makalah hpu magister

33
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara Indonesia berkewajiban dalam rangka mensejahterakan rakyatnya sebagaimana amanat dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 33 dan 34 UUD 1945 melakukan pembangunan di berbagai bidang termasuk di bidang ekonomi dengan prinsip demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi mengkehendaki setiap masyarakat diberikan kesempatan yang sama dalam melakukan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Setiap orang dalam melakukan kegiatan usahanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing sehingga muncul perilaku untuk menunjang kegiatan usahanya agar lebih baik dari kegiatan usaha lainnya untuk keuntungan yang sebesar-besarnya, hal demikianlah yang menyebabkan persaingan diantaranya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengaturan untuk memastikan agar persaingan tersebut berlangsung secara 1

Upload: faqhi-finendi-el-husna

Post on 21-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah HPU Magister

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Negara Indonesia berkewajiban dalam rangka mensejahterakan rakyatnya

sebagaimana amanat dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 33

dan 34 UUD 1945 melakukan pembangunan di berbagai bidang termasuk di

bidang ekonomi dengan prinsip demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi

mengkehendaki setiap masyarakat diberikan kesempatan yang sama dalam

melakukan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing.

Setiap orang dalam melakukan kegiatan usahanya berusaha untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya masing-masing sehingga muncul perilaku untuk menunjang

kegiatan usahanya agar lebih baik dari kegiatan usaha lainnya untuk keuntungan

yang sebesar-besarnya, hal demikianlah yang menyebabkan persaingan

diantaranya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengaturan untuk memastikan agar

persaingan tersebut berlangsung secara sehat dan adil, dalam hal ini merujuk pada

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Salah satu perjanjian yang dilarang oleh UU Nomor 5 Tahun 1999 agar

persaingan usaha tersebut berjalan denga sehat dan tidak menimbulkan praktik

monopoli adalah kartel. Kartel adalah tindakan yang dilakukan oleh beberapa

pelaku usaha untuk menghilangkan persaingan diantaranya. Kartel adalah bentuk

kejahatan ekonomi yang seringkali menjadi kontroversi, bukan hanya dampaknya

1

Page 2: Makalah HPU Magister

2

yang begitu luas terhadap masyarakat konsumen maupun produsen pesaingnya,

namun juga karena pembuktiannya yang sulit untuk disajikan secara rigid di mata

hukum. Siapapun yang mengenal dengan baik jenis kejahatan tersebut, pasti

mengetahui betap sulitnya menemukan hardcore evidence dari kartel dan dapat

dikatakan hampir mustahil untuk mendapatkannya karena pelaku usaha yang

melakukan kolusi tidak lagi melakukan cara konservatif yang dianggap tidak

aman dimana segala perjanjian harus dituangkan mentah-mentah di atas kertas

bertandatangan dan bermaterai.

Merujuk pada kasus kartel minyak goreng oleh 20 pelaku usaha yang telah

diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui putusan KPPU

Nomor 24/KPPU-I/2009 pada tanggal 4 Mei 2010 diputuskan ada price

pararelism harga minyak goreng curah dan kemasan dimana 20 produsen atau

pelaku usaha minyak goreng terlapor selama April-Desember 2008 melakukan

kartel harga dan merugikan masyarakat setidak-tidaknya Rp 1,27 triliun untuk

produk minyak goreng kemasan bermerk dan Rp 374,4 miliar untuk produk

munyak goreng curah. Dalam putusan tersebut turut serta menyebutkan suatu

bukti berupa indirect evidence, yaitu bukti tidak langsung yang tidak

membuktikan secara langsung telah terjadi kartel namun mengindikasikan ke arah

kartel berdasarkan analisis yang dilakukan. KPPU sering menggunakan indirect

evidence sebagai dasar menentukan adanya pelanggaran UU Nomor 5 Tahun

1999. Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 42 UU Nomor 5 Tahun 1999, maka

indirect evidence tidak dapat dipersamakan dengan alat bukti petunjuk. Alat bukti

petunjuk umumnya diperlukan apabila alat bukti lain belum memenuhi batas

Page 3: Makalah HPU Magister

3

minimum pembuktian dan baru dapat digunakan setelah ada alat bukti saksi, surat,

dan keterangan pelaku usaha. Dengan kata lain, petunjuk merupakan alat bukti

yang bergantung kepada alat bukti lain. Jika tidak ada alat bukti lain yang

menunjukan adanya pelanggaran UU Nomor. 5 Tahun 1999, maka KPPU tidak

dapat menyatakan adanya petunjuk perlanggaran tersebut. Sedangkan indirect

evidence berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan alat bukti lain dan lebih

mengarah kepada dugaan, penafsiran atau interpretasi, dan logika..

