makalah irbang

53
MAKALAH IRIGASI DAN BANGUNAN AIR (HSKB 613) KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAN AIR IRIGASI Oleh : Citra Husnul Khatimah H1A109001 Shidqi Salsabil H1A109002 Taufik Hidayat H1A109003 Nadia Farahnaz H1A109004 Andrea Agustiady H1A109007 Dosen: Maya Amalia, ST. M.Eng DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL

Upload: fauzi-ihsan

Post on 24-Jul-2015

325 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

(HSKB 613)

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAN AIR IRIGASI

Oleh :

Citra Husnul Khatimah H1A109001

Shidqi Salsabil H1A109002

Taufik Hidayat H1A109003

Nadia Farahnaz H1A109004

Andrea Agustiady H1A109007

Dosen:

Maya Amalia, ST. M.Eng

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPILUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

mencurahkan segala rahmat dan hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

dengan judul “Kebutuhan dan Ketersediaan air irigasi” dengan baik dan tepat pada

waktunya.

Kami menyadari adanya keterbatasan ilmu yang dimiliki, tentunya tugas ini tidak

lepas dari berbagai kekurangan- kekurangan baik dari isi maupun tata bahasa penulisannya,

oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran guna

lebih melengkapi dan menyempurnakan tugas ini.

Dalam pengerjaan tugas ini, kami banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu untuk dapat

menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat serta dapat menambah pengetahuan kita

semua. Amin

Banjarbaru, Juni 2012

Tim Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat

bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi

manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi

oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada,

hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut.

Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air

bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan

akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Seperti yang

disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia

(FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad

silam, namun ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus

ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi.

Indonesia, sudah mengenal sistem irigasi sejak dulu. Irigasi merupakan upaya yang

dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah

banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air

melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi

dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga

biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan

pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut

menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara yang

dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno.

1.2 Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana

ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, masih jauh di atas

ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Meskipun begitu,

Indonesia masih saja mengalami kelangkaan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia

belum memiliki akses terhadap air bersih. Adapun yang memiliki akses, sebagian besar

mendapatkan air bersih dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam.

Kondisi ini ironis mengingat Indonesia termasuk kedalam 10 negara kaya sumber air tawar.

Irigasi yang ada di Indonesia masih jauh dari kata baik, dikarenakan irigasi yang

semestinya digunakan untuk kebutuhan air pertanian dan air besih untuk minum malah

tercemar oleh kebiasaan buruk masyarakat yang suka melakukan aktifitas MCK di irigasi,

bahkan ada juga yang membuang sampah ke irigasi. Hal ini tentu memperburuk kualitas dan

kuantitas air irigasi.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu: menganalisis kebutuhan dan ketersediaan air

irigasi.

1.4 Telaah Pustaka

Pada makalah ini, metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan

atau disebut juga telaah pustaka. Telaah pustaka ini yaitu melakukan pengumpulan data dari

beberapa referensi yang berkaitan dengan kebutuhan dan ketersediaan air irigasi, melalui

buku, jurnal, artikel internet dan literatur lainnya.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca agar lebih mengerti penulisan makalah ini, maka

makalah ini dibagi ke dalam empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang

menjelaskan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode

penulisan yang dilakukan, dan sistematika penulisan. Kemudian bab kedua merupakan

pembahasan yang berisikan pengertian air, pengertian irigasi, tujuan irigasi, analisis

kebutuhan air irigasi, serta kebijakan pemerintah terkait irigasi. Selanjutnya bab ketiga

berisikan kesimpulan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Air dan Syarat-syarat Air Bersih

Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun

2002, disebutkan beberapa pengertian terkait dengan air, yaitu sebagai berikut : Sumber daya

air adalah air, dan daya air yang terkandung didalamnya. Air adalah semua air yang terdapat

pada diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air

permukaan. Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-

hariyang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak

Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses

pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum Air permukaan

adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat

dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sumber air adalah tempat atau

wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan

tanah. Dalam referensi lain disebutkan bahwa air adalah adalah zat kimia yang penting bagi

semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain.

Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di

Indonesia masih memprihatinkan. Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan tingginya

eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh pada kualitas air. Pemerintah telah

mengeluarkan Kepmenkes No 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan

Kualitas Air Minum. Syarat air minum sesuai Permenkes yaitu harus bebas dari bahan-bahan

anorganik dan organik. Dengan kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia,

racun, limbah berbahaya dan lain sebagainya.

2.2 Kebutuhan dan Ketersediaan Air

Kebutuhan air (Water requirement)

Kebutuhan air di sini adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air untuk keperluan

tumbuhnya tanaman sampai tanaman (padi) itu siap panen. Kebutuhan air ini harus

dipertimbangkan terhadap jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifat-sifat tanah, cara

pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam (pola tanaman), kandungan air tanah,

efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien tanaman bulanan, pemakaian air konsumtif,

perkolasi, kebutuhan air untuk tanaman, dan kebutuhan air di sawah.

Ketersediaan air (Water availability)

Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk keperluan irigasi.

Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti sungai, danau, dan rawa-

rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada prinsipnya perhitungan ketersediaan

air ini bersumber dari banyaknya curah hujan, atau dengan perkataan lain hujan yang jatuh

pada daerah tangkapan hujan (catchment area/ watershed) sebagian akan hilang menjadi

evapotranspirasi, sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run off), sebagian yang

lain akan masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah atas (top soil),

kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar menjadi base flow

Di samping data meteorologi, dibutuhkan pula data cahaya permukaan (exposed

surface), dan data kelembaban tanah (soil moisture).

