makalah kpuuk:rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung das

25
REHABILITASI HUTAN DAN PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) Dosen Pembimbing : Oding Affandi S.Hut, MP Oleh: Kelompok II Kehutanan-I Hafnita Misrawati 091201005 Cut Yulia Maghfirah 091201029 Christin Anastasia Tarigan 091201069 Vicky Fadliansah Sihombing 091201115 Sudiyanto DP Samosir 091201117 Tambahot Siallagan 091201161 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN 1

Upload: vicky-faldliansah

Post on 01-Jul-2015

863 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

REHABILITASI HUTAN DAN PENINGKATAN DAYA DUKUNG

DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS )

Dosen Pembimbing :Oding Affandi S.Hut, MP

Oleh:Kelompok IIKehutanan-I

Hafnita Misrawati 091201005Cut Yulia Maghfirah 091201029Christin Anastasia Tarigan 091201069Vicky Fadliansah Sihombing 091201115Sudiyanto DP Samosir 091201117Tambahot Siallagan 091201161

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

1

Page 2: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga makalah ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul “Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan

Daya Dukung Daerah Aliran Sungai ( DAS )” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk dapat mengikuti mata kuliah kebijakan dan perundang-undangan

kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing yaitu Oding Affandi, S.Hut, MP. Oding Affandi, S.Hut, MP. yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penulis mengikuti mata kuliah kebijakan dan

perundang-undangan kehutanan.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari para pembaca.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2011

Penulis

2

Page 3: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

Latar Belakang ......................................................................................1

Tujuan Penulisan....................................................................................2

REHABILITASI HUTAN DAN PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAS

Definisi Rehabilitasi Hutan.....................................................................3

Indikator Rehabilitasi Hutan...................................................................4

Definisi Daerah Aliran Sungai ( DAS )..................................................5

Pengelolaan DAS Terpadu.....................................................................6

Permasalahan Tata Guna Lahan.............................................................7

Tantangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ke Depan.....................10

PENUTUP.....................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................13

3

Page 4: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan tropika basah merupakan salah satu ekosistem yang banyak

membangkitkan minat orang untuk mempelajarinya dan juga sekaligus ancaman.

Oleh karena itu pengelolaan hutan tropika menjadi sorotan dunia baik melaui

pemberitaan popular press maupun scientific press.

Intervensi manusia dalam pemanfaatan dan manipulasi terhadap hutan

baik pada masa silam maupun sekarang merupakan pengalaman yang

konsekuensinya tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa kerusakan baik biologi

(vegetasi) maupun fisik (tanah dan iklim).

Data aktual tentang laju konversi hutan tropis sangat sulit diperoleh karena

datanya sangat beragam. FAO (1992) memperkirakan bahwa laju deforestasi

hutan tropis sekitar 17 juta ha per tahun. Dari angka tersebut menurut USP et al.

(1990) sebagian besar dikonversi menjadi lahan pertanian, padang rumput (areal

penggembalaan) dan hutan tanaman. Kurang lebih 5.1 juta ha berupa hutan

sekunder tanpa pengelolaan dan perlakuan silvikultur yang memadai. Deforestasi

hutan tropis tidak hanya berpengaruh pada produksi kayu (timber) tetapi juga

lingkungan secara global.

Rehabilitasi lahan merupakan suatu usaha memperbaiki, memulihkan

kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara

optimal baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai

unsur perlindungan alam dan lingkungannya (Wahono, 2002 : 3).

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999,

Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan

dan meningkatan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan

peranannya dalam mendukung sistem keidupan tetap terjaga. Kegiatan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan diselengaarakan melalui kegiatan Reboisasi ,

Penghijauan , Pemeliharaan , Pengayan tanaman, atau Penerapan teknik

konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis da tidak

produktif. Menurut Supriyanto (1996 : 1) Kegiatan reboisasi dan penghijauan

4

Page 5: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

pada umunya dilakukan pada tanah kritis dan areal bekas pembalakan. Kedua

kegiatan tersebut memerlukan bibit dalam jumlah besar dan berkualitas baik. 

Daerah aliran sungai atau DAS adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke

danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 7 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 11).

