makalah jurrnal.doc

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh candida. Candida merupakan mikroflora normal pada rongga mulut, mikroorganisme ini mencapai 40 – 60 % dari populasi (Silverman S, 2001). Walaupun demikian jamur tersebut dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu atau pada orang-orang yang mempunyai penyakit-penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh sehingga menimbulkan suatu penyakit misalnya, sering ditemukan pada penderita AIDS (Farlane .M, 2002). Pada rongga mulut candida albicans merupakan spesies yang paling sering menimbulkan penyakit. Secara klinis dapat ditemukan berbagai penampilan berupa lesi putih atau lesi eritematus (Silverman S, 2001). Pada keadaan akut candidiasis dapat menimbulkan keluhan seperti rasa terbakar (burning sensation ), rasa sakit biasanya pada lidah, mukosa bukal,atau labial dan rasa kering atau xerostomia (Greenberg M. S. , 2003). Pada umumnya infeksi tersebut dapat di tanggulangi dengan menggunakan obat anti jamur baik secara topikal atau sistemik dengan mempertimbangkan kondisi atau penyakit-penyakit yang menyertainya. (Silverman S, 2001). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi candidiasis ? 2. Apa etiologi candidiasis ?

Upload: liuk-irawati

Post on 03-Jan-2016

139 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

telaah jurnal

TRANSCRIPT

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Candidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh candida. Candida

merupakan mikroflora normal pada rongga mulut, mikroorganisme ini mencapai 40 – 60 % dari

populasi (Silverman S, 2001). Walaupun demikian jamur tersebut dapat menjadi patogen dalam

kondisi tertentu atau pada orang-orang yang mempunyai penyakit-penyakit yang melemahkan

daya tahan tubuh sehingga menimbulkan suatu penyakit misalnya, sering ditemukan pada

penderita AIDS (Farlane .M, 2002).

Pada rongga mulut candida albicans merupakan spesies yang paling sering menimbulkan

penyakit. Secara klinis dapat ditemukan berbagai penampilan berupa lesi putih atau lesi

eritematus (Silverman S, 2001). Pada keadaan akut candidiasis dapat menimbulkan keluhan

seperti rasa terbakar (burning sensation ), rasa sakit biasanya pada lidah, mukosa bukal,atau

labial dan rasa kering atau xerostomia (Greenberg M. S. , 2003). Pada umumnya infeksi tersebut

dapat di tanggulangi dengan menggunakan obat anti jamur baik secara topikal atau sistemik

dengan mempertimbangkan kondisi atau penyakit-penyakit yang menyertainya. (Silverman S,

2001).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi candidiasis ?

2. Apa etiologi candidiasis ?

3. Apa faktor predesposisi candidiasis ?

4. Bagaimana gambaran klinis candidiasis ?

5. Bagaimana penatalaksanaan candidiasis ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi candidiasis

2. Untuk mengetahui etiologi candidiasis

3. Untuk mengetahui faktor predesposisi candidiasis

4. Untuk mengetahui gambaran klinis candidiasis

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan candidiasis

2

1.4 Manfaat

1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu gigi dan mulut

pada khususnya

2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan

klinik bagian ilmu gigi dan mulut

3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Candidiasis

Candidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan oleh

jamur candida. Candida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan

merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies candida mencapai 40 – 60 % dari seluruh

populasi mikroorganisme rongga mulut (Silverman,2001).

2.2 Etiologi Candidiasis

Candidiasis disebabakan oleh jamur candida. Terdapat lima spesies candida yaitu

c.albikans, c. tropikalis, c. glabrata, c. krusei dan c. parapsilosis. Dari kelima spesies candida

tersebut c. albikans merupakan spesies yang paling umum menyebabakan infeksi di rongga

mulut.(Nolte,1982)

Struktur c. albikans terdiri dari dinding sel, sitoplasma nukleus, membran golgi dan

endoplasmic retikuler. Dinding sel terdiri dari beberapa lapis dan dibentuk oleh mannoprotein,

gulkan, glukan chitin. (Farlane M, 2002). Candida albikans dapat tumbuh pada media yang

mengandung sumber karbon misalnya glukosa dan nitrogen biasanya digunakan ammonium

atau nitrat, kadang-kadang memerlukan biotin. Pertumbuhan jamur ditandai dengan

pertumbuhan ragi yang berbentuk oval atau sebagai elemen filamen hyfa atau pseudohyfa (sel

ragi yang memanjang) dan suatu masa filamen hyfa disebut mycelium. Spesies ini tumbuh pada

temperatur 20 – 40 derajat Celsius ( Mc Farlane 2002).

