makalah direct method-erina
TRANSCRIPT
1
DIRECT METHOD
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pendekatan dan Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab
Semester II TA 2012/2013
Dosen Pengampu : Dr. Abdul Munip, M.Ag
Penyusun :
Erina Zuhratul Itriyah
NIM : 1220411155
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
2
DIRECT METHOD
A. Pendahuluan
Metode adalah prinsip-prinsip dan praktek-praktek pengajaran bahasa1.
Sedangkan Metode Langsung (direct method), yaitu pengajaran bahasa kedua atau asing
yang bertujuan untuk menggabungkan bahasa dan pengalaman dalam situasi tanpa
perantaraan bahasa ibu (tanpa penerjemahan), antara lain dengan mempergunakan
percakapan dan bacaan.2
Tulisan ini bermaksud menguraikan makna dari metode Direct Method/Metode
Langsung (al-Thariqah al-Mubâsyarah), latar belakang munculnya, asumsi atau konsep
dasar dan pendekatan dalam metode ini, desain, prosedur dan teknik penyajian,
keunggulan dan kelemahan, dan aplikasi Metode Langsung ini dalam pembelajaran
bahasa Arab di Indonesia, serta contoh materi dengan metode ini.
B. Pembahasan
Sekitar abad kedua puluh, berkembang pemikiran dikalangan para pemerhati
dalam bidang pendidikan, yang meyakini bahwa para pelajar, dengan mudah bisa
menguasai suatu bahasa, dengan cara banyak menyimak dan belajar berbicara, serta
meniru ucapan dan menghubungkan suatu ungkapan dengan konteks yang sesuai. Para
pengusung pemikiran ini menyimpulkan bahwa metode ini mirip seperti metode ketika
para pelajar sedang mempelajari bahasa ibunya, dan juga mirip dengan metode
mempelajari bahasa kedua (bahasa asing) tanpa banyak kesulitan, ketika mereka
berpindah ke lingkungan berbahasa asing tersebut.
Usaha pengumpulan dan pengembangan dari metode-metode lingual dan metode-
metode alamiah (natural), telah menciptakan suatu metode baru yang disebut Metode
Langsung, yang mendasarkan pada upaya mengasosiasikan kosakata dan kalimat bahasa
asing dengan berbagai benda dan kejadiannya langsung, tanpa menggunakan bahasa ibu
(hanya menggunakan bahasa target).3
1 Harimurti Kridalaksana. Kamus Linguistik. Edisi IV Cetakan II. (Jakarta: Gramedia, 2009). Hal. 153 2 Ibid. Hal. 154 3 Mahmud Kamil al-Nâqah. Ta’lim al-Lugah al-Arabiyah Li an-Nâthiqîn bi Lugâtin Ukhro. Ususuhu-Madâkhiluhu-Thuruqu
Tadrîsihi. (Makkah al-Mukarramah: Universitas Ummul Quro. 1985). Hal. 74
3
Menurut Al-Nâqah, munculnya Metode Langsung ini memiliki kaitan yang erat
dengan tiga metode yaitu: Metode Psikologis (Al-thariqah al-nafsiyah/ al-sikûlûjiyyah).
Metode fonetik (al-thariqah al-shautiyyah), dan Metode alamiah (al-thariqah al-
thabi’iyyah).4
Jadi Metode Langsung ini lebih menekankan pada kemahiran menyimak dan
berbicara. Kegiatan belajar-mengajar dalam Metode Langsung menekankan pada
hubungan langsung antara kata dan frase dengan benda dan tindakan, tanpa perlu
menggunanakan bahasa pertama siswa sama sekali. Keterampilan komunikasi lisan ini
dikembangkan lewat progresi tahap demi tahap yang dirancang secara seksama, yang
dilakukan dengan kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa dalam kelas yang kecil
dan intensif.
Karena tata bahasa diajarkan secara induktif atau digunakan dalam kalimat-
kalimat yang diucapkan guru dan siswa, dan tidak diajarkan langsung, maka lama-lama
siswa bisa menyimpulkan sendiri bagaimana yang benar. Dan materi linguistik yang baru
selalu diperkenalkan pertama kali secara lisan.5
Latar Belakang Munculnya Metode Langsung
Sebagaimana yang ditulis Juwairiyah Dahlan (1992) dan Ahmad Fuad Effendy
(2012), metode ini muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran
bahasa dengan Metode Gramatika Terjemah, yang dianggap kurang efektif dan gagal.
