makalah feminism2

21
MAKALAH Feminisme Mata Kuliah : Hukum Antar Tata Hukum Dosen : Bobby Stiven, S.H., L.L.M. Disusun Oleh: Eva Dewi Kartika 205110114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA 2012-2013

Upload: eva-dewi-singodimedjo

Post on 16-Apr-2015

83 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH FEMINISM2

MAKALAH

Feminisme

Mata Kuliah : Hukum Antar Tata Hukum

Dosen : Bobby Stiven, S.H., L.L.M.

Disusun Oleh:

Eva Dewi Kartika

205110114

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA

2012-2013

Page 2: MAKALAH FEMINISM2

BAB 1

Pendahuluan

Seringkali kita melihat perbedaan gender antara wanita dan laki-laki menjadi masalah. Dahulu kaum Adam acapkali memandang wanita sebelah mata, dipandang sebagai makhluk yang lemah, tidak berpotensi, mudah diperdaya, dalam kehidupan bermasyarakat umumnya pria lebih mendominasi daripada wanita. Hal ini terjadi karena adanya bias gender dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu prasangka yang dibuat tanpa pengetahuan yang memadai atau bukti-bukti yang kuat, terhadap seseoarang atau kelompok masyarakat yang didasarkan pada peran dan posisi gender antara perempuan dan laki-laki.1 Bias gender ini juga memisahkan antara ruang privat. Dimana ranah publik (lembaga politik, parlemen, akademisi dll.) lebih banyak ditempati oleh laki-laki sedangkan ranah privat (mengurus rumah tangga) lebih banyak didiami oleh perempuan. Dan pada akhirnya tatanan pengetahuan seperti inilah yang membuat melahirkan teori androsentris yaitu berpusat hanya pada kepentingan laki-laki saja.2 Tidak hanya teori androsentris yang mengucilkan para wanita namun pakar teori sosiologi mikro pun mengajukan kesimpulan bahwa dalam interaksi menimbulkan perbedaan gender . Dua teori sosiologi mikro utama gender adalah teori interaksionisme simbolik (Deegan dan Hill,1987; Goffman,1979) dan etnometodologi (Dozier dan Schawartz,2001;Fenstermaker,West, dan Zimmerman 1991). Pakar teori interaksionisme menunjukan bahwa individu terlibat dalam mempertahankan diri berdasarkan gender dalam berbagai situasi; individu mempunyai gagasan tentang apa makna lelaki atau wanita dan mencoba bertindak sesuai dengan pengertian yang telah dihayati ini. Sedangkan pakar etnometodologi membuat perbedaan penting teoritis antara jenis kelamin (pengenalan biologis sebagai lelaki atau wanita), kategori jenis kelamin (pengenalan sosial sebagai lelaki atau wanita), dan gender (perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk lelaki atau wanita).3

Tatanan dalam masyarakat yang seperti inilah yang pada akhirnya menimbulkan prasangka ketidakadilan terhadap perempuan dan semua asumsi baik sadar ataupun tidak sadar menyebabkan perempuan tidak diperlakukan sepenuhnya sebagai manusia. Tindakan yang didasarkan pada perbedaan gender inilah yang pada akhirnya membuat suatu gerakan perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan hak dalam bermasyarakat, dan memerangi ketidakadilan yang selama ini terjadi. Gerakan pembebasan inilah yang disebut dengan feminisme.

1Nur Iman Subono, “Ilmu Politik, Bias Gender, dan Penelitian Feminis, dalam Jurnal Perempuan (Volume 48, Juli 2006), hal. 51

2 Istilah andosentris ini dipopulerkan oleh Lester F. Ward, dalam bukunya yang berjudul Pure Sociology, (1903).

3George Ritzer-Douglas J. Goodman , Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Prenada Media, 2005), hal. 412-413

BAB 2

Page 3: MAKALAH FEMINISM2

Tentang Feminisme

A. Apakah itu Feminisme?

Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.

