makalah filsafat ilmu ke-11

18
Makalah Filsafat Ilmu Begitu pentingnya pemahaman akan adanya kesadaran sejarah dalam kehidupan manusia” Disusun : Masrifah (13010034038) Kelas 2013 B JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2014

Upload: mu-za-mi

Post on 18-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Silahkan unduh PPT pada arsip PPT

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Makalah Filsafat Ilmu

“Begitu pentingnya pemahaman akan adanya kesadaran

sejarah dalam kehidupan manusia”

Disusun :

Masrifah (13010034038)

Kelas 2013 B

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2014

Page 2: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Kata pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Tauladan sejati sampai akhir zaman sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas

Makalah Andragogi yang Berjudul “Kesadaran Manusia terhadap wawasan sejarah

ditinjau secara fenomenologi kefilsafatan”

dengan tema Filsafat Ilmu. Penulisan tugas Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas

dalam Mata Filsafat Ilmu. Pada kesempatan ini tidak lupa saya mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan anugrah kesehatan dalam menyelesaikan Tugas

Makalah ini.

2. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan motivasi dan kasih sayang yang tidak

ternilai, serta Do’a yang selalu dipanjatkan untuk saya.

3. Bapak Drs. FX. Mas Subagio. selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu,

Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikan nya penulisan Makalah Ilmiah

ini dan kakak-kakak angkatan yang telah memberi semangat dan masukan kepada kami

hingga penulisan tugas Makalah ini selesai.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan

sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan dosa sehingga masih banyak kekurangan

dalam penulisan Makalah ini, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan kemampuan penulis.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan tugas Makalah ini .Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu Filsafat dan sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya bagi penulis dan

pembaca.

Hormat kami

Penulis

Page 3: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Daftar isi

Halaman……………………………………………………………………………….i

Halaman judul…………………………………………………………………………ii

Kata pengantar………………………………………………………………………....iii

Daftar isi………………………………………………………………………………..iv

Ringkasan…………………………………………………………………..…………..v

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang…………………………………………………………………..2

B. Tujuan penulisan……………………………………………………...………...5

C. Rumusan Masalah……………………………………………………..………..6

D. Manfaat penulisan……………………………………………………………....7

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Sejarah ………………….…………………………………………… 8

B. Kesadaran atas Manusia , Waktu, dan Ruang ………………………………….9

C. Kesadaran Sejarah …………………………………………………………….10

D. Wawasan Sejarah………………………………………………………………11

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………………………..…12

B. SARAN……………………………………………………………………..13

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Manusia dan sejarah tidak ekuivalen dengan sejarah dan manusia. Yang

pertama lebih bertendensi filosofis sehingga daripanya dapat dirumuskan statemen

sarat makna yakni “manusia sebagai makhluk sejarah”, adapun yang disebut terakhir

lebih bertendensi dan boleh jadi menjadi “sejarah manusia”. Bahwa dalam setiap upaya

membahas manusia dalam perspektif sejarah senantiasa dapat ditemukan semangat

filosofis, memang tidak perlu diragukan. Akan tetapi, bagaimanapun juga perspektif itu

hanya menajdikan telaah filosofis sebagai variable tambahan. Sementara penekanan

yang mesti menjadi sasaran nuansa filosofis mewarnai semua uraian tentang manusia

sebagai makhluk sejarah.

Manusia sejarah tentu saja sangat jauh perbedaannya dengan sejarah manusia.

Manusia sejarah bermaknakan manusia sebagai makhluk sejarah. Sebagai analog meski

berbeda dalam makna, istilah manusia sejarah menjadi parallel dengan istilah manusia

social, manusia moral, manusia ekonomi dll. Sedangkan analog sejarah manusia walau

berbeda dalam makna paralel dengan istilah sejarah dengan berbagai objek lain.

Dan secara etimilogis sejarah berarti pohon, yang berarti pula silsilah, asal usul.

Memang, sejarah selalu menggambarkan proses tumbuh, hidup, dan berkembang terus-

menerus. Namun penegrtian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Karena

itu, secara etimologis pengertian sejarah lebih dari sekedar sebuah istilah, asal usul

(pohon).

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada

pembaca tentang filsafat ilmu yang membahas tentang kesadaran manusia terhadap

wawasan sejarah di tinjauh secara fenomenologi kefilsafatan. Dengan pengetahuan

yang ada didalam makalah ini, kita bisa belajar dan mengetahui tentang kesadaran

manusia terhadap wawasan sejarah. Sehingga kita dapat mengetahui hakikat sejarah

dan manusia itu seperti apa. Selain itu juga tujuan penulisan ini sebagai kewajiban kami

dalam mengerjakan tugas filsafat ilmu

C. Rumusan Masalah

1. Apakah hakikat dari sejarah ?

2. Apa yang dimaksud dengan kesadaran atas manusia, waktu, dan ruang ?

Page 5: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

3. Perlukah generasi bangsa untuk memupuk kesadaran sejarah, adakah manfaat dari

memahami kesadaran sejarah ?