4

Tiga faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis oral adalah:

1. Status kekebalan tubuh pasien

Pertumbuhan kandida dapat dipermudah oleh kekebalan tubuh yang menurun seperti

pada HIV. Faktor yang juga dapat mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh adalah

kemoterapi kanker, stress, dan depresi. Infeksi paling sering terjadi pada pasien dengan jumlah

sel limfosit CD4+ menurun jumlahnya sampai 100 sel. Respon imun dari limfosit T dan Ig G, Ig

M, Ig A sangat penting untuk mencegah terjadinya terjadinya kandidiasis oral (Firriolo FJ, 2003;

Lehner T, 1995).

2. Kondisi mukosa oral pasien

Perubahan membran mukosa dan flora bakteri di rongga mulut dapat menunjang invasi

candida. Perubahan ini terjadi akibat pemakaian beberapa jenis obat, termasuk antibiotic jangka

lama, pemakaian steroid, serta kontrasepsi yang mengandung kadar estrogen yang tinggi

(Firriolo FJ, 2003; Winasa IG, 1996)

3. Kekuatan perlekatan partikel candida albican

Faktor utama yang menyebabkan virulensi candida albican terhadap mukosa oral dalah

kemampuan bertahannya candida albican pada sel-sel epitel lidah, mukosa pipi, dan palatum,

serta permukaan akrilik gigi tiruan. Tahap ini dalah langkah awal terjadinya kolonisasi dan

infeksi candidiasis oral (Firriolo FJ, 2003; Lehner T, 1995; Winasa IG, 1994).

Stomatitis akibat pemakaian gigi tiruan dapat terjadi tidak hanya disebabkan oleh

perlekatan kandida albikan pada permukaan akrilik gigi tiruan tapi juga dipengaruhi oleh

koagregasi atau interaksi kandida dengan streptokokus mutans atau streptokokus sanguis.

Mekanisme adhesi mungkin tergantung pada sucrose, dimana glukan yang dibentuk streptokokus

mutans merupakan tempat perlekatan candida (Lehner T, 1995).

2.3 Faktor Predesposisi Candidiasis

Terjadinya candidiasis di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama pengguna protesa,

xerostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio therapy, obat-obatan sitotoksis, konsentrasi

gula dalam darah (diabetes), penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit keganasan

(neoplasma), kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, dan Penderita Immuno

supresi (AIDS) (Silverman S, 2001).

Penggunaan protesa menyebabkan kurangnya pembersihan oleh saliva dan pengelupasan

epitel, hal ini mengakibatkan perubahan pada mukosa. Pada penderita xerostomia, penderita

5

yang di obati oleh radio aktif, dan yang menggunakan obat-obatan sitotoksis mempunyai

mekanisme pembersihan dan di hubungkan dengan pertahanan host menurun, hal ini

mengakibatkan mukositis dan glositis.

Penggunaan antibiotik dan kortikosteroid akan menghambat pertumbuhan bakteri

komensal sehingga mengakibatkan pertumbuhan kandida yang lebih banyak.dan menurunkan

daya tahan tubuh,karena kortikosteroid mengakibatkan penekanan sel mediated immune.

(Jainkittivong, 2007).

Pada penderita yang mengalami kelainan darah atau adanya pertumbuhan jaringan

(keganasan), sistem fagositosinya menurun, karena fungsi netrofil dan makrofag megalami

kerusakan.

Faktor predesposisi yang dapat mengubah kondisi mukosa mulut adalah (Firriolo FJ,

2003; Burket’s, 1994; Guyford JJ dan Haskell R, 1990; Regezi JA dan Scuibba J, 1993):

Xerostomia, terapi antibiotic, kondisi rongga mulut atau gigi tiruan yang buruk, defisiensi nutrisi

(zat besi, folat dan vitamin), perokok berat, displasia epitel rongga mulut, penggunaan obat

kumur berlebih.