Menurut kamus bahasa indonesia modern, feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang berusaha dan menuntut sepenuhnya persamaan hak, dan keadilan terhadap perempuan dari pihak laki-laki.4

Feminisme adalah gerakan untuk mengakhiri seksisme, eksploitasi seks, dan penindasan.5

Feminisme adalah kumpulan gerakan dan ideologi yang ditujukan untuk menentukan, membangun, dan membela hak-hak politik, ekonomi, dan sosial yang sama bagi perempuan. Selain itu, feminisme berusaha untuk mendirikan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan. Feminis adalah pendukung hak-hak yang sama bagi perempuan.

Feminisme merupakan kepercayaan kepada kesamaan sosial, politik, dan ekonomi antara gender (laki-laki dan perempuan), serta kepada sebuah gerakan yang dikendalikan berdasarkan keyakinan bahwa gender harus tidak merupakan faktor penentu yang membentuk identitas sosial atau hak-hak sosiopolitik dan ekonomi seseorang.6

Feminisme terdiri dari aktivisme, secara individu dan dalam kelompok, untuk membuat perubahan pribadi dan sosial terhadap yang lebih diinginkan oleh perempuan.

Jadi Feminisme adalah suatu gerakan dimana perempuan ingin mempunyai hak yang sama dengan laki-laki baik itu di berbagai bidang dalam hidup mereka. Namun kaum feminis menginginkan diperlakukan secara berbeda, mereka tetap ingin diperlakukan selayaknya wanita pada umumnya meskipun haknya tetap sama dengan para pria.

4Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani,1999) hal. 96

5Bell Hooks, Feminism Is For Everybody, (Canada : South End Press, 200)hal. viii

6”Feminism”, Wikipedia the free encyclopedia, terdapat di Situs <http:www.wikipedia.com>

B. Sejarah Gerakan Feminisme

Page 4: MAKALAH FEMINISM2

Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara jajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood, dengan para pelopornya yaitu Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet.7

Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier pada tahun 1837.8 Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul The Subjection of Women(1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.

Pada tahun 1792 Marry Wallstonecraff, dalam bukunya Vindication of The Right Woman dengan lantang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara laki-laki dan wanita.9 Buku inilah yang menjadi dasar prinsip bagi gerakan feminis di zaman modern ini.

Pada tahun 1851, kaum feminis Elizabeth Cady Stanton dan Susan B. Anthony bergabung bersama melakukan perjuanga untuk hak meminta yang sama bagi perempuan dalam ranah sosial dan sipil.

Pada tahun 1920 setelah diratifikasinya amandemen persamaan hak para kaum feminis patut bernafas lega karena perjuangannya membuahkan hasil, yaitu perempuan diberikan hak untuk memilih.

Feminis penting dari abad kedua puluh termasuk Simone de Beauvoir, Betty Friedan, dan Gloria Steinem, mereka mendorong hak-hak dan perlakuan yang sama bagi perempuan di semua bidang, gerakan feminis saat ini yang paling terkenal karena promosi dan pembelaan hak-hak aborsi dan hak lesbian dan mengutuk industri media an hiburan karena telah menjadikan perempuan sebagai objektifikasi seksual.10

7Elib, “Feminisme”, (Makalah yang dipublikasikan oleh Unikom), hal.1 (terdapat dalam Situs http://elib.unikom.ac.id)

8”Feminism”, Theologicalstudies-ResourceLibrary-philosophy-dictionary,terdapat di Situs <www.theologicalstudies.org>

9Rocky Gerung, “Feminisme dan Universitas”, dalam Jurnal Perempuan, (Volume 48, Juli 2006), hal. 71.

10 Theologicalstudies-ResourceLibrary-philosophy-dictionary, Loc. Cit.

C. Teori Feminis

Page 5: MAKALAH FEMINISM2

Marilyn Frye menganggap teori feminis adalah usaha-usaha untuk mengidentifikasi dan memasukkan semua aspek penindasan terhadap perempuan, berbeda dengan Nancy Hartsock mengatakan teori feminis adalah penjabaran tentang kegiatannya di dunia nyata. Paula A. Trecher mengatakan, “Teori Feminis, mementingkan pengalaman individu dan bersama perempuan dan perjuangan politik mereka, mencoba untuk membangun cerita umum tentang pengalaman mereka dari kasus-kasus tunggal.10

Masing-masing berbagai teori feminis dapat digolongkan sebagai teori perbedaan gender, atau teori ketimpangan gender, atau teori penindasan gender, atau teori penindasan struktural.