4. Apa yang dimaksud dengan wawasan sejarah, dan jelaskan!

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini sangat bermanfaat sekali bagi penulis dan khususnya bagi pembaca,

karena:

a. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk mempelajari dan mengkaji

tentang ilmu kefilsafatan yang membahas tentang kesadaran manusia terhadap

wawasan sejarah di tinjauh secara fenomenologi kefilsafatan. sehingga kita bisa

mengetahui tentang hakikat manusia, hakikat sejarah dan lain sebagainya.

b. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa maupun penulis untuk lebih

mengkaji lebih dalam tentang hubungan atas kesadaran atas manusia, waktu dan

ruang. c. Tidak hanya bagi penulis, makalah ini juga bermanfaat bagi pembaca, karena

kita bisa mengetahui dan memahami tentang ilmu kefilsafatan. Yang dimana

filsafat itu berfikir. Sehingga dapat mengajak penulis maupun pembaca untuk

berfikir lebih dalam lagi.

Page 6: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT SEJARAH

Hakikat sejarah dapat dipahami dengan membuka pengertian-pengertian

peristilahan (etimologis) dan terminologis. Dengan cara demikian, pengertian yang

sistematis dengan mula-mula bertolak dari pemahaman sederhana secara etimologis

mengenai sejarah, untuk kemudian masuk pada pendalaman terminologis, dan akhirnya

sampai juga pada subtansi yang mendasar tentang sejarah dimaksud, benar-benar

merupakan sebuah langka holistic dan universal perihal pemahaman sejarah.

Berdasarkan pelacakan akar kata sejarah secara historis, ditemukan bahwa kata

sejarah sesungguhnya berasal dari bahasa arab, yaitu “SYAJARATUN” yang dapat

dibaca syajarah yang berarti “pohon kayu” (Helius Syamsuddin dan Ismaun, 1996:2).

Seperti dapat diamati bersama, sebuah pohon senantiasa mendeskripsikan proses

bertumbuh dan berkembang dari bumi ke udara. Dalam proses tumbuh dan berkembang

tersebut, kemudian memunculkan cabang, dahan atau ranting, daun, bunga dan buah.

Istilah sejarah secara etimologis yang berarti pohon, yang berarti pula silsilah,

asal usul. Sejarah selalu menggambarkan proses tumbuh, hidup, dan berkembang terus

menerus. Namun, pengertian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Karena

secara etimologis pengertian sejarah lebih dari sekadar sebuah istilah, asal usul (pohon).

Pengertian sejarah secara terminologis. Artinya, sejarah dipahami secara

definisi. Definisi itu sendiri seperti dikatakan oleh Helius Syamsudin dan Ismaun

sebagai “ pernyataan secara eksplisit tentang konotasi suatu istilah. Konotasi itu terdiri

atas atribut-atribut pokok dari istilah itu (1996:5).

Sehubungan denga pemikiran Sidi Gazalba yang mendefinisikan sejarah

sebagai: “gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk social

yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan

tafsiran dan penjelasan, yang memberi pengertian tentang apa yang telah berlalu.

(1986:13).

Sejarah selalu berkaitan dengan masa lalu, dilakukan oleh manusia sebagai

makhluk social, dan disajikan secara ilmiah. Dengan menekankan pada elemenyang

disebut terakhir sesungghnya Sidi Gazalba secara ekzplisit sudah menekankan pula

sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu. Menurut pandangan Roeslan Abdul Gani,

mengatakan bahwa sejarah adalah salah satu bidang ilmu yang menelitih dan

menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat dan kemanusiaan

dimasa lampau beserta segala kejadiannya dengan maksud untu menelitih secara kritis

seluruh hasil penelitihan dan penyelidikan tersebut untuk dijadikan suatu

perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah

program masa depan. (1986:74).

Page 7: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Ada dua hal paling penting dalam sejarah, yaitu sejarah mempunyai nilai dan

kegunaan terkait dengan waktu, baik masa lalu, sekarang, maupun akan datang. Sejarah

memang tidak bisa melepaskan diri dari kerangkah tridimensi waktu: masa lalu, masa

sekarang dan masa depan.

Secara praktis sejarah telah menempuh perjalanan yang amat panjang.

Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, sejarah telah ada sejak manusia mulai

bereksistensi di permukaan bumi ini. Sejarah sama kuatnya dengan usia umat manusia

itu sendiri, akan tetapi dilihat dari sudut pandang teori yaitu, memandang sejarah dari

sudut ilmiah seperti dikemukakan diatas, sejarah merupakan ilmu yang tentu saja masih

relative muda dibandingkan dengan peristiwa yang dibahasnya.

Berdasarkan kategori tersebut, ternyata hakikat sejarah meliputi beberapa unsur,

yaitu manusia, waktu, dan ruang. Tidak ada satu pun peristiwa sejarah yang tidak

mencakup ketiga unsur diatas. Dengan tegas dinyatakan bahwa sejarah sebagai suatu

proses dan peristiwa mesti melibatkan ketiga unsur tersebut. Hanya dengan adanya

manusia, waktu, dan ruang, maka proses sejarah dapat berjalan. Tanpa itu, tidak ada

sejarah. Karena ketiga unsur manusia, waktu, dan ruang menentukan eksistensi sejarah,

ini berarti ketiganya menjadi hakikat sejarah, sebab secara negative dapat dikatakan,

kalau ketiga aspek itu tidak hadir, maka mustahil sejarah dapat berproses. Jadi tema

sejarah merupakan pemersatu elemen manusia, waktu, dan ruang. Akan tetapi, tema itu

sendiri baru tercipta kalau manusia melakukan melakukan aktivitas didalam ruang dan

dimensi waktu.

