makalah kog-metakog fix
DESCRIPTION
teori kgnitif adalah sebuah teori tentang pehamahaman konsep yang dikeluarkan dari otak siswa sehingga pemikiran siswalah, jadi hal ini siswa dituntut mandiri dalam belajarTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran merupakan kondisi yang kompleks, terjadi antara proses
mengajar oleh guru/dosen dan pebelajar oleh siswa/mahasiswa. Sehingga proses
pembelajaran tidak dipandang sebagai proses yang mudah dilalui melalui
penghafalan suatu fakta, atau pendefenisian suatu istilah oleh guru/dosen saja.
Melainkan proses dengan kegiatan yang berkualitas antara guru dan siswa atau
antara dosen dan mahasiswanya.
Telah disinggung pada pertemuan sebelumnya bahwa pembelajaran
berlandaskan pada tiga teori pembelajaran yaitu behaviorisme, kognitivisme dan
konstruktivisme, serta humanisme. Apa dan bagaimana ketiga teori tersebut
diterapkan dalam pembelajaran telah diulas satu persatu, nah kini saatnya
memfokuskan bagaimana teori perkembangan kognitif dan metakognitif dalam
pembelajaran. Mengapa hal ini penting dikaji, karena pembelajaran berkaitan
dengan manusia yang dinamis, seorang guru mengajar di kelas bertemu dengan
berbagai karakteristik siswa, ditinjau dari segi umur, jenis kelamin, status social,
minat dan banyak hal lainnya, sebab itu dengan memahami kajian perkembangan
kognitif secara mendasar membantu guru mengenal lebih dalam tentang siswa-
siswa di kelasnya atau sebagai seorang dosen untuk lebih mengenal mahasiswa di
kelasnya.
Teori perkembangan kognitif adalah teori yang dikembangkan oleh Jean
Piaget, seorang psikolog Swis tahun 1896 – 1980, teorinya memberikan banyak
konsep utama dalam psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini membahas muncul dan diperolehnya
schemata – skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya
dalam tahapan – tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru
dalam merepresentasikan informasi secara mental (Setiani, 2010). Hasil dari suatu
pembelajaran adalah hasil belajar itu sendiri. Hasil belajar dapat dikatakan
berkualitas apabila pebelajar secara sadar mampu mengontrol proses kognitifnya
2
secara berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan kemampuan
metakognitif. Oleh karena itu lanjutan dari suatu perkembangan kognitif adalah
metakognitif. Metakognitif adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui
dan apa yang tidak diketahui, dalam pembelajaran, siswa mengetahui bagaimana
untuk belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimilki, dan
mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif (Hafis, 2011).
Salah satu aspek perkembangan yang selalu menjadi fokus perhatian adalah
perkembangan kognitif anak dengan tidak mengabaikan aspek perkembangan
lainnya. Perkembangan kognitif dianggap penting karena sering dikaitkan dengan
kecerdasan anak. Perkembangan kognitif yang normal mengindikasikan
berkembangnya kecerdasan anak. Sementara perkembangan kognitif berlaku sejak
awal kelahiran atau bahkan semenjak prenatal, aspek lain seperti emosi dan
spiritual mengalami perkembangan yang pesat sesudahnya walaupun dasar-
dasarnya telah mulai dididikkan sejak dini (Lidinillah, 2009:1).
Perkembangan kognitif dianggap sebagai penentu kecerdasan intelektual
anak. Kemampuan kognitif terus berkembang seiring dengan proses pendidikan
serta juga dipengaruhi oleh faktor perkembangan fisik terutama otak secara
biologis. Perkembangan selanjutnya berkaitan dengan kognitif adalah bagaimana
mengelola atau mengatur kemampuan kognitif tersebut dalam merespon situasi
atau permasalahan. Tentunya, aspek-aspek kognitif tidak dapat berjalan sendiri
secara terpisah tetapi perlu dikendalikan atau diatur sehingga jika seseorang akan
menggunakan kemampuan kognitifnya maka perlu kemampuan untuk
menentukan dan pengatur aktivitas kognitif apa yang akan digunakan. Oleh
karena itu, sesorang harus memiliki kesadaran tentang kemampuan berpikirnya
sendiri serta mampu untuk mengaturnya. Para ahli mengatakan kemampuan ini
disebut dengan metakognitif (Lidinillah, 2009:1).
Saat ini, kajian tentang metakognitif telah berkembang bahkan telah
diterapkan dalam pembelajaran seperti matematika dan bahasa. Misalnya, dalam
memecahkan masalah matematika, siswa perlu memiliki kemampuan
metakognitif untuk mengatur strategi pemecahan masalah, sedangkan dalam
pembelajaran bahasa adalah siswa harus memiliki kemampuan metakognitif
dalam membaca buku. Namun demikian, selama ini kemampuan metakognitif
3
dianggap baru dapat dikuasai oleh orang yang dewasa tetapi ternyata sudah dapat
dimiliki oleh seorang anak walaupun dalam bentuk yang sederhana. Berdasarkan
hal ini maka perlu kiranya upaya mengungkap lebih lanjut tentang perkembangan
metakognitif.