1. Perbedaan Gender

Kata “perbedaan” menjadi masalah dalam beberapa perdebatan penting oleh kaum feminis. Semua teori perbedaan gender menghadapi persoalan yang disebut argumen esensialis yaitu bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan itu adalah kekal. Kekekalan ini karena faktor : biologi, kebutuhan instutisional soal laki-laki dan perempuan dalam mengisi peran yang berbeda, dan kebutuhan lainnya yang menunjang kebutuhan hidup bagi dirinya masing-masing. Pada bagian ini akan dijelaskan tiga teori perbedaan gender yaitu, feminisme kultural, teori persyaratan intusional dan teori yang didasarkan pada filsafat fenomologi.

a. Feminisme Kultural

Feminisme kultural biasanya berkaitan tentang peningkatan nilai-nilai perbedaan perempuan ketimbang menjelaskan asal-usulnya. Tesis esensial tentang perbedaan gender yang abadi menyatakan bahwa gender ditentukan oleh jenis kelamin, dan jenis kelamin ini menentukan sebagian besar faktor, sebagian kepribadian, kecerdasan, kekuatan fisik, dan kapasitas menjadi pemimpin masyarakat, argumen perbedaan gender ini dipakai untuk melawan perempuan dalam diskursus patriarkis pria, yaitu bahwa perempuan adalah makhluk yang tunduk pada laki-laki.

Para teoritisi seperti Margaret Fuller, Frances Williard, Jane Addams, dan Charlotte Perkis Gilman merupakan proponen feminis kultural yang mengatakan bahwa dalam mengatur negara, masyarakat memerlukan nilai-nilai perempuan seperti kerjasama, perhatian, pasifisme, dan penyelesaian konflik tanpa menggunakan kekerasan.11

11Michael Johani, “Kata dan Makna”, dalam Jurnal Perempuan, (Volume 48, Juli 2006), hal. 117

12George Ritzer, Loc Cit 417

Page 6: MAKALAH FEMINISM2

Untuk perubahan sosial, feminisme kultural mengatakan bahwa cara perempuan dalam menjalani hidup dan mendapatkan pengetahuan bisa menjadi model yang lebih baik untuk menghasilkan masyarakat yang adil ketimbang pendapat tradisional dari kultur adrosentris pria.

b. Peran Institusional

Teori ini mengemukakan bahwa perbedaan gender berasal dari perbedaan peran laki-laki dan perempuan di dalam berbagai ranah pekerjaan (setting institusional). Pembagian kerja mengidentikkan perempuan sebagai istri, ibu, dan pekerja rumah tangga.

c. Analisis Fenomologis dan Eksistensial

Pemikir feminis yang menawarkan analisis femonologis dan eksistensial telah mengembangkan satu tema teori feminis yang penting yaitu marginalisasi perempuan sebagai Other dalam kultur yang dibuat oleh laki-laki. Pernyataan ini merunjuk pada penjelasan yaitu dunia ini dikembangkan dari kultur yang diciptakan laki-laki dan mengasumsikan pria sebagai subjek, yakni dari dirinyalah dunia dilihat dan didefinisikan.Perbedaan perempuan dengan laki-laki sebagian berasal dari fakta konstruksi sosial yang meminggirkan perempuan. Apakah perempuan bisa membebaskan diri dari belenggu pernyataan yang sudah mendarah daging di dunia ini? Feminis dari perancis Helene Cixous (1976) menjawab bahwa pembebasan akan sampai pada perempuan dan umat manusia, ketika perempuan mengembangkan kesadaran dan kultur khas dari masing-masing pihak.

