makalah malpraktek ruspau
TRANSCRIPT
Kasus Malpraktek
Dalam Praktek Kedokteran
Penyusun:
Ayu Wulan Anggreni 030.05.046
Intan Soraya 030.05.118
Ferdana Andyka 030.06.090
Ragil Dicky Laksmana 030.06.204
Kepaniteraan Klinik
RSPAU Dr. Esnawan Antariksa
Periode 14 Mei 2012 – 16 Juni 2012
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
2012
KATA PENGANTAR
Dewasa ini, kita sering sekali mendengar kasus malpraktek dalam kedokteran. Pada
kesempatan kali ini, kami penulis ingin membahas mengenai hal tersebut. Dengan dorongan
tersebut, kami menyusun makalah ini. Terimakasih kepada seluruh pembimbing kami di Rumah
Sakit TNI Angkatan Udara. Kami menyadari bahwa apa yang kami sajikan dalam pembahasan
kasus ini sangat jauh dari sempurna, namun kami berharap karya ini dapat memberi manfaat.
Amin.
Jakarta 2012
Kasus
Suara Siti Chomsatun tiba-tiba hilang. Ia terdengar gagu dengan suara sayup-sayup terdengar.
Saat melapor ke LBH Jakarta, perempuan 55 tahun itu meminta rumah sakit yang menangani
tenggorokannya untuk bertanggung jawab.
"Awalnya saya operasi gondok. Kemudian sesak nafas. Dibuat lubang di tenggorokan (karena
hidung tidak bisa). Setelahnya, saya tidak bisa bicara," kata Siti dengan suara yang kurang jelas saat
mengadu di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jl Diponegoro 74, Jakarta Pusat.
Menurut pengacara korban, Tommy Tobing, kejadian itu bermula Februari lalu. Saat itu, korban
mendatangi sebuah rumah sakit di Kramat, Jakarta Pusat, dengan keluhan sesak nafas pasca operasi
gondok. Di rumah sakit itu, ia ditangani dokter berinisial T.
"Tanpa memberitahukan penyakit pasien (sesak nafas) si dokter langsung merujuk ke RSCM,"
ucap Tomy.
Lantaran tidak diberitahu penyakitnya, korban enggan ke RSCM. Siti Chomsatun memilih untuk
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis THT yang pernah merawatnya di rumah sakit
tersebut, dokter R.
"Tetapi tidak bisa menemui. Alasannya sudah pulang. Besoknya, minta bertemu tetapi tetap saja
tidak bisa," imbuh pengacara publik ini.
Lantaran tidak memperoleh perawatan maksimal, sesak nafas Siti Chomsatun makin buruk. Ia
masuk ke derajat I dari IV--tingkat derajat sesak nafas terparah. Tubuhnya semakin lemas karena tidak
bisa tidur atau makan.
Pada tahapan ini, Dr F membuat lubang pengganti hidung di tenggorokan. "Lubang itu
dipergunakan untuk bernafas," imbuh Tommy.
Namun demikian, tindakan medis rumah sakit tidak membuat sesak nafas korban mereda. Bahkan
makin parah hingga mendekati derajat IV. Melihat perkembangan yang tidak membaik, akhirnya Siti
Chomsatun dipindah ke RSCM.
Di rumah sakit pemerintah tersebut, ia langsung dioperasi karena telah masuk derajat IV, pingsan,
dan kulit tangan membiru. Kondisi kritis tersebut lantaran perawat yang ikut membawa pasien ke RSCM
tidak diberi riwayat medis pasien sehingga dokter jaga RSCM kesulitan mendiagnosa.
"Terdapat dugaan kuat tindakan malpraktik. Dokter T tidak menjelaskan penyakit yang diderita
malah langsung merujuk ke rumah sakit lain. Suster yang mengantar ke RSCM tidak dibekali informasi
medis memadai sehingga korban masuk derajat terburuk derajat IV," imbuh Tommy.
Pun demikian, baik korban maupun pengacara belum berencana membawa rumah sakit itu ke
meja hijau. Korban akan mengajukan kasus itu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDI) untuk meminta pertanggungjawaban terlebih dahulu.
Pembahasan
Pasal yang digotong yakni pelanggaran
UU No. 36/2009 tetang Kesehatan
UU No. 29/2004 ttg praktik kedokteran
UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit.
Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Berdasarkan Kasus
Pada kasus di atas, tanpa memberitahukan penyakit pasien (sesak nafas) si dokter langsung
merujuk ke RSCM dan tidak memberitahukan alasan dokter merujuk pasien ke RSCM.
Dokter ahli yang diharapkan pasien untuk berkonsultasi tentang penyakitnya tidak mau
memberikan menemui pasien dengan alasan sibuk.
UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannya
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Berdasarkan Kasus
Sesuai dengan dengan kasus di atas tindakan dokter pertama untuk melakukan rujuk ke
rumah sakit yang lebih lengkap lantaran ketidakmampuan dokter dalam memangani pasien,
namun disayangkan dokter tidak menjelaskan tentang penyakit pasien dan alasan pasien
dirujuk ke rumah sakit lain.
Pada kasus ini dokter kedua sudah benar dengann melakukan tindakan melubangi
tenggorokan pasien untuk mengatasi kesulitan pasien dalam bernapas yang dianggap sudah
dalam berbahaya.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Berdasarkan Kasus
Suster yang mengantar ke RSCM tidak dibekali informasi medis memadai sehingga korban
masuk derajat terburuk yang seharusnya memberikan informasi tentang kesehatan pasien kepada
pihak medis di rumah sakit rujukan sesuai pasal 53 UU praktik kedokteran.
Pasal 52
Pasien dalam menrima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak :
A. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagai mana dimaksud dalam
pasal 45 ayat 3
B. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
C. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
D. menolak tindakan medis
E. mendapatkan isi rekam medis
Berdasarkan Kasus
Pada kasus ini pasien belum medapatkan hak sepenuhnya sebagai pasien karena penolakan
dokter ahli untuk dimintakan pendapatnya.
KUHP pasal 360
(1) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu
menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya
enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah
Berdasarkan Kasus
Tracheostomy yang dilakukan pada pasien dapat dianggap sebagai luka berat karena keadaan pasien
menjadi bertambah buruk dan mengganggu aktivitas keseharian pasien. Tapi pada kasus ini perlu
diteliti tentang SOP yang digunakan dokter dalam melakukan tracheostomy.
Daftar Pustaka
1. http://www.depdagri.go.id/produk-hukum/2009/10/28/undang-undang-no-44-tahun-2009
2. http://dokter-medis.blogspot.com/2009/07/uu-praktik-kedokteran-no-29-tahun-2004.html
3. http://www.promkes.depkes.go.id/download/standar%20PKRS.PDF