Atas dasar pemikiran itulah maka, makalah ini disusun untuk memaparkan
pembelajaran dengan perkembangan kognitif dan bagaimana mengatur kognitif
pembelajar (siswa) agar mereka dapat memahami dan menyadari tingkat kognitif
mereka dalam pembelajaran, sehingga dapat mengatasi masalah dan situasi dalam
proses tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
a) Apakah pengertian perkembangan, kognitif dan metakognitif?
b) Bagaimanakah pola perkembangan kognitif dan metakognitif?
c) Bagimanakah implementasi prinsip perkembangan kognitif dan
metakognitif dalam pembelajaran?
1.3 Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka penulisan makalah ini
bertujuan untuk:
a) Mengetahui pengertian perkembangan, kognitif dan metakognitif.
b) Mengetahui pola perkembangan kognitif dan metakognitif.
c) Mendeskripsikan implementasi prinsip perkembangan kognitif dan
metakognitif dalam pembelajaran.
1.4 Manfaat Penulisan
a) Sebagai informasi ilmiah bagi para mahasiswa yang mempelajari mata
kuliah PBM Biologi mengenai pembelajaran humanistik.
b) Sebagai sarana diskusi dalam proses pembelajaran mata kuliah PBM
Biologi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
b.1 Pengertian Perkembangan, Kognitif dan Metakognitif
b.1.1 Pengertian Perkembangan
Menurut Depkes RI (2007) perkembangan adalah bertambahnya struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi
secara simultan dengan perkembangan. Sejalan dengan hal tersebut, Syah (2004)
mengemukakan bahwa perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang
mengacu pada mutu fungsi organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu
sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada
penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan itu adalah perubahan dan
pertambahan kualitatif daripada setiap fungsi disebabkan adanya proses
pertumbuhan material yang memungkinkan adanya fungsi itu, di samping itu juga
disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar. Jadi kita
dapat merumuskan pengertian perkembangan pribadi sebagai perubahan kualitatif
dari setiap fungsi.
Chaplin mengartikan perkembangan sebagai perubahan yang
berkesinambungan dan progresif dalam organisme, mulai dari lahir sampai mati.
Perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri baru. Sementara Monks menegaskan bahwa perkembangan menunjuk
pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali,
(Fauzi, 2009).
Berbagai pengertian perkembangan menurut para pakar tersebut di atas
dapat menjadi dasar bagi kita untuk menarik simpulan bahwa "Perkembangan"
adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-
organ jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani tersebut, sehingga penekanan arti
perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikhologis yang
5
termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis. Proses perkembangan akan
berlangsung sepanjang kehidupan manusia, sedang proses pertumbuhan seringkali
akan berhenti bila seseorang telah mencapai kematangan fisik.
Setiap perubahan dalam arti perkembangan yang dialami anak merupakan
hasil integrasi dan pengaruh timbal balik antara potensi hereditas yang dibawa
anak sejak lahir, yang menurut Ki Hajar Dewantoro disebut dengan faktor
“dasar” dengan faktor-faktor lingkungan yang diistilahkan dengan faktor “ajar”.
Perkembangan setiap anak pada batas-batas tertentu banyak diwarnai oleh
pengaruh hereditas yang berupa potensi fisik, dan psikis. Dan kualitas alami
tersebut mempengaruhi cara bereaksi atau respon anak terhadap segala pengaruh
dari lingkungan fisik maupun sosialnya. Kualitas-kualitas bawaan anak tampak
pada ciri-ciri fisik misalnya: postur tubuh, warna rambut, bentuk hidung, dan
lain-lain. Hal ini juga tampak pada karakteristik psikis misalnya: kecerdasan,
ketekunan, minat, temperamen, dan sebagainya.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan antara lain (Kartono, 2004):
a) Faktor herediter (warisan sejak lahir), bawaan).
b) Faktor lingkungan, yang menguntungkan atau yang merugikan.
c) Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis.
d) Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan
sosial, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.
Antara hereditas dan lingkungan membentuk integritas dalam menentukan
kualitas dan arah perkembangan manusia. Bagaimanapun tinggi kualitas
kecenderungan pada hereditas tidak mungkin terwujud menjadi prestasi bila
lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, sebaliknya
kecenderungan yang tidak begitu berkualitas, dapat menjadi prestasi yang
menonjol karena memperoleh rangsangan kuat dari lingkungan. Nurwidodo et al.