Di samping itu, bertambahnya jumlah masyarakat Eropa dari berbagai negara
yang menjalin komunikasi antar mereka sendiri menyebabkan mereka merasakan adanya
kebutuhan yang mendesak untuk menguasai sebuah bahasa yang bisa menjadi lingua
franca secara aktif dan produktif. Buku-buku pelajaran bahasa asing yang beredar di
pasaran pada saat itu kurang memuaskan mereka karena tidak mengajar bahasa asing
secara praktis dan efektif, tetapi hanya “berbicara tentang bahasa”. Berkembangnya
metode ini ditandai dengan penolakan mentah-mentah oleh para penganutnya terhadap
Metode Gramatika-Tarjamah.6
4 Ibid. 5 Syukri Ghazali. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. (Bandung: Refika
Aditama, 2010). Hal. 93-94 6 Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin, Pembelajaran bahasa Arab, Cetakan II, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Islam
Kementrian Agama, Juli 2012). Hal. 69
4
Ada beberapa tokoh yang telah berusaha dengan gigih untuk mencari metode
yang dianggap lebih efektif dan berhasil –disaat itu- untuk metode pengajaran bahasa
asing. Mereka itu antara lain Francois Gouin, seorang guru bahasa Latin berkebangsaan
Perancis pada abad XIX, dialah orang pertama yang mengajarkan “direct method”7,
dengan menerbitkan karyanya“ L’art d’einseigner et d’etudier les Langueś (1880), dan
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris pada tahun 1892 dengan judul “The Art of
Teaching and Studying Languages”8
Metode Langsung merupakan revisi dari “Grammar Translation Method” karena
metode ini dianggap tidak dapat membuat siswa dapat berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa asing yang sedang dipelajari. Dalam proses pembelajaran,
penerjemahan dilarang digunakan.
Metode pengajaran langsung (Direct Method), sering disebut juga dengan metode
Berlitz9. Metode ini digunakan di sekolah-sekolah Berlitz sebagai metode utama pada
sekitar tahun 1920 an. Semua sekolah Berlitz menggunakan metode langsung (Direct
Method) dalam pengajaran bahasa asing di sekolahnya. Kemudian metode ini
berkembang ke sekolah lainnya di Amerika dan Eropa yang secara rutin menerapkan
metode ini.
Pada waktu yang sama, metode ini juga digunakan untuk pengajaran bahasa Arab,
baik dinegeri Arab maupun di negeri-negeri islam di Asia termasuk di Indonesia.10
Pendekatan Metode Langsung
A. Hakikat bahasa
Metode ini melihat bahasa sebagai apa yang diucapkan oleh penutur asli bahasa
itu. Dengan demikian para pelajar bahasa tidak hanya mempelajari bahasa sasaran tetapi
juga mempelajari budaya dari penutur asli. Metode ini juga menyatakan bahwa bahasa
adalah suatu himpunan dari aturan-aturan tata bahasa dan kosa kata yang terkait dengan
situasi-situasi yang riil. Mempelajari bahasa asing berarti bahwa para siswa mampu
berkomunikasi dengan bahasa tersebut, baik secara lisan maupun tulisan.
7 Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. (Surabaya: Penerbit Al-ikhlas, 1992). Hal:104 8 Henry Guntur Tarigan. Metodologi Pengajaran Bahasa 1. Edisi Revisi. (Bandung: Penerbit Angkasa, 2009). Hal. 39 9 Muljanto Sumardi. Pengajaran Bahasa Asing, Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi . Cetakan II. (Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang, 1975). Hal. 33 10 Ahmad Fuad Effendy. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Cetakan V. (Malang: Penerbit Misykat, 2012). Hal. 47
5
Metode Langsung juga melihat bahwa empat keterampilan berbahasa -
mendengar, berbicara, membaca dan menulis- saling menguatkan antara yang satu
dengan yang lain. Hanya saja kemampuan berbicara dianggap sebagai pondasi utama.
Bahasa pada dasarnya adalah sistem lisan, bukan tulisan, membaca dan menulis bisa
diberikan sejak awal tetapi hendaknya diberikan setelah para siswa berlatih menggunakan
bahasa lisan.11
B. Hakikat belajar bahasa
Metode ini berpijak dari pemahaman, bahwa pengajaran bahasa asing tidak sama
halnya dengan mengajar ilmu pasti atau ilmu alam. Jika mengajar ilmu pasti, siswa
dituntut agar dapat menghafal rumus- rumus tertentu, berpikir dan mengingat, maka
dalam pengajaran bahasa, siswa/anak didik dilatih praktik langsung mengucapkan kata-
kata atau kalimat- kalimat tertentu. Sekalipun kata- kata atau kalimat tersebut mula- mula
masih asing dan tidak dipahami anak didik, namun sedikit demi sedikit kata- kata dan
kalimat- kalimat itu akan dapat diucapkan dan dapat pula mengartikannya.
Demikian halnya kalau kita perhatikan seorang ibu mengajar bahasa kepada
anak- anaknya mula- mula dengan melatih anak- anaknya langsung dengan
mengajarinya, menuntunnya mengucapkan kata per kata, kalimat per kalimat, dan
anaknya menurutinya meskipun kita lihat terasa lucu. Misalnya ibunya mengajari “
Ayah” maka anaknya menyebut “ Aِah” dan seterusnya. Namun lama kelamaan si anak
mengenali kata- kata itu dan akhirnya ia mengerti pula tentang maksudnya.