2. Ketimpangan Gender

Teori ketimpangan gender, menunjukkan fakta sosial terjadi di masyarakat yaitu laki-laki dan perempuan diletakkan tidak hanya berbeda tapi juga tidak seimbang(secara spesifik wanita lebih sedikit meperoleh sumber daya material, status soisal, kekuasaan, dll daripada pria),ketimpangan ini berasal dari organisasi masyarakat bukannya berasal dari perbedaan biologis/kepribadian penting antara laki-laki dengan wanita), dan tidak ada pola perbedaan alamiah signifikan yang membedakan lelaki dan wanita. Teoritis ketimpangan gender ini berbeda pendapat dengan teoritis perbedaan gender, yang menyajikan gambaran kehidupan sosial dimana perbedaan gender, apapun penyebabnya, lebih bertahan lama, dan tidak mudah untuk berubah karena telah merasuk ke dalam kepribadian.

a. Feminisme Liberal

Feminisme liberal beragumen bahwa perempaun bisa mengklaim kesamaan dengan laki-laki atas dasar kapasital essensial manusia sebagai agen moral yang bernalar, bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola seksis dan patriarkis dari divisi kerja, dan bahwa kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengubah divisi kerja melalui pemolaan ulang insitusi-institusi kunci (hukum, pekerjaan, keluarga, pekerjaan, dan media).

Page 7: MAKALAH FEMINISM2

Feminis liberal berdasarkan keyakinan bahwa (1) semua manusia mempunyai esenssial tertentu-kapasitas sebagai agen moral, nalar, dan aktualisasi diri, (2) pelaksanaan kapasitas ini dijamin melalui pengakuan legal atas hak-hak universal, (3) ketimpangan antara lelaki dan perempuan adalah diciptakan secara sosial (socially constructed), dan tidak ada dasarnya dalam “alam”, dan (4) perubahan sosial untuk kesetaraan dapat dicapai dengan mengajak publik yang rasional dan dengan menggunakan negara.13

Fakta bahwa perempuan telah mendapatkan akses ke ruang publik tentu saja merupakan salah satu kemenangan gerakan perempuan-dan feminisme liberal dan sosiologi feminis, karena fakta bahwa perempuan juga merasa bahwa mereka bisa meminta lelaki untuk membantu pekerjaan di ruang privat maupun mereka dapat terjun langsung ke dalam bekerja di tanah publik.

Agenda perubahan feminis liberal konsisten dengan analisisnya tentang basis klaim kesetaraan dan penyebab ketimpangan; mereka ingin menghilangkan gender sebagai prinsip organisasi sosial dan mereka ingin mengajukan prinsip universal dalam rangka meraih kesetaraan. Para kaum feminis liberal ini mencari perubahan melalui saluran hukum-perundang-undangan, litigasi dan regulasi-dan melalui seruan kapasitas publik digerakkan oleh argumen-argumen keadilan.

Menurut kaum feminis, tatanan gender ideal adalah kebebasan individu untuk memilih gaya hidup yang paling cocok untuk dirinya sendiri dan pilihan itu harus diterima dan dihormati oleh orang lain . karena itu feminis liberal menyerukan terhadap nilai-nilai individualisme, pilihan, kebebasan, dan kesamaan peluang.

3. Penindasan Gender

Menurut teori penindasan, situasi wanita pada dasarnya hanya untuk digunakan, dikendalikan, ditaklukan, dan ditindas oleh laki-laki. Hal ini terjadi karena kaum pria melaksanakan dominasi

a. Feminisme Psikoanalisis

Teori ini melihat patriarki sebagai sebuah sistem dimana laki-laki menaklukan wanita, sebuah sistem universal yang merembes ke dalam sistem organisasi sosialnya, bertahan lama di ruang dan waktu, dan mampu bertahan atas tantangan berkala. Kekhasan feminis psikoanalisis adalah pandangannya bahwa sistem patriarki adalah sebuah sistem dimana seluruh laki-laki dalam setiap tindakan mereka terus menerus bekerja untuk mencipta dan melestarikan sistem sedangkan para wanita hanya sesekali menentang dan seringkali menyetujui penindasan atas diri mereka tanpa bantahan atau secara aktif berperan.