Untuk rumus run off adalah Run off = base flow + direct run off.

2.3 Sejarah Irigasi

Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha pembuatan irigasi

sangat sedehana, perkembangan irigasi di Mesir, Babilonia, India,dll kemudian bagaimana

perkembangan irigasi di Indonesia sampai saat sekarang. Di Bali, irigasi sudah ada sebelum

tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan (petugas yang melakukan koordinasi

atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah wilayahnya). Sedangkan

pengertian subak adalah “ Suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris

relegius yang secra histories tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang

tataguna air di tingkat usaha tani” (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi)

2.4 Pengertian Irigasi

Irigasi adalah kegiatan - kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk

sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa - rawa, perikanan. Usaha

tersebut terutama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan air

ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi untuk

memenuhi tujuan pertanian. Masih sering kita jumpai istilah irigasi ini diganti dengan istilah

"Pengairan". Untuk sementara istilah irigasi kita anggap punya pengertian yang sama dengan

istilah pengairan.

2.5 Tujuan Irigasi

Dalam tujuan irigasi dibahas : tujuan irigasi secara langsung dan secara tidak langsung.

a.       Tujuan irigasi secara langsung

Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi tanah

yang baik untuk pertmbuhan tanaman dalam hubungannya dengan prosentase kandungan

air dan udara diantara butir-butir tanah. Pemberian air dapat juga mempunyai tujuan

sebagai pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan tanah.

b.      Tujuan irigasi secara tidak langsung

Tujuan irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat menunjang usaha

pertanian melalui berbagai cara antara lain :

1.      Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan

tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan dengan

cara mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.

2.      Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat adanya unsur-

unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya penggenangan air di sawah untuk

melarutkan unsur-unsur berbahaya tersebut kemudian air genangan dialirkan ketempat

pembuangan.

3.      Memberantas hama, sebagai contoh dengan penggenangan maka Jiang tikus bisa

direndam dan tikus keluar, lebih mudah dibunuh.

4.      Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya dengan perembesan melalui

dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat dipertinggi dan memungkinkan

tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar meskipun permukaan tanah tidak

dibasahi.

5.      Membersihkan buangan air kota (penggelontoran), misalnya dengan prinsip

pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari kota akan berpengaruh

sangat jelek bagi pertumbuhan tanaman.

6.      Kolmatasi, yaitu menimbun tanah-tanah rendah dengan jalan mengalirkan air

berlumpur dan akibat endapan lumpur tanah tersebut menjadi cukup tinggi sehingga

genangan yang terjadi selanjutnya tidak terlampau dalam kemudian dimungkcinkan

adanya usaha pertanian

2.6 Manfaat Irigasi

Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :

a. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang

atau tidak menentu.

b. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu

pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

c. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur dan zat-zat

hara penyubur  tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.

d. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan

lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

e. Untuk pengelontoran air , yaitu dengan mengunakan air irigasi, maka kotoran / pencemaran

/ limbah / sampah yang terkandung di permukaan tanah dapat digelontor ketempat yang telah

disediakan (saluran drainase) untuk diproses penjernihan secara teknis atau alamiah.

f. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada tanah,

sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian pada musim tersebut.

2.7 Analisis Kebutuhan Air Irigasi

Evapotranspirasi adalah penguapan total baik dari permukaan air, daratan, maupun

dari tumbuh-tumbuhan. Banyak faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi ini antara lain:

suhu udara, kembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, ketinggian

lokasi proyek, dan lain sebagainya.

Di dalam perencanaan irigasi, penilaian jumlah air yang dibutuhkan untuk suatu areal

tidak memisahkan antara evaporasi dan transpirasi. Istilah yang digunakan adalah ET, dan

merupakan kombinasi antara evaporasi dan transpirasi. Oleh karena air yang digunakan oleh

tanaman untuk proses metabolisme hanya sedikit atau kurang dari 1%, nilai tersebut

diabaikan.

Evapotranspirasi atau ET merupakan penguapan total dari permukaan air, permukaan

tanah, dan dari tumbuh-tumbuhan. Untuk menentukan besarnya kebutuhan air bagi tanaman

secara teliti pada umumnya terbentur pada kesukaran untuk mendapatkan hasil pengukuran

yang teliti di lapangan.

Metode perhitungan untuk menentukan kebutuhan air bagi tanaman yang berdasarkan

rumus-rumus pendekatan seringkali dipakai. Rumus-rumus pendekatan umumnya berupa

rumus-rumus empiris yang dikembangkan berdasarkan kondisi yang ada di lapangan.

Rumus-rumus tersebut antara lain: Blaney Criddle, Hergreaves, Penman, Penman

Modifikasi, Penman Mounteith, Radiasi, Panci Evaporasi, Thornthwaite, Wickman, IRRI,

Lowry Johnson, Christiansen, dan lain-lainnya.

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam

perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai

jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan

produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi

evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus

seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga

kebutuhan air dapat dirumuskan sebagai berikut :

KAI = ET + KA + KK……………………………………………………………….(2.5.1)

Dengan:

KAI = Kebutuhan Air Irigasi

ET = Evapotranspirasi

KA = Kehilangan air

KK = Kebutuhan Khusus

Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu periode

adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per hari dan

kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari maka. kebutuhan air pada

periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut

KAI = 5 + 2 + 3

KAI = 10 mm perhari

Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. yaitu pernberian

air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Disamping itu terdapat sumber lain yang dapat

dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta kontribusi air bawah

permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang sebagai kebutuhan air dikurangi hujan

efektif dan sumbangan air tanah.

