makalah jadi diskusi 2
DESCRIPTION
KesehatanTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS II
MODUL ORGAN TUMBUH KEMBANG
KELOMPOK 4
030-10-151 Kezia Marsilina
030-10-152 Komang Ida W.R
030-10-154 Krisliana Jeane
030-10-155 Kumala Sari
030-10-156 Lana Novira
030-10-157 Laras Asia Cheria
030-10-158 Larasayu Citra Mandra
030-10-159 Latifah Agustina
030-10-161 Lidya Christy
030-10-163 Luzelia Martha Sequeira
030-10-164 M Agung Pratama Y.
030-10-165 M Hafizh Muttaqin
030-10-166 Muhammad Reza Adrian
Jakarta
22 September 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya bayi dilahirkan saat usia kehamilan 40 minggu atau lebih. Tetapi pada
beberapa kasus, bayi lahir ketika usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Hal ini dikenal
dengan prematuritas atau persalinan preterm. Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas
neonatus pada bayi preterm masih sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk merawat bayi
prematur memang dibutuhkan penanganan khusus Hal ini berkaitan dengan maturitas organ
pada bayi lahir seperti paru, otak, dan gastrointestinal.
Di negara Barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan
pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan dalam jangka panjang.1 Menurut data
WHO setiap detik 31 detik, seorang bayi prematur meninggal dunia. Lalu, di Indonesia
terdapat 400.000 bayi lahir dengan berat badan rendah dan 30% – 40% dari bayi meninggal
karena prematur. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan. Beberapa faktor mempunyai andil
dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor pada janin dan plasenta,
atau faktor lain seperti sosioekonomik. Oleh karena itu, pendekatan pbstetrik yang baik
terhadap persalinan preterm akan memberikan harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas
hidup bayi preterm tersebut.
Salah satu faktor risiko yang dijumpai pada persalinan preterm adalah ketuban pecah
dini. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Selaput ketuban
berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. Ketuban Pecah
Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Ketuban Pecah Dini
Prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan
proses biokimia yang terjadi dalamkolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan
apoptosis membran janin.2
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang wanita hamil, 26 tahun, saat ini kehamilan pertama, datang atas rujukan
bidan ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Bersalin Trisakti untuk memeriksakan kehamilan.
Pasien dating dengan keluhan keluar air-air sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Gerakan
janin dirasakan masih aktif dan pasien merasa mules sesekali. Pasien punya riwayat haid
teratur dengan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) 14 Januari 2011. Demam disangkal.
Riwayat keputihan sejak awal kehamilan yang makin berat beberapa minggu terakhir.
Status generalis dalam batas normal
Status obstetric: fundus uteri 27 cm. kontraksi ireguler, denyut jantung janin 150 dpm,
inspeksi vulva uretra tenang, inspekulo tampak fluor albus, dibersihkan, ostium tertutup dan
tampak cairan merembes dari ostium, dilakukan tes lakmus dengan hasil positif.
USG: tampak air ketuban berkurang dengan indek cairan amnion 7,2 cm. laboratorium masih
dalam batas normal
Selama 4 hari perawatan, ibu menderita demam dan gerakan janin dirasa berkurang.
Keluhan keluar air-air masih dirasakan.
Status generalis: nadi 97x/menit, suhu 38,9°C, lain-lain dalam batas normal.
Status obstetric: palpasi uterus nyeri, kontraksi ireguler, denyut jantung janin 162 dpm.
Inspekulo masih tampak cairan ketuban mengalir dari ostium, belum ada pembukaan portio.