Pengertian DAS tersebut diatas memperlihatkan bahwa dalam suatu DAS

secara utuh akan terdiri dari berbagai type ekosistem seperti hutan, perkebunan,

pertanian, pemukiman, lahan basah dan wilayah pantai. Dalam berbagai ekosistem

tersebut terlibat berbagai sektor dan parapihak pemangku kepentingan dengan

tujuannya masing-masing. Tiap sektor biasanya selalu berusaha meningkatkan

aktivitasnya dalam rangka pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Akan tetapi aktivitas tersebut seringkali lebih bertumpu pada

kepentingan ekonomi dan kurang memperhatikan daya dukung DAS sehingga

mendorong timbulnya permasalahan DAS seperti meluasnya hutan rusak dan

lahan kritis; meningkatnya erosi dan sedimentasi; terjadi bencana alam banjir dan

tanah longsor; kekeringan; dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang. Fenomena yang terjadi di banyak DAS tersebut merupakan

indikasi dari rendahnya kinerja pengelolaan DAS yang dilaksanakan oleh

berbagai sektor dan lembaga terkait.

Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan Penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui tentang

rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung daerah aliran sungai ( DAS ).

5

Page 6: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

REHABILITASI HUTAN DAN PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS )

Definisi Rehabilitasi Hutan

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999,

Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan

dan meningkatan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan

peranannya dalam mendukung sistem keidupan tetap terjaga. Kegiatan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan diselengaarakan melalui kegiatan Reboisasi ,

Penghijauan , Pemeliharaan , Pengayan tanaman, atau Penerapan teknik

konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis da tidak

produktif. Menurut Supriyanto (1996 : 1) Kegiatan reboisasi dan penghijauan

pada umunya dilakukan pada tanah kritis dan areal bekas pembalakan. Kedua

kegiatan tersebut memerlukan bibit dalam jumlah besar dan berkualitas baik. 

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan  bagian dari sistem

pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran

sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem

perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan lahan,

sehingga terjadi deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan. Rehabilitasi

hutan dan lahan dapat diimplemntasikan pada semua kawasan hutan kecuali cagar

alam dan zona inti taman nasional. Sistem RHL dicirikan oleh komponen sebagai

berikut:

1. komponen obyek rehabilitasi hutan dan lahan;

2. komponen teknologi;

3. komponen institusi.

Sistem RHL merupakan sistem yang terbuka, yang melibatkan para pihak

yang berkepentingan dengan penggunaan hutan dan lahan. Dengan demikian pada

prinsipnya RHL, diselenggarakan atas inisiatif bersama para pihak. Ini berbeda

dengan  penyelenggaraan RHL, selalu melalui inisiatif  pemerintah dan menjadi

beban tanggungan pemerintah. Dengan kata lain, ke depannya RHL dilaksanakan

oleh masyarakat dengan kekuatan utama dari masyarakat sendiri. Prinsip-prinsip

penyelenggaraan RHL secara lebih deskriptif disajikan pada Pola Umum RHL.

6

Page 7: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

Sistem, kriteria dan indikator rehabilitasi hutan adalah rambu-rambu yang

harus diperhatikan dalam penyelenggaraan RHL. Rambu-rambu tersebut

digunakan oleh pemerintah, propinsi, kabupaten/kota, dan pelaksanan rehabilitasi

secara proporsional. Di samping untuk menjelaskan pemilahan kewenangan,

rambu-rambu ini berguna sebagai pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan

RHL, serta sekaligus memberikan ukuran-ukuran bagi pengendalian

pelaksanaannya.

Indikator Rehabilitasi Hutan Dan Lahan ( RHL )

Kriteria dan indikator RHL dirumuskan di dalam rangkaian keterpautan

pernyataan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan RHL disebut berhasil jika sudah konsisten mengarah

pada tujuannya.

2. Tujuan penyelenggaraan RHL adalah terpulihnya sumberdaya hutan dan

lahan yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan

manfaat kepada seluruh stakeholder , menjamin keseimbangan lingkungan

dan tata air DAS, dan mendukung kelangsungan industri kehutanan.

3. Tujuan tersebut dapat didekati jika ada ketepatan penanganan kawasan,

kelembagaan yang kuat, teknologi RHL yang tepat berorientasi

pemanfaatan yang jelas. Pernyataan ini mendasari kriteria kawasan,

kelembagaan, serta teknologi dan partisipasi masyarakat/insentif.

4. Ketepatan penanganan kawasan ditentukan oleh unit perencanaan yang

tepat, terkendalinya konflik lahan, dan fungsi kawasan yang spesifik.

Pernyataan ini menegaskan adanya tiga determinan atau sub-kriteria,

yakni unit perencanaan, tenure lahan dan fungsi kawasan.