Faktor predesposisi yang dapat mengubah status kekebalan tubuh pasien adalah (Firriolo

FJ, 2003; Burket’s, 1994; Guyford JJ dan Haskell R, 1990; Regezi JA dan Scuibba J, 1993):

penyakit kelainan darah, tahap akhir tumor ganas, usia lanjut atau usia pertumbuhan, terapi

radiasi dan kemoterapi, infeksi HIV atau penyakit imunokompromise yang lain, gangguan

endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, kehamilan, terapi kortikosteroid atau hipoadrenal),

malnutrisi dan malabsorbsi, terapi rawat inap di rumah sakit atau keadaan yang lemah setelah

operasi.

2.4 Patogenesa Candidiasis

Mikroorganisme penyebab dari candidiasis oral adalah jamur bersel tunggal dari keluarga

Crytokokakeae. Candida albican sebagaimana spesies jamur lainnya dapat hidup dlam beberapa

bentuk, yaitu dalam bnetuk vegetative, hifa, serta hifa semu (miselium) (Gayford JJ and Haskell

R, 1990; Regezi JA, Scuibba J, 1993; Lehner T, 1995). Bentuk vegetative paling sering dalam

mulut bersifat komensal dan jarang ditemukan berbahaya, sedangkan bentuk hifa bersifat

invasive, patogenik dan dapat menyebabkan infeksi candida (Sudiono J, 2002).

Terjadinya candidiasis pada rongga mulut di awali dengan adanya kemampuan candida

untuk melekat pada mukosa mulut, hal ini yang menyebabkan awal terjadinya infeksi. Sel ragi

6

atau jamur tidak melekat apabila mekanisme pembersihan oleh saliva, pengunyahan dan

penghancuran oleh asam lambung berjalan normal. Perlekatan jamur pada mukosa mulut

mengakibatkan proliferasi, kolonisasi tanpa atau dengan gejala infeksi (Mc Farlane, 2002).

Bahan-bahan polimerik ekstra selular (mannoprotein) yang menutupi permukaan candida

albicans merupakan komponen penting untuk perlekatan pada mukosa mulut. Candida albicans

menghasilkan proteinnase yang dapat mendegradasi protein saliva termasuk sekretori

imunoglobulin A, laktoferin, musin dan keratin juga sitotoksis terhadap sel host. Batas-batas

hidrolisis dapat terjadi pada pH 3.0(3.5)-pH 6.0. Dan mungkin melibatkan beberapa enzim lain

seperti fosfolipase, akan di hasilkan pada pH 3.5-6.0. Enzim ini menghancurkan membran sel

selanjutnya akan terjadi invasi jamur tersebut pada jaringan host. Hifa mampu tumbuh meluas

pada permukaan sel host. (Mc Farlane 2002)

2.5 Gambaran Klinis Candidiasis

Secara klinis candidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda, pada umumnya

berupa lesi-lesi putih atau area eritema difus (Silverman S, 2001). Penderita candidiasis akan

merasakan gejala seperti rasa terbakar dan perubahan rasa kecap.

Pada pemeriksaan klinis candidiasis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu

(Nolte,1982):

1. Akut

a. Akut Pseudomembran Candidiasis (Thrush)

Mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih kekuning-kuningan pada

permukaan mukosa rongga mulut, dapat dihilangkan dengan cara dikerok dan akan

meninggalkan jaringan yang berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak tersebut berisi

netrofil, dan sel-sel inflamasi sel epitel yang mati dan koloni atau hifa. (Greenberg M. S., 2003).

Pada penderita AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan dimana terbentuk ulser, invasi

candida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane 2002).

b. Akut Atrofik Candidiasis (Antibiotik sore mouth)

Secara klinis permukaan mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit

atau rasa terbakar, rasa kecap berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke tenggorokan

selama pengobatan atau sesudahnya candidiasis tipe ini pada umumnya ditemukan pada

penderita anemia defiensi zat besi. (Greenberg, 2003).

7

2. Kronik

a. Kronis hiperplastik kandidiasis (kandidiasis leukoplakia)

lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip dengan

leukoplakia tipe homogeny (Greenberg.2003). Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium

ke lapisan yang lebih dalam pada mukosa rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi, sebagai

respon jaringan inang. (Greenberg M 2003). Candidiasis leukoplakia sering ditemukan pada

mukosa bukal, bibir dan lidah.

b. Kronis Atrofik Candidiasis (denture stomatitis, denture sore mouth)

Faktor predisposisi terjadinya candidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga

menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut

menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva.

Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu inflamasi

ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran eritema difus, terlihat pada

palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan baik sebagian atau seluruh permukaan palatum

tersebut (15%-65%) dan hiperplasi papilar atau disebut juga tipe granular (Greenberg 2003).