Pada prinsipnya, metode langsung ini sangat utama dalam mengajar bahasa asing,
karena melalui metode ini siswa dapat langsung melatih kemahiran lidah tanpa
menggunakan bahasa ibu (bahasa lingkungannya). Meskipun pada mulanya terihat sulit
anak didik untuk menirukannya, tapi metode ini menarik bagi anak didik12
.
Di samping asumsi-asumsi di atas, metode ini juga meyakini asumsi-asumsi
berikut: Pertama, Makna bahasa akan lebih jelas bila disajikan dengan menghadirkan
benda fisik, seperti gambar, isyarat-isyarat dan pantomim. Terjemahan memang bisa
11 Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin. Op cit. Hal. 70 12 Tayar Yusuf dan Saiful Anwar. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Cetakan II. (Jakarta: Grafindo Persada,
1997). Hal. 153
6
menjadi cara mudah untuk membuat makna menjadi jelas tetapi tidak akan membuat para
siswa belajar bahasa sasaran secara alami.
Kedua, Koreksi sendiri (self-correction) yang dilakukan oleh siswa lebih efektif
dibandingkan dengan koreksi guru. Koreksi jenis ini akan membuat para siswa berpikir
dalam bahasa sasaran, tidak hanya membeo. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meminta
mereka membuat suatu pilihan antara apa yang mereka katakan dan alternatif jawaban
yang diberikan oleh guru. Self-correction dapat juga dilaksanakan dengan mengulangi
apa yang mereka katakan dengan nada tanya jawab yang mengisyaratkan kepada para
siswa bahwa ada sesuatu yang salah dalam perkataan mereka.
Ketiga, Kosa kata akan lebih gampang dipelajari jika digunakan dalam kalimat-
kalimat dibanding dengan hanya dengan hafalan. Guru bisa mengulangi kata-kata baru
dengan menanyakanya kepada para siswa berulang kali dalam beberapa konteks yang
berbeda dan dengan menghadirkan situasi-situasi yang bisa memancing para siswa untuk
menggunakan kata-kata tersebut.
Keempat, Mengajarkan bahasa lain berarti mengambil sebuah peran sebagai
seorang mitra bagi para siswa dalam kegiatan komunikasi. Interaksi antara guru dan para
siswa adalah interaksi dua arah. Guru bisa bertanya kepada para siswa dan sebaliknya.13
Jadi metode ini dikembangkan atas dasar asumsi bahwa proses belajar bahasa
kedua atau bahasa asing sama dengan belajar bahasa ibu. Juga didasarkan atas asumsi
yang bersumber dari hasil-hasil kajian psikologi asosiatif. Berdasarkan kedua asumsi
tersebut, pengajaran bahasa khususnya pengajaran kata dan kalimat harus dihubungkan
langsung dengan benda, sampel atau gambarnya, atau melalui peragaan, permainan
peran, dan lain sebagainya. Dalam metode ini, pembelajar harus dibiasakan berpikir
dalam bahasa target, oleh karena itu penggunaan bahasa ibu pembelajar dihindari sama
sekali.14
Desain Metode Langsung
A. Tujuan [Umum dan Khusus]
13 Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin. Op cit. Hal. 71 14 Ahmad Fuad Effendy. Op.cit. Hal. 47
7
Para guru yang menggunakan Metode Langsung bertujuan agar para siswa bisa
mempelajari bagaimana caranya berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk bisa
melakukan hal tersebut dengan sukses, penting bagi para siswa untuk belajar berpikir
dalam bahasa sasaran.
B. Model silabus
Silabus yang digunakan dalam Metoda Langsung didasarkan pada situasi-situasi
(sebagai contoh, satu unit akan berisi dari ungkapan-ungkapan yang digunakan di bank,
dan unit yang lain berisi ungkapan-ungkapan ketika berbelanja) atau topik-topik (seperti
geografi, uang, atau cuaca). Tata bahasa diajar secara induktif; yaitu para siswa
diperkenalkan dengan contoh-contoh terlebih dahulu lalu mereka berusaha memahami
kaidah-kaidah atau generalisasi kaidah yang berada di balik contoh-contoh tersebut.
Aturan tata bahasa yang tegas (eksplisit) tidak boleh diberi. Para siswa mempraktekkan
kosa kata dengan menggunakan kata-kata baru tersebut dalam kalimat-kalimat lengkap.
Dengan demikian pemilihan materi ajar lebih ditekankan pada pengajaran kosa kata dari
pada tata bahasa.
C. Jenis kegiatan belajar-mengajar
Meskipun perhatian terhadap keempat ketrampilan berbahasa (membaca, menulis,
berbicara, dan mendengarkan) terjadi sejak awal, tetapi komunikasi lisan dianggap
sebagai dasar. Dengan demikian, latihan membaca dan menulis didasarkan pada latihan
lisan yang telah dipraktektakkan terlebih duhulu oleh siswa. Pelafalan yang benar juga
mendapatkan perhatian sejak awal pelajaran.