(2010) menguraikan interaksi kedua faktor tersebut sebagai sumber pengaruh
dalam perkembangan anak, dimana perkembangan merupakan keluaran fungsi
bersama dari ubahan organismik dan ubahan lingkungan, yang kompleksitas
interaksinya digambarkan skema berikut ini:
Faktor Genetik
Lingkungan Rahim
KarakteristikKonstitutional
Bayi lahir
Proses Kelahiran
Proses Pematangan
Lingkungan Pasca lahirINDIVIDU
BERKEMBANG
Prenatal
Kelahiran
Pasca lahir
Interaksi
InteraksiInteraksi
Anak orang tua
6
INTERNAL EKSTERNAL
Gambar 1. Interaksi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
(Nurwidodo et al., 2010).
Seberapa besar kedua faktor tersebut memberikan warna terhadap
perkembangan individu, juga sangat bervariasi rumusannya. Dari banyak
pendapat tersebut secara garis besar terbagi menjadi tiga kelompok ialah:
Pendapat para ahli yang mengikuti aliran Nativisme, Pendapat para ahli yang
mengikuti aliran Empirisme, dan Pendapat para ahli yang mengikuti aliran
Konvergensi, dan teori-teori lainnya.
b.1.2 Pengertian Kognitif
Menurut Gagne kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam
pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir, Neisser mengungkapkan
Istilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti, pengertian yang luas tentang cognition (kognisi) adalah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan (Nadhirin, 2010). Kognitif merupakan
konsep yang luas dan inklusif yang berhubungan dengan kegiatan mental dalam
memperoleh, mengolah, mengorganisasi dan menggunakan pengetahuan (Mussen
et al., 1988:194). Istilah kognitif digunakan psikolog untuk menjelaskan semua
aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan
pengolahan informasi yang memungkinakn seseorang memperoleh pengetahuan,
7
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan. Kognitif juga berarti
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya (Desmita, 2006:103).
Proses utama yang termasuk di dalam istilah kognisi mencakup mendeteksi,
menginterpretasi, mengklarifikasi, mengingat informasi, mengevaluasi gagasan,
menyaring prinsip, dan menarik kesimpulan dari aturan; membayangkan
kemungkinan, mengatur strategi, berfantasi dan bermimpi (Mussen et al.,
1988:194). Dalam Dictionary Of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa
“kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni
persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran” Ruang Lingkup
dari kognisi adalah sebagaimana dalam gambar di bawah.
Gambar 2. Ruang Lingkup Kognisi (Nurwidodo et al., 2010).
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahawa kemampuan kognitif
merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku siswa.
Dengan kemampuan kognitif ini, maka siswa dipandang sebagai individu yang
secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
8
b.1.3 Pengertian Metakognitif
Perkembangan dalam psikologi bidang pendidikan berjalan sangat pesat,
salah satunya adalah perkembangan konsep metakognisi (metacognition) yang pada
intinya menggali pemikiran orang tentang berpikir ” thinking about thinking”.
Konsep dari metakognisi adalah ide dari berpikir tentang pikiran pada diri sendiri.
Termasuk kesadaran tentang apa yang diketahui seseorang (pengetahuan
metakognitif), apa yang dapat dilakukan seseorang (keterampilan metakognitif) dan
apa yang diketahui seseorang tentang kemampuan kognitif dirinya sendiri
(pengalaman metakognitif) (Fauzi, 2009:1). Metakognisi (metacognition)
merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976.
Menurut sejarah konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell
pada tahun 1976 yang didasarkan pada konsep metamemori. Flavell (1976)
menggunakan istilah metakognisi mengacu pada kesadaran seseorang tentang
pertimbangan dan kontrol dari proses dan strategi kognitifnya. Sejak pertama kali
diperkenalkan oleh Flavell sudah banyak arti yang diberikan pada istilah
metakognisi. Meskipun demikian telah ada acuan yang dibuat pada dua aspek dari
metakognisi yaitu pengetahuan tentang kognisi dan pengaturan dari kognisi
tersebut. Sejak tahun 1970-an metakognisi sudah dikenal dalam bidang psikologi
kognitif. Awalan meta mengisyaratkan bahwa proses internal merupakan sentral
dari konsep aktivitas kognitif. Secara umum metakognisi adalah model dari
kognisi, yang merupakan aktivitas pada suatu meta-level dan dihubungkan untuk
objek (seperti kognisi) melalui monitoring dan fungsi kontrol. Meta-level
diinformasikan oleh objek-kata melalui fungsi monitoring dan memodifikasi
objek-kata melalui fungsi kontrol. Sehingga metakognisi mempunyai peranan
ganda yaitu sebagai suatu bentuk representasi kognisi yang didasarkan pada
proses monitoring dan kontrol guna pada kognisi yang didasarkan pada
representasi dari kognisi.
Metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui
tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta
menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan
yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat
pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
9
Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan
tinggi dalam memecahkan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan
senantiasa muncul pertanyaan : “Apa yang saya kerjakan?”; “Mengapa saya
mengerjakan ini?”; “Hal apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah
ini?” (Suherman et al., 2001: 95).
Jonassen (2000:14) memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran
seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran
sesuatu masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya,
kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan
kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri. Sedangkan pengalaman
metakognitif adalah proses-proses yang dapat diterapkan untuk mengontrol
aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuan-tujuan kognitif.
Sementara menurut Desmita (2006:137), metakognitif adalah “knowledge
and awareness about cognitive processes – or our thought about thinking”. Jadi
metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat
penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam
menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai
“thinking about thingking”. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk
keperluan efisiensi penggunaan kognitif siswa dalam proses pembelajarannya.
Sukmadinata & As’ari (2006: 26) memberikan rincian dari pengetahuan
yang dapat dikuasi atau diajarkan pada setiap tahapan kognitif. Dalam lingkup
pengetahuan tersebut, pengetahuan metakognitif menempati pada tingkat tertinggi
setelah pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan metakognitif meliputi pengetahuan strategik, pengetahuan tugas-
tugas berpikir dan pengetahuan pribadi. Sebagai contoh pengetahuan
metakognitif, yaitu pengetahuan tentang langkah-langkah penelitian, rencana
kegiatan dan program kerja; pengetahuan tentang jenis metode, tes yang harus
digunakan dan dikerjakan guru; dan pengetahuan tentang sikap, minat,
karakteristik yang harus dikuasai untuk menjadi seorang guru yang baik.
Berdasarkan beberapa definisi tentang metakognisi, maka Kuntjojo (2009)
mengemukakan pokok-pokok pengertian tentang metakognisi sebagai berikut
10
a) Metakognisi merupakan kemampuan jiwa yang termasuk dalam kelompok
kognisi.
b) Metakognisi merupakan kemampuan untuk menyadari, mengetahui, proses
kognisi yang terjadi pada diri sendiri.
c) Metakognisi merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses kognisi
yang terjadi pada diri sendiri.
d) Metakognisi merupakan kemampuan belajar bagaimana mestinya belajar di-
lakukan yang meliputi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
e) Metakognisi merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi. Dikatakan
demikian karena aktivitas ini mampu mengontrol proses berpikir yang
sedang berlangsung pada diri sendiri.
Menurut Flavell (1976), pengetahuan metakognitif secara umum dapat
dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu:
a) Variabel individu
Mencakup pengetahuan tentang persons, manusia (diri sendiri dan juga
orang lain), yang mengandung wawasan bahwa manusia, termasuk saya
sendiri, memiliki keterbatasan dalam jumlah informasi yang dapat diproses.
b) Variabel Tugas
Mencakup pengetahuan tentang tugas-tugas, yang mengandung wawasan
bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan kita lebih sulit atau lebih
mudah memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas.
c) Variabel Strategi
Mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi kesulitan.
b.2 Perkembangan Kognitif dan Perkembangan Metakognitif
b.2.1 Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia
yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya. Salah satu tokoh yang penting yang mengkaji dan meneliti
11
perkembangan kognitif anak adalah Jean Piaget. Jean Piaget meneliti dan menulis
subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Piaget
menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan
dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda secara
kualitatif. Menurut penelitiannya tahap-tahap perkembangan individu/pribadi serta
perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata
(Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat
mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan
karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis,
sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian
seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap
dibandingkan ketika ia masih kecil.
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang
menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek
dan kejadian-kejadian sekitarnya, bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi
dari objek-objek seperti, bagaimana cara anak mengelompokan objek-objek untuk
mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk
memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-
peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut
(Fauzi, 2009).
Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda (Nadhirin,
2010), yaitu:
1. Struktur disebut juga scheme (skemata/Schemas). Dua hal penting yg harus
diingat tentang membangun struktur kognitif: 1) seseorang terlibat secara
aktif dalam membangun proses. 2) lingkungan dimana seseorang
berinteraksi penting untuk perkembangan struktural. Piaget tidak melihat
struktur kognitif sebagai mekanisme biologis lahiriah. Dia tidak percaya
bahwa anak-anak memasuki dunia dengan “piranti dasar” untuk memahami
realita. Anak-anak secara perlahan & bertahap membangun cara pandang
mereka sendiri terhadap realita. Pembentukan struktur kognitif mulai pada
awal kehidupan segera setelah bayi mulai memiliki pengalaman dengan
12
lingkungan. Piaget percaya bahwa seorang bayi yg tidak berpengalaman
penuh memiliki struktur yg sudah terbentuk yg memprogramkan mereka
untuk berinteraksi dengan lingkungan, ini yg disebut struktur fisik, seperti
sistem syaraf & otak manusia serta organ sensorik spesifik. Dan refleks-
refleks yg disebut sebagai “automatic behavioral reactions”. Bayi melatih
struktur-struktur ini dalam interaksi dengan lingkungan & memulainya
dengan segera untuk mengembangkan struktur kognitif.
2. Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu
menghadapi sesuatu masalah. Merupakan materi kasar, karena Piaget kurang
tertarik pada apa yg anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang
mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding
dengan struktur & fungsinya, Bila isi adalah “apa” dari inteligensi,
sedangkan “bagaimana” & “mengapa” ditentukan oleh kognitif atau
intelektual.
3. Fungsi disebut fungtion, yaitu suatu proses dimana struktur kognitif
dibangun. Semua organisme hidup yang berinteraksi dengan lingkungan
mempunyai fungsi melalui proses organisasi & adaptasi. Organisasi:
cenderung untuk mengintegrasi diri dan dunia ke dalam suatu bentuk dari
bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang penuh arti, sebagai suatu cara
untuk mengurangi kompleksitas. Adaptasi terhadap lingkungan terjadi
dalam 2 cara: Asimilasi yaitu organisme memanipulasi dunia luar dengan
cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya, asimilasi mengambil
sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah
ada. Akomodasi organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih
menyukai lingkungannya, ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka
mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang
berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di
atasnya. Kemajuan dalam kemampuan kognitif dianggap bertahap dan teratur
selama masa kanak-kanak, tetapi Piaget menggambarkan urutan dari empat tahap
kualitatif tertentu. Piaget, mengemukakan 4 (empat) tahapan perkembangan
kognitif individu, (Mussen et al., 1988:201-209) menjelaskan, yaitu:
13
1. Tahap Sensori-Motor (0-2 tahun), inteligensi sensori-motor dipandang
sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk
belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir
mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini
masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat
berarti untuk menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan
dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal objek
permanen. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau
tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada.
2. Tahap Pra Operasional (2–7 tahun), pada tahap ini anak sudah memiliki
penguasaan sempurna tentang objek permanen. Artinya, anak tersebut
sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada
atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak
dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi
benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor,
yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ini
ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak
untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan
kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta
mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
14
3. Tahap konkret-operasional (7-11 tahun), pada periode ini ditandai oleh
adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan
langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran
dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada
dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah
sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada
keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada
periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda
dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
4. Tahap formal-operasional (11 tahun-dewasa), pada periode ini seorang
remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara
simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu:
kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan
dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Kapasitas menggunakan prinsip –
prinsip abstrak; kemapuan untuk mempelajari materi – materi pelajaran
yang abstrak secara luas dan mendalam.
Urutan perkembangan di atas tidak berubah-ubah, berarti tiap-tiap anak
normal melalui tahap-tahap ini dalam urutan yang sama. Tidak seorang pun anak
melewati tahap pra operasional ke tahap operasional formal tanpa melalui tahap
operasional konkret. Hal ini disebabkan karena masing-masing tahap tumbuh dan
merupakan penurunan hasil yang dicapai pada tahap sebelumnya. Pada setiap
tahap, kemampuan kognitif yang baru, yang lebih adaptif ditambahkan dari apa
yang telah dicapai sebelumnya (Mussen et al., 1988:201).
Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai definisi diatas adalah bahwa
perkembangan kognitif serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus
menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang
dimiliki individu menuju ketahap kematangan melalui belajar. Perkembangan
menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari
tahap aktivitas yang sederhana ketahap yang lebih tinggi. Sehingga perkembangan
15
kognitif disusun dari kemampuan kognisi yang sederhana ke kognisi yang
kompleks. Perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tapi pasti, melalui
suatu tahap ke tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju. Seperti
yang dijelaskan oleh Setiani (2010) tentang perkembangan kognitif adalah tahap-
tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa;
mulai dari proses-proses berpikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi
yaitu konsep-konsep abstrak dan logis.
b.2.2 Perkembangan Metakognitif
Pada umumnya teori-teori tentang kemampuan metakogntif mendapat
inspirasi dari penelitian J.H Plavel mengenai pengetahuan metakognitif dan
penelitian A.L. Brown mengenai metakognitif atau pengontrolan pengaturan diri
(self-regulation) selama pemecahan masalah. Penelitian Flavel tentang
metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel menunjukkan bahwa anak-
anak yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan
dengan dunia fisik, terpisah dari dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek
dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif
menginterpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami. Anak-anak usia 3 tahun
telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang
menyenangkan, yang referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau
khayalan), dan yang unik bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan pikiran
dengan pengetahuan (Desmita, 2006: 137-138).