5. Kelembagaan yang mantap ditentukan oleh sumberdaya manusia yang

kompeten, organisasi yang efektif menurut kerangka kewenangan masing-

masing, dan tata hubungan kerja yang fungsional. Pernyataan ini

menegaskan adanya empat determinan atau sub-kriteria, yakni :

sumberdaya manusia, organisasi, kewenangan dan tata hubungan

kerja.

7

Page 8: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

6. Ketepatan teknologi dan pemanfaatan ditentukan oleh kesesuaiannya

terhadap sistem lahan atau tapak setempat, oleh tingkat partisipasi

masyarakat, dan oleh penyediaan input (utamanya  pendanaan) yang

cukup. Pernyataan ini menegaskan adanya tiga determinan atau sub-

kriteria, yakni : teknologi, peran masyarakat dan disinsentif.

7. Kriteria dan sub-kriteria tersebut dapat dipenuhi jika  ada usaha yang

sungguh-sungguh pada proses penyelenggaraan dan pelaksanaan RHL.

Dimensi penyelenggaraan RHL tidak berbeda dengan proses dasar

pengelolaan, yakni : perencanaan, organisasi, pelaksanaan  dan

pengendalian.

8. Dengan demikian, indikator-indikator dipenuhinya tujuan RHL ditentukan

oleh kinerja penyelenggaraan dan pelasanaaan jika  dihadapkan pada

masing-masing sub-kriteria.

Definisi Daerah Aliran Sungai ( DAS )

Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52 Tahun 2001 yang

dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang

bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan

sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya

untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan

kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya. Sementara itu, pengelolaan

DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara sumber daya

alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya untuk

mewujudkan kemanfaatan sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan dan

kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan masyarakat.

Sampai saat ini, pengelolaan DAS yang ada belum optimal antara lain

disebabkan tidak adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam

pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan DAS tersebut. Program atau

kegiatan masing-masing sektor dan wilayah berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan

yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut

lebih terasa dengan adanya otonomi daerah, dimana masing-masing daerah

berlomba memacu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan

8

Page 9: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Permasalahan ego-sektoral dan ego-

kedaerahan akan menjadi sangat komplek pada DAS yang lintas kabupaten/kota

atau propinsi.

Oleh sebab itu, dalam rangka memperbaiki kinerja pembangunan DAS

maka perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu

adalah rangkaian upaya perumusan tujuan, sinkronisasi program, pelaksanaan dan

pengendalian pengelolaan sumber daya DAS lintas pemangku kepentingan secara

partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan

kelembagaan guna mewujudkan tujuan pengelolaan DAS.

Pengelolaan DAS Terpadu

Pengelolaan DAS terpadu bertujuan untuk mewujudkan koordinasi,

integrasi, sinkronisasi dan sinergi berbagai pemangku kepentingan yang terkait

dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di dalam DAS agar dapat

dicapai kondisi tata air DAS yang optimal, kondisi lahan yang produktif sesuai

daya dukung wilayah dan daya tampung lingkungan serta meningkatnya

kesejahteraan masyarakat (Departemen Kehutanan, 2006). Pengelolaan DAS

terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai dari keterpaduan kebijakan,

penentuan sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah

direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.

Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu

sampai hilir juga mempertimbangkan faktor sosialekonomi, kelembagaan dan

hukum.

Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai salah satu unsur utama

dalam pengelolaan DAS adalah perencanaan, implementasi, monitoring dan

evaluasi. Dalam sektor Kehutanan, karakteristik DAS tersebut, lebih lanjut

dituangkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS. Dalam Pedoman tersebut,

karakteristik DAS mencakup parameter: luas, topografi, geologi, tanah, iklim,

kondisi hidrologi, penggunaan lahan, kerapatan drainase, sosial, ekonomi dan

kelembagaan. Disamping itu DAS juga diklasifikasi berdasarkan perwilayahan

yakni DAS lokal, regional, nasional, dan internasional (Dept. Kehutanan, 2001).

9

Page 10: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

Pengelolaan DAS dalam Surat Keputusan tersebut di atas, belum selaras

dengan perencanaan pembangunan yang didasarkan pada daerah administrasi,

propinsi, kota dan kabupaten. Disisi lain, pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(DAS) merupakan bagian dari pembangunan wilayah. Secara administrasi

pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi menjadi

wilayah besar Propinsi dan wilayah kecil (kota dan Kabupaten). Oleh sebab itu

rencana pembangunan daerah dibagi menjadi Rencana Pembangunan Propinsi dan

Rencana Pembangunan Kota dan Propinsi.