Proses pembuktian dalam sebuah indikasi pelanggaran adalah alat bukti

materiil. Alat bukti materiil adalah kebenaran yang bersumber dari kaidah-kaidah

yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hukum perdata yang

dicari adalah alat bukti formil. Pencarian alat bukti materiil untuk membuktikan

bahwa adanya akibat dari persaingan usaha tidak sehat tersebut, perlu keyakinan

KPPU bahwa pelaku usaha melakukan atau tidak melkaukan perbuatan yang

menyebabkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

Keyakina tersebut didapat dengan cara memastikan alat bukti atas laporan atau

inisiatif KPPU terkait dugaan terjadinya kartel dengan cara melakukan penelitian,

pengawasan, penyelidikan, dan pemeriksaan. Dalam Pasal 42 UU Nomor 5

Tahun 1999 disebutkan ada lima alat bukti yang dapat digunakan bagi KPPU,

yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan/atau dokumen, petunjuk, dan

keterang pelaku usaha. Dalam KUHAP dan HIR alat bukti langsung merujuk pada

Pasal 184 dan 164.

Terdapat beberapa permasalahan yang timbul dengan penggunaan indirect

evidence dalam indikasi kartel. Pada pedoman pasal 11 Peraturan KPPU

Page 4: Makalah HPU Magister

4

menyebutkan bahwa KPPU harus berupaya memperoleh satu atau lebih alat

bukti.1 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa satu alat bukti cukup untuk

menindaklanjuti laporan atau dugaan adanya indikasi kartel. Tentu hal tersebut

bertentangan dengan asas Hukum Acara Pidana yang menyatakan Unus testis

nullus testis yang mewajibkan terdapat dua alat bukti. Ketidaksesuaian antara

pembuktian tersebut menyebakan adanya ketidakpastian yang patut dicermati

oleh para jurist dalam menjalankan tugasnya.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan Indirect Evidence berdasarkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999?

2. Apakah Indirect Evidence dapat digunakan oleh KPPU sebagai alat bukti

dalam adanya dugaan kartel di Indonesia?

3. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan untuk mengkaji masalah pada

penulisan ini mendasarkan pada conceptual approach dan statute approach.

Conceptual approach digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep dalam

hal hukum persaingan usaha yang lebih merujuk pada pendekatan hukum dan

ekonomi .2

1 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 11Tentang Kartel Berdasarkan UU No, 5 Tahun 1999, Copyright@KPPU, 2011, Hal 23.

2 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2005. Hlm. 137.

Page 5: Makalah HPU Magister

5

Statue approach digunakan untuk memberi dasar pijakan dalam

berargumentasi yaitu merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan persaingan usaha serta prosedur berperkara dalam KPPU.3

Case approach digunakan untuk menjelaskan secara praksis suatu kasus

dalam hukum persaingan usaha dan penerapan peraturan perundang-undangan

dalam suatu kasus yang dalam hal ini mengambil kasus kartel minyak goreng

sesuai dengan putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009.

2. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah

berupa bahan hukum primer yakni bahan hukum yang autoritatif artinya bahan

hukum yang dibuat oleh pihak yang mempunyai otoritas. Dalam hal ini adalah

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha

Bahwa selain sumber hukum primer, penulisan ini juga menggunakan

bahan hukum sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan.

Studi kepustakaan dilaksanakan dengan mempelajari buku-buku teks dan jurnal

hukum tentang sengketa penanaman modal asing maupun arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa.

Terdapat pula dalam penulisan ini menggunakan bahan-bahan yang

mempunyai relevansi dengan pokok permasalahan yaitu antara lain mempelajari

contoh-contoh sengketa yang diselesaikan melalui arbitrase, serta menganaliasa

berita dan artikel di media cetak atau internet yang berkaitan dan bermanfaat

untuk menjawab rumusan masalah dalam penulisan ini.