Dari beberapa penelitian lain terungkap bahwa anak-anak yang masih kecil
usia 2 – 2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan sebuah objek
dari orang lain mereka harus menggunakan taktik penipuan, seperti berbohong
atau menghilangkan jejak mereka sendiri. Sementara Wellman dan Gelman
(Desmita, 2006 : 138) menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran
manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya.
Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa
kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang
berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut. Secara lebih rinci Wellman
menunjukkan kemajuan pikiran anak usia 3 tahun dalam empat tipe pemahaman
yang menjadi dasar bagi pikiran teoritis mereka, yaitu : (1) memahami bahwa
16
pikiran terpisah dari objek-objek lain; (2) memahami bahwa pikiran menghasilkan
keinginan dan kepercayaan; (3) memahami tentang bagaimana tipe-tpe keadaan
mental yang berbeda-beda berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran
digunakan untuk menggambarkan realitas eksternal.
Berdasarkan hal ini, berarti kemampuan metakognitif telah berkembang
sejak masa anak-anak awal dan terus berlanjut sampai usia sekolah dasar dan
seterusnya mencapai bentuknya yang lebih mapan. Pada usia sekolah dasar seiring
dengan tuntutan kemampuan kognitif yang harus dikuasai oleh anak/siswa, mereka
dituntut pula untuk dapat menggunakan dan mengatur kognitif mereka.
Metakognitif banyak digunakan dalam situasi pembelajaran, seperti dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika, membaca buku, serta dalam
melakukan kegiatan drama atau bermain peran.
Kemampuan metakognitf anak tidak muncul dengan sendirinya, tetapi
memerlukan latihan sehingga menjadi kebiasaan. Suherman et al. (2001:96)
menyatakan bahwa perkembangan metakognitif dapat diupayakan melalui cara
dimana anak dituntut untuk mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan
kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang dia obeservasi. Oleh karena itu,
sangat penting bagi guru atau pendidik (termasuk orang tua) untuk
mengembangkan kemampuan metakognitif baik melalui pembelajaran ataupuan
mengembangkan kebiasaan di rumah.
b.3 Penerapan Prinsip Perkembangan Kognitif dan Metakognitif dalam
Pembelajaran
b.3.1 Penerapan Prinsip Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran
Menurut Piaget, manusia tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui
perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosioemosional,
perkembangan kognitif (berpikir) dan perkembangan bahasa. Perkembangan
kognitif sebagian besar bergantung kepada sejauh mana anak aktif memanipulasi
dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Riyanto, 2010:126). Implikasi teori
Piaget dalam pembelajaran berikut ini (Slavin, 1994) sejalan dengan petunjuk
pelaksanaan pembelajaran di sekolah, yaitu:
17
a) Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, dan
tidak sekedar kepada hasilnya.
b) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan.
Dari implikasi teori Piaget di atas, jelaslah guru harus mampu menciptakan
keadaan pebelajar yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya, guru tidak
sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada pebelajar, tetapi guru dapat
membangun pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar
(Trianto, 2010:73). Penerapan teori Piaget dalam pembelajaran juga berarti secara
terus-menerus menggunakan demontrasi dan merepresentasikan ide secara fisik.
Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi
terpisah namun untuk memahami lingkungan mereka sehingga prinsip belajar
kognitif yang banyak dipakai dalam perancangan dan pengembangan sistem
instruksional adalah sebagai berikut (Riyanto, 2010: 127-128):
a) Siswa akan lebih mudah mengingat dan memahami suatu pelajaran
apabila pelajaran itu disusun dengan baik berdasarkan pola dan logika
tertentu.
b) Penyusunan materi pelajaran ini harus dari yang sederhana ke yang sulit.
c) Belajar dengan pemahaman adalah lebih baik daripada dengan hafalan
tanpa pengertian.
d) Kepada siswa perlu diberikan suatu umpan balik kognitif dengan kata
lain siswa harus mengetahui keberhasilan atau kegagalan dalam
melaksanakan tugas yang diberikan.
e) Adanya perbedaan individual perlu diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi proses belajar siswa.
b.3.2 Penerapan Prinsip Perkembangan Metakognitif dalam
Pembelajaran
18
Kemampuan metakognitif adalah prosedur pengetahuan. Hal ini adalah apa
yang dilakukan seseorang secara sengaja untuk mengontrol kognisi. Sejak tahun
1980-an kurikulum matematika pada beberapa negara menekankan pada
pentingnya problem solving dan metakognisi diidentifikasikan sebagai suatu
faktor kunci dalam proses pemecahan masalah. Selanjutnya Foong (2002 : 135)
berpendapat bahwa mengajar melalui pemberian masalah-masalah memberikan
kesempatan pada siswa untuk membangun konsep matematika dan
mengembangkan keterampilan matematikanya. Untuk menyelesaikan masalah,
siswa harus mengamati, menghubungkan, bertanya, mencari alasan dan
mengambil kesimpulan. Keberhasilan dalam memecahkan masalah sangat erat
hubungannya dengan proses berpikir siswa dan tingkat kemampuan
metakognisinya.