13Ibid, 421

Page 8: MAKALAH FEMINISM2

Feminis psikoanalisis menjelaskan bahwa penindasan wanita dilihat dari sudut kebutuhan emosional mendalam laki-laki untuk mengendalikan wanita yang hampir diderita laki-laki berpusat pada pertentangan perasaan ibu yang mengasuh mereka.

b. Feminisme Radikal

Feminisme radikal ini didasarkan pada dua keyakinan sentral yaitu bahwa wanita mempunyai nilai positif mutlak sebagai wanita, dan bahwa dimana-mana wanita itu ditindas dengan keras-oleh sistem patriarki. Sistem patriarki menciptakan kesalahan dan penindasan, sadisme, manipulasi dan muslihat, yang mengakibatkan laki-laki dan wanita ke bentuk tirani yang lain. Feminis radikal melihat bahwa di dalam setiap institusi dan di dalam struktur masyarakat yang paling mendasar terdapat sistem penindasan dimana orang tertentu mendominasi orang lain-penindasan itu terjadi antar jenis kelamin, kelas, kasta, etnis, umur dan warna kulit. Struktur penindasan paling mendasar terdapat dalam sistem patriarki yaitu penindasan laki-laki terhadap wanita.

Bagaimana cara mengalahkan sistem patriarki ini? Menurut feminis radikal, harus dimulai dengan memfungsikan kembali kesadaran mendasar wanita sehingga wanita mengakui nilai dan kekuatan dirinya sendiri dan menolak tekanan patriarki yang melihat wanita itu lemah, tergantung, dan kelas dua. Untuk itu para wanita harus bekerja dalam kesatuan dengan wanita lain menggalang semangat persaudaraan saling percaya, dan saling membela.

4. Penindasan Struktual

Teori penindasan struktual menganalisa bagaimana kepentingan dalam dominasi diberlakukan melalui struktur sosial, melalui aransemen kekuasaan yang muncul di sepanjang sejarah. Para teoritisi ini menfokuskan pada struktur patriarki, kapitalisme, rasisme, dan heteroseksisme, dan mereka menempatkan pelaksanaan dominasi dan pengalaman penindasan dalam interplay dari struktur-struktur tersebut, yakni dalam cara dimana mereka saling menguatkan satu sama lain.

a. Feminisme Sosialis

Proyek teoritis sosialis dikembangkan diseputar tiga tujuan yaitu mencapai kritik yang distingtif dan saling berkaitan terhadap patriarki dan kapitalisme dari sudut pandang pengalaman perempuan, mengembangkan metode yang eksplisit dan memadai untuk analisis sosial yang berasal dari pemahaman materialisme historis yang diperluas, dan menggabungkan pemahaman terhadap signifikansi ide dengan analisis materialis atas determinasi persoalan manusia.

Menurut feminis sosialis, perempuan adalah aspek sentral dalam dua hal penting, pertama penindasan perempuan tetap menjadi topik utama untuk dianalisis, kedua lokasi dan pengalaman perempuan terhadap dunia berfungsi sebagai sudut pandang esensial terhadap dominasi dalam segala bentuknya.

Page 9: MAKALAH FEMINISM2

b. Teori interseksionalitas

Subjek sentral dari teori interseksionalitas adalah bahwa sementara semua perempuan secara potensial mengalami penindasan atas dasar gender. Argumwn dalam teori interseksionalitas adalah bahwa pola interseksi itu sendiri menghasilkan pengalaman penindasan tertentu-bukan hanya satu variabel yang menonjol dari salah satu vektor

Teori interseksionalitas mendukung perlunya bersaksi, memprotes, dan berorganisasi untuk menuntut perubahan di dalam konteks komunitas yang tertindas, karena hanya di dalam komunitas itulah seseorang dapat mempertahankan keyakinan pada kemenangan keadilan-keadilan, dan ditentukan dalam institusi sosial dan relasi sosial dari prinsip-prinsip keadilan untuk diri sendiri dan orang lain.

Page 10: MAKALAH FEMINISM2

D. Pandangan Berbagai Agama Terhadap Feminisme

Kesadaran untuk memperjuangkan hak di kalangan wanita sebenarnya telah menjadi bagian dari ajaran agama-agama, dengan kadarnya masing-masing.