Keluaran (output) pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi

oleh input yang meliputi kondisi fisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dan

aktivitas manajemen itu sendiri. Dalam proses penyusunan perencanaan, masukan

tersebut harus diketahui untuk menentukan strategi dan skenario pengelolaannya.

Karena masukan dalam pengelolaan DAS berbeda satu DAS dengan DAS-DAS

lainnya maka input tersebut merupakan ciri khas atau karakter tertentu suatu DAS.

Untuk penyusunan rencana jangka panjang pengelolaan DAS dalam satu propinsi

perlu diketahui karakter sosial ekonomi untuk masing-masing kota dan kabupaten

dalam propinsi tersebut.

Permasalahan Tata Guna Lahan

Masalah menonjol yang masih banyak ditemui di lapangan adalah

pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Banyaknya

pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan di daerahnya antara lain

disebabkan oleh:

Pertambahan penduduk yang sangat cepat,

Perencanaan pembangunan yang tidak matang dan selalu ketinggalan,

Persepsi para perancang dan pelaksana belum sama dan belum

berkembang,

Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan,

Kebutuhan pembangunan yang mendesak, dan

Para perencana yang belum berwawasan lingkungan dengan tidak

berpandangan ke depan.

10

Page 11: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik

antarCsumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya

manusia di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi

dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem

DAS. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau

optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta

praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator

kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada

titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu karakteristik suatu DAS adalah

adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur

hidrologi.

Jumlah DAS Prioritas I (kritis) terus bertambah sejak 30 tahun yang lalu dari

22 DAS tahun 1970 menjadi 36 DAS tahun 1980-an dan sejak tahun 1999

menjadi 60 DAS. Peningkatan jumlah DAS Prioritas I tersebut menunjukkan

bahwa pengelolaan DAS selama ini belum tepat sasaran.

Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi

permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS

dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi

dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim

kemarau. Sampai dengan tahun 2007 penutupan hutan di Indonesia sekitar 50%

luas daratan dan ada kecenderungan luasan areal yang tertutup hutan terus

menurun dengan rata-rata laju deforestasi tahun 2000-2005 sekitar 1,089 juta ha

per tahun. Sedangkan lahan kritis dan sangat kritis masih tetap luas yaitu sekitar

30.2 juta ha (terdiri dari 23,3 juta ha sangat kritis dan 6,9 juta ha kritis), erosi dari

daerah pertanian lahan kering yang padat penduduk tetap tinggi melebihi yang

dapat ditoleransi (15 ton/ha/th) sehingga fungsi DAS dalam mengatur siklus

hidrologi menjadi menurun.

Tingkat kekritisan DAS sangat berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi

masyarakat petani di daerah tengah hingga hulu DAS terutama jika kawasan hutan

dalam DAS tidak luas seperti DAS-DAS di pulau Jawa dan Bali. Tingkat

kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat petani yang rendah akan

mendahulukan kebutuhan primer dan sekunder (sandang, pangan, dan papan)

11

Page 12: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

bukan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi perambahan hutan

di daerah hulu DAS, penebangan liar dan praktik-praktik pertanian lahan kering di

perbukitan yang akan meningkatkan kekritisan DAS serta kurangnya keterpaduan

dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk

dalam hal pembiayaannya. Hal ini karena banyaknya instansi yang terlibat dalam

pengelolaan DAS seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum,

Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Bakosurtanal dan

Kementerian Lingkungan Hidup, perusahaan swasta dan masyarakat.

Permasalahan lain yang sangat dirasakan dalam pengelolaan DAS

disamping masalah ego sektoral yang sangat mencolok, juga terdapat masalah

dimana ada di beberapa kalangan instansi Pemerintah/Departemen/Lembaga,

Pemda/Bappeda, Pemerhati, LSM bahkan Pakar masih belum sepenuhnya

memahami tentang pengertian DAS dan implikasinya terhadap tata air dan

terhadap terjadinya bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan sehingga sering

terjadi kesalahan dalam menetapkan kebijakan dan program sektornya yang tidak

berbasis DAS.

Hal-hal inilah yang menyebabkan pembangunan di daerah sulit dikontrol

sehingga terjadilah kerancuan pemanfaatan tata ruang. Dari hasil analisis yang

dilakukan juga ditemukan beberapa permasalahan dalam pemanfaatan lahan

antara lain:

Para pelaku pembangunan belum memahami secara lengkap mengenai

pentingnya keputusan keputusan tersebut dalam pemanfaatan ruang. Selain

itu, masih banyak yang belum dapat membaca atau menginterpretasikan

rencana yang telah disusun karena kekurang pahaman mengenai penataan

ruang.