Secara implisit sejarah dapat diungkapkan bahwa sesungguhnya hakikat sejarah

tidak hanya meliputi manusia, ruang dan waktu. Tetapi integrasi ketiga unsur itu yang

kemudian melahirkan tema sejarah adalah juga merupakan hakikat sejarah. Ini dapat

dibenarkan sejauh itu menyangkut kategori sejarah bukan lagi sebagai peristiwa

melainkan peristiwa yang perlu diceritakan dengan kaida-kaidah yang berlaku. Artinya,

ketika sejarah sebagai sesuatu yang terjadi, ,maka unsur manusia, ruang, dan waktu

merupakan esensi atau hakikat sejarah. Selanjutnya ketika peristiwa tersebut hendak

digarap sebagai cerita sejarah secara ilmiah, maka tema sejarah menjadi sesuatu yang

harus ada. Ini misalnya tercermin pada pertanyaan tentang apa peristiwanya? Bahkan,

bukan hanya itu saja. Dalam kerangka sebagai peristiwa yang dikisahkan, beberapa

aspek lain dapat dinilai sebagai esensi sejarah sebagai sebuah kisah. Aspek-aspek

dimaksud, misalnya terlihat dalam makna pertanyaan, bagaimana dan mengapa

peristiwa itu demikian?

Akan tetapi focus hakikat sejarah yang dijelaskan pada tulisan ini lebi pada

manusia, ruang, dan waktu, termasuk peristiwa (tema) sebagaimana terlihat pada skema

hakikat sejarah terdahulu. Dengan indicator itulah, kemudian uraian dalam tulisan ini

dikembangkan dengan mengeksplanasi lebih lanjud anasir-anasir hakikat sejarah

kedalam struktur kesadaran, sehingga secara sistematis dijelaskan mengenai kesadaran

atas manusia sebagai pelaku sejarah (peristiwa), kesadaran atas ruang dan kesadaran

atas waktu.

Page 8: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

B. KESADARAN ATAS MANUSIA, WAKTU, DAN RUANG

Kesadaran atas manusia dimaksudkan sebagai suatu pernyataan bahwa manusia

adalah salah satu esensi hakikat sejarah. Sejarah tidak ada tanpa manusia karena hanya

manusia yang disebut sebagai makhluk sejarah atau zoon historicon. Manusia

mempunyai kesadaran yang mendalam terhadap sejarahnya. Ini merupakan sebuah

kenyataan yang tidak dapat ditemukan pada diri makhluk lain selain manusia. Oleh

sebab itu, kesadaran yang sesungguhnya dari manusia adalah termasuk menyadari

bahwa ia merupakan makhluk sejarah. . sejarah merupakan milik tunggal manusia.

Disiini manusia pun dikategorikan sebagai pewaris sah dan pewaris tunggal sejarah.

Sebagai pemilik sejarah, peritiwa sejarah yang kemudian dituangkan dalam

cerita sejarah mempertegas posisi manusia dalam sejarah. Setiap cerita sejarah selalu

menjelaskan tentang siapa maupun perilaku kolektif manusia. Bahwa manusia dalam

lingkup ini buka hanya merupakan uraian tentang perilaku personal melainkan dapat

berupa perilaku kolektif. Sejarah sebagai peristiwa tidak perlu diragukan signifikasi

posisi sentral manusia. Demikian peristiwa sejarah yang dituangkan dalam rangkaian

kisah, cerita sejarah setelah melalui penelahan secara metodik, juga mengeksplisitkan

peran penting manusia, meskipun itu tema sejarah yang dikisahkan meliputi tema

majemuk, manusia senantiasa hadir dalam keseluruhan tema sejarah.

Meskipun hanya manusia yang sadar akan waktu, tetapi harus diakui bahwa

menyangkut kesadaran atas waktu dalam sejarah, penjelasannya tidak terlalu gampang.

Waktu dikaitkan dengan profesi, keadaan tertentu. Mereka yang tengah sibuk mencari

nafkah menyatakan waktu adalah uang atau tiada waktu tanpa bekerja. Mereka yang

sedang menuntut ilmu lebih suka menyatakan waktu adalah ilmu atau tiada waktu tanpa

belajar. Begitu pula bagi sepasang muda-mudi yang sedang memadu cinta, waktu

disimbolkan sebagai cinta. Secara subtansial, pernyataan-pernyataan tersebut maupun

pernyataan lain yang semakna dan sesemangat denga itu menunjukkan bahwa konsep

waktu sangat penting. Karna waktu adalah isi, kreativitas, dinamika, perubahan. Oleh

sebab itu, waktu merupakan harapan kontinuitas. Waktu berproses terus menerus.

Dengan demikian, tidak ada eksistensi yang eksak. Semua keberadaan dalam ruang

terekam dalam waktu “pantharei”, semua berubah kata Herakleitos. Perubahan selalu

bersenyawa dalam dimensi temporal. Didalam ruang ada gerak. Perpindahan dari satu

titik ke titik yang lain (perubahan) adalah gerak. Waktu pun terimplementasi didalam

ruang.