PAI = KAI – HE – KAT……………………………………………………………..(2.5.2)

Dengan:

PAI = Pemberian air irigasi

KAI = Kebutuhan air

HE = Hujan efektif

KAT = Kontribusi air tanah

Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung sebesar 10 mm per

hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah dihitung sebesar 3 mm per hari

dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per hari, maka air yang perlu diberikan adalah :

PAI = 10 – 3 -1

PAI = 6 mm per hari

a. Kebutuhan Air Padi di Sawah

Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor

berikut ini :

1. pengolahan lahan

2. penggunaan konsumtif

3. perkolasi

4. penggantian lapisan air

5. sumbangan. hujan efektif.

Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan 4, sedangkan

kebutuhan netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi faktor hujan efektif.

Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari ataupun lt/dt.

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan padi

Periode pengolahan lahan membutuhkan air yang paling besar jika dibandingkan tahap

pertumbuhan. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah

1. karakteristika tanah

2. waktu pengolahan

3. tersedianya tenaga dan ternak, serta

4. mekanisasi pertanian.

Kebutuhan air untuk penyiapan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman tanah dan

porositas tanah di sawah, seperti diusulkan pada Kriteria Perencanaan Irigasi 1986 sebagai

berikut.

dengan,

PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)

Sa = derajad kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)

Sb = derajad kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)

N = porositas tanah, dalam % rata-rata per kedalaman tanah

d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)

Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)

F 1 = kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan secara empiris sebesar 250

mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah

transplantasi selesai. (Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01). Untuk lahan yang sudah lama

tidak ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan sebesar 300 mm.

Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam kebutuhan air untuk penyiapan

lahan. Analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat menggunakan metode seperti

diusulkan oleh Van de Goor dan Ziljstra (1968) sebagai berikut

Dengan :

IR = kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di

sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)

Eo = Evaporasi potensial (mm/hari)

P = perkolasi (mm/hari)

k = konstanta

T = jangka waktu pengolahan (hari)

S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)

e = bilangan eksponen: 2,7182

Penggunaan konsumtif

Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat didekati dengan

menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur

tanaman dan faktor klimatologi. Nilai evapotranspirasi merupakan jumlah dari evaporasi dan

transpirasi. Yang dimaksud dengan evaporasi adalah proses perubahan molekul air di

permukaan menjadi molekul air di atmosfir. Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis

alamiah pada tanarnan, dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman

dan diuapkan kembali melalui pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan

pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan perhitungan

kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto) yaitu evapotranspirasi

yang terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Eto

dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

ET = kc x Eto…………………………………………………………………………..(2.5.3)

dimana :

ET = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari)

ETo = Evaporasi tetapan/tanarnan acuan (mm/hari)

kc = Koefisien tanaman

Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat

pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif

meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi

maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa saat menurut jenis

tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji.

Pengaruh watak tanaman terhadap kebutuhan tersebut dengan faktor tanaman (kc).

Nilai koefisien pertumbuhan tanaman ini tergantung jenis tanaman yang ditanam. Untuk

tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya. Sebagai contoh padi dengan

varietas unggul masa tumbuhnya lebih pendek dari padi varietas biasa. Pada Tabel dibawah

disajikan harga-harga koefisien tanaman padi dengan varietas unggul dan varitas biasa

menurut Nedeco/Prosida dan FAO.

Tabel 2.1 Harga Koefisien Tanaman Padi

Yang dimaksud ETo, adalah evapotranspirasi tetapan yaitu laju evaportranspirasi dari suatu

permukaan luas tanaman rumput hijau setinggi 8 sampai 15 cm yang menutup tanah dengan

ketinggian seragam dan seluruh permukaan teduh tanpa suatu bagian yang menerima sinar

secara langsung serta rumput masih tumbuh aktif tanpa kekurangan air. Evapotranspirasi

tetapan disebut juga dengan evapotranspirasi referensi/ keluar.

Perkolasi

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi

akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka diperlukan penyelidikan kelulusan

tanah. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju

perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi

bisa lebih tinggi. Untuk menentukan Iaju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air

tanahnya. Sedangkan rembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

Penggantian lapisan air

Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan.

Penggantian diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm satu bulan dan dua bulan

setelah transplantasi (atau 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan).

Hujan Efektif

Untuk menentukan besar sumbangan hujan terhadap kebutuhan air oleh tanaman, terdapat

beberapa cara, diantaranya secara empirik maupun dan simulasi. Kriteria Perencanaan Irigasi

mengusulkan hitungan hujan efektif berdasarkan data pengukuran curah hujan di setasiun

terdekat, dengan panjang pengamatan selama 10 tahun. Hitungan Kebutuhan Air Untuk Padi

di sawah.

Tahapan yang dilakukan untuk analisis kebutuhan air untuk padi di sawah adalah

1. analisis hujan efektif

2. analisis kebutuhan air di lahan.