3. Angular cheilitis (Perleche)

Terjadinya di duga berhubungan dengan denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi

Pmemegang peranan dalam ketahanan jaringan inang, seperti defisiensi vitamin B12, asam folat

dan zat besi, hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi agak

kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut (commisure) atau kulit sekitar mulut terlihat

pecah-pecah atau berfissure. (Nolte, 1982. Greenberg, 2003).

8

(Sumber: Rossie K and Guggenheimer J, 1997)

2.6 Pemeriksaan Penunjang Candidiasis

Untuk menentukan diagnosis kandidiasis harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis,

disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit. Bahan pemeriksaan dapat

diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau kerokan (scraping) lesi pada mukosa atau

kulit. Juga dapat digunakan darah, sputum dan urine.(Nolte, 1982). Selanjutnya bahan

pemeriksaan tersebut diletakkan pada gelas objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH),

hasilnya akan terlihat pseudohyphae yang tidak beraturan atau blastospora.

Selain pemeriksaan mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan agar

sabouraud`s atau eosinmethylene blue pada suhu 37 % C, hasilnya akan terbentuk koloni dalam

waktu 24-48 jam.(Nolte ,1982,Mc Farlen, 2002).

Esophageal candidiasis (pengecatan gram).

Tampak pseudohyphae memastikan

diagnosa infeksi Candida albicans

(sumber: Red Book, 2006)

Erythematous Candidiasis

Angular Cheilitis

Pseudomembranous Candidiasis

Hyperplastic Candidiasis Denture Stomatitis

Gambaran histopathologi dari infeksi

Candida albicans. Pseudohyphae and

hyphae sejati (methenamine silver stain)

ditemukan pada biopsi jaringan.

(sumber: Red Book, 2006)

9

Pada kasus hyperplastik kandidiasis kronis pada umumnya dilakukan biopsi, bahan

pemeriksaan dapat diwarnai dengan periodic acid schiff (P.A.S),hasilnya akan terlihat

pseudomyelin dan hifa (Silverman 2001, Mc Farlen, 2002). Disamping itu akan terlihat

parakeratosis dan leukosit polimorfonuklear (Mc Cullough, 2005). Untuk lebih jelasnya, dapat

dilihat pada skema di bawah ini.

(Skema pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis kandidiasis)

Oval budding yeast cells dari Candida

albicans (pengecatan antibodi fluorescent).

Yeast cells (blastospores) diproduksi oleh

budding.

(sumber: Red Book, 2006)

Kultur SABHI agar plate dari Candida

albicans ditumbuhkan pada suhu 20°C.

(sumber: Red Book, 2006)

Pseudohifa jamur tampak pada material yang

diambil dari plak putih (Pengecatan Periodic

Acid Sciff)

(sumber: Zunt SL, 2000)

10

2.7 Diagnosa Candidiasis

Diagnosis candidiasis oral dapat dibuat berdasarkan gambaran klinis yang spesifik

(Lynch DP, 1994; Lewis MA et al., 1991). Tipe candidiasis oral yang paling sering dijumpai

pada klinik adalah pseudomembran itraoral, atrophic variant, dan peroral angular cheilitis.

Pseudomembranous Candidiasis

Pseudomembranous Candidiasis mungkin sangat sakit dengan menghilangkan plak putih,

bercak bulat atau stria linier. Penekanan dengan lembut menggunakan cement spatula akan

mendislokasi material pseudomembran putih dan meninggalkan gambaran normal, kemerahan,

atau erosi pada permukaan mukosa. Material tersebut dapat dioleskan pada obyek glass dan

difiksasi dengan alcohol atau larutan formalin10%. Idealnya specimen tersebut dilakukan

pemeriksaan patologi untuk definitive diagnosis dengan mikroskopik (Fotos PG et al., 1992).

Identifikasi pseudohifa dilakukan dengan pemeriksaan sitologi, dengan menggunakan

pengecatan Periodic Acid Sciff dengan atau pengecatan Papanicolaou yang merupakan standar

optimal untuk mendiagnosa candidiasis (Skoglund A, et al., 1994).

Atrophic Candidiasis

Atrophic Candidiasis dapat akut atau kronis dan asymptomatis atau sangat sakit.