Kemampuan berbahasa yang lebih diutamakan adalah kemampuan berbicara,
bukan kemampuan menulis. Oleh karena itu, para siswa belajar berbicara sehari-hari
yang wajar dalam bahasa sasaran. Mereka juga mempelajari budaya dan sejarah orang-
orang yang berbicara dengan bahasa sasaran yang mereka pelajari, geografi dari negeri
atau negara-negara di mana bahasa itu digunakan sebagai bahasa percakapan, dan
informasi tentang hidup sehari-hari dari para pembicara bahasa target.
Guru-guru yang menggunakan metode ini berkeyakinan bahwa siswa perlu
menghubungkan makna dan bahasa sasaran secara langsung. Untuk melakukan hal ini,
8
ketika guru memperkenalkan suatu kata atau frasa baru, ia akan mendemonstrasikan
maknanya melalui pemakaian realia, gambar-gambar, atau pantomim; ia tidak pernah
menerjemahkannya ke dalam bahasa pembelajar. Bahasa pribumi siswa tidak boleh
digunakan di dalam kelas. Para siswa berbicara sebagian besar dalam bahasa sasaran dan
mereka berkomunikasi seolah-olah mereka dalam situasi-situasi yang riil.
D. Peranan pembelajar, pengajar dan bahan ajar
Meskipun guru mengarahkan aktivitas di kelas, peran siswa lebih aktif
dibandingkan peran mereka dalam Metode Tata Bahasa-Terjamah. Guru dan para siswa
lebih seperti mitra dalam pembelajaran. Di samping berfungsi sebagai seorang mitra,
guru juga adalah seorang fasilitator; ia menunjukkan kepada para siswa apa kesalahan
yang mereka lakukan dan bagaimana cara mereka mengoreksi kesalahan tersebut.
Inisiasi interaksi pembelajaran berasal dari kedua belah pihak, dari guru kepada
para siswa dan sebaliknya dari siswa kepada guru, meskipun inisiasi dari siswa sering
berada dalam pengarahan guru. Para siswa juga berbicara antara yang satu dengan yang
lain.
Evaluasi dalam Metode Langsung dilakukan lebih banyak secara informal, para
siswa diminta untuk menggunakan bahasa, bukan untuk menunjukkan pengetahuan
mereka sekitar bahasa. Mereka diminta untuk melakukannya baik dengan ketrampilan
lisan maupun tulisan. Sebagai contoh, para siswa bisa jadi diwawancarai secara lisan oleh
guru atau boleh jadi diminta untuk menulis suatu alinea tentang sesuatu yang sudah
mereka pelajari.15
Prosedur dan Teknik Metode Langsung
Adapun menurut Muljanto Sumardi, metode ini bercirikan :
a. Materi pelajaran terdiri dari kata- kata dan struktur kalimat yang banyak digunakan
sehari- hari.
b. Gramatika diajarkan dengan melalui situasi dan dilakukan secara lisan bukan dengan
cara menghafal aturan- aturan gramatika.
15Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin. Op cit. Hal. 72-73
9
c. Arti yang konkrit diajarkan dengan menggunakan benda- benda sedangkan arti yang
abstrak melalui asosiasi
d. Banyak latihan- latihan mendengar dan menirukan dengan tujuan agar dapat dicapai
penguasaan bahasa secara otomatis.
e. Aktivitas belajar banyak dilakukan di dalam kelas.
f. Bacaan mula- mula diberikan secara lisan.
g. Sejak permulaan murid dilatih untuk “berpikir dalam bahasa asing”.16
Prinsip Metode langsung ini terlihat dengan jelas dalam pedoman pengajaran
bahasa lisan berikut ini, yang masih diikuti dengan baik pada sekolah-sekolah Berlitz
kontemporer:
Jangan terjemahkan, tetapi demonstrasikan
Jangan jelaskan, tetapi perankan
Jangan buat pembicaraan, tetapi ajukan pertanyaan-pertanyaan
Jangan tiru kesalahan, tetapi koreksi/perbaiki
Jangan berbicara dengan kata-kata tunggal, tetapi pakailah kalimat-kalimat
Jangan berbicara terlalu banyak, tetapi buat para siswa berbicara banyak
Jangan pakai buku, tetapi gunakan rencana pelajaran anda
Jangan melompat-lompat, tetapi turuti rencana anda
Jangan terlalu cepat, tetapi sesuaikan dengan dengan kecepatan siswa
Jangan berbicara terlalu lambat, tetapi berbicaralah secara wajar
Jangan berbicara terlalu cepat, tetapi berbicaralah secara alamiah
Jangan berbicara terlalu keras, tetapi berbicaralah secara alamiah
Jangan tergesa-gesa, tetapi tenang dan sabar17
Adapun langkah-langkah penyajian dalam metode ini bervariasi, namun secara
umum adalah sebagai berikut:
a. Guru memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan
menunjuk bendanya atau gambar benda itu. Siswa menirukan berkali-kali sampai
benar pelafalannya dan faham maknanya.