1. Kristen

Tempat bagi wanita dalam keluarga, masyarakat, dan Gereja telah mendapat perhatian khusus para ahli dan masyarakat pada awal abad ke-20 ini. Kalau orang Kristen memahami konsep Alkitab tentang wanita, pasti tidak perlu ada gerakan feminisme dalam masyarakat Kristen, khususnya dalam Gereja. Alkitab telah memaparkan kedudukan perempuan yang layak dan posisi yang proporsional dan profesional.

Allah tidak membedakan manusia antara laki-laki dan perempuan keduanya diciptakan oleh Allah dalam keadaan sama derajat, sejajar, dan sama nilai di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih penting dan kurang penting, tidak ada istilah yang satu lebih tinggi daripada yang lain. Bahkan tidak ada penjelasan bahwa laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dan sebaliknya. Kepada manusia laki-laki dan perempuan Allah memberikan tugas untuk berkuasa atas ciptaan Allah yang lain. Maka kaum laki-laki dan perempuan perlu bekerjasama serta melakukan segala tugas yang dipercayakan oleh Allah kepada mereka. Dalam Kejadian 2, penciptaan laki-laki dan perempuan diberi penjelasan yang lebih rinci. Perempuan diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk laki-laki, perempuan juga diciptakan untuk laki-laki. Tujuan Allah menciptakan perempuan adalah menjadikan penolong bagi laki-laki. Walaupun demikian sekali-kali perempuan tidaklah lebih rendah daripada laki-laki.

Tujuan ke depan penciptaan perempuan ialah menyempurnakan seluruh ciptaan Allah. Dapat dimengerti bahwa Allah menciptakan perempuan dengan kemampuan khusus, sehingga laki-laki dan perempuan akan hidup selaras dan saling melengkapi.

2. Katolik

Gereja mesti mengakui bahwa bahtera gereja mengarungi zaman dengan awak yang kesemuanya adalah laki-laki, yang dikenal dengan sebutan hierarki, mulai dari Pastor, Uskup sampai Paus. Dalam seluruh sejarah gereja, laki-laki lah yang selalu mengambil posisi menentukan hitam-putihnya gereja.

Konsili Vatikan II, yang disebut-sebut sebagai konsili yang paling terbuka terhadap dunia modern, ternyata juga menyisakan cerita kelabu tentang perempuan. Pada sidang-sidang awal konsili itu awal dekade 60-an, perempuan sama sekali tidak mendapatkan peran kecuali sebagai pendengar di tempat yang terpisah. Pelaku utama konsili tetap saja Paus, para Kardinal dan para Uskup dengan jubah kebesaran mereka. Kaum perempuan baru diterima dalam sidang setelah konsili berjalan lebih dari tiga tahun, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit karena 'undangan terlambat dikirimkan. Perubahan sikap ini terutama merupakan reaksi atas diskusi hangat di media massa di luar tembok Vatikan plus rangkaian panjang demonstrasi kaum

Page 11: MAKALAH FEMINISM2

perempuan. Hasil Konsili Vatikan II sendiri memang sangat radikal. Salah satu hasil radikal tersebut adalah perumusan ulang definisi gereja.

Gereja yang sebelumnya dimaknai sebagai hierarki, pada konsili itu disebut sebagai Umat Beriman atau Umat Allah, yang dasar keanggotaannya adalah iman pada Yesus Kristus yang ditandai dengan baptisan. Pastor, biarawan, biarawati dan kaum awam adalah anggota penuh gereja, sehingga tidak ada satu yang mempunyai status keanggotaan yang lebih istimewa dibandingkan dengan yang lain. Tetapi apa yang terjadi puluhan tahun setelah konsili itu berlalu? Tetap saja hanya kelompok terbatas yang menentukan hitam-putihnya gereja. Dalam diskusi-diskusi formal memang perempuan selalu disebut-sebut memiliki peran penting. Tetapi pada tataran praksis, perempuan tetap berada pada posisi yang sangat pinggiran. Dan puncak dari keterpinggiran itu adalah perempuan tidak berhak masuk dalam elite penentu.