Ketidaknyamanan dapat digambarkan sebagai tenderness atau rasa terbakar. Dihubungkan denga

rasa terbakar pada lidah atau bibir, diagnoosa banding klinis mungkin dengan ”Burning Mouth

syndrome”. Dengan memberikan anestesi topical biasanya menghilangkan rasa sakit secara

bertahap pada atrophic candidiasis, namun rasa sakit mungkit tidak hilang pada burning mouth

syndrome.

Atrophic candidiasis menunjukkan gambaran merah yang luas ,relative sering disertai

mukosa kering. Daerah yang merah biasanya pada penggunaan parsial denture. Sekitar 26%

pasien dengan komplit denture mengalami atrophic candidiasis (Fenlon MR dan Sherriff M,

1998). Kondisi ini sering ditemukan pada pasien yang secara rutin tidur dengan aplikasi introral

tetap terpasang, dengan demikian melepas denture direkomendasikan selama tidur.

Pasien dengan atrophic candndidiasis sering disertai xerostomia. Dalam beberapa kasus

pengeluaran saliva dapat berubah dengan terapi antifungal. Konfirmasi laboratorium terhadap

atrophic candidiasis cukup sulit karena pseudohifa jamur mungkin melekat pada protese

daripada permukaan jaringanlunak mukosa. Smear permukaan jaringan pada aplikasi

prostodontic menunjukkan pseudohifa (Webb BC, et al., 1998).

11

Angular Cheilitis

Angular Cheilitis secara klinis didiagnosa berdasarkan adanya unilateral atau bilateral red

crack atau fisura pada sudut mulut, asimtomatis atau sangat sakit, angular cheilitis mungkin

disebabkan oleh candidiasis (20%), infeksi candidial-bacterial (60%), atau bakteri (20%)

(Ohman SC, et al., 1986). Defisiensi nutrisi seperti asam folat, besi, atau vitamin B12 mungkin

terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium dari specimen darah. Adanya perhatian pada

penyakit endokrin yang mendasari dan pemeriksaan dengan laboratorium atau biopsy mungkin

dapat membantu untuk menyingkirkan commissural squamous cell carcinoma. Angular cheilitis

yang tidak member respon pada antifungal mungkin menunjukkan infeksi campuran, adanya

penyakit sistemik yang mendasari, atau mungkin commissural squamous cell carcinoma.

2.8 Diagnosa Banding Candidiasis

Ada beberapa lesi berwarna putih yang juga terdapat dalam rongga mulut, yang

memerlukan diagnosis banding dengan candidiasis, antara lain:

Leukoplakia

Disebabkan oleh iritasi kronis yang dikaitkan dengan tembakau (Burkhardt A and

Maerker R, 1981). Pada pemeriksaan fisik didapatkan bentukan homogen, plak putih tipis yang

dapat berubah menjadi tebal dengan bentuk noduler atau lesi putih dengan campuran warna

merah (Scully C, 2004). Pemeriksaan histopatologi leukoplakia dikaitkan dengan tingkat

keganasan yang dibagi menjadi 3 gambaran yaitu: hiperkeratosis, dysplasia epitel, dan infiltrasi

sel radang (Sudiono J, 2005; Burkhardt, 1981).

Hairy Leukoplakia

Disebabkan oleh autoinokulasi virus Epstein Barr. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

bentukan tidak teratur berwarna putih keabuan dengan penebalan keratin seperti rambut pada tepi

lateral lidah, permukaan seperti karpet dan kasar (sudiono Janti, 1995). Gambaran histopatologi

didapatkan gambaran hyperkeratosis tidak teratur dengan gambaran menyerupai rambut,

hiperplasi epitel dengan akantosis, adanya vakuola sel, sedikit atau tanpa sel radang pada

jaringan ikat sub epitel.

12

2.9 Penatalaksanaan Candidiasis

2.9.1 Non Farmakologi

Cara yang adekuat dalam mengobati kondisi candidiasis oral adalah dengan menjaga

kebersihan rongga mulut, baik kebersihan gigi, kavitas bukal, lidah, dan gigi tiruan setiap hari,

menghindari etiologi dan faktor predesposisi seperti tidak menggunakan obat kumur berlebihan

dan berhenti merokok, serta menggunakan terapi anti jamur dan makan makanan dengan nutrisi

cukup.