6.3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

3 Ibid. Hlm. 96.

Page 6: Makalah HPU Magister

6

Dilakukan berdasar pada bahan hukum yang diperoleh dari sumber-

sumber yang digunakan yaitu sumber hukum primer, sekunder, serta bahan-bahan

lain yang relevan. Langkah selanjutnya dilakukan seleksi terhadap sumber bahan

hukum untuk diklasifikasi berdasarkan permasalahan yang ada dalam

pembahasan. Data-data yang diperoleh melalui bahan hukum digabungkan,

sehingga diperoleh gambaran yang spesifik mengenai permasalahan yang relevan

dengan bahasan dalam makalah.

Setelah pengklasifikasi dilakukan, terhadap semua bahan hukum diolah

sehingga diperoleh penajaman terrhadap bahan-bahan hukum yang ada. Setelah

penajaman tersebut, antar keduanya saling dikaitkan dan dilakukan penelahan

untuk mendapatkan penjabaran yag sistematis. Selanjutnya, materi-materi yang

diperoleh dalam pembahasan dipisah-pisahkan agar memudahkan dalam

mendapatkan pemahaman terhadap bahasan yang nantinya akan menghasilkan

suatu kesimpulan yang dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan terhadap

penulisan skripsi ini.

6.4. Analisa Bahan Hukum

Berdasarkan pendekatan yang dilakukan, maka analisa yang digunakan

terhadap bahan hukum adalah dengan menggunakan metode deskriptif analitis,

yaitu metode pemaparan dan penafsiran bahan hukum, serta mengkaji

keeterkaitan dan konsistensi peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan permasalahan, kemudian bahan hukum tersebut disusun, diuraikan, dan

dikaji permasalahannya berdasarkan asas-asas hukum dan aturan-aturan hukum

Page 7: Makalah HPU Magister

7

yang berlaku untuk dikaji ketentuan dan konsistensi serta pelaksanaan dalam

praktiknya, kemudian ditarik kesimpulan.

Page 8: Makalah HPU Magister

8

1. Kedudukan Indirect Evidence Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999

Dalam sistem hukum pembuktian di Indonesia terdapat perbedaan antara

penggunaan pembuktian menurut hukum acar persaingan usaha, hukum acara

perdata, dan hukum acara pidana. Pembuktian adalah suatu tahapan di dalam

hukum untuk meneliti kebenaran atas suatu perkara hukum. Fokus penulis dalam

perbedaan ini terletak pada penggunaan alat bukti tidak langsung pada hukum

persaingan usaha terhadap hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hukum

acara pidana secara tegas mengatur dalam pasal 184 KUHAP “alat bukti yang sah,

yaitu: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa”.

Hukum pembuktian di dalam sistem hukum acara pidana tidak dikenal adanya alat

bukti langsung dan tidak langsung. Di sisi lain hukum acara perdata dalam pasal

164 HIR menyebutkan alat bukti yang sah, yaitu: bukti surat; bukti saksi; sangka;

pengakuan; sumpah. Pengelompokkan bukti tidak langsung dan bukti langsung

dijelaskan dalam buku M. Yahya Harahap sebagai berikut: “Disebut bukti

langsung, karena diajukan secara fisik oleh pihak yang berkepentingan di depan

persidangan”. “…..Pembuktian yang diajukan tidak bersifat fisik, tetapi yang

diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau peristiwa yang terjadi di

persidangan”.3 Dilihat dari bentuk fisik tersebut maka yang menjadi alat bukti

tidak langsung menurut hukum acara perdata yaitu persangkaan, pengakuan dan

Page 9: Makalah HPU Magister

9

sumpah. Bentuk fisik ketiga alat bukti tidak langsung ini dapat dikatakan sebagai

suatu kesimpulan dari hak atau peristiwa yang terjadi di persidangan.