Contoh Analisis Kebutuhan Air Untuk Padi di Lahan

Apabila telah tersedia data (1) evaporasi rerata. setengah bulanan, (2) data jenis tanah, (3)

jenis (varitas) padi dan (4) hasil analisis curah hujan efektif, maka analisis kebutuhan air

untuk tanaman padi di sawah dapat dilakukan. Dalam modul ini disertakan program

komputer sederhana untuk menganalisis kebutuhan air untuk tanaman padi. Apabila diketahui

data evaporasi, hasil analisis hujan efektif, serta jenis tanah adalah lempung berpasir, maka

analisis kebutuhan air baku dapat dilakukan dengan prosedur seperti tersebut di atas. Hasil

analisis kebutuhan air untuk tanaman padi dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Hasil Analisis Kebutuhan Air Untuk Padi

b.  Kebutuhan Untuk Tanaman Selain Padi

Tanaman selain padi yang dibudidayakan oleh petani pada umumnya berupa palawija.

Yang dimaksudkan dengan palawija adalah berbagai jenis tanaman yang dapat ditanam di

sawah pada musim kemarau ataupun pada saat kekurangan air. Lazimya tanaman palawija

ditanam di lahan tegalan. Dipandang dari jumlah air yang dibutuhkan, palawija dapat

dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu.

1. palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela.

2. palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan kedelai.

3. palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan lembayung.

Maksud analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija terutama untuk mengetahui luas

lahan yang direncanakan untuk tanaman padi maupun palawija berkaitan dengan ketersediam

air

Pada bangunan pengambilan sehingga kegagalan usaha pertanian dapat dihindari. Dengan

kata lain hitungan kebutuhan air untuk palawija digunakan sebagai dasar untuk melakukan

usaha pertanian sesuai dengan jumlah air yang tersedia. Pemberian air untuk palawija akan

ekonomis jika sampai kapasitas lapang, lalu berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum

mencapai titik layu. Analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk

tanaman padi, namun ada dua hal yang membedakan, yaitu pada tanaman palawija

tidak memerlukan genangan serta koefisien tanaman yang digunakan sesuai dengan jenis

palawija yang ditanam.

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan palawija

Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk menciptakan

kondisi kelembaban yang memadai untuk persemaian tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan

tergantung pada kodisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Kriteria Perencanaan Irigasi

mengusulkan air untuk pengolahan lahan sejumlah 50 – 120 mm untuk tanaman ladang dan

100 – 120 mm untuk tanaman tebu, kecuali jika terdapat kondisi-kondisi khusus misalnya ada

tanaman lain yang segera ditanam setelah tanaman padi.

Penggunaan konsumtif tanaman palawija

Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan seperti pada tanaman

padi hanya koefisien tanaman yang berbeda. Nilai koefisien beberapa jenis tanaman yang

direkomendasikan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi seperti terlihat pada Tabel 2.3.

Sedangkan nilai koefisien tanaman tebu diperlihatkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija

2.4. Nilai Koerisien Tanaman Tebu

c. Kebutuhan Air di Bangunan Pengambilan

Kebutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama tidak terlepas dari kebutuhan air di

sawah. Untuk memenuhi jumlah air yang harus tersedia di pintu pengambilan guna mengairi

lahan pertanian dinyatakan sebagai berikut :

DR = ( IR . A ) / Ef…………………………………………………………………..(2.5.4)

Dengan,

DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (1/dt)

IR = Kebutuhan air irigasi (l / det / ha)

A = Luas areal irigasi (ha)

EF = Efisiensi irigasi (%)

2.8 Pengaruh dan syarat- syarat guna air irigasi

Menjelaskan pengaruh air yang ada pada suatu daerah irigasi, dan bagaimana syarat-

syarat air yang diperlukan untuk suatu daerah irigasi, seperti : air yang berasal dari dalam

tanah; air berasal dari sungai, air berasal dari waduk, dananu, dan rawa;

1. Syarat air terhadap maksud irigasi

2. syarat-syarat air terhadap tanaman

3. pengaruh air irigasi terhadap tanah,

4. pengaruh Lumpur terhadap tanaman

2.9 Merencanakan Saluran Irigasi

Tahap-tahap Perencanaan Saluran Irigasi

• Mulai dari rencana bendung, teriklah garis titik – garis titik yang menyusuri kontur tertinggi

dimana diperkirakan daerah akan dialiri.

• Garis titik – garis titik tersebut diatas perlu sejajar dengan kontur, akan tetapi dibuat

menurun lebih kurang 30 cm setiap satu kilometer.

• Garis titik – garis titik tersebut adalah rencana saluran induk.

• Pada tempat tertentu dimana diperkirakan ada sawah yang akan dialiri, maka dibuat satu

bangunan sadap, atau bilamana ternyata dapat mengairi daearah /kota yang luas dan letaknya

lebih jauh dari bangunan tadi, maka dapat dibuat saluran sekunder.

• Jadi fungsi bangunan tadi berubah yaitu disamping menyadap dia juga membagi kesaluran

sekunder dan nama bangunan tersebut adalah bangunan bagi sadap.

• Bangunan sadap maupun bangunan bagi diletakkan pada tempat yang tinggi atau lebih

tinggi dari sawah yang akan dialiri.

• Pada umumnya trase (rencana) saluran induk mengikuti grasit tinggi, dan trase saluran

sekunder mengikuti penggung.