Masih terikatnya masing-masing sektor oleh target sektoral yang sukar

untuk menterjemahkan ke dalam ruang. Saat ini, masingmasing sektor

memiliki target tertentu berdasarkan interpretasi terhadap sektor makro.

Sebenarnya, hal ini bukan masalah dari sektor tersebut, melainkan masalah

dalam proses tersebut.

Sukarnya membentuk keterpaduan dana sehingga dalam pelaksanaannya

sering digunakan dana yang dimiliki oleh sektor tersebut sendiri, atau

12

Page 13: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

tidak meratanya dana yang disalurkan untuk melaksanakan kegiatan

yang telah ditetapkan di dalam rencana tata ruang.

Kurang serasinya pemanfaatan sumber daya lahan oleh dunia usaha karena

belum adanya rencana tata ruang yang diacu. Hal ini dapat dilihat dari

pembangunan pemukiman skala besar oleh swasta yang menyebar.

Kurang jelasnya pihak yang bertanggung jawab dalam proses perubahan

tata guna lahan, termasuk kriteria yang digunakan untuk melakukan

perubahan tersebut. Akibatnya banyak lahan yang berubah fungsinya

tanpa arah, seperti terjadinya perubahan lahan irigasi teknis untuk kegiatan

pembangunan lainnya. Hal ini dapat memberi dampak bagi kehidupan

sosial ekonomi masyarakat setempat, seperti hilangnya mata pencaharian

merekadan semakin tersisih oleh pendatang. Di samping itu, alih guna

lahan tersebut juga menimbulkan kerugian bagi pemerintah, karena

investasi irigasi yang telah dibangun dengan biaya cukup besar akhirnya

tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Selain itu, juga terjadi masalah dalam pelibatan pemangku kepentingan

dalam pembangunan di suatu daerah. Kebijakan yang dirumuskan untuk mencapai

sasaran perencanaan pada umumnya hanya melihat dari sisi satu pemangku

kepentingan saja yaitu pemerintah. Pembangunan daerah tidak hanya

diselenggarakan oleh pemangku kepentingan pemerintah saja, tetapi juga oleh

pihak swasta atau dunia usaha, dan masyarakat. Rancangan yang ada kurang peka

terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat sehingga pendekatan perencanaan

untuk sebuah daerah yang satu dan daerah lainnya sering kali sama. Hal ini sering

mengakibatkan perencanaan daerah tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Tantangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ke Depan

Luas kawasan hutan pada tahun 2007 adalah sekitar 133,695 juta hectare

(Badan Planologi Kehutanan, tahun 2007) dan jumlah penduduk Indonesia lebih

dari 220 juta. Degradasi hutan dan lahan semakin meluas sebagai akibat

penambahan jumlah penduduk yang memerlukan lahan untuk sandang, pangan,

papan dan energi. Pengurangan areal hutan untuk pertanian dan konversi lahan

pertanian untuk bangunan akan menurunkan resapan air hujan dan meningkatkan

13

Page 14: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

aliran air permukaan sehingga frekuensi bencana banjir dan tanah longsor

semakin tinggi. Degradasi hutan dan lahan terutama di hulu DAS harus bisa

direhabilitasi dengan adanya pengelolaan DAS yang dilakukan secara terpadu

oleh semua pihak yang ada pada DAS dengan memperhitungkan biofosik dan

semua aspek sosial ekonomi.

Degradasi di lahan pertanian terus terjadi akibat erosi tanah yang tinggi

sehingga memicu semakin luasnya lahan kritis dan meningkatnya sedimentasi

pada waduk-waduk yang akan berdampak pada berkurangnya daya tampung dan

pasokan air untuk irigasi serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Apabila

tidak dilakukan upaya-upaya untuk mencegah degradasi hutan dan lahan serta

upaya untuk memulihkannya, maka DAS akan semakin menurun kualitasnya.

Karena itu pengelolaan DAS di masa yang akan datang harus mampu

mengkonservasi, merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan dan lahan

yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang dan jasa lingkungan

yang semakin meningkat.