Berdasarkan Pasal 42 UU Nomor 5 tahun 1999 dalam hukum acara persaingan

usaha menyebutkan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat

dan/atau dokumen, petunjuk, dan keterangan pelaku usaha. Kemudian terdapat

penjelasan alat bukti sebagaimana dalam Peraturan Komisi Nomor 1 tahun 2010

Tentang Tata Cara Penanganan Perkara yang memberikan penjelasan mengenai

lima alat bukti tersebut. Adanya alat bukti petunjuk dan hal ini dinilai memberi

peluang bagi KPPU untuk menggunakan indirect evidence dalam melakukan

pembuktian terhadap perkara persaingan usaha. Peraturan tersebut turut

melegitimasi KPPU untuk menggunakan pembuktian berdasarkan keadaan atau

bukti tidak langsung dalam menjalankan pemeriksaan. Alat bukti petunjuk

menurut Peraturan Komisi tersebut adalah merupakan pengetahuan Majelis

Komisi yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya. Berbeda dengan

pembuktian dalam Hukum Acara Perdata, indirect evidence merupakan bukti

yang tidak dapat menjelaskan secara terang dan spesifik mengenai materi

kesepakatan antara pelaku usaha sehingga disesuaikan dengan pembuktian yang

dikenal dalam Hukum Acara Perdata digolongkan ke dalam bukti persangkaan

yang dilakukan oleh hakim. Bukti persangkaan adalah uraian yang dilakukan oleh

hakim dalam menarik kesimpulan dari fakta yang terbukti. Pasal 1915 HIR

menetukan persangkaan-persangkaan adalah kesimpulan dari fakta yang terbukti

yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang

terkenal ke arah peristiwa yang tidak terkenal.

Page 10: Makalah HPU Magister

10

Indirect evidence adalah bukti tidak langsung yang tidak dapat menjelaskan secara

terang dan spesifik mengenai materi kesepakatan antara pelaku usaha yang

biasanya digunakan sebagai bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Indirect

Evidence atau Circumstantial Evidence sendiri menurut Pedoman Pasal 5 UU

Nomor 5 Tahun 1999 adalah suatu bentuk bukti yang tidak langsung menyatakan

adanyan kesepakatan (harga, pasokan, pembagian wilayah). Dimana indirect

evidence juga dapat digunakan sebagai pembuktian terhadap kondisi atau

keadaan yang dapat dijadikan dugaan atas pemberlakuan perjanjian lisan.

“Circumstantial evidence (Indirect evidence) can be difficult to interpret, however. Economic evidence especially can be ambigous, consistent with either concerted or independent action. The better practice is to consider circumstantial evidence in a case as a whole, giving it cumulative effect, rather than on an item-by-item basis, and to subject economic evidence to careful economic analysis.4

Bentuk indirect evidence terdiri dari Bukti Komunikasi dan Bukti Ekonomi.

Analisis ekonomi dimungkinkan dalam pembuktian kartel, analisis itu sendiri

berguna dalam menentukan motif dan akan memprediksi dampak dari suatu

perilaku (behavior). Analisis ekonomi dalam menentukan motif dan dampak

tersebut bagi terbagi atas analisis intensif yang bertujuan untuk melihat apakah

suatu perusahaan tertarik atau termotivasi untuk melakukan suatu perilaku yang

bersifat strategis, analisis kemampuan yang bertujuan untuk melihat apakah seuah

perusahaan mampu untuk melakukan perilaku strategis lebih besar dari dampak

positifnya. Pembuktian kartel juga harus memperhatikan apa yang disebut Plus

Factor,5 yang diantaranya terdiri dari analisa terhadap rasionalisasi penetapan

harga, analisa struktur pasar, analisa data kinerja, dan analisa penggunaan fasilitas

4 OECD, Prosecuting Cartels Without Direct Evidence of Agreement, Policy Brief. 2007 5 Ningrum Natasya Sirait, Standart of proof Competition law Infringements: An economic

Law Analysis. Jakarta. 2012

Page 11: Makalah HPU Magister

11

kolusi. Dalam upaya pembuktian tidak seluruh alat analisa tambahan harus

dipenuhi. Komisi dapapt memutuskan bahwa alat analisa tertentu sudah cukup

digunakan untuk membuktikan pelanggaran dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.

2. Penggunaan Indirect Evidence oleh KPPU sebagai alat bukti dalam

adanya dugaan kartel di Indonesia

Kartel pada dasarnya adalah suatu perjanjian yang dilakukan pelaku usaha

satu dengan pelaku usaha lainnya untuk meniadakan persaingan diantara mereka.

Biasanya kartel dilakukan dengan cara mengatur produksi, distribusi dan harga.

Kartel dalam Pasal 11 UU Nomor 5 tahun 1999 menetapkan, bahwa: Pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan para pesainganya untuk mempengaruhi harga

dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat. Dilihat dari Pasal 11 tersebut KPPU menggunakan pendekatan Rule of

Reason yang merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas

persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau

kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan

tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.