Dengan demikian, menurut teori pemrosesan informasi, memori jangka
panjang memegang peranan yang sangat penting, karena dalam memori ini semua
pengetahuan yang telah dipelajari disimpan. Informasi yang telah ada di memori
jangka panjang dapat diambil atau diungkapkan kembali untuk suatu keperluan,
misalnya memecahkan masalah bidang akademik di sekolah, atau dalam
kehidupan sehari-hari di luar sekolah. Alur pemrosesan informasi disajikan dalam
diagram 1 berikut.
Gambar 3. Alur Pemprosesan Informasi (Fauzi, 2009)
19
Kemampuan metakognitif merupakan bagian dari apa yang disebut ”proses
eksekutif” atau ”strategi metakognitif”. Kemampuan metakognitif ini meliputi
aktivitas seperti perhatian, persepsi, orientasi/monitoring pengertian persyaratan
tugas, merencanakan langkah-langkah yang diambil untuk proses tugas,
merespon/mengecek dan mengatur proses kognitif jika terjadi kegagalan, dan
mengevaluasi hasil proses. Kemampuan metakognitif sebagai bagian dari proses
pengaturan diri, kemampuan mengontrol proses berpikir diri sendiri ada dalam
tiap tahapan dalam problem solving. Pada tiap tahap (tahap orientasi, tahap
organisasi, tahap eksekusi, dan tahap verifikasi) dalam menyelesaikan masalah
siswa harus memonitor berpikirnya sekaligus membuat keputusan-keputusan
dalam melaksanakan tahapan yang dipilihnya itu agar masalah dapat terselesaikan
dengan baik bahkan pada tahap akhir, siswa harus mempertanyakan kembali atas
jawaban yang dibuatnya apakah jawabannya benar-benar telah sesuai dan apakah
memungkinkan ada cara lain yang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan itu.
Lidinillah (2009) menyatakan bahwa perkembangan metakognitif dapat
diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk mengobservasi tentang apa
yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang dia
obeservasi, oleh karena itu, sangat penting bagi guru atau pendidik (termasuk
orang tua) untuk mengembangkan kemampuan metakognitif baik melalui
pembelajaran ataupuan mengembangkan kebiasaan di rumah.
Setyono (2008) mengemukakan konsep metakognisi Flavell dalam
pengertian yang bersifat fungsional, yaitu: 1) pengetahuan deklaratif seseorang
tentang proses kognitifnya, 2) prosedur pengaturan diri sendiri, mencakup
monitoring dan pengambilan keputusan langsung, dan 3) keyakinan dan
kesungguhan serta pengaruhnya terhadap unjuk kerjanya. Proses pengaturan diri
mencakup a) memahami hakikat masalah sebelum mengusahakan solusinya, b)
merencanakan pemecahannya, c) memantau atau memonitor apakah proses
berjalan dengan baik sehingga solusi dapat tercapai, dan d) mengalokasikan data
informasi atau memutuskan apa yang sebaiknya dikerjakan selagi berusaha
memecahkan masalah tersebut.
20
Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi
pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan
yang didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas-aktivitas sebagai
berikut (Taccasu Project, 2008).
1. Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar.
2. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan
belajar.
3. Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide
yang baru.
4. Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai
sumber belajar.
5. Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.
6. Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah
kelompok.
7. Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu
yang telah berhasil dalam bidang tertentu.
8. Belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu
yang telah berhasil dalam bidang tertentu.
9. Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.
Melalui implementasi prinsip perkembangan metakognitif dalam
pembelajaran, maka diharapkan proses pembelajaran selanjutnya dapat lebih
bermakna bagi siswa maupun mahasiswa sebagai pebelajar yang dinamis.