16 Muljanto Sumardi. Op.cit. Hal. 33 17 Henry Guntur Tarigan. Op.cit. Hal. 100
10
b. Latihan selanjutnya berupa tanya jawab dengan kata tanya "ma, hal, aina, limadza"
dan lain-lain sesuai dengan tingkat kesulitan siswa. Model interaksi bervariasi, bisa
dimulai dengan klasikal, kemudian kelompok, dan akhirnya individual.
c. Setelah guru yakin bahwa siswa menguasai materi yang disajikan, maka siswa
diminta untuk membuka buku teks. Guru memberikan contoh bacaan yang benar
kemudian siswa diminta membaca secara bergantian.
d. Kegiatan berikutnya adalah menjawab pertanyaan secara lisan atau latihan yang ada
di dalam buku, dialnjutkan dengan mengerjakannya secara tertulis.
e. Bacaan umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai materi
tambahan, seperti cerita humor, cerita yang mengandung hikmah, peribahasa dan
lain-lain yang bisa menarik perhatian siswa. Karena pendek dan menarik, biasanya
siswa menghapalnya diluar kepala.
f. Materi tata bahasa diberikan pada tingkat tertentu secara induktif.18
g. Diawal pembelajaran siswa dikondisikan untuk mendengarkan kalimat- kalimat
sempurna dan mempunyai makna yang jelas, sehingga siswa mampu dan mudah
memahaminya.
h. Nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran
nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi diajarkan disela- sela penggunaan
ungkapan- ungkapan bahasa dan kalimat- kalimat yang muncul dalam percakapan.
i. Teks arab tidak disajikan kepada siswa sebelum mereka mengenal suara, kosakata
serta susunan yang ada didalamnya. Dan juga siswa tidak menulis teks Arab sebelum
mereka bisa membaca dengan baik serta memahaminya.
j. Penerjemahan dari dan ke bahasa Arab adalah sesuatu yang harus dihindari dalam
metode ini, sehingga tidak dibenarkan menerjemahkan bahasa Arab dengan bahasa
apapun.
k. Pengembangan ketrampilan kognitif siswa seperti kemampuan analogis dan analisis
merupakan hal yang tidak boleh menyibukkan perhatian pemakai model ini.
l. Penjelasan kata- kata dan kalimat yang sulit cukup dengan menggunakan bahasa
Arab dengan berbagai model, seperti syarhu al-ma’na, murodif (sinonim) atau
18 Ahmad Fuad Effendy. Op.cit. Hal. 49. Lihat juga Syamsudin Asyrofi,dkk. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.
(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan kalijaga, 2006). Hal. 104
11
memakai mudladad (antonim) atau dengan contoh penggunaannya dalam kalimat
lengkap.19
Keunggulan dan Kelemahan Metode Langsung
Metode langsung memiliki beberapa kelebihan, antara lain; Pertama, Para siswa
terampil menyimak dan berbicara. Kedua, Siswa menguasai pelafalan dengan baik seperti
mendekati penutur asli. Ketiga, Siswa mengetahui banyak kosa kata dan pemakaiannya
dalam kalimat. Keempat, Siswa memiliki keberanian dan spontanitas dalam
berkomunikasi karena dilatih berfikir dalam bahasa sasaran sehingga tidak terhambat
oleh proses penerjemahan. Kelima, Siswa menguasai tata bahasa secara fungsional tidak
sekedar teoritis, artinya berfungsi untuk mengontrol kebenaran ujarannya.
Sedangkan kelemahannya antara lain: Pertama, Para siswa lemah dalam
kemampuan membaca pemahaman karena materi dan latihan ditekankan pada bahasa
lisan. Kedua, Metode ini memerlukan guru yang ideal dari segi keterampilan berbahasa
dan kelincahan dalam penyajan pelajaran. Ketiga, Metode ini tidak bisa dilaksanakan
dalam kelas besar. Keempat, Tidak diperbolehkannya penggunaan bahasa ibu bisa
berakibat terbuangnya waktu untuk menjelaskan makna satu kata abstrak dan terjadinya
kesalahan persepsi pada diri siswa. Kelima, Model latihan menirukan dan menghafalkan
kalimat-kalimat yang seringkali tidak bermakna atau tidak realistis bisa membosankan
bagi orang dewasa. Keenam, Metode ini juga dikritik oleh para ahli dari segi kelemahan
teoritisnya yang menyamakan antara pemerolehan bahasa pertama dengan pembelajaran
bahasa kedua/asing20
. Akibatnya jika berhasil, yang dianggap memiliki andil besar adalah
keterampilan umum dan kepribadian guru, bukan metodologinya.