Sejarah membutuhkan waktu (dimensi temporal). Tanpa waktu, sejarah menjadi

diam bahkan tidak ada. Dengan waktu itulah, sejarah menjadi dinamis, berkembang.

Konsepsi sejarah tentang dimensi temporal meliputi tiga aspek yaitu, masa lalu/ masa

lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Memang sejarah ebertumpuh pada

masa lalu. Sebab masalalu itulah yang merupakan bahan untuk menyusun cerita sejarah.

Page 9: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Akan tetapi dengan bertumpu pada masa lalu bukalah berarti bahwa sejarah hanya

untuk masa lalu semata.

Pengetahuan tentang masa lalu Pada dasarnya penegtahuan manusia yang

benar-benar telah dimiliki hanya sejauh apa yang sudah terjadi, akan tetapi ini tidak

berarti bahwa masa lalu hanya mengabdi pada masa lalu an sich. Pengetahuan masa

lalu itu hendaknya dapat membekali manusia pada penemuan kesadaran kekinian. Yang

pada akhirnya menjadi modal untuk suatu proyeksi abstrak keakanan. Sejarah sebagai

disiplin ilmu mempunyai karakteristik berbeda dengan disiplin ilmu lain, karena

perlakuan sejarah terhadap waktu sangat mendasar. Dalam sejarah terutama ditinjauh

dari sudut eksplanasi dan metodologi, sebuah karya sejarah sering lebih banyak

menimbulkan gugatan kritis yang boleh jadi sampai pada tingkat diragukan jika aspek

temporal ini tidak tergarap secara eksplisit. Di sisi lain, pentingnya waktu dalam sejarah

juga tampak pada periodisasi atau pembabakan dalam sejarah. Jika sejarah tidak bisa

dilepaskan dari aspek manusia dan waktu, maka demikian pula halnya denga ruang.

Semua sejarah membutuhkan ruang untuk mementaskan sejarah. Berarti tanpa ruang,

sejarah tidak mungkin ada. Oleh sebab itu, dalam cerita sejarah pertanyaan yang

mengarah pada aspek spasial (ruang) adalah dimanakah peristiwa itu terjadi?

Ruang merupakan integritas panjang, lebar dan tinggi. Pada ruanglah manusia

menyejarah atau membuat sejarah, jadi sejarah eksis didalam ruang seiring dengan

beradanya manusai didalam ruang. Ruang memberikan kemungkinan konkretisasi

sesuatu. Segala sesuatu berada dalam ruang. Sesuatu disiini dimaksudkan sebagai yang

factual. Sebab jika tidak, maka pertanyaannya adalah, apakah segala sesuatu (zat)

berada dalam ruang?

Gambar nyata terhadap pentingnya ruang dalam sejarah bisa dilihat dari adanya

kategorisasi sejarah berdasarkan ruang. Kategorisasi itu, misalnya sejarah local, sejarah

daerah,s ejarah nasional, dan sejarah dunia atau sejarah global. Ini menunjukkan sejarah

tidak bisa dipisahkan dari ruang. Dalam kerangka ini pula dapat dikemukakan integritas

elemen manusia, waktu, dan ruang sebagai pembentuk sejarah.

Permasalahannya adalah jika ruang dipahami sebagai bumi, sementara bumi

ditempatkan sebagai sala satu planet, maka begaimana menjelaskan peristiwa adam dan

hawa yang pada awalnya tidak berada dalam ruang yang disebut bumi tapi kisah adam

dan hawa telah diketahui termasuk episode diluar bumi.

Ada beberapa argumentasi yang dapat diajukan untuk menjelaskan persoalan di

atas. Pertama, jika alam dengan bumi dipisahka dalam arti yang ditunjuk oleh alam

bukan bumi (lebih luas) daripada bumi, lalu sejarah hanya terpentaskan pada ruang

bumi, maka fenomena sejarah yang dikemukakan diatas memang buka kategori

peritiwa sejarah. Itu merupakan peristiwa “Supra” sejarah, melaumpau dimensi ruang

sejarah. Artinya, sebagai perisitiwa yang didistribusikan dari agama. Kedua, walau

kedua peristiwa tersebut dan barangkali berbagai peristiwa lain yang senapas dengan

Page 10: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

itu, terjadi tidak didalam ruang bumi tetapi tetap dikategorikan sebagai peristiwa

sejarah. Kerana pelaku sejaarah (hakikat sejarah), yaitu manusia yang memerankan

peristiwa itu di luar ruang bumi, namun pada akhirnya manusia sebagai pelau sejarah

kembali ke ruang bumi. Proses kembali ke ruang bumi itulah yang kemudian

memperkenalkan kita kepada peristiwa yang terjadi diluar bumi.

Argumentasi ketiga yang dapat dikemukakan untuk mejelaskan fenomena

sejarah tersebut bahwa baik alam maupun bumi adalah ruang. Bumi dengan alam tidak

penting untuk dipisahkan sedemikian rupa. Yang jelas sejarah selalu meruang. Ruang

bumi atau ruang alam lain, disitulah sejarah terpentaskan. Dengan demikian, peristiwa

adam dan hawa yang pada tahap awal (sebelum diturunkan di bumi) dan pada peristiwa

Mi’raj, maupun peristiwa lain seperti penjelajahan di bulan bahkan bila mungin untuk

hidup di alam lain seperti planet Mars, juga adalah sejarah. Sepanjang peristiwa itu

dilakuan oleh manusia, meruang, dan terekam dalam waktu.