BAB III
PEMBAHASAN
Masalah yang dialami wanita hamil berusia 26 tahun dalam kasus diatas adalah keluar
air – air sejak empat jam sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa mules sesekali dan
riwayat keputihan sejak awal kehamilan yang makin memberat beberapa minggu terakhir,
demam dengan suhu 38,9˚C (demam febris), palpasi uterus nyeri dan gerakan janin yang
dirasa berkurang serta kontraksi ireguler, denyut jantung janin 162 dpm yang menandakan
bayi mengalami takikardi (normal denyut jantung janin 120 – 160 dpm).3 Dari masalah –
masalah ini dapat dibuat diagnosis kerja yaitu ibu ini mengalami ketuban pecah dini. Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu
satu jam, belum ada tanda persalinan.4 Diagnosis ini didukung dengan tes lakmus dengan
hasil positif yang menandakan bahwa air – air yang keluar di vagina adalah cairan ketuban
dan dari hasil USG yang menunjukkan air ketuban yang berkurang. Selain itu diagnosis dapat
ditegakkan dengan menentukan ada tidaknya infeksi yang dapat menjadi penyebab ketuban
pecah dini dimana tanda – tanda infeksi adalah suhu ibu lebih dari 38˚C, air ketuban keruh
dan berbau, leukosit meningkat lebih dari 15.000/mm3 dan janin mengalami takikardi dan
palpasi uterus nyeri yang menandakan adanya infeksi intrauterin dan riwayat keputihan yang
juga dapat menjadi tanda infeksi pada ibu. Tanda – tanda infeksi ini terdapat pada masalah
ibu hamil dalam kasus ini yaitu suhu diatas 38˚C serta janin yang mengalami takikardi dan
adanya riwayat keputihan, gerakan . Jadi, diagnosis pada kasus ini dapat dilengkapi yaitu
ketuban pecah dini dengan etiologi infeksi.
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses kehamilan
dimulai. Beberapa faktor- faktor yang menyebabkan KPD adalah:
Infeksi & inflamasi
Terjadi peningkatan aktifitas iL – 1 dan prostaglandin
Kolagenase jaringan
Depolimerasi kolagen pada selaput korion atau amion
Ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan
Ketuban pecah dini
o Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebakan terjadinya KPD.
o Seviks yang inkompetensa, kanalis servikalis yang selalu terbuka olehkarena kelainan
pada servik uteri yang biasanya disebabkan oleh persalinan dan kuratase.
o Tekanan intrauterine yang meningkat secara berlebihan (over distensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, dan gemelli.
o Trauma sebagai faktor presisi KPD adalah trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual,dan pemeriksaan dalam.
o Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
o Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawtan atenatal,
penyakit menular seksual.
o Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic).
Patofisiologi dari ketuban pecah ialah sebagai berikut. Pada kondisi yang normal
kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan
trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan
inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin, tetapi karena ada infeksi dan inflamasi,
terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini.
Skema patofisiologi ketuban pecah
Kehamilan preterm menurut WHO adalah kehamilan dengan usia janin 37 minggu
atau kurang dari nilai tersebut.
Tanda-tanda bayi pretem diantaranya5:
o Kulit tipis dan mengkilap
o Tulang rawan telinga lunak, karena belum terbentuk sempurna
o Lanugo (rambut halus) masih banyak ditemukan terutama pada punggung
o Jaringan payudara belum terlihat, putting masi berupa titik
o Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora
o Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun
o Rajah (garis pada telapak kaki) kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk
o Kadang disertai pernapasan tidak teratur
o Aktivitas tangisan lemah
o Refleks menghisap dan menelan tidak efektif/lemah.
o Berat badan <2500 gram
o Tinggi badan ≤ 46 cm
o Tonus otot lemah dan gerakan tidak aktif
o Vernix caseosa belum ada atau hanya sedikit
o Lingkar kepala lebih besar daripada lingkar perut
Penatalaksanaan ketuban pecah pada kehamilan preterm yaitu pertama-Pastikan
diagnosis, tentukan umur kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi maternal maupun infeksi
janin dan apakah dalam keadaan inpartu atau terdapat kegawatan janin. Riwayat keluarnya air
ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang – kadang disertai tanda – tanda
lain dari persalinan. Bila ketuban pecah dini pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif, yaitu rawat di rumah sakit diberikan antibiotic untuk
mencegah amnionitis . Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37
minggu belum inpartu, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Jika usia
kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik dan induksi
setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32- 37, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi,
nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterine). Pada usia
kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin.