Selain itu, metode ini tidak cocok bagi seorang pembelajar bahasa yang tidak
memiliki waktu yang cukup banyak untuk berlatih dengan pola-pola untuk membuat
mereka terampil dan memahami kaidah atau tata bahasa secara baik, sehingga mereka
kadang kala tidak dapat memberikan pemahaman atau terjemah yang benar.21
Pada akhir perempat pertama abad kedua puluh, penggunaan Metode Langsung
menurun di Eropa dan Amerika Serikat. Kebanyakan kurikulum bahasa kembali ke
19 Abdul Hamid, dkk. Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN- Malang Press, 2008). Hal. 23-25 20 Ahmad Fuad Effendy. Op.cit. Hal. 49. Lihat juga Syamsudin Asyrofi,dkk. Op.Cit. Hal. 105 21 Suja’I, Inovasi Pembelajaran BahasaArab, Strategi dan Metode pengembangan Kompetensi . (Semarang: Walisongo Press,
2008). Hal.55
12
Metode Penerjemahan Tata Bahasa atau ke “Pendekatan Membaca” yang menekankan
keterampilan membaca dalam bahasa asing. Akan tetapi menarik bahwa pada
pertengahan abad kedua puluh, Metode Langsung dihidupkan kembali dan diarahkan
menjadi metode yang tampaknya paling “revolusioner” dibandingkan semua metode
pengajaran bahasa pada era modern, Metode Audiolingual. Maka gerakanyang boleh
disebut pendek umur dalam pengajaran bahasa ini pun muncul lagi seiring dengan
perubahan angin dan pergeseran pasir dalam sejarah.22
Aplikasi Metode Langsung Dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia
Pembelajaran bahasa Arab dilembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional di
Indonesia, sebagaimana yang ada di pesantren-pesantren tradisional, diperlukan waktu
bertahun-tahun untuk memepelajari bahasa Arab sampai benar-benar menguasainya. Itu
pun hanya pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa, dengan kemampuan bahasa yang
terbatas. Masih banyak cara-cara klasik dalam pengajaran bahasa Arab, semisal
menerapkan metode gramatika terjemah secara ketat. Dengan metode tersebut, para santri
butuh waktu yang sangat lama untuk bisa menguasai bahasa Arab. Hal ini semakin
memperkukuh anggapan bahwa bahasa Arab sulit, dan untuk menguasainya dibutuhkan
waktu yang lama.
Sebagai respon dari permasalahan tersebut,berbagai metode baru dikembangkan
dan dipergunakan sebagai alternatif proses pembelajaran. Sejak tahun 1900-an, mulai
didirikan lembaga-lembaga pendidikan yang menggunakan Metode Langsung sebagai
alternatif pengajaran bahasa Arab. Menurut Azhar Arsyad, Metode Langsung ini sampai
ke Indonesia melalui buku Prof. Mahmud Yunus (1942) yang sangat terkenal, berjumlah
tiga jilid, yaitu buku Al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm.23
Metode langsung ini diterapkan pertama kali di Madrasah Adabiyyah, Padang
Panjang, oleh Ustadz Abdullah pada tahun 1909, kemudian berlanjut ke Dîniyyah Putra
(1915) dan Dîniyyah putri (1923) oleh dua kakak-beradik, Zainuddin Labay el-Yunusi
22 H.Douglas Brown. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Edisi V Pearson Education,Inc. Edisi Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2008). Hal. 54 23 Azhar Arsyad. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya Beberapa Pokok-pokok Pikiran. Cetakan III. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010). Hal. 68
13
dan Rahmah Labay el-Yunusiah. Metode ini juga diterapkan oleh Mahmud Yunus di
Ma’had al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah dan Normal School (Kulliyatul Mu’allimin al-
islamiyah) di Padang, pada tahun 1931. Pada tahun yang sama, ustadz Abdul Hâkim al-
Muhâmi menerapkan metode ini di Islamic College (al-Kulliyah al-Islâmiyyah) Padang.