Dengan demikian sejarah dapat terjadi bukan saja pada ruang bumi. Pada bulan,

maupun pada planet lain atau pada alam lain yang kesemuanya itu menunjukkan ruang,

sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah. Dengan syarat bahwa

manusia sebagai pelaku sejarah masih tetap berada dalam “kesadaran hidup”. Kalau

kesadaran hidup sudah meninggalkan dan tidak dimiliki lagi, sejarahpun berhenti,

sehingga hidup di alam lain sesudah alam dalam ketiadaan kesadaran hidup, bukan lagi

termasuk sejarah. Didalam kesadaran atas waktu, ruang terdapat kearifan yang mesti

ditangkap secara kontinuitas. Kearifan itu adalah kesadaran yang mendalam untuk

senantiasa mengakui, menghayati bahwa dalam sejarah elemen ruang dan waktu

menjadi barometer utama untuk menyatakan peristiwa sejarah yang satu dengan yang

lain tidak dapat disamakan.

Kesadaran ini penting sehingga pada akhirnya dapat diyakini sepenuhnya

bahwa apa yang terjadi ditempat lain misalnya dinegara lain seperti Amerika meski hal

ini menyangkut sesuatu yang ideal, belum tentu sesuai dengan konteks Indonesia.

Mengapa? Kesadaran ruang dan waktu adalah jawabanya. Demokrasi ala Amerika

misalnya, sangat cocok untuk konteks Amerika, sebaliknya belum tentu cocok

sepenuhnya untuk Indonesia karena ruang antara Amerika dengan Indonesia berbeda.

Demikian pula apa yang baik malahan terbaik saat ini belum tentu ideal untuk

seterusnya. System kepemimpinan Soekarno hanya cocok untuk zamanya, system

kepemimpinan Soeharto hanya cocok untuk zamanya. Sesuatu yang baik pada mas

silam tidak dengan serta merta relevan untuk konteks kekinian. Demikian pula sesuatu

yang baik pada tataran kinibelum tentu baik pula pada masa dean. Disinilah dimensi

temporal maupun spasial perlu dimaknai dalam menerjemahkan berbagai peristiwa

sejarah sehingga dapat menghindarkan diri dari generalisasi yang tidak pas.

Kesadaran atas ruang dan waktu ini menuntut pula kearifan lain. bahwa

penilaian komparatif terhadap peristiwa sejarah yang berbeda dimensi spasial maupun

Page 11: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

temporalnya tidak bisa bersifat general. Oleh karena itu, tidak tepat untuk memaksakan

dan menyatakan ssisi pisitif zaman tertentu relevan untuk zaman lain dan ruang lain.

peristiwa sejarah sagat terikat dengan semangat spasial dan temporal yang

melingkupinya.

C. KESADARAN SEJARAH.

Kesadaran sejarah sebagai suatu idiom sesungguhnya merupakan istilah yang

dapat dikatakan masih asing bagi masyarakat pada umumnya. Akan tetapi dikalangan

tertentu, istilah ini terasa lebih akrab adanya. Kalangan tertentu yang dimaksud antara

lain: ilmuwan sejarah, penelitih sejarah, pendidikan sejarah, pemerhati sejarah dan

kebudayaan atau para praktisi sejarah, para birokrat atau pejabat yang karena tugas dan

tanggung jawabnya, mereka bersentuhan langsung dengan masalah sejarah dan

kebudayaan (daerah) hingga mereka ini sudah terbiasa dengan bukan saja istilah

kesadaran melainkan dalam hal yang lebih luas lagi, yaitu mengupayakan pelestarian

sejarah dan kebudayaan. Bagaimanapun juga memahami kesadaran sejarah niscaya

bermula dari pemahaman tentang sejarah itu sendiri. Jadi, secara terbalik bisa

dilukiskan begini: kesadaran Negara suatu bangsa, masyarakat hanya mungkin timbul

oleh karena adanya sejarah atau peristiwa sejarah yang telah dialami oleh masyarakat

dan bangsa bersangkutan. Kesadaran tentang sejarah pada sejarah masyarakat itu

sendiri.

Sejarah dalam kerangka keilmuan (ilmu sejarah) memiliki watak

tridimensional, yaitu kesinambungan antara hari kemaren, hari sekarang, dan hari

depan. Tidak dapat disangkal bahwa tekanan penyelidikan sejarah adalah “the past”

atau hari kemaren. Akan tetapi, ini bukan berarti menafikkan pentingnya

mempertautkan hari kemaren dengan hari sekarang dan hari depan. Ketiga komponen

waktu tersebut bertaut erat, tidak terpisah dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan

yang lain. masa lampau adalah pijakan bagi kehadiran masa kini dan masa kini adalah

kerangka pematangan menuju masa depan. Serta masa depan adalah sesuatu yang

belum, namun pasti akan terwujud. Atas dasar pemikiran ini, sejarah dapat dipahami

sebagai masa lampau yang belum berakhir, belum selesai. Dan perlu digarisbawahi

lebih awal, sebab dalam beberapa hal pengertian tentang kesadaran sejarah bertaut erat

dengan peristiwa sejarah, fakta sejarah. Dan menurut pandangan Ismail yang

berpendapat bahwa, “kesadaran sejarah memang harus dimulai dengan mengetahui

fakta-fakta sejarah. Malahan adakalanya pula harus pandai menghafalkan kronologi

tahun-tahun kejadian dalam sejarah itu, plus pengetahuan tentang sebab musababnya

antara fakta-fakta itu” (Anhar Gonggong,1990:27). Dalam batas-batas tertentu,

pembinaan kesadaran sejarah yang mula-mula harus bertumpuh pada pengetahuan

tentang fakta sejarah, mengandung kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Akan tetapi fakta sejarah belumlah cukup, dan ini diakui pula oleh ismail.