Komisi membuat indikator awal untuk mengidentifikasi kartel di dalam

Pedoman Pasal 11 tentang kartel. Secara teori, ada beberapa faktor struktural

maupun perilaku. Sebagian indikator awal dalam melakukan identifikasi

eksistensi sebuah kartel pada sektor bisnis tertentu. Berikut merupakan cara bagi

Page 12: Makalah HPU Magister

12

KPPU untuk melakukan upaya menemukan alat bukti dalam indikasi terjadinya

kartel melalui metode analisis ekonomi yang berasal dari faktor struktural, yaitu:

a) Tingkat konsentrasi dan jumlah perusahaan

b) Ukuran perusahaan

c) Homogenitas produk

d) Kontak multi pasar

e) Persediaan dan kapasitas produk

f) Keterkaitan kepemilikan

g) Kemudahan masuk pasar

h) Karakter permintaan: keteraturan, elastisitas dan perubahan

i) Kekuatan tawar pembeli (buyer power)

Kartel akan lebih mudah terjadi jika jumlah perusahaan yang tergabung tidak

banyak. Oleh Karena akan lebih mudah untuk melakukan koordinasi dan

pengawasan terhadap para pelaku usaha yang tergabung dalam kesepakatan untuk

melakukan kartel. Pendiri dan pelopornya adalah beberapa perusahaan yang

mempunyai ukuran setara. Biasanya koordinasi kartel dilakukan oleh perusahaan

yang memiliki kuasa atas pasar yang dimainkan dalam kartel semisal dalam pasar

kelompok minyak goreng. Pelaku usaha dengan modal yang tinggi serta

keunggulan atas penguasaan pasar menjadikan beberapa perusahaan yang

memiliki banyak anak perusahaan yang juga bergerak dibidang yang sama

memiliki kecendrungan untuk menguasai/mengendalikan pasar. Selain itu

perusahaan yang memiliki modal tinggi dapat dengan mudah melakukan

penguasaan pasar bersangkutan dikarenakan tidak mampunya pelaku usaha lain

dalam bersaing di pasar bersangkutan.

Page 13: Makalah HPU Magister

13

Produk dari para pelaku usaha sifatnya homogenitas/sejenis. Jika produk yang

diperjanjikan adalah suatu produk yang memiliki karakteristik yang memiliki

kecendrungan sama maka akan mudah melakukan kartel. Istilahnya produk yang

dimainkan adalah sejenis. Pemasaran yang luas akan menyebabkan para pelaku

usaha berkolaborasi walaupun tidak terdapat insentif atas perbuatan pelaku usaha

tersebut. Kolaborasi ini dimungkinkan untuk menguasai pasar dan

mengendalikannya demi keuntungan terbesar yang dapat diperoleh oleh pelaku

usaha.

Terdapat pasokan barang yang beredar dipasaran yang overstock atau

jumlah penawaran lebih tinggi dibandingkan permintaan menjadikan pelaku usaha

mudah terperangkap untuk menyepakati harga atas barang tersebut. Tingginya

tingkat persaingan menyebabkan masing-masing para pelaku usaha meningkatkan

produktivitas baik produksinya distribusi maupun hasil akhir dari barang/jasa.

Semua itu dilakukan untuk menarik konsumen untuk membeli barang/jasa dari

pelaku usaha. Kondisi tersebut merupakan kondisi normal dalam sebuah

persaingan. Namun kecurangan pelaku usaha oleh karena tingginya tingkat

persaingan diantara mereka menjadikan pelaku usaha tidak ingin menerima

kerugian dari kemungkinan kelebihan pasokan barang ataupun kesulitan mencari

pembeli di dalam pasar. Hal-hal seperti ini yang menyebabkan para pelaku usaha

secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan kesepakatankesepakatan kartel.

Kemudian keterkaitan minoritas terlebih lagi mayoritas mendorong pelaku usaha

untuk mengoptimalkan laba melalui keselarasan perilaku diantara perusahaan

yang mereka kendalikan. Pelaku usaha minoritas sudah tentu mengikuti arah pasar

Page 14: Makalah HPU Magister

14

oleh karena ketidakmampuan didalam bersaing dari para pelaku usaha mayoritas.