Metode ini berkembang dan di praktekkan di KMI (Kulliyatul-Mu’allimîn al-
Islâmiyyah) Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo dibawah pimpinan KH. Imam
Zarkasyi, lulusan Normal School Padang, dan juga diterapkan di beberapa pondok-
pondok alumni lainnya.24
Di Pesantren Gontor, pada tahun pertama, pelajaran agama diberikan kepada para
santri dan masih menggunakan bahasa Indonesia sebagai perantaranya. Sebagian besar
siswa juga mencurahkan perhatiannya untuk belajar bahasa Arab dengan metode
langsung. Pada tahun kedua, ilmu tata bahasa Arab (nahw dan sharf) mulai diberikan
dalam bahasa Arab dengan metode induktif, di samping latihan qira'ah, insya dan
muhadatsah secara intensif. Dalam masa belajar enam tahun, seorang lulusan Pesantren
Modern Gontor ini telah mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab baik secara lisan
maupun tertulis serta mampu membaca dan memahami buku berbahasa Arab dalam
berbagai subjek pengetahuan. Dalam perkembangannya, pengajaran bahasa Arab di
lembaga pendidikan ini tidak hanya dengan menggunakan metode langsung saja, tetapi
mengikuti pembaharuan-pembaharuan yang terjadi di dunia pengajaran bahasa Arab,
seperti pendekatan audiolingual dan pendekatan komunikatif.25
Metode langsung ini juga digunakan dalam mengajarkan materi-materi keislaman,
seperti: fiqh, hadis, tafsir, tauhid, dan semacamnya. Semua kitab ditulis dan diajarkan
dengan bahasa Arab. Hal ini dikuatkan dengan adanya praktik percakapan aktif bahasa
Arab sehari-hari di pesantren-pesantren, khususnya di beberapa pesantren modern yang
secara keras menegakkan disiplin bahasa Arab atau Inggris.26
Beberapa buku yang dijadikan referensi pengajaran bahasa Arab dilembaga-
lembaga tersebut diatas, diantaranya : Qawa’id al-Lugah al-Arabiyyah, An-Nahwu al-
24 Karel A. Steenberink dan Radliyah Zaenuddin dalam Aisyah Tidjani, ”Efektivitas Pembelajaran Bahasa Arab di Mahad Ali
bin Abi Thalib UMY Tahun Ajaran 2006-2007” (Yogyakarta: Tesis Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia,
2007). Hal. 25 25 Syamsudin Asyrofi,dkk. Op.cit. Hal. 58 26 Aisyah Tidjani, Op.cit. Hal. 36
14
Wađih, al-Balâgah al-Wâđihah, al-Qirâ’ah al-Rasyîdah, Jawâhir al-Balâgah, al-
Muhâdaśah al-‘Arabiyyah dan lain sebagainya.27
Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta, juga menerapkan
metode langsung ini dalam beberapa materi pengajaran bahasa arab dan studi keislaman
dilembaga pendidikan tersebut, yaitu dengan menggunakan rangkaian buku “Silsilah
Ta’lîm al-Lugah al-‘Arabiyah” terbitan Universitas al-Imam Muhammad Ibnu Sa’ud al-
Islamiyah (1993).
Contoh Materi
Berikut ini adalah beberapa contoh materi dengan Metode Langsung:
27 Ibid. 28 Imam Zarkasyi dan Imam Syubâni. Durus al-Lugah al-Arabiyah ‘ala al-Thariq al-Hadîsah. (Ponorogo: Percetakan
Trimurti, tanpa tahun). Hal. 1
15
Dalam menyampaikan materi ini, seorang pengajar akan mendemonstrasikan kosa
kata dan kalimat baru secara lisan,dan berulang, dengan membawa alat peraga, semisal
guru mengatakan , maka ia menunjukkan “kertas” kehadapan para siswa, dan tidak
diperbolehkan untuk menggunakan bahasa ibu. Dan para siswa akan diminta untuk
menirukan, dan mengulang-ulang kosa kata tersebut, baik secara bersama-sama ataupun
berpasang-pasangan dengan siswa lainnya. Ketika siswa sudah bisa mengucapkan materi
pelajaran dengan baik, lalu guru menuliskan kosa kata dan kalimat yang telah mereka
pelajari pada waktu itu.
Adapun pengajaran materi tata bahasa menggunakan metode induktif seperti
contoh dibawah ini:
1 5
2 6
3 7
4 8
29 Ali al-Jarimi dan Musthofa Amin. An-Nahwu al-Wadhih fi Qowâid al-Lugah al-Arabiyah. Juz I (Kairo: Dâr al-Ma’ârif,
tanpa tahun). Hal. 13
16
Dalam menyajikan materi tata bahasa, guru terlebih dahulu membacakan contoh-
contoh kalimat berulang-ulang, dan para siswa mengulang-ulang susunan kalimat
tersebut. Kemudian guru mendemonstrasikan makna dari kalimat tersebut. Disini guru
menerangkan bahwa kalimat , , dan , adalah lafadz yang menunjukkan
nama orang ( ). Dan lafadz , , dan , adalah lafadz yang menunjukkan
nama hewan ( ). Adapun lafadz , dan termasuk tumbuh-tumbuhan ( ),
dan seterusnya.
Setelah siswa memahami, setiap jenis kalimat dalam contoh-contoh diatas, lalu
guru menjelaskan kaidah dibawah ini :
3
1
2
3
C. Kesimpulan
Metode Langsung berasumsi bahwa belajar bahasa asing sama dengan belajar
bahasa ibu, yakni penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi,
juga dengan menyimak dan berbicara. Sementara kemampuan menulis dan membaca
dikembangkan kemudian. Oleh karena itu, siswa harus dibiasakan berpikir dalam
bahasa sasaran, dan penggunaan bahasa ibu siswa dihindari sama sekali.
Metode ini lahir akibat ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dengan
metode gramatika-terjemahan dikaitkan dengan tuntutan kebutuhan nyata di masyarakat.