Pengelolaan DAS melibatkan banyak pihak mulai unsur pemerintahan,

swasta, dan masyarakat. Ada indikasi bahwa kesadaran dan kemampuan para

pihak dalam melestarikan ekosistem DAS masih rendah, misalya masih banyak

lahan yang seharusnya berupa kawasan lindung atau resapan air masih digunakan

untuk fungsi budidaya yang diolah secara intensif atau dibangun untuk

pemukiman baik secara legal maupun illegal, sehingga meningkatkan resiko erosi,

longsor dan banjir. Dalam aliran sungai sendiri sering dijumpai sampah dan

limbah dari berbagai sumber yang menyebabkan pendangkalan, penyumbatan,

dan pencemaran air sungai sehingga kualitas air dan palung sungai menjadi rusak

yang pada akhirnya merugikan lingkungan dan kehidupan masyarakat. Rendahnya

kesadaran, kemampuan dan partisipasi para pihak dalam pengelolaan DAS

menjadi tantangan bagi para pengelola DAS dan unsure lain yang terkait dengan

pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat secara luas.

14

Page 15: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

PENUTUP

Pengelolaan DAS jelas melibatkan banyak pihak yang berkepentingan

baik lintas sektoral maupun lintas wilayah administrasi sehingga untuk

mewujudkan tujuan pengelolaan DAS terpadu diperlukan kelembagaan yang

memadai yang dapat memfasilitasi koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinegi

antar pihak berkepentingan tersebut. Walupun beberapa lembaga koordinatif

”Forum DAS” telah terbentuk namun masih banyak tugas dan fungsi forum belum

berjalan secara optimal karena masih menghadapi berbagai kendala dan

permasalahan yang cukup kompleks. Karena itu dimasa yang akan datang masih

diperlukan penelitian atau kajian untuk mendukung pembinaan dan

pengembangan kelembgaan DAS kearah yang lebih baik. Kebutuhan penelitian

atau kajian kelembagaan tersebut antara lain:

1) Analisis posisi dan peran lembaga ditinjau dari aspek lembaga yang terlibat

dalam kebijakan, program dan kegiatan dalam pengelolaan DAS.

2) Menganalisis kapasitas lembaga pemerintah yang terlibat dalam mengatasi

masalah yang terjadi di DAS.

3) Menganalisis mekanisme koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam

pengelolaan DAS.

4) Merancang bangun alternatif kelembagaan pengelolaan DAS.

Dalam pengelolaan hutan yang terkait dengan hasil air, secara

spasial/keruangan terdapat keeratan dengan satuan/unit DAS. Air yang dihasilkan

oleh kawasan hutan juga mengalir melalui jejaring sungai yang terdapat pada

suatu DAS. Pendekatan satuan/unit DAS ini dimaksudkan untuk memudahkan

dalam pengukuran atau prediksi hasil air dari kawasan hutan, karena pada suatu

DAS ada kemungkinan secara keseluruhan tertutup oleh kawasan hutan atau

kombinasi sebagian kawasan hutan dengan berbagai penggunaan lahan lainnya.

Selain itu, karakteristik air yang berasal dari curah hujan yang turun pada

suatu wilayah alirannya dibatasi oleh wilayah DAS. Oleh karena itu, untuk

mengetahui hasil air dari suatu kawasan hutan bisa dilakukan pada satuan wilayah

DAS berhutan, sehingga basis unit DAS dimaksudkan untuk memudahkan dalam

pengelolaan hutan yang terkait dengan hasil air.

15

Page 16: makalah KPUUK:Rehabilitasi Hutan Dan Peningkatan Daya Dukung DAS

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai. DitJen. RLPS. Dit. RLKT. Jakarta

Ditjen RLPS. 2009. Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. Samanta Foundation.

Jakarta.

Direktur Pengelolaan DAS. 2007. Kebijakan Umum Pengelolaan DAS. Makalah

disampaikan dalam rangka Lokakarya Pembentukan Forum DAS Barito

Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Tidak dipublikasikan.

Kompas. 2007. DAS Empat Sungai Besar di Kalimantan Selatan Makin Kritis.

www.kompas.com

Sirang, K. 2007. Pembentukan Forum DAS Propinsi Kalimantan Selatan

(AspekKelembagaan). Makalah disampaikan dalam rangka

LokakaryaPembentukan Forum DAS Barito Kalimantan

Selatan.Banjarbaru. Tidak dipublikasikan.

Sunaryo, N. 2007. Upaya Pengembangan Forum DAS di Indonesia. Makalah

disampaikan dalam rangka LokakaryaPembentukan Forum DAS Barito

Kalimantan Selatan. Banjarbaru.Tidakdipublikasikan.

Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

16