Jadi pada kasus ini penatalaksanaannya adalah dengan pemberian antibiotik karena dicurigai
terdapat infeksi pada ibu hamil ini dan lakukan induksi karena usia kehamilan ibu hamil ini
32 - 33 minggu serta pemberian steroid utk memacu kematangan paru janin.6
Selain itu pada perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik, dan kemampuan minum. Keadaan yang paling
harus dihindari pada bayi preterm yaitu kedinginan, pernapasan yang tidak adekuat, atau
trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia pada neonatus (suhu badan di
bawah 36,5°C). Bayi diletakkan dalam incubator, apabila berat bayi <2000 gram dihangatkan
dengan suhu 35°C, apabila beratnya 2000-2500 gram dihangatkan pada suhu 34°C. suhu ini
dapat diturunkan 1°C perminggu sampai berangsur-angsur dapat diletakkan si suhu
lingkungan 27°-29°C. Cara lain yaitu bayi dirawat dengan cara kanguru. Selain itu bayi juga
diberikan ASI sebagai nutrisi yang paling penting, namun apabila bayi belum bias menelan
dapat dipakaikan infus atau orogastric tube.7
Pada kasus ketuban pecah dini pada saat kehamilan preterm, salah satu tindakan yang
dapat diambil adalah pemberian kortikosteroid untuk mencegah terjadinya gagal napas pada
bayi. Kortikosteroid dapat membantu mengakselerasi pematangan sel alveolar II yang
bertugas menghasilkan fosfolipid surfaktan (via faktor fibroblast-pneumonosit), menstimulasi
produksi protein surfaktan, serta mempercepat proses pematangan sel paru. Dengan
diberikannya kortikosteroid, diharapkan paru-paru bayi akan lebih siap saat dilahirkan
sehingga tidak terjadi RDS (respiratory distress syndrome)/gagal napas yang dapat
membahayakan si bayi. Terapi kortikosteroid dapat diberikan pada kasus dengan usia janin
24-34 minggu dan tidak direncanakan akan dilahirkan segera. Surfaktan merupakan
komponen organik yang terdiri dari fosfolipid dan apoprotein yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan di dalam paru-paru. Surfaktan penting karena dapat
menstabilkan alveoli dan mencegahnya kolaps selama pernapasan. Komponen ini diproduksi
oleh sel alveolar tipe II. Pada bayi preterm, organ paru belum berkembang dengan baik dan
mengalami defisiensi produksi surfaktan sehingga beresiko gagal napas saat dilahirkan.8
Pada kasus ini pasien terlihat mengalami infeksi intrauterine.Gejala dan tanda infeksi
intrauterine dapat dilihat melalui
o Suhu Febris diatas 38 derajat C
o Ibu Takhikardi (lebih dari 100 denyut per menit)
o fetal takhikardi (lebih dari 160 denyut per menit). Hal ini terjadi karena faktor ibu yang
mengalami infeksi dapat menyebabkan janin takhikardi
o nyeri tekan uterus
o cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau
o leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (lebih dari 15000-20000/mm3)
o Dengan pemeriksaan penunjang lain :leukosit esterase (+) (hasil degradasi
leukosit,normal negative), pemeriksaan gram dan kultur darah.
Pada pasien ini ditemukan beberapa tanda-tanda yang sesuai seperti suhu febris, denyut
jantung janin takhikardi, nyeri tekan uterus, terdapat cairan amnion yang ditandai dengan tes
lakmus dengan hasil positif, selain itu juga riwayat keputihan pasien menjadi tanda bahwa
pasien kemungkinan mengalami infeksi
Bayi kecil masa kehamilan adalah bayi yang tidak tumbuh dengan baik di dalam
kandungan. Hal ini disebabkan oleh karena kegagalan untuk bertumbuh dalam kandungan
atau disebut juga dengan Intrauterine Growth Retriction (IUGR).
Faktor risiko terjadinya IUGR dapat dibagi menjadi :
o Faktor Ibu/Maternal
Pada ibu yang hipertensi dan berpenyakit ginjal kronis, perokok, penderita diabetes
mellitus berat, toksemia, hipoksia ibu, gizi buruk, peminum alkohol, risiko terjadinya
IUGR akan meningkat.
o Faktor Uterus dan Plasenta
Gangguan pada uterus atau plasenta yang terjadi selama kehamilan dapat mengganggu
pertumbuhan janin hingga terjadi IUGR. Kelainan pembuluh darah (hemangioma), insersi
tali pusat yang tidak normal, infark plasenta, kelainan uterus, dan gangguan lainnya dapat
menyebabkan IUGR, karena gangguan pada plasenta akan mengakibatkan asupan oksigen
dan nutrisi bagi janin akan berkurang yang akan mengakibatkan pertumbuhan janin
terhambat.
o Faktor Janin
Beberapa keadaan pada janin dapat menyebabkan janin tersebut terganggu
pertumbuhannya dalam kandungan. Keadaan tersebut seperti : kelainan kromosom,
memiliki cacat bawaan, terinfeksi dalam kandungan, dan lain-lain.
o Faktor Lain
Keadaan sosial dan ekonomi yang buruk dapat menjadi salah satu faktor terjadinya
IUGR.