Hal ini demi memaksimalkan keuntungan bagi para pelaku usaha. Selain itu

inelastisnya permintaan dan kestabilan pertumbuhan memudahkan para pelaku

usaha untuk melakukan kartel karena dapat dengan mudah diprediksikan tingkat

produksi serta tingkat harga yang dapat mengoptimalkan keuntungan para pelaku

usaha. Tidak berpengaruhnya harga atas permintaan pasar menjadikan pelaku

usaha juga dengan tenang melakukan perjanjian kartel. Pembeli akan tetap

membeli/memakai produk walaupun dengan harga yang tinggi oleh karena

kebutuhan dan tidak tersedianya barang substitusi atau pengganti atas barang/jasa

yang dibutuhkan konsumen.

Indikator struktural terakhir dalam mendeteksi awal terjadinya kartel yaitu

kekuatan tawar pembeli. Pembeli yang memiliki posisi tawar yang kuat akan

mampu melemahkan sistem perkartelan karena pembeli akan mudah mencari

penjual yang mau memasok dalam harga rendah sehingga kartel dengan

sendirinya dapat bubar disebabkan ketidakpatuhan atas kesepakatan kartel dan

ketidakefektifan aturan kartel diantara para pelaku usaha tersebut. Pelemahan

kartel ini dapat terjadi oleh karena kuatnya pengaruh pembeli atas daya tawar

suatu barang. Pelaku usaha akan lebih sulit melakukan koordinasi dan

penyesuaian harga akan barang/jasa mereka. kesepakatan-kesepatan yang telah

ada dapat dengan sendirinya menjadi tidak efektif.

Kartel dapat dideteksi dengan cara melihat perilaku dari para pelaku usaha

yang saling memberikan informasi dan transparansi diantara mereka. Biasanya

para pelaku usaha berusaha untuk menyimpan hal-hal yang menjadi rahasia

Page 15: Makalah HPU Magister

15

keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan pembeli/konsumen. Namun dalam

kartel tidak diperlukan cara khusus untuk mendapatkan konsumen/pembeli. Oleh

karena ketidakhadiran dari persaingan yang sesungguhnya diantara pelaku usaha

menjadikan pelaku usaha merasa aman akan laba dari perusahaan. Peran asosiasi

biasanya juga penting dalam hal pertukaran informasi. Asosiasi dapat digunakan

sebagai media yang mengatasnamakan asosiasi namun didalamnya terdapat

pertukaran informasi dan transparansi harga, jumlah produksi dan pemasaran.

Tindakan yang menurut KPPU merupakan hal yang melanggar ketentuan dari UU

Nomor 5 tahun 1999 dapat disamarkan oleh adanya pertemuan-pertemuan yang

mengatasnamakan asosiasi dagang. Oleh karena itu, dapat menjadi riskan dalam

menentukan apakah memang terjadi kesepakatan atau tidak. Pembuktian adanya

kesepakatan harus meyakinkan Perilaku lainnya yaitu peraturan harga dan kontrak

yang patut dicermati oleh KPPU sebagai bagian upaya identifikasi eksistensi

kartel.

Peraturan tentang harga dan kontrak bahwa benar adanya telah terjadi

kesepakatan diantara pelaku usaha untuk melakukan penetapan harga atau

perjanjian akan itu yang harus dilakukan penyelidikan dan pembuktian. Perjanjian

dapat melalui alat bukti tertulis maupun tidak tertulis. Alat bukti tertulis ini berupa

surat ataupun dokumen sedangkan perjanjian tidak tertulis ini dapat melalui bukti

komunikasi, bukti adanya pertemuanpertemuan. Kesepakatan tersebut pada

umumnya dilakukan secara tertutup atau diam-diam, sehingga seringkali KPPU

menghadapi kesulitan dalam mengungkap dan membuktikan adanya kartel.

Apalagi KPPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan atau

Page 16: Makalah HPU Magister

16

penyitaan dokumen terkait kesepakatan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha

lainnya Jadi kartel yang dilakukan secara diam-diam ini dapat diketahui dengan

melakukan serangkaian kegiatan penelusuran secara metode analisis ekonomi.