3. Islam

Perbincangan seputar eksistensi wanita dalam beberapa tahun terakhir ini kian menghangat, terutama terkait perannya di depan “publik”. Puncaknya, kemunculan berbagai gerakan yang memperjuangkan hak-hak wanita, sebut saja apa yang disuarakan oleh gerakan f eminisme .

Islam telah membuka ruang bagi wanita dan memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan, mencari penghidupan, tampil dan terampil serta mendapatkan hak (pahala) yang sama terhadap apa yang telah diwujudkan.

Jadi, dalam Islam tidak ada pembedaan antara kaum laki dengan wanita, yang ada hanyalah perbedaan amalnya. Akan tetapi juga tidak dinafikan hingga kini adanya stigma negatif dan dis-harmonisasi terhadap wanita dalam tubuh ummat Islam sendiri. Dalam kultur jawa dikatakan bahwa wanita hanya sekedar 'konco wingking/teman di belakang', dalam realitas masyarakat Aceh pun, terkadang didapatkan praktekpraktek yang tak selayaknya terhadap wanita. Walaupun hal ini bersifat pribadi dan tertuju pada oknum tertetu, tetapi problematika tersebut harus segera dipecahkan bersamasama demi merajut sebuah hubungan harmonis dan mutual benefit antara keduannya serta cerminan dari ajaran islam itu sendiri.

4. Hindu

Sementara itu, realita yang ditemui dilapangan, betapa perempuan Hindu harus menerima saja diperlakukan tidak adil oleh suami. “Perempuan Hindu harus diam saja ketika suaminya memiliki istri lagi yang tinggal serumah dengan mereka. Sebenarnya penghargaan kepada perempuan itu sudah melembaga dan mentradisi. Perbenturan yang terjadi dalam persoalan jender disebabkan seperti umumnya fenomena sosial, yaitu jurang yang menganga antara norma dan realita.

Sebagai komunitas Hindu yang kecil dan jumlah penduduknya pun sedikit, ternyata secara realitas posisi masyarakat Hindu sedemikian “terbuka” sehingga mudah terjadi akulturasi.Persoalan jender, memang nyata-nyata ada dalam dunia global yang begitu

Page 12: MAKALAH FEMINISM2

terbuka, bukan lagi masalah privat perempuan, walaupun kekerasan memang terjadi di wilayah privat perempuan.

Menurut Prof Dr Luh Ketut Suryani, psikiater terkemuka dan pengarang buku Orang Bali. “Perempuan Hindu tidak pernah mengeluh. Untuk apa mengeluh, karena toh tidak menyelesaikan masalah. Mereka sadar harus selesaikan masalah dengan kerja,” ujarnya.

Maka, Suryani pun menyatakan posisinya dan ajakannya kepada kaum perempuan. “Berhentilah berpikir sebagai kelas dua. Perempuan harus berani berbicara, berpendapat, dan berani tampil. Emansipasi yang kita harapkan belum seperti yang kita dambakan. Bisa-bisa malah kebablasan.”.

5. Budha

Dalam Paninvana Sutta, Laki-laki dan perempuan mempunyai tugas yang agung karenanya agar terjadi keimbangan menjalankan fungsi kehidupannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, Sang budha tidak membedakan peran laki-laki dan perempuan. Mereka mempunyai peran setara yang adil

Page 13: MAKALAH FEMINISM2

Bab 3

Gerakan Feminis di Indonesia

Pada masyarakat Indonesia kehadiran kata feminisme banyak ditakuti orang. Ketakutan ini lebih dikarenakan tidak dipahaminya arti sebenarnya dari kata feminisme. Secara politik upaya mengaburkan gerakan feminisme sudah lam dilakukan oleh sebagian masyarakatr Indonesia. Apalagi konsep ini berasal dari daratan Eropa, yang mengemukakan pemikiran-pemikiran kritis tentang posisi perempuan, yang melahirkan pendekar-pendekar penjuang hak-hak perempuan.

