global yang mengarah kepada percepatan proses modernisasi telah membawa dampak besar terhadap corak kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek dan dimensi.

Dalam dinamika kehidupan global tersebut telah terjadi pergeseran nilainilai. Nilai universal yang seharusnya dijunjung tinggi, telah bergeser menjadi nilai-nilai sesaat, karena sebuah tuntutan dengan lebih mengedepankan kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Pergeseran nilai-nilai khususnya yang menyangkut nilai budaya dan karakter bangsa sebagai akibat dinamika kehidupan global tersebut, telah membuat pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila terutama pemahaman wawasan kebangsaan oleh sebagian komponen bangsa menjadi luntur dan longgar, sehingga menyebabkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa telah bergeser bahkan cenderung diabaikan. Regional Pengaruh dan dinamika yang terjadi di negara-negara tetangga sebagai mandala kawasan, akan ikut mewarnai terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia, terutama mereka yang berada di daerah perbatasan antarnegara tetangga, sehingga akan dapat mempengaruhi terhadap perkembangan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan terhadap pertahanan negara. Oleh karena itu, penanaman kesadaran belanegara yang

45

didasari adanya geografis negara kepulauan. Perkembangan dan kecenderungan global merupakan salah satu factor yang sangat mempengaruhi dinamika keamanan kawasan regional. Faktor-faktor lain yang juga sangat berpengaruh adalah permasalahan hubungan antar Negara di kawasan, antara lain Cina, Jepang, Singapura dan Malaysia.

a.

Cina.

Perkembangan ekonomi Republik Rakyat Cina (RRC) yang pesat telah menempatkan Cina sebagai salah satu negara besar dan penting secara regional maupun global. Untuk mempertahankan kemajuan yang telah diperolehnya, maka upaya memenuhi kepentingan nasional Cina akan menjangkau berbagai belahan dunia. Pemenuhan kepentingannya itu akan dilakukan dengan menggunakan instrument hubungan internasionalnya. Negara-negara besar maupun negaranegara di kawasan Asia Pasifik tidak dapat mengabaikan peran Cina bagi keamanan kawasan, karena Cina memiliki kepentingan dan mempunyai kekuatan yang harus diperhitungkan dalam menentukan stabilitas keamanan kawasan, terutama dalam pengaruh ideologi melalui penguasaan ekonomi pasar bebas .

b.

Jepang

Jepang, merupakan negara yang kuat di bidang ekonomi, negara pemasok hasil industri, serta pengimpor terkemuka atas minyak dan gas bumi. Perekonomian Jepang menjangkau seluruh pelosok dunia dan perdagangan internasionalnya merupakan bagian dari upaya pemenuhan kepentingan nasionalnya. Pada umumnya keamanan

perekonomian Jepang sangat dipengaruhi oleh keamanan wilayah perdagangan internasionalnya, sehingga Jepang sangat memperhatikan keamanan regional dan global. Oleh karena itu, Jepang memiliki kepentingan yang kuat atas stabilitas keamanan dunia dan memiliki pengaruh dalam upaya mewujudkan keamanan regional dan global, sehingga sikap politiknya selalu diperhitungkan negara-negara besar dunia dan merupakan salah satu kekuatan penyeimbang bagi stabilitas keamanan kawasan.

c.

Malaysia

46

Malaysia merupakan salah satu negara tetangga terdekat Indonesia dan juga merupakan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Saat ini Malaysia merupakan negara tujuan utama Tenaga Kerja Indonesia (TKI) selain Arab Saudi dan Hongkong. Namun permasalahan yang sering muncul terkait dengan masalah TKI ini adalah ketegasan pemerintah Malaysia yang terkadang sering melakukan tindakan di luar batas terhadap TKI terutama mereka yang tergolong ilegal. Selain tidak segan-segan untuk menghukum para TKI ini, pemerintah Malaysia juga sering mendeportasi TKI ilegal secara paksa yang terkadang tidak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Pemerintah Indonesia.

Di samping masalah TKI, Malaysia juga tercatat sebagai Negara yang paling bermasalah dengan Indonesia terutama dalam hal penentuan garis batas wilayah perairan. Kasus Ambalat yang terjadi beberapa waktu lalu menjadi pelajaran bagi Indonesia tentang pentingnya ketegasan dan keunggulan diplomasi dalam penentuan garis batas perairan Indonesia. Hilangnya Sipadan dan Ligitan yang sempat dicaplok Malaysia juga harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia dalam upayanya mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, sehingga pendidikan PPBN dalam rangka menumbuhkan kesadaran bela negara berdasarkan karakteristik geografis negara kepulauan sangat perlu untuk lebih dioptimalkan.

d.

Singapura

Sebagai salah satu negara Asean yang tergolong maju, Singapura saat ini sering dijadikan tempat persembunyian yang aman bagi warga negara Indonesia yang bermasalah terutama untuk mereka yang mendapat predikat koruptor. Tidak adanya kerjasama bilateral dalam penanganan orang-orang bermasalah ini sering menjadi batu sandungan antara pemerintah Indonesia dan Singapura dalam penyelesaian kasus-kasus koruptor ini.