Variable, daftar harga, kinerja perusahaan, laporan keuangan dan seluruh unsur

kegiatan perusahaan akan ditelusuri oleh KPPU. Seluruh data perusahaan tersebut

kemudian dianalisis apakah benar ada pelanggaran kartel maupun pelanggaran

terhadap UU Nomor 5 tahun 1999. Jika telah terbukti atas hasil penyelidikan

melalui analisis ekonomi ini KPPU berupaya untuk mendapatkan serangkaian alat

bukti lainnya. Oleh karena alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai

alat bukti satu-satunya. Perkembangan selanjutnya apabila tidak ditemukan alat

bukti lain yang dapat menyatakan bahwa para pelaku usaha tersebut bersalah

maka jikalau sudah pada tahap pemeriksaan lanjutan maka putusan KPPU akan

memberikan putusan tidak bersalah seperti halnya putusan tentang perkara semen

dengan putusan perkara nomor 1/KPPU-I/2010. Perkara Terkait dugaan adanya

kartel dalam industri semen di Indonesia ternyata tidak terbukti. Dasar

pertimbangan yang menyebabkan KPPU memutuskan bahwa tidak terjadinya

dugaan praktek pelanggaran tentang kartel berdasarkan hal berikut:

1. Tidak terdapat dampak yang merugikan bagi negara dan konsumen;

2. Tidak terdapat perbedaan harga yang signifikan ditingkat pabrik dan

tingkat ritel;

3. Tidak adanya bukti bahwa telah terjadi pengaturan pasokan.

Kartel menjadi sulit dideteksi karena pada faktanya perusahaan yang berkolusi

berusaha menyembunyikan perjanjian diantara mereka dalam rangka menghindari

Page 17: Makalah HPU Magister

17

hukum. Jarang sekali dan naïf tentunya apabila pelaku usaha secara terang-

terangan membuat perjanjian diantara mereka, membuat dokumen hukum,

mengabadikan pertemuan, serta mempublikasikan perjanjian untuk melakukan

suatu pelanggaran hukum. Dari hasil analisis kepustakaan yang dilakukan oleh

penulis terdapat pendekatan ekonomi sebelum memulai penyelidikan dan metode

secara ekonomi yang digunakan KPPU untuk memeriksa kasus kartel. Pemilihan

pendekatan ekonomi untuk memulai penyelidikan ini memiliki beberapa

metodologi pendeteksian kartel sebagai berikut:

1) Metodologi dengan seleksi random;

2) Metodologi yang bergantung pada indikator individu;

3) Metodologi yang otomatis (an automated methodology);

4) Metodologi menitoring pasar secara permananen.

Terdapat dua metode secara ekonomi yang juga biasa ditemukan didalam

literature, yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up. Pendekatan top-

down menyaring beberapa sektor untuk mengidentifikasi industri yang cenderung

kolusi.

Metode analisis ekonomi tersebut diatas digunakan untuk menganalisis

pembuktian kartel dengan menggunakan alat bukti tidak langsung atau indirect

evidence. Penggunaannya dengan membuktikan adanya hubungan antara fakta

ekonomi satu dengan fakta ekonomi lainnya. Terlihatlah sebuah bukti kartel yang

utuh sampai dengan jumlah kerugian yang diderita masyakat. Kartel tidak hanya

dapat merugikan konsumen secara materiil. Lebih jauh lagi akibat dari kartel

dapat menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan tidak

Page 18: Makalah HPU Magister

18

kondusif dan kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain yang

menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat. Selain itu kartel dapat

menyebabkan tidak bekerjanya sumber-sumber daya baik itu sumber daya alam,

sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi lainnya secara efisien/berdaya

guna penuh. Penjelasan mengenai bagaimana kartel dapat terjadi, dalam situasi

apa dan akibat apa yang dapat ditimbulkan dari kartel dibawah ini penulis

memberikan dua buah contoh putusan yang menggunakan bukti tidak langsung

sebagai alat bukti tambahan penguat dari alat-alat bukti lainnya.. Putusan nomor

24/KPPU-I/2009 untuk putusan Industri minyak goreng sawit di Indonesia.

Dalam putusan tersebut turut mencantumkan adanya indirect evidence

yang menjadi alat bukti dugaan adanya kartel diantara pelaku usaha produsen

minyak goreng curah dan kemasan yang ditemukan selama tahap pemeriksaan

pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan. Pentunjuk yang digunakan berupa Bukti

Komunikasi dan Bukti Ekonomi, pada bukti komunikasi dapat berupa fakta

adanya pertemuan dan/atau komunikasi antar pesaing meskipun tidak terdapat

substansi dari pertemuan dan/atau komunikasi tersebut. Dalam perkara tersebut

pertemuan dan/atau komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung

dilakukan oleh para Terlapor pada tangga 29 Februari 2008 dan tanggal 9 Februari

2009. Bahkan dalam pertemuan dan/atau komunikasi tersebut dibahas atara lain

mengenai harga, kapasitas, produksi, dan struktur biaya produksi. Kemudian pada

Bukti Ekonomi terdapat dua bukti yang terkait dengan struktur dan perilaku.