• Rencanakan apakah akan menggunaklan Sistem Clos Chanel atau Open Chanel

• Rencanakan dan desain agar pengaliran air minum ini menggunakan gaya gravitasi

2.10 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi teknis yang selanjutnya disebut jaringan irigasi merupakan sekumpulan

bangunan-bangunan bagi, sadap, bangunan silang, pelengkap, saluran pembawa, saluran dan

bangunan pembuang yang terdapat dalam suatu lahan, yang petak sawahnya memanfaatkan

air dari sumber yang sama. Peta ikhtisar adalah suatu peta di mana terlihat susunan suatu

jaringan irigasi mulai dari bendung sampai saluran-saluran pembuang. Di dalam peta ikhtisar

tersebut diperlihatkan:

• Bangunan utama

• jaringan dan trase saluran irigasi

• jaringan dan saluran pembuang)

• petak tersier, petak sekunder, dan petak primer

• lokasi-lokasi bangunan (bagi, sadap, silang)

• batas-batas daerah irigasi

• daerah yang tidak diairi (desa, makam, gedung-gedung)

• jaringan dan trase jalan, dan

• daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, rawa, bukit, dll).

Irigasi Teknis). Petak tersier, suatu lahan seluas maksimum 60 ha, yang berisikan petak-petak

kuarter yang luasnya maksimum 10 ha, yang mengambil air dari satu pintu bangunan sadap.

Petak tersier ini dilengkapi pula dengan boks-boks tersier, kuarter, saluran pembawa tersier,

kuarter, cacing, saluran pembuang, serta bangunan silang seperti yang ada di jaringan irigasi.

Petak sekunder, terdiri dari kumpulan petak-petak tersier yang mengambil air dari satu pintu

di bangunan bagi. Luas petak sekunder ini tidak terbatas tergantung dari topografi lahan yang

ada. Salurannya sering terletak di punggung medan, sehingga air tersebut dapat dialirkan ke

dua sisi saluran. Petak primer, terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya mengambil

dari sumber air (sungai) berupa bendung, bendungan, rumah pompa, dll. Bila satu bendung

terdapat dua pintu (intake) kiri dan kanan, maka terdapat dua petak primer. Saluran primer

diusahakan sejajar dengan kontur atau garis tinggi.

Bangunan Utama (headworks) merupakan kompleks bangunan yang direncanakan di dan

sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan agar dapat dipakai

untuk keperluan irigasi. Bangunan utama ini terdiri dari bangunan pengelak dengan peredam

energi, intake, pintu bilas, kantong Lumpur bila perlu, tanggul banjir, dan bangunan

pelengkap lainnya. Bangunan utama ini seperti bendung, bendung gerak, bendung karet,

pengambilan bebas (free intake), bendungan, rumah pompa

2.11 Kebutuhan Air

Ketersediaan sumberdaya air dan lahan pertanian potensial semakin langka dan

terbatas. Kondisi sumberdaya air yang terbatas, sementara kebutuhan akan air untuk berbagai

kepentingan terus meningkat, menyebabkan permintaan terhadap air semakin kompetitif.

Ketersediaan sumberdaya air yang semakin terbatas dan kompetitif tidak hanya akan

berpengaruh negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi maupun antarpengguna dalam suatu

sektor. Tingkat kebutuhan air di luar sektor pertanian yang dominan adalah untuk memenuhi

konsumsi rumah tangga dan industri yang cenderung meningkat sejalan dengan kemajuan

ekonomi.

            Pengelolaan daerah pengairan merupakan upaya untuk mendistribusikan air secara

adil dan merata, namun dalam mekanismenya sering dihadapkan pada beberapa

permasalahan mendasar, yaitu :

1) jumlah daerah golongan air bertambah tanpa terkendali

2) letak petakan sawah relatif dari saluran tidak diperhitungkan dalam distribusi air dan

anjuran teknologi yangberada dibagian hilir (tail end),

3) penyadapan air secara liar dengan pompa berlanjut tanpa sanksi, dan

4) produktivitas padi sangat beragam antara bagian hulu dan hilir. Kalau kita lihat persoalan

ini tidak terlepas dari unsur kelembagaan dan perangkan kebijaksanaan yang belum berfungsi

secara efektif dalam upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya peneglolaan air.

Adanya anggapan bahwa air irigasi adalah barang publik (publik good), menyebabkan

masyarakat cenderung kurang efisien dalam menggunakan air. Secara ekonomi,

ketidakjelasan tentang hak-hak dalam penggunaan air (water rights) dan kewajiban dalam

pengelolaan air menyebabakan organisasi asosiasi pemakai air kurang efektif, dan

mekanisme kelembagaan dalam alokasi sumber daya air tidak berfungsi, sehingga

menimbulkan inefisiensi penggunaan air.

Ketersediaan air permukaan dan air bumi nasional mencapai 2.110 mm/tahun atau

setara dengan 127.775 m3/detik. Namun Indonesia sudah memasuki status kelangkaan air

jika dilihat dari segi potensi air yang dapat dimanfaatkan (potentially utilizable water

resource/PUWR). Analisis kebutuhan dan pasokan air tahun 2020 yang dilakukn oleh

International Water Management Institute (IWMI) mengkategorikan Indonesia sebagai

negara kelompok ketiga, yakni yang membutuhkan pengembangan sumber daya air 25-100%

dibanding saat ini. Negara yang masuk kategori seperti ini memiliki sumber daya air yang

cukup, tetapi secara regional masih perlu dianalisis lebih lanjut dengan memperhatikan

berbagai parameter dan faktor yang mempengaruhi.