Perbedaan tanda- tanda bayi premature dengan bayi Kecil masa Kehamilan adalah
sebagai berikut9:
No Bayi premature Bayi KMK
1. Kulit tipis dan mengkilap Kulit keriput
2. Jaringan payudara tidak terlihat Jaringan payudara sesuai masa
kehamilan
3. Labia mayor tidak menutupi labia minor Bila cukup bulan labia mayor
menutupi labia minor
4. Skrotum banyak lipatan, testis tidak turun Testis mengalami penurunan
5. Rajah telapak kaki kurang dati 1/3 bagian
atau belum terbentuk
Rajah kaki lebih dari 1/3 bagian
6. Pernafasan tidak teratur Pernafasan teratur
7. Aktifitas tangisan lemah Aktifitas tangisan kuat
8. Refleks menghisap dan menelan tidak
efektif
Refleks menghisap cukup kuat
9. Gerakan kurang aktif Gerakan cukup aktif
10. Tulang rawan telinga lunak, karena
belum terbentuk sempurna
Sel otak, jantung, ginjal dan paru-
paru lebih besar dari pada preterm
11. Lanugo (rambut halus) masih banyak
ditemukan terutama pada punggung
Sudah tidak terdapat lanugo di
punggung dan vernix caseosa
12. Vernix caseosa belum ada atau hanya
sedikit
Jaringan hati, limpa, tymus lebih
kecil daripada preterm
BAB IV
KESIMPULAN
Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6 – 10 %. Kesulitan
utama dalam persalinan preterm adalah perawatan bayi preterm tersebut, yang semakin muda
usia kehamilannya maka semakin besar morbiditas dan mortalitas. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan adalah faktor dari kondisi ibu, janin dan plasenta, serta keadaan sosio
ekonomi yang dapat mengakibatkan persalinan preterm tersebut harus dilakukan.
Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada kematian perinatal,
melainkan bayi prematur ini sering disertai dengan kelainan, baik kelaianan jangka pendek
maupun jangka panjang.
Pada kasus ini, diketahui bahwa usia kehamilan ibu berada dalam kehamilan preterm
dan ditandai dengan keluhan air ketuban yang sudah mengalami kebocoran. Oleh karena itu,
penatalaksanaan yang benar dengan memastikan diagnostik, menentukan umur kehamilan,
melihat ada atau tidaknya infeksi sangat diperlukan segera.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Drife J, Magowan BA. Clinical obstetrics and gynaecology: Prematurity. Saunders,
London 2004: 375-80
2. Prawirohardjo S. Persalinan preterm. In: Suradi R, Editor. Ilmu Kebidanan. 4th ed.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 665-81
3. Prawirohardjo S. Kardiotokografi Janin dan Velosimetri Doppler. In: Abadi A, Editor.
Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p.
222.
4. Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC;
2002.
5. Prawirohardjo S. Pertumbuhan Janin Terhambat In: Suradi R, Editor. Ilmu
Kebidanan. 4th ed. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 667-
97.
6. Prawirohardjo S. Ketuban Pecah Dini. In: Soewarto S, Editor. Ilmu Kebidanan. 4th
ed. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 679 - 81.
7. Prawirohardjo S. Ketuban Pecah Dini. In: Soewarto S, Editor. Ilmu Kebidanan. 4th
ed. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 675.
8. Robertson B. Corticosteroids and surfactant for prevention of neonatal RDS. Research
Unit for Experimental Perinatal Pathology: St. Göran's Hospital, Stockholm, Sweden.
Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8333929
9. Prawirohardjo S. Pertumbuhan Janin Terhambat In: Suradi R, Editor. Ilmu
Kebidanan. 4th ed. Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 667-
97.