Dalam perkara tersebut, industri minyak goreng baik curah maupun kemasan

memiliki struktur pasar yang terkonsentrasi pada beberapa pelaku usaha

Page 19: Makalah HPU Magister

19

(oligopoli). Adapun bukti ekonomi berupa perilaku terecermin adanya price

parralelism yang dilakukan melalui price signaling dalam kegiatan promosi

dalam waktu yang tidak bersamaan serta pertemuan-pertemuan atau komunikasi

antar pesaing melalui asosiasi.

Pada putusan tersebut juga mencantumkan kasus dari luar negeri yang juga

menggunakan alat bukti berupa indirect evidence, yaitu Kasus Steel Cartel

(Brazil) dimana dalam kasus tersebut, Brazil’s Council for Economic Defence

(CADE) menemukan adanya kartel tanpa adanya bukti langsung bahwa

perusahaan melakukan koordinasi untuk menaikkan harga. Pada kasus ini CADE

menyatakan bahwa perilaku kartel dapat dibuktikan hanya berdasarkan bukti

ekonomi, ketika tidak ditemukan adanya penjelasan rasional. Kenyataannya,

CADE memutuskan para pihak dinyatakan bersalah berdasarkan price parallelism

dan faktor-faktor lainnya seperti penggunaan bukti pertemuan diantara perusahaan

tersebut untuk membicarakan permasalahan diantara mereka sebelum

permasalahan tersebut disampaikan kepada Pemerintah. Kemudian ditambah

dengan Kasus Sao Paulo Airlines (Brazil) dimana pada kasus ini, investigasi yang

dilakukan menyimpulkan adanya price parallelism dan juga adanya pertukaran

informasi diantara perusahaan pesaing melalui sistem komputerisasi pencatatan

harga yang dilakukan oleh perusahaan yang mempublikasikan tarif pesawat

(ATPCO). Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh CADE terdapat 3 (tiga)

faktor yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut melakukan penetapan

harga yaitu price parallism, pertemuan para pemimpin perusahaan, dan adanya

media untuk melakukan korrdinasi harga. Dengan bukti tersebut kemudian

Page 20: Makalah HPU Magister

20

Majelis Komisi menilai komunikasi dan/atau koordinasi dengan didukung bukti

ekonomi tersebut dapat diaktegorikan sebagai perjanjian yang dilakukan oleh

antar pelaku usaha yang bersaing dalam hal ini para Terlapor untuk menetapkan

harga minyak goreng yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada

pasar bersangkutan yang sama. Baha dengan demikian, unsur Perjanjian dengan

pelaku usaha pesaingnya untk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa

yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang

sama terpenuhi.

Page 21: Makalah HPU Magister

21

KESIMPULAN

1. Kedudukan Indirect Evidence dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat dikategorikan sebagai bukti petunjuk. Jika dikategorikan dalam

Hukum Acara Perdata maka tergolong bukti persangkaan. Penggunaan

Indirect Evidence tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus ditunjang

dengan data dan informasi ekonomi yang bersifat ekstensif.

2. Menurut pengaturan dalam Peraturan Komisi Nomor 4 tahun 2010 tentang

Pedoman Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang bukti tidak

langsung, yang dapat digunakan sebagai alat bukti tidak langsung yaitu

melalui analisis ekonomi melalui faktor struktural dan faktor perilaku.

Faktor struktural mencangkup tingkat konsentrsi dan jumlah perusahaan;

ukuran perusahaan; homogenitas produk; kontak multi pasar; persediaan dan

kapasitas produksi; keterkaitan kepemilikan; kemudahaan masuk pasar;

karakter permintaan: keteraturan, elastisitas dan perubahan; kekuatan tawar

pembeli. Sedangkan untuk faktor perilaku berdasarkan transparansi dan

pertukaran informasi, dan peraturan harga dan kontrak. lat bukti tidak

langsung selain dengan penggunaan melalui analisis faktor struktural dan

faktor perilaku dilakukan dengan cara pendekatan ekonomi. Penggunaan

indirect evidence telah dilakukan oleh KPPU dalam putusan Nomor. 24?

KPPU-I/2009 tentang Kartel Industri Minyak Goreng di Indonesia.