Oleh karena itu mulai detik ini mari kita membuka mata dan menggalakan

pemberdayan seluruh komponen masyarakat untuk lebih mengetahui dan menyadari hal-hal

di atas dan dapat berlaku arif dan bijaksana dalam mengelola lingkungan. Keterlibatan

mayarakat dalam pengelolaan alam dan lingkungan secara bijaksana ini mencakup kegiatan

pemantauansekaligus sebagai pengguna

dan pelaku dalam mengelola lingkungan. Apalagi seperti kita ketahui bahwa negeri

kita ini kaya akan keanekaragaman hayati baik berupa flora maupun fauna, jika dibandingkan

dengan negara-negara yang lain di dunia.

a.    Kebutuhan air domestik

Air akan sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan aktivitas manusia  (Jasrotia dkk,

2009). Kebutuhan air domestik dihitung  berdasarkan jumlah penduduk, tingkat

pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto

dan Kironoto,2008). Standar kebutuhan air domestik adalah dari Departemen Pemukiman dan

Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002.

Tabel 2.5 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah

Penduduk.

Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.

Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU dalam Direktorat Pengairan dan

Irigasi Bappenas. 2006.

dimana :

Q (DMI)     = kebutuhan air untuk kebutuhan domestik (m³/tahun)

q(u)             = konsumsi air pada daerah perkotaan (liter/kapita/hari)

q(r)              = konsumsi air daerah pedesaan (liter/kapita/hari)

P(u)             = jumlah penduduk kota

P(r)              = jumlah penduduk pedesaan

 

Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti

penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa. Berdasarkan

SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air penduduk kota membutuhkan 120L/hari/kapita,

sedang penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita. Berdasarkan asumsi tersebut maka

dapat diformulasikan kebutuhan air penduduk desa maupun kota (SNI, 2002).

Kebutuhan air penduduk pedesaan = penduduk x 365 x 60 L = ………. L/Tahun.

Kebutuhan air penduduk perkotaan = penduduk x 365 x 120 L = ………. L/Tahun.

b.    Kebutuhan air irigasi

Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui saluran-

saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga keseimbangan air dan

kepentingan pertanian (Suhardjono, 1994 dalam Gunawan, 2008). Air sangat dibuthkan untuk

produksi pangan, seandainya pasokan air tidak berjalan baik maka hasl pertannian pn akan

terpengaruh (Sutawan, 2001). Air irigasi dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan

atau sungai. Pemanfaatan air irigasi tidak hanya untuk pertanian saja melainkan dapat juga

dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang lain seperti perikanan atau peternakan.

Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kebutuhan untuk penyiapan

lahan (IR), kebutuhan air konsumtif untuk tanaman (Etc), perkolasi (P), kebutuhan air untuk

penggantian lapisan air (RW), curah hujan efektif (ER), efisiensi air irigasi (IE), dan luas

lahan irigasi (A) (SNI,2002). Untuk menghitung kebutuhan.

Dengan: :

IG = kebutuhan air irigasi (m3),

Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),

RW = kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari),

P = perkolasi (mm/hari),

ER = hujan efektif (mm/hari),

EI        = efisiensi irigasi (-),

A         = luas areal irigasi (m2).

Kebutuhan air konsumsi memiliki makna bahwa setiap tanaman akan memiliki kebutuhan

tertentu terhadap air sehingga antara tanaman satu dengan lainnya akan memiliki kebutuhan

yang berbeda dalam menggunakan air. Dengan menggunakan standar yang sudah ada maka

besarnya kebutuhan air konsumtif dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

dengan:

Etc     = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

Eto     = evapotranspirasi (mm/hari),

kc       = koefisien tanaman.

Evapotranspirasi dapat dihitung menggunakan metode Penman sedangkan koefisien tanaman

dapat melihat panduan dari FAO yang ada dalam standar irigasi.

Tabel 2.6 Koefisien Tanaman, kc

Sumber: Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditentukan oleh kebutuhan

maksimum irigasi. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk penyiapan

lahan adalah (1) lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan

lahan, dan (2) jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Perhitungan kebutuhan air

yang digunakan didasarkan dari penelitian van de Goor dan Zijlstra (1968) (dalam Direktorat

Pengairan Irigasi, 2006).

Dengan: :

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari),

M = kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di

sawah yang telah dijenuhkan,= Eo + P, Eo = 1,1 x Eto; P = Perkolasi (mm/hari),

T = jangka waktu penyiapan lahan (hari) dan k = M x (T/S),

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S = 250

mm. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setalah transplantasi, yaitu

sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian.

c.    Kebutuhan air untuk perikanan

Aspek perikanan merupakan kegiatan yang banyak sekali menggunakan air karena

tentu untuk menggenagi kolam budidaya ikan diperlukan air dalam volume besar agar

tercipta tempat hidup yang cocok untuk perkembangan ikan. Kebutuhan ini dimaksudkan

pada saat awal tanam dan pergantian air (Heru, 1986). Setiap jenis budidaya ikan akan

berbeda pola penggunaan airnya, misalnya untuk ikan lele dumbo memerlukan 1x dalam

sebulan sedangkan ikan gurame perlu 1 minggu sekali (SNI, 2002). Menurut Sri Najiyanti

(1992) (dalam SNI, 2002) menjelaskan bahwa air yang diganti adalah kurang lebih sepertiga

tinggi genangan kolam atau  7 mm/hari/ha.