Perkembangan lain di Singapura yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia adalah upaya Singapura yang ingin memperluas wilayah daratannya dengan cara mereklamasi pantai. Permasalahan yang menonjol dalam pelaksanaan kebijaksanaan

47

pemerintah Singapura ini karena bahan utama perluasan pantai menjadi daratan ini diambil dari Indonesia bahkan sebagian besar diambil secara ilegal yakni pasir laut. Dengan metode belalai gajah pipa-pipa pengeruk pasir laut bertebaran di sejumlah perairan Indonesia yang berdekatan dengan Singapura. Kegiatan ini jelas merugikan Indonesia karena dilaksanakan secara ilegal. Masalah ini hingga 2007 masih dalam pembahasan antara Indonesia dan Singapura. Oleh karena itu, pendidikan PPBN dalam rangka menumbuhkan kesadaran bela negara berdasarkan karakteristik geografis negara kepulauan perlu lebih dioptimalkan di seluruh strara pendidikan secara nasional.

e.

Nasional

Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia yang cenderung bersifat stagnan. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dipandang sebagai suatu langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru di masa depan dengan dasar - dasar efisiensi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara internal, tuntutan reformasi muncul akibat terjadinya peningkatan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses informasi yang mudah diperoleh. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam mencermati pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap telah menyimpang.

Keberhasilan yang diraih pemerintah di bidang pembangunan ekonomi, telah meningkatkan harapan dan tuntutan masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun pada sisi lain masyarakat cenderung kurang sabar dan menginginkan peningkatan penghasilan kesejahteraannya secara cepat (instant), sementara tuntutan masyarakat selalu lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan untuk memenuhinya. Terlebih lagi dengan adanya kemelut mavia peradilan dan hukum para birokrasi pemerintah yang diduga mewarnai jalanya proses hukum telah menyedot perhatian publik sebagai akibat kurangnya transparansi dan kesadaran hukum secara mendalam.

48

Di samping itu, kenaikan harga BBM pada waktu itu, telah memicu adanya gejolak masyarakat dalam bentuk berbagai aksi massa yang menentang terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Di sisi lain pemerintah akan memberikan dana kompensasi terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan dalam bentuk pengobatan gratis dan beasiswa. Kondisi dan tuntutan masyarakat tersebut apabila dimanipulasi, diagitasi dan dimobilisasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab akan mudah meletupkan gejolak dan kerusuhan sosial.

Dalam bidang politik, pemahaman politik oleh sebagian komponen bangsa telah memacu kepedulian terhadap dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun pada sisi yang lain, akibat adanya pemahaman politik secara sempit yang diakibatkan belum adanya kedewasaan berpolitik, dapat menimbulkan kecenderungan mengentalnya kotakkotak dalam masyarakat yang berpotensi menjadi konflik. Konflik politik yang bersifat horisontal akan sangat mempengaruhi aspek kehidupan ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang menjadi kerawanan sosial dan menciptakan instabilitas nasional yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Bangsa Indonesia yang majemuk atau heterogen dengan keanekaragaman suku, etnis, agama, bahasa dan adat istiadat, apabila dikelola dengan baik dan proses sosialisasi keindonesiaannya terus digencarkan, terutama melalui pemahaman terhadap wawasan kebangsaan, maka hal tersebut merupakan sumber kekuatan bangsa yang sangat potensial guna mewujudkan pembangunan nasional. Sebaliknya apabila tidak dikelola dengan baik, hal tersebut akan dapat memunculkan ancaman disintegrasi yang membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa.

f. Peluang dan Kendala Berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, maka diperoleh peluang dan kendala yang muncul dalam faktor-faktor eksternal dan internal sebagai berikut :

a. Peluang.

49

1) Globalisasi yang melanda seluruh dunia, telah berdampak dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat, sehingga mempengaruhi terhadap pola pikir, pola sikap dan pola tindak. Derasnya arus global tersebut, telah mendorong proses penyatuan umat manusia terutama dalam visi, misi dan cita-cita dalam memperjuangkan nilai-nilai universal, baik demokratisasi, kontribusi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, transparan, yang menuntut adanya akuntabilitas, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, sehingga prinsip-prinsip good governance dapat mewujudkan good publick governance di sector pemerintahan/Negara, good corporate governance di sektor swasta dan good civil society governance di lingkungan masyarakat.

2) Kemajuan teknologi informasi telah memungkinkan setiap individu memperoleh kemudahan informasi dari seluruh penjuru dunia dengan sangat cepat, sehingga merupakan peluang dalam mengakses setiap perkembangan yang terjadi baik di pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang dapat meningkatkan arus komunikasi secara langsung dan terintegrasi dengan baik.

3) Reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui desentralisasi telah memberikan peluang besar bagi seluruh bangsa Indonesia dalam mempercepat jalannya pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Kendala. 1) Proses globalisasi apabila tidak disikapi dengan arif akan be