Gigi tiruan harus didesinfeksi karena gigi tiruan mempunyai permukaan yang tidak

teratur dan porus yang memudahkan perlekatan candida dan menyebabkan relaps atau reinfeksi

(Webb BC, et al.,1998) dan dilepas pada malam hari (Zunt, S.L, 2000).Untuk membersihkan gigi

tiruan, yang pertama gigi tiruan dibersihkan dengan sikat gigi untuk menghilangkan debris,

kemudian dengan beberapa tetes suspensi nistatin oral (100.000 IU/mL) dicampur dalam air

untuk merendam gigi tiruan semalaman (Zunt, S.L, 2000).

2.9.2 Farmakologi

Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan menggunakan obat

antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal

tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan (Mc Cullough

2005,Silverman 2001)

Pengobatan candidiasis oral dengan menggunakan obat anti jamur menurut jenis obat,

dosis, dan efek samping obat adalah sebagai berikut:

13

*kandidiasis esophageal

Sumber: Project Inform, Oral Candidiasis (Thrush), project inform, 205 13 th, suite 2001, San Francisco. Available

at: http://www.projinf.org/fs/candida.htm

Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus-kasus pada

rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole,

ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc cullough, 2005).

Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini yaitu

dengan cara merusak membran sel jamur. Nystatin dihasilkan oleh streptomyces

noursei,mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan

permeabilitas membran sel. Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim

cytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa

ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membran sel. Clotrimazole mekanisme kerja

sama dengan miconazole. Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme

kerjanya dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan

permeabilitas membran sel, Itrakonazole efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita

immunocompromised. Flukonazole dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis

termasuk pada penderita immunosupresif Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi

Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel.

2.10 Prognosis Kandidiasis

Prognosis oral candidiasis adalah baik dengan pengobatan yang tepat dan efektif.

Kekambuhan terjadi karena kegagalan pelepasan dan membersihkan gigi tiruan deng tepat atau

ketidakmampuan untuk menyelesaikan faktor predesposisi penyebab infeksi (A. Akpan dan R

Morgan, 2002).

14

BAB III

PEMBAHASAN JURNAL

3.1 Pembahasan jurnal

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi prevalensi Candida spp, dan.

khususnya C dubliniensis, di antara isolat dari pasien HIV positive dari brazil yang

menghubungkan hasil ini dengan jumlah sel CD4 dan viral load. Empat puluh lima orang (23

perempuan dan 22 laki-laki) didiagnosa HIV-positif dengan ELISA dan Western blot, di bawah

terapi anti-retroviral setidaknya selama 1 tahun dan tanpa kandidiasis mulut dimasukkan dalam

penelitian. Kelompok control yang dibentuk oleh 45 orang sehat, untuk kelompok uji dalam

kaitannya dengan usia, jenis kelamin, dan oral kondisi. Bilasan mulut dikumpulkan dan

identifikasi dengan uji fenotipik. Keberadaan isolasi C. dubliniensis dianalisis menggunakan uji

multipleks divalidasi PCR. Candida spp. terdeteksi lebih tinggi secara signifikan dalam rongga

mulut pasien HIV-positif dengan kaitannya sebagai kontrol (P = 0,0008). C. albicans adalah

spesies yang paling sering ditemukan pada kedua kelompok. Di kelompok HIV, C. glabrata, C.

lipolytica, C. krusei, C. guilliermondii, dan C. parapsilosis juga diidentifikasi. Pada kelompok

kontrol,juga diidentifikasi C. tropicalis dan dubliniensis C.. Dua isolat (1,9%, 2/108) dari

individu kontrol diidentifikasi C. dubliniensis dan spesies ini tidak diverifikasi di kelompok HIV.

Jumlah Candida spp. secara statistic menurun (P = 0,0230) di rongga mulut pada pasien dengan

viral load yang lebih rendah (< 400 copies/mm3). Jumlah Candida spp. tidak berbeda secara

statistik dengan kelompok yang jumlah sel CD4 berbeda (P = 0,1068).

Jumlah yeats dari kelompok HIV dan kelompok kontrol dibandingkan secara statistik dengan

ANOVA, Mann-Whitney tes (5%). Keberadaan Candida di rongga mulut pasien HIV dievaluasi

dalam kaitannya jumlah limfosit CD4 dan viral load dengan Kruskal-Wallis (ANOVA) (5%).