Dengan: :

Q(FP)  = Kebutuhan air untuk perikanan (m3/hari),

q(f) = Kebutuhan air untuk pembilasan (mm/hari/ha),

A(FP) = Luas kolam ikan (ha).

d.    Kebutuhan air untuk peternakan

Bidang peternakan juga membutuhkan air untuk minum ternak,. Cara yang mudah

untuk menghitung kebutuhan air ternak adalah menghitung jumlah ternak dan mengalikan

dengan kebutuhan airnya (Yulistyanto dan Kironoto,2008). Jenis ternak yang berbeda

memiliki kebutuhan air yang berbeda pula. Standar yang digunakan untuk menghitung

kebutuhan setiap ternak adalah dari SNI 2002 yang didasarkan pada hasil penelitian tentang

sumberdaya air nasional tahun 1992. Besar kecilnya peternakan akan berpengaruh juga

terhadap kebutuhan airnya seperti peternakan skala besar dengan jumlah ternak yang banyak

dan jenisnya sapi, maka konsumsi air akan lebih besar dibandingkan dengan  jumlah ternak

babi.yang sama, Jenis ternak juga memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan air

dimana: :

Q(L)    = Kebutuhan air untuk ternak (m³/tahun)

q(c/b) = Kebutuhan air untuk sapi/kerbau (liter/ekor/hari)

q(s/g) = Kebutuhan air untuk Domba/Kambing (liter/ekor/hari)

q(pi) = Kebutuhan air untuk babi (liter/ekor/hari)

q(po) = Kebutuhan air untuk unggas (liter/ekor/hari)

P(c/b) = Jumlah sapi/kerbau

P(s/g) = Jumlah domba/kambing

P(pi) = Jumlah babi

P(po) = Jumlah unggas

Tabel 2.7 Unit kebutuhan air untuk peternakan

Sumber: Technical Report National Water Resources Policy tahun 1992 dalam SNI, 2002

e.    Kebutuhan air untuk Industri

Kebutuhan air untuk industry merupakan kebtuhan untuk kegiatan produksi meliputi

bahan baku, pekerja, industry dan kebutuhan pendukung industry lainnya ,dalam SNI 2002,

untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industry

diperlukan kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka prediksi

penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Teknik Penyehatan, Ditjen Cipta

Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan rata-ratanya adalah 2.000 lt/unit/hari

atau 500 lt/hari/karyawan

Tabel 2.8. Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri

Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

Proyeksi kebutuhan air industri sangat kompleks dengan segala faktor-faktor yang

ikut mendukungnya. Semakin besar suatu industri maka pemanfaatan air akan semakin

banyak, hal ini juga dipengeruhi oleh jenis industri yang diusahakan misalnya industri sedang

minuman ringan lebih kecil kebutuhannya dibandingkan industri besar minuman ringan.

Tabel 2.9 Standar kebutuhan air untuk berbagai sektor

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2002

2.12 Kebijakan Pemerintah tentang Irigasi

Berikuat adalah Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan

Menteri (Permen) Pekerjaan Umum (PU) yang berkaitan dengan irigasi, pertanian,

pemberdayaan petani, dan pengelolaan irigasi secara partisipatif:

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

- Peraturan Menteri PU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pengembangan dan

Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP)

- Peraturan Menteri PU Nomor 31 Tahun 2007 tentang Komisi Irigasi (KOMIR)

- Peraturan Menteri PU Nomor 32 Tahun 2007 tentang OP Jaringan Irigasi

- Peraturan Menteri PU Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pemberdayaan P3A

Secara umum kebijaksanaan pengaturan irigasi yang dikeluarkan pemerintah memuat

tentang perlindungan sumberdaya air dan pengaturan pemanfaatannya. Kebijaksanaan

pemerintah terbaru dalam pengelolaan air irigasi adalah Inpres Nomor 3 Tahun 1999 tentang

pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi. Kebijaksanaan tersebut memuat lima isi

pokok sebagai berikut: 1) redefinisi tugas dan tanggung jawab lembaga pengelolaan irigasi,

2) pemberdayaan P3A, 3) Penyerahan Pengelolaan Irigasi (PPI) kepada P3A, 4) pembiayaan

OP jaringan irigasi melalui IPAIR, dan 5) berlanjutan sitem irigasi

Kebijaksanaan pengelolaan irigasi : pasca inpres nomor 3 tahun 1999

            Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi yang berkesinambungan memerlukan

keterpaduan holistic antara investasi jangka pendek untuk kegiatan operasional dan

pemeliharaan (OP) dan jangka panjang utuk kegiatan rehabilitasi system irigasi (Rachman

dan Pasandaran, 2000). Karena terbatasnya dana untuk menangani kegiatan OP irigasi, maka

pemerintah mencanangkan kebijaksanaan Iuran Pengelolaan Air (IPAIR). Tujuannya adalah

untuk mencapai pemulihan biaya secara penuh atas biaya OP jaringan irigasi. Hal ini

merupakan tantangan dan peluang bagi P3AD dalam memperluas kegiatan usaha ekonominya

sehingga dapat mningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Untuk kapasitas P3A dalam

mengelola jaringan irigasi secara mandiri, diperlukan penyesuaian fungsi kelembagaan P3A.

            Secara umum kebijaksanaan pengaturan irigasi yang dikeluarkan pemerintah memuat

tentang perlindungan sumberdaya air dan pengaturan pemanfaatannya. Kebijaksanaan

pemerintah terbaru dalam pengelolaan air irigasi adalah Inpres Nomor 3 Tahun 1999 tentang

pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi. Kebijaksanaan tersebut memuat lima isi

pokok sebagai berikut: 1) redefinisi tugas dan tanggung jawab lembaga pengelolaan irigasi,

2) pemberdayaan P3A, 3) Penyerahan Pengelolaan Irigasi (PPI) kepada P3A, 4) pembiayaan

OP jaringan irigasi melalui IPAIR, dan 5) berlanjutan sitem irigasi.