Page 12: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Apabila fakta sejarah menjadi barometer utama membina kesadaran sejarah,

secara tegas saya mengajak kita sekalian untuk meragukan intensitas kesadaran sejarah

yang telah kita semaikan selama ini didalam sanubari masing-masing. Sebab bila hanya

fakta sejarah yang menjadi ukuran dalam kesadaran sejarah, niscahya banyak diantara

kita yang dikategorikan tidak atau kurang memiliki kesadaran sejarah. Argumentasinya

sederhana, fakta sejarah berhubungan dengan peristiwa sejarah. Jadi kalau fakta sejarah

merupakan pintu masuk paling awal untuk memupuk kesadaran sejarah suatu

masyarakat, dan berdasarkan kenyataan yang hampir dapat dipastikan berlaku umum.

Tentang keringnya pengetahuan fakta sejarah yang dimiliki oleh masyarakat, sudah

dapat diprediksikan masyarakat yang senantiasa berada di luar kamar kesadaran

sejarah. Tentunya, fakta sejarah dan seperti sudah disinggung di atas bukan merupakan

unsur satu-satunya dalam membina kesadaran sejarah. Yang terpenting mengapresiasi

secara cerdas kausalitas peristiwa dalam konteks kekinian untuk tujuan yang lebih

kedepan, maka hakikatnya kita telah berupaya memaksimalkan kesadaran sejarah.

Dengan kata lain yang terpenting bagaimana belajar sejarah. Akan tetapi, bagaimana

pun juga peristiwa sejarah tetap harus menjadi elemen yang perlu diperhatikan dalam

pembinaan kesadaran sejarah khususnya didaerah mengingat masih sangat banyak

peristiwa sejarah didaerah yang belum tergali secara optimal terlebih lagi belum banyak

ditekuni oleh masyarakat, bahkan ada kesan bahwa terjadi semacam gerakan untuk

menjauh dari ingatan masa lampau.

Dengan demikian kesadaran sejarah tidak lain sikap mental, jiwa pemikiran

yang dapat membawa untuk tetap berada dalam rotasi sejarah. Artinya, dengan adanya

kesadaran sejarah, kita seharusnya menjadi semakin arif dan bijaksana dalam

memaknai kehidupan ini. . dalam mengahdapi segenab peristiwa sejarah, yang

terpenting bukanlah “bagaimana belajar sejarah, melainkan bagaimana belajar dari

sejarah”. Prinsip pertama akan membawa kita pada setumpuk data tentang peristiwa

masa lampau, sedangkan prinsip kedua akan mengisi jiwa kita dengan sikap yang lebih

arif dan bijaksana, sebagai inti dari kesadaran sejarah. Apa gunanya membina

kesadaran sejarah atau apa keuntungan praktis dari pembinaan kesadaran sejarah.

Adalah benar pembinaan kesadaran sejarah tidak menjanjikan dan tidak aka

memberikan keuntungan materi, tetapi tidak berarti bahwa kesadaran sejarah jauh dari

manfaat, jauh dari nilai guna. Sebagai bangsa besar yang mempunyai pengalaman

sejarah yang unik dan penuh dinamika, maka kesadaran sejarah tetap dapat diharapkan

memberi spirit bagi kehidupan bangsa dan Negara di masa kini dan di masa mendatang.

Lagipula nilai guna atau manfaat sesuatu tidak selalu harus berwujud dalam bentuk

materi. Dalam banyak halternyata manfaat sesuatu tidak selamanya berwujud materi.

Dalam konteks inilah hendaknya kita memposisikan manfaat kesadaran sejarah.

Justru agak terasa aneh dan mengada-ada apabila keasadaran sejarah sebuah bangsa

mengharap manfaat material. Sebab karakteristik kesadaran sejarah sebenarnya lebih

berorientasi pada sikap mental, semangat jiwa etis dan muatan moral. Maknanya

dengan adanya kesadaran sejarah sebuah bangsa tidak akan kehilangan nilai-nilai

Page 13: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

elementar yang sangat dibutuhkan dimanapun juga. nilai-nilai tersebut antara lain:

nasionalisme, patrionalisme, demokratisme, cinta damai dan kejujuran dan keadilan.

Keasadarn sejarah dibutuhkan untuk membuat masyarakat lebih arif dan bijaksana

dalam melakoni masa yang belum pasti, paling tidak kesadaran sejarah akan mengantar

kita untuk tidak akan berbuat salah untuk kesalahan yang sama di masa depan.