Untuk tujuan ini, para pasien diklasifikasikan menjadi tiga sub kelompok sesuai dengan jumlah

limfosit CD4 (sel/mm3) (< 200, 200-500, dan >500), berdasarkan terapi anti-retroviral untuk

orang dewasa dan remaja. Juga, mereka dibagi menjadi sub kelompok sesuai dengan viral load

(<400,400-20,000, dan >20.000 copies/ ml serum).

15

Tiga puluh tiga pasien HIV-positif (73,3%) dan 21 individu dari kelompok kontrol

(46,6%) menghasilkan kultur Candida positif. Candida spp. terdeteksi lebih tinggi secara

signifikan dalam rongga mulut pasien HIV-positif (median value = 860 CFU / ml dan

interkuartil range = 3250 CFU / ml) dengan kaitannya dengan kontrol (median value = 0 CFU /

ml dan interkuartil range = 480 CFU / ml) (P = 0,0008).

Candida albicans adalah spesies yang paling sering diisolasi pada kedua kelompok. Pada

kelompok HIV, C. glabrata, C. lipolytica, C. krusei, C. guilliermondii, dan C. parapsilosis juga

diidentifikasi. Dalam kelompok kontrol, C. tropicalis dan C. dubliniensis juga ditemukan. Dua

isolat (1,9%, 2/108) dari kontrol individu berbeda diidentifikasi sebagai C. dubliniensis.

Keberadaan Candida di rongga mulut pada pasien HIV dievaluasi dalam kaitannya

dengan jumlah CD4 sel dan viral load dengan Kruskal-Wallis (ANOVA) (5%). Jumlah Candida

spp. secara statistik lebih rendah (P = 0,0230) di rongga mulut pasien dengan viral load yang

lebih rendah (< 400 copies/mm3). Jumlah Candida spp. tidak berbeda secara statistik pada pasien

subgroup HIV positif dengan perbedaan jumlah sel CD4 (P = 0,1068).

Kelompok penelitian ini terdiri dari 45 pasien HIV-positif, 48,8% laki-laki dan

perempuan 51,2%. Meskipun beberapa penelitian tidak menunjukkan hubungan antara

Keberadaan Candida dalam kaitannya dengan gender, kami menghindari prasangka dengan

memiliki sampel seks seimbang. Juga, dengan tujuan yang sama, desain penelitian termasuk

kontrol individu disesuaikan dengan kelompok HIV positive berdasarkan usia, jenis kelamin, dan

kondisi oral (penggunaan gigi palsu atau alat ortodontik).

Dalam penelitian ini, dari 108 isolat dari kelompok kontrol, dua (1,9%) diidentifikasi

sebagai C. dubliniensis. Menariknya,isolate ini hanya diperoleh dari individu HIV-negatif.

Laporan isolasi C. dubliniensis rongga mulut pada kontrol sangat variabel dan berkisar antara

0% , 0,7% , 3,5% sampai 13,33% . Mosca dkk. 8,3% isolate dari C. dubliniensis ditemukan pada

remaja yang menggunakan perangkat ortodontik.

Spesies non-albicans yang terisolasi adalah C. tropicalis dan C. glabrata. Data ini juga

diamati oleh Sant 'Ana et al. Prevalensi spesies nonalbicans hanya mewakili 34,9% dari spesies

Candida dari kelompok HIV. Kelompok ini juga menunjukkan pemulihan yang lebih baik pada

spesies Candida. Ini dapat dianggap sebagai datum penting, karena infeksi yang disebabkan oleh

16

C. albicans, seperti candidemia, umumnya memiliki prognosis yang terbaik bila dibandingkan

dengan penyakit yang disebabkan oleh spesies non-albicans.

Dalam batas-batas studi ini, kami menyimpulkan bahwa kelompok HIV menunjukkan

prevalensi Candida spp, pada khususnya., mereka dengan viral load tinggi. Isolasi C.

dubliniensis didapatkan pada frekuensi rendah dan didapatkan dari individu kontrol.

17

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini di dapatkan peningkatan jumlah Candida spp. Pada kelompok individu

dengan HIV positif. Dimana hal tersebut berhubungan dengan jumlah sel CD4. Selain itu C.

dubliniensis hanya sedikit ditemukan pada penelitian ini dan hanya di dapatkan pada kelompok

kontrol.

4.2 Saran

Pada jurnal ini sebaiknya juga membahas tentang faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi peningkatan jumlah isolasi Candida albican pada kelompok pasien yang

menederita HIV positif.

Perlunya penelitian lebih lanjut tentang hubungan peningkatan jumlah Candida albicans

pada pasien HIV positif.