Metakognitif dalam pembelajaran membantu pebelajar memahami struktur dan
perkembangan kognitifnya sehingga mempermudah dalam proses
pembelajarannya.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a) (1) Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. (2) Kognisi adalah istilah umum
yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi,
penangkapan makna, penilaian dan penalaran. (3) Metakognisi mengacu
pada kesadaran seseorang tentang pertimbangan dan kontrol dari proses
dan strategi kognitifnya.
b) (1) Piaget dalam teorinya membagi perkembangan kognitif menjadi empat
tahapan yaitu: tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun), tahap pra-
operasional (umur 2 – 7 tahun), tahap operasional konkret (umur 7 – 11/12
tahun) dan tahap operasional formal (umur 11/12 ke atas). Ciri pokok
perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, deduktif dan induktif serta
logis dan probabilitas. (2) Kemampuan metakognitif telah berkembang
sejak masa anak-anak awal dan terus berlanjut sampai usia sekolah dasar
dan seterusnya mencapai bentuknya yang lebih mapan. Metakognitif
banyak digunakan dalam situasi pembelajaran, seperti dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika, membaca buku, serta
dalam melakukan kegiatan drama atau bermain peran.
c) (1) Implikasi teori Piaget menuntutu guru mampu menciptakan keadaan
pebelajar yang mampu untuk belajar sendiri. Guru tidak sepenuhnya
mengajarkan suatu bahan ajar kepada pebelajar, tetapi guru dapat
membangun pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar.
Penerapan teori Piaget dalam pembelajaran juga berarti secara terus-
22
menerus menggunakan demontrasi dan merepresentasikan ide secara fisik.
(2) Metakognisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana
seharusnya belajar yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan
melakukan aktivitas-aktivitas yang direkomendasikan. Metakognitif dalam
pembelajaran membantu pebelajar memahami struktur dan perkembangan
kognitifnya sehingga mempermudah dalam proses pembelajarannya.
3.2 Saran
a) Mahasiswa dapat berpartisipasi dalam mengkaji makalah ini dengan
efektif dan bekerja sama dengan baik.
b) Sebagai calon guru dan dosen maka mahasiswa sudah seharusnya
memahami perkembangan kognitif dan metakognitif sehingga dapat
diterapkan di proses pembelajarannya.
c) Kemampuan metakognitf anak tidak muncul dengan sendirinya, tetapi
memerlukan latihan sehingga menjadi kebiasaan. Perkembangan
metakognitif dapat diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk
mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk
merefleksi tentang apa yang dia obeservasi, oleh karena itu, sangat penting
bagi guru atau pendidik (termasuk orang tua) untuk mengembangkan
kemampuan metakognitif baik melalui pembelajaran ataupuan
mengembangkan kebiasaan di rumah.
23
DAFTAR RUJUKAN
Desmita. 2006.Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fauzi, K.M.A. 2009. Peranan Kemampuan Metakognitif Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sekolah Dasar. Kultura. Volume: 10 No.1 Juni 2009.
Flavell, J. 1976. Metakognitive Aspects of Problem Solving. In L.Resnick, (Ed), The Nature of Intelligence. Hillsdale, NJ : Erlbaum.
Foong, P.Y. 2002. Using Short Opend-Ended Mathematics Questions to Promote Thinking and Undestanding. National Institute of Education, Singapore [Online). (http:/www.math.unipa.it/~grim/SiFoong. PDF, diakses tanggal 28 September 2012).
Hafis, M. 2011. Pengertian Konsep Metakognitif. (Online). (http://hafismuaddab.wordpress.com/2011/03/15/pengertian-konsep-metakognitif/, diakses tanggal 28 September 2012).
Jonassen, D. 2000. Toward a Design Theory of Problem Solving To Appear in Educational Technologi: Research and Depelopement. [online] http://www.coe.missouri.edu/~jonassen/PSPaper%20 final.pdf, diakses tanggal 28 September 2012).
Kartono, K. 2004. Psikologi Anak Psikologi Perkembangan. Bandung: Mandar Maju.
Kuntjojo. 2009. Metakognisi dan Keberhasilan Belajar Peserta Didik. (Online). (http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/12/metakognisi-dan-keberhasilan-belajar-peserta-didik/, diakses tanggal 28 September 2012).
Lidinillah, D.A.M. 2009. Perkembangan Metakognitif dan Pengaruhnya pada Kemampuan Belajar Anak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia..
Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J. & Huston, A.C. 1988. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Edisi Keenam Jilid 1. Diterjemahkan oleh Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nadhirin, A.L. 2010. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Online). (http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget.html, diakses tanggal 28 September 2012).
24
Nurwidodo, Poerwanti, E., Sabilah, F., Syaifudin, M. & Purwanti, E. 2011. Bahan Ajar Cetak Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Ketenagaan, DIKTI DEPDIKNAS.
Riyanto, Y. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Cetakan Kedua. Jakarta: Kencana.
Setiani. 2010. Makalah Teori Perkembangan Kognitif. (Online). (http://teni-setiani.blogspot.com/2010/06/teori-perkembangan-kognitif.html, diakses tanggal 28 September 2012).
Suherman et al. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia..
Sukmadinata & As’ari. 2006 .Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di PT. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Syah, M. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Taccasu Project. 2008. Metacognition. (Online). (http://www.hku.hk/cepc/taccasu/ref/metacognition.html, diakses pada 28 September 2012).
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.