Jadi sebenarnya, kesadaran sejarah yang tinggi yang dimiliki suatu bangsa dapat

berperan serta dalam kehidupan yang semakin didominasi oleh teknologi. Memang

kesadaran sejarah tidak mengajarkan cara membuat teknologi pesawat, kapal, dll, akan

tetapi kesadaran sejarah dapat menjadi wadah untuk menumbuhkan “motivasi” yang

lebih tinggi dalam berteknologi. Disamping dengan adanya kesadaran sejarah, maka

laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering terkesan meleset

secara liar, sesungguhnya dengan adanya kesadaran sejarah maka semua itu dapat

dimbangi atau paling tidak, kemajuan pembangunan bangsa dan Negara tidak semata-

mata mengandung muatan material. Sebab sebagaimana telah menjadi komitmen

bersama pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara hekdaknya mengeimbangkan

antara material dan spiritual. Kesadaran sejarah dapat mempertinggi, memicu semangat

untuk teknologi. Hal ini beralasan sebab motivasi tidak hanya dapat tumbuh dengan

baik dari dalam teknologi. Sebaliknya teknologi dapat di dorong antara lain dengan

motivasi yang diinspirasi dari kesadaran sejarah. Dengan perkataan lain, motivasi

dalam melaksanakan pembangunan dapat dipertinggi melalui pembinaan kesadaran

sejarh. Maka dari itu perlu ditegaskan , pembinaan kesadaran sejarah bukan hanya

menjadi tugas kelompok orang yang terlibat dalam masalah-msalah kesejarahan seperti

pendidik sejarah, penulis dan penelitih sejarah, dan peminat sejarah. Melainkan

sebagimana dikatakan oleh Soedjadmoko bahwa “kesadaran sejarah adalah urusan kita

semua, seluruh bangsa Indonesia” (Soedjadmoko, 1976:15). Selain urgensi kedasaran

sejarah yang mencakup sebagai sarana motivasi dalam melaksanakan pembangunan

bangsa dan Negara, sebagai alat untuk memperkokoh semangat dan nilai-nilai

nasionalisme, kejuangan dan lain sebagainya. Reiner yang mengatakan bahwa “tanpa

sejarah (kesadaran sejarah) orang tidak akan mampu mengembangkan ide tentang

konsekuensi dari apa yang dia lakukan” (I Gde Widja, 1989:8). Pemikiran Reiner ini

secara kontradiktif dapat ditegaskan bahwa dengan adanya kesadaran sejarah, kita dapat

mengetahui tentang akibat dari apa yang akan kita lakukan. Artinya, kesadaran sejarah

akan memberi sikap tanggap terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi dari apa

yang tengah dilakukan.

Adapun Rowse yang seide dengan Reiner, berpendapat bahwa “tanpa sejarah

(kesadaran sejarah), kehidupan manusia seperti kita ketahui adalah sesuatu yang sulit

dibanyangkan. Kesadaran sejarah hakikatnya sama mendasarnya dengan kehidupan

kita sendiri (I Gde Widja, 1989:9). Meskipun gagasan Rawse terkesan ekstrim, yaitu

kesadaran sejarah dianggap sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia, akan tetapi semangat yang disampaikan tidaklah berlebihan.

Page 14: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

D. WAWASAN SEJARAH

Wawasan, pandangan, atau perspektif bagi suatu disiplin ilmu dapat dinilai

sebagai sesuatu yang sangat mendasar dalam memberikan karakter tersendiri ilmu itu.

Oleh karena itulah setiap disiplin ilmiah mempunyai pula wawasan tersendiri dalam

mengekplanasi berbagai persoalan yang menjadi titik perhatian maupun dalam

memahami fenomena yang berkembang. Tanpa wawasan yang jelas dan kuat, suatu

disiplin ilmiah akan sangat sulit memposisikan signifikansi pragmatisnya. Sejarah

sebagai disiplin ilmiah jelas mempunyai perspektif tersendiri yang tidak sama dengan

disiplin-disiplin lainya. Wawasan, pandangan, atau perspektif sejarah dimaksudkan

sebagai kerangka referensi dalam menjelaskan objek telaan maupun memberikan

gambaran yang tegas terhadap fenomena yang berkembang. Dibanding dengan ilmu

social lain, sejarah mengandung perspektif yang bersifat diakronis.

Perspektif sinkronis memang mempunyai kekuatan tersendiri dalam

menjelaskan realitas yang ada karena melalui pedekatan sonkronis dapat diungkap

secara analitis, interdependensi, fungsi berbagai elemen sehingga fenomena dan realitas

yang ditelaah dapat teridentifisakasi secara relative tepat. Namun, bagaimanapun juga

dengan tidak masuknya unsur temporal maka hal itu dapat mengakibatkan tidak

komprehensifnya pengungkapan realitas.

Realitas kontemporer menyangkut kondisi geografis wilayah Indonesia,

misalnya tidak bisa hanya dipahami dengan menggunkan pespektif geografis, politik,

ekonomi untuk menggambarkan mengapa Indonesia mesti dari sabang sampai

merauke. Atau mengapa timur-timur akhirnya melepaskan diri Indonesia. Mejelaskan

semua itu sangat membutuhkan wawasan, pandangan, dan perspektif yang dinamakan

perspektif diagronis yang notaben merupakan perspektif historis karena menekankan

pada dimensi temporal. Pespektif sejarah sangat dibutuhkan untuk mengetahu secara

mendasar akar permasalahan, sebab hanya perspektif historis yang dapat

menggambarkan secara utuh, awal, proses, hingga akhir terjadinya suatu peristiwa.