18

DAFTAR PUSTAKA

Appleton SS.2000.Candidiasis: Pathogenesis, Clinical Characteristics and Treatment. Available at. http/www.cda.org/member/pubs/journal/jour 1200/candi.html

Burket’s.1994. Ilmun Penyakit Mulut-Diagnosis dan Terapi. Alih bahasa. Kurniawan PPS.Edisi ke 8.Jakarta Barat:Binarupa Aksara:267-85

Fenlon MR, Sherriff M. 1998. Prevalence of denture related stomatitis in patiens attending a dental teaching hospital for profision of replacement complete dentures. J Ir Dent Assoc; 441(1):9-10

Firriolo FJ.2003. Oral Candidiasis. Available at:http:/www.dentalcare.com/soap/intermed/imtidex/oralcandidiasis.htm.

Fotos PG, Vincent SD, Hellstein JW. 1992. Oral Candidosis. Clinical, historical and therapeutic features of 100 cases. Oral Surg Oral Med Oral Pathol: 74(1);41-49

Greenberg. M.S et al,2003 Burket’s Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc, Hamilton Ontario, h. 94-8

Guyford JJ, Haskell R. 1990.Penyakit Mulut.alih Bahasa.Yuwono L.Edisi ke 3.Jakarta:56-63

Jainkittivong, et al. 2007, Candidiasis in OLP patiens undergoing topical steroid therapy, Triple O, 104: 61-66

Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernage RM. 2005. Medical microbiology. 10th Edition. Stuttgart : Thieme;. 362-4.

Lehner T.1995.Imunology Pada Penyakit mulut.Alih bahasa.Farida R, Suryadhana NG.Edisi ke 3.jakarta:EGC:112-9

Mc Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4

Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort , New york, h. 287

Nolte. A.W.,1982. Oral Microbiologi,4 ed, The C.V Mosby co,St Louis, Toronto, London h. 523- 32

Ohman SC, Dahlen G, Moller A, Ohman A. 1986. Angular Cheilitis: A clinical microbial study. J Oral Pathol;15(4): 213-217

Pinborg,J.J. ,1994 , Atlas Penyakit Mukosa mulut, Edisi ke 4.Diterjemahkan oleh drg Kartika Wangsaraharja , Bina rupa Aksara hal. 56-58

19

Project Inform, Oral Candidiasis (Thrush), project inform, 205 13th, suite 2001, San Francisco. Available at: http://www.projinf.org/fs/candida.htm

Red Book. 2006. C a ndidiasis . American Academy of Pediatrics . Available from http://aapredbook.aappublications.org/mise/terms.shtml. diakses tanggal 9 Juni 2011

Regezi JA, Scuibba J.1993.Oral Pathology Clinical-Pathologyc Corelation. 2nd

Edition.Pennsylvania: W.B.Saundres Company:120-6

Rossie K, Guggenheimer J. 1997. Oral Candidiasis, Clinical Manifestations, And treatment.. Oral Pathology Vol.9, No.6 Dental Medicine, University of Pitsburgh, Pennsylvania.

Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton, London, h. 170 – 177

Silverman .S. Jr. 1996, Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V Mosby , St Louis, Boston Baltimore, h. 18,28

Skoglund A, Sunzel B, Lerner UH. 1994. Comparison of three test methods used for the diagnosis of candidiasis. Scand J Dent Res; 102(5): 295-298

Sudiono J.2002. Pengambilan Bahan Klinik dan Penatalaksanaan Untuk Mendeteksi Candidiasis Dalam Mulut. M.I Kedokteran Gigi FKG Usakti.No.47.ISSN.0215-126X:26-32

Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771-2, 775 –8

Webb BC, Thomas CJ, Willcox MD , et al. 1998. Candida-associated denture stomatitis, Aetiology and management: a review.Part 2. Oral diseases caused by Candida species. Aust Dent J; 43(3): 160-166

Winasa IG. 1996.Faktor Latrogenik Pada Candidiasis Rongga Mulut. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. No.09.ISSN.0854-8420:5-9

Winasa IG.1994.Virulensi Spesies Candida Pada Rongga Mulut.Majalah Kedokteran Gigi Indonesia.No.02.ISSN.0854-8420:28-31

Zunt S.L.2000. Oral Candidiasis: Diagnosis and Treatment. The journal of Practical Hygiene.pp.31-36