Gerakan feminisme di Indonesia sendiri semakin diperkuat dengan digelarnya Kongres Perempuan Indonesia yang secara nasional pertama kali diadakan pada tahun 1928 di kota Yogyakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh beberapa organisasi perempuan di Indonesia yang sudah berdiri. Bisa dikatakan, kongres perempuan ini menjadi fondasi utama dari munculnya organisasi-orgaisasi perempuan di Indonesia. Setelah kongres perempuan tersebut, pergerakan feminisme yang muncul kebanyakan menentang poligini, serta praktik poligami. Salah satu organisasi yang terkenal yakni gerakan Istri Sedar, yang kemudian menjadi Gerwis (Gerakan Wanita Sosialis), dan menjadi cikal bakal dari Gerwani.

Pada masa Orde lama presiden Soekarno memberikan kesempatan kepada gerakan feminisme di Indonesia dengan pengajaran tentang keperempuanan dan perjuangan kepada kaum perempuan. Namun selama Orde Baru gerakan perempuan sengaja disingkirkan. Pada masa ini perempuan diberi citra sebagai kaum ibu semata yang berada disamping bahkan dibelakang kaum laki-laki.

Barulah pada era reformasi usaha memunculkan gerakan feminisme makin kuat. Feminisme bukan lagi sekedar wacana namun sebagai telah termanisfestasikan dalam berbagai langkah instrumental pada struktur pemerintahan. Meskipun belum dapat menghilangkan stigmatisasi perempuan sebagai orang kedua.

Di Indonesia gerakan feminisme ini sudah terdengan sejak tahun 60-an namun menjadi isu dalam pembangunan baru sekitar tahun 1970-an. Gerakan ini dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu :

1. 1975-1985, pada masa ini hampir semua LSM tidak menganggap masalah gender sebagai masalah penting, justru banyak yang melakukan pelecehan. Meraka tidak menggunakan analisa gender sehingga reaksi teradap masalah tersebut sering menimbulkan konflik antaraktivis perempuan dan lainnya. Bentuk perlawanan yang muncul terhadap gerakan feminisme adalah dengan mengemukakan alasan demi kelancaran projek dari agenda utama program organisasi yang bersangkutan

2. 1985-1995, tahapan pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan analisis gender dan mengapa gender menjadi masalah pembangunan. Pada tahap kedua ini kegiatan pelatihan yang bertujuan membangkitkan kepekaan gender meningkat. Pelatihan ini membantu menjelaskan

Page 14: MAKALAH FEMINISM2

pengertian dan isu gender sebenarnya. Berbagai LSM mulai menggunakan analisis gender dalam mengembangkan program-programnya.

3. 1995- saat sekrang, untuk mempertahankan apa yang telah dibangun pada dua tahapan sebelumnya maka pada tahapan ini diterapakan dua strategi yaitu Pertama, mengintegrasikan gender kedalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi dan lembaga pendidikan. Untuk strategi ini diperlukan suatu tindakan yang diarahkan menuju terciptanya kebijakan manajemen dan keorganisasian yang memiliki perspektif gender bagi setiap organisasi. Kedua, strategi advokasi, untuk itu diperlukan suatu pengkajian teradap letak akar persoalan ketidakadilan gender di negara dan masyarakat.

Para aktivis perempuan di Indonesia menuntut kepada negara untuk menjamin :

1. Menjamin perlindungan terhadap perempuan dan kelompok minoritas lainnya dari segala bentuk acaman tentang gender, ras, suku, agama, etnik, usia, pilihan politik.

2. Membuat kebijakan yang sensitif tentang gender dan mengamandemenkan kebijakan yang merugikan perempuan

3. Mengoptimalisasikan kebijakan pengaruh pengutamaan gender dan menanggulangan kemiskinan serta menolak pembangunan berbasis utang

4. Menghentikan dan menolak privatisasi strategis yang didorong oleh lembaga-lembaga keuangan internasional

5. Memberi jaminan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara, perempuan dan masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat

6. Negara menjamin pemenuhan hak politik perempuan melalui perubahan sistem

7. Menjamin perempuan mendapat kesempatan memperoleh pendidikan gratis dan berkualitas, dan pelayanan kesehatan yang sensitif gender.

8. Menuntaskan kasus tentang penindasan HAM terhadap perempuan di masa lalu