17
Metode ini memperoleh popularitas pada awal abad ke-20 di Amerika dan Eropa. Pada
saat yang sama, metode ini juga digunakan untuk mengajarkan bahasa Arab, baik di
negara-negara Arab maupun di negara-negara Islam yang lain.
Dalam Metode Langsung, yang diutamakan adalah kemahiran menyimak dan
berbicara; sebagai ganti dari memperdalam dan mengotak-atik grammar; keterampilan
menulis, kemampuan membaca, kelancaran terjemahan, agar pelajar tidak hanya mampu
menuangkan fikirannya dengan bahasa tulisan, namun juga dengan bahasa lisan (ujaran).
Tata bahasa diajarkan secara induktif, yaitu dari praktek dan pengalaman dengan
bahasa target. Teks tidak dianalisis secara gramatikal. Budaya yang terkait dengan bahasa
target diajarkan secara induktif. Unsur budaya dianggap aspek penting dalam
pembelajaran bahasa.
Metode Langsung ini memiliki banyak kelebihan, khususnya bagi para pelajar
yang bertujuan mempelajari bahasa asing sebagai alat komunikasi dalam dunia global.
Namun penerapan metode ini masih mengalami banyak hambatan di lapangan, semisal
guru yang kurang memiliki kompetensi, dan siswa yang tidak memiliki banyak waktu
untuk berlatih. Sehingga di Indonesia, penerapan metode Langsung ini masih terbatas di
beberapa pondok pesantren modern dan di beberapa lembaga bahasa yang berafiliasi
langsung dengan Timur Tengah.
D. Penutup
Kesuksesan belajar bahasa kedua, dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
karakteristik pembelajar, faktor linguistik, proses pembelajaran (termasuk didalamnya
metode yang digunakan dalam proses pembelajaran), variable instruksional, tujuan
pembelajaran, dan lain sebagainya. Metode adalah satu bagian kecil dari potongan puzzle
(namun sangat penting), yang menentukan keberhasilan mempelajari bahasa asing.
Dari pembahasan tentang Metode Langsung ini, sebagai metode yang utama dan
memiliki sejarah yang panjang, diharapkan bisa diketahui dan dianalisa metode yang
cocok dan sesuai bagi pembelajaran bahasa Arab di lingkungan kita masing-masing.
18
Sumber Pustaka
Al-Jarimi, Ali dan Musthofa Amin. Tanpa Tahun. An-Nahwu al-Wadhih fi Qowâid al-
Lugah al-Arabiyah. Juz I Kairo: Dâr al-Ma’ârif
Al-Nâqah, Mahmud Kamil. 1985. Ta’lim al-Lugah al-Arabiyah Li an-Nâthiqîn bi
Lugâtin Ukhro. Ususuhu-Madâkhiluhu-Thuruqu Tadrîsihi. Makkah al-
Mukarramah: Universitas Ummul Quro
Arsyad, Azhar. 2010. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Beberapa Pokok-pokok
Pikiran. Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Asyrofi, Syamsudin,dkk. 2006. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Brown, H.Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Edisi V
Pearson Education,Inc. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika
Serikat
Dahlan, Juwairiyah. 1992. Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: Penerbit
Al-Ikhlas
Effendy, Ahmad Fuad. 2012. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Cetakan V. Malang:
Penerbit Misykat
Fakhrurrozi, Aziz dan Erta Mahyudin. Juli 2012. Pembelajaran bahasa Arab, Cetakan II,
Jakarta: Direktorat Pendidikan Islam Kementrian Agama Ghazali, Syukri. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Dengan Pendekatan
Komunikatif-Interaktif. Bandung: Refika Aditama
Hamid, Abdul,dkk. 2008. Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN- Malang Press
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Edisi IV Cetakan II. Jakarta: Gramedia
Sumardi, Muljanto. 1975. Pengajaran Bahasa Asing, Sebuah Tinjauan dari Segi
Metodologi. Cetakan II. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang
Suja’I, 2008. Inovasi Pembelajaran BahasaArab, Strategi dan Metode pengembangan
Kompetensi. Semarang: Walisongo Press
Tarigan, Henry Guntur.2009. Metodologi Pengajaran Bahasa 1. Edisi Revisi. Bandung:
Penerbit Angkasa
Tidjani, Aisyah, 2007. ”Efektivitas Pembelajaran Bahasa Arab di Mahad Ali bin Abi
Thalib UMY Tahun Ajaran 2006-2007” Yogyakarta: Tesis Magister Studi Islam
Universitas Islam Indonesia
Yusuf, Tayar dan Saiful Anwar. 1997. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.
Cetakan II. Jakarta: Grafindo persada
Zarkasyi, Imam dan Imam Syubâni. Tanpa Tahun. Durus al-Lugah al-Arabiyah ‘ala al-
Thariq al-Hadîsah. Ponorogo: Percetakan Trimurti