            Terlaksananya pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi ini sangat bergantung

pada upaya pemerintah dalam pemberdayaan P3A, khususnya menyangkut tiga aspek pokok,

yaitu : 1) pelaksanaan PPI, 2) pelaksanaan IPAIR, dan 3) pembiayaan pengelolaan jaringan

irigasi. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, IPAIR tidak lagi di setor ke Dispenda

kabupaten/kota, tetapi sepenuhnya dikelola oleh P3A Gabungan yang wilayah kerjanya

meliputi satu saluran sekunder dan P3A Fderasi yang wilayah kerjanya meliputi satu saluran

primer (Rachman dan Kariyasa, 2002).

Sebagai konsekuensi, perbaikan dan pemeliharaan saluran primer dan sekunder tidak lagi

menjadi tanggung jawab pemerintah. Lebih lanjut ditetapkan bahwa: 1) perbaikan dan

pemeliharaan sepanjang saluran primer menjadi tanggung jawab P3A Federasi, 2) perbaikan

sepanjang saluran sekunder menjadi tanggung jawab P3A Gabungan, 3) perbaikan sepanjang

saluran tersier kebawah menjadi tanggung jawab P3A dengan dana dari iuran P3A.

            Dari sisi petani (P3A), pelaksanaan PPI dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1) meningkatkan kemampuan P3A sebagai lembaga petani yang mandiri, dan mampu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, dan 2) petani mempunyai kewenangan dalam

pengambilan keputusan dan pengelolaan dana IPAIR. Dari sisi pemerintah, manfaat IPAIR

adalah: 1) beban pemerintah daerah dalam kegiatan OP jaringan berkurang, 2) pemerintah

hanya berperan sebagai fasilitator, bersifat koordinatit dan menjaga keberlanjutan sumber

daya air (Rachman dan Kariyasa, 2002).

            Implementasi kebijakan pemerintah tersebut membawa perubahan besar dalam pola

pengelolaan irigasi, baik dalam aspek peran, dan tanggung jawab pengelola irigasi maupun

pendanaan terhadap kegiatan OP jaringan irigasi. Mengingat setiap daerah memiliki kondisi

teknis jaringan dan sosiokultur beragam, maka perlu adanya pedoman PPI secara jelas dan

rinci sesuai dengan kondisi situasi daerah.

Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan dapat terwujud pelaksanaan OP jaringan irigasi

yang efisien dan efektif serta berkelanjutan melalui peran aktif masyarakat dan

pemberdayaan kelembagaan P3A/P3A Gabungan. Kemampuan dan kondisi sosiokultural

masyarakat maupun lembaga pemerintah pengelola irigasi relative heterogen, sehingga

kegiatan PPI harus dilakukan dengan asas selektif, bertahap, dan demokratis disesuaikan

dengan kondisi jaringan irigasi dan tingkat kesiapan P3A/P3A Gabungan setempat (Widodo,

2000). Disamping itu jaringan irigasi yang diserahkan merupakan jaringan irigasi yang secara

teknis siap untuk diserahkan. Dengan demikian, diperlukan criteria yang jelas serta disepakati

bersama antara pemerintah dan P3A/P3A Gabungan.

            Sebagaimana diketahui bahwa PPI merupakan pengalihan wewenang dan tanggung

jawab. Belum adanya dasar hukum yang melandasi pelaksanaan PPI, khususnya menyangkut

luas cakupan, wewenang dan tanggung jawab yang dialihkan akan menyebabkan

terhambatnya mekanisme pengalihan tersebut. Sebagai ilustrasi, Kabupaten Grobokan dan

Kulon Progo yang merupakan “pilot project” PPI belum disertai dasar hukum yang konkrit,

sehingga ketentuan hukum yang digunakan mengacu pada peraturan Daerah Propinsi

(Anggono, 2000). Mekanisme birokrasi yang harus ditempuh adalah melalui surat Gubernur

yang berisi penyerahan dan kewenangan kepada Bupati untuk menyiapkan perangkat hukum

dan Surat Keputusan (SK) penyerahan pengelolaan  irigasi kepada P3A/P3A Gabungan.

BAB III

PENUTUPAN

1. Kesimpulan

Irigasi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan air untuk tanaan mulai dari

tumbuh sampai masa panen. Air tersebut diambil dari sumbernya, dibawa melalui

saluran, dibagikan kepada tanaman yang memerlukan secara teratur, dan setelah air

tersebut terpakai, kemudian dibuang melalui saluran pembuang menuju sungai

kembali.

Tujuan irigasi dibahas terbagi 2, yaituTujuan irigasi secara langsung dan

secara tidak langsung. Dalam analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu

tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi.

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh

tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal

Berikuat adalah Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan

Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum (PU) yang berkaitan dengan irigasi,

pertanian, pemberdayaan petani, dan pengelolaan irigasi secara partisipatif:

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

- Peraturan Menteri PU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pengembangan dan

Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP)

- Peraturan Menteri PU Nomor 31 Tahun 2007 tentang Komisi Irigasi (KOMIR)

- Peraturan Menteri PU Nomor 32 Tahun 2007 tentang OP Jaringan Irigasi

- Peraturan Menteri PU Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pemberdayaan P3A

DAFTAR PUSTAKA

http://younggeomorphologys.wordpress.com/2011/03/19/konsepsi-kebutuhan-air-batasan-

dan-cara-perhitungannya/

http://gimanasih.wordpress.com/2009/10/20/irigasi-dan-bangunan-air/

http://id.wikipedia.org/wiki/Irigasi

http://konsultanbangunanair.blogspot.com/

www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/sistem-jaringan-irigasi