Dengan demikian jelas sekali pentingnya perspektif sejarah ini, termasuk didalamnya

dalam mendalami identitas kebangsaan kita. Pemahaman tersebut buka saja menjadi

realitas yang terpetakan secara geografis, melainkan dalam cakupan konsep kebangsaan

pun elemen perspektif historis ini yang sangat penting untuk dimasukkan. Maka tidak

mengherankan ketika pemikir besar Prancis, Ernet Renon sebagai pemikir yang

termasuk paling awal mempertanyakan secara akademis tentang apa itu bangsa? Dalam

eraborasinya ternyata tidak hanya teridentifikasi aspek seperti: wilayah, bahasa, kultur,

agama, dan lain-lain. melainkan unsur sejarahlah yang paling mendasar bagi sebuah

nation (bangsa).

Jadi, nyata sekali bahwa wawasan kesejarahan tetap relevan dan penting dalam

kehidupan kebangsaan terutama ketika bangsa ini sedang giat melaksanakan berbagai

pemberdayaan hidup. Wawasan kesejahteraan tetap relevan dan penting dalam

Page 15: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

kegidupan kebangsaan terutama ketika bangsa ini sedang giat melaksanakan berbagai

pemberdayaan hidup. Wawasan kesejahteraan dapat memberikan kontribusi yang tidak

kecil dalam mempertegas identitas kebangsaan, dalam memformasikan apa yang mesti

dan tidak mesti dilakukan untuk menata kehidupan kebangsaan itu sendiri secara

kreatif.

Page 16: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kata sejarah secara historis, ditemukan bahwa kata sejarah sesungguhnya

berasal dari bahasa arab, yaitu “SYAJARATUN” yang dapat dibaca syajarah yang

berarti “pohon kayu” (Helius Syamsuddin dan Ismaun, 1996:2). Seperti dapat diamati

bersama, sebuah pohon senantiasa mendeskripsikan proses bertumbuh dan berkembang

dari bumi ke udara. Dalam proses tumbuh dan berkembang tersebut, kemudian

memunculkan cabang, dahan atau ranting, daun, bunga dan buah.

Istilah sejarah secara etimologis yang berarti pohon, yang berarti pula silsilah,

asal usul. Sejarah selalu menggambarkan proses tumbuh, hidup, dan berkembang terus

menerus. Namun, pengertian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Karena

secara etimologis pengertian sejarah lebih dari sekadar sebuah istilah, asal usul (pohon).

Kesadaran atas manusia dimaksudkan sebagai suatu pernyataan bahwa manusia

adalah salah satu esensi hakikat sejarah. Sejarah tidak ada tanpa manusia karena hanya

manusia yang disebut sebagai makhluk sejarah atau zoon historicon. Manusia

mempunyai kesadaran yang mendalam terhadap sejarahnya. Ini merupakan sebuah

kenyataan yang tidak dapat ditemukan pada diri makhluk lain selain manusia.

Sejarah dalam kerangka keilmuan (ilmu sejarah) memiliki watak

tridimensional, yaitu kesinambungan antara hari kemaren, hari sekarang, dan hari

depan. Tidak dapat disangkal bahwa tekanan penyelidikan sejarah adalah “the past”

atau hari kemaren. Akan tetapi, ini bukan berarti menafikkan pentingnya

mempertautkan hari kemaren dengan hari sekarang dan hari depan.

Wawasan, pandangan, atau perspektif bagi suatu disiplin ilmu dapat dinilai

sebagai sesuatu yang sangat mendasar dalam memberikan karakter tersendiri ilmu itu.

Oleh karena itulah setiap disiplin ilmiah mempunyai pula wawasan tersendiri dalam

mengekplanasi berbagai persoalan yang menjadi titik perhatian maupun dalam

memahami fenomena yang berkembang. Tanpa wawasan yang jelas dan kuat, suatu

disiplin ilmiah akan sangat sulit memposisikan signifikansi pragmatisnya.

B. SARAN

Kesadaran sejarah sangatlah penting bagi kehidupan bang dan Negara karena,

dengan kita mempunyai rasa kesadaram sejarah maka akan menumbuhkan sikap

mental, jiwa pemikiran, yang dapat membawa untuk tetap berada dalam rotasi sejarah.

Artinya dengan adanya kesadaram sejarah, kita dapat menjadi semakin arif dan

bijaksana dalam memaknai kehidupan ini. Sehingga kita sebagai generasi penerus

bangsa alangkah baiknya jika kita mempunyai kesadaran sejarah, sebab karakteristik

Page 17: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

kesadaran sejarah sebenarnya lebih berorientasi pada sikap mental, semangat juang etis

dan muatan moral.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan tugas Laporan Observasi ini.

Kami menyadari bahwa laporan observasi yang kami susun jauh dari sempurna Untuk itu

saya minta kritik dan saran demi kesempurnaan Makalah ini .

Page 18: Makalah Filsafat Ilmu ke-11

Daftar Pustaka

Prof. Konrad Kebung, ph. D. Filsafat ilmu pengetahuan. 2011. Penerbit: PT.Prestasi

Pustakaraya.Jakarta-Indonesia.