makalah bahasa keilmuan hukum
TRANSCRIPT
BAHASA KEILMUAN HUKUM
DI AJUKAN OLEH KELOMPOK I
i
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT. yang telah memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini sehingga berjalan dengan lancar. Tugas ini
berjudul “Bahasa Keilmuan Hukum”
Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan pengantar kepada setiap orang yang
baru mulai belajar hukum Indonesia. Hal ini berkenan dengan banyaknya referensi tentang
pelajaran hukum sebagai pengantar yang bermateri tata hukum saja. Sementara saja, aspek
sejarahnya diuraikan tersendiri, sehingga agak sulit bagi yang baru belajar hukum Indonesia
untuk merangkai padukan dalam berfikir sistematis. Selain itu, sejarah hukum Indonesia
fungsinya sebagai pegangan dalam studi hukum lebih lanjut, sehingga dalam pembentukan
hukum nasional yang menyeluruh dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan baik.
Khusus bagi Mahasiswa Fakultas Hukum yang baru mulai studi Ilmu Hukum dengan sistem
Satuan Kredit Semester (SKS). Makalah ini kiranya dapat digunakan sesuai adanya
perubahan mata kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia (PTHI) menjadi Pengantar Hukum
Indonesia (PHI) setelah memahami materi dari pengantar Ilmu Hukum.
sifat dari makalah ini hanya mengantar pelajaran Hukum Indonesia dalam batas-batas
tertentu. Oleh karena itu, kemungkinan terdapat kelemahan dan kekurangan dalam
penyajiaanya tidak dapat dihindarkan. Kritik-kritik dan membangun untuk perbaikan
sistematika dan materi selalu akan diterima dengan besar hati.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ----------------------------------------------------------------------------------- i
Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------------------ ii
Bab I Pendahuluan ------------------------------------------------------------------------------- 1
1.1 Latar Belakang ---------------------------------------------------------------------- 1
1.2 Rumusan Masalah ------------------------------------------------------------------ 2
1.3 Tujuan -------------------------------------------------------------------------------- 2
1.4 Manfaat ------------------------------------------------------------------------------ 3
Bab II Pembahasan ------------------------------------------------------------------------------ 4
2.1 Kebiasaan dan Adat ---------------------------------------------------------------- 4
2.2 Hukum Adat dan Perundangan --------------------------------------------------- 5
2.3 Hubungan Hukum dan Hak ------------------------------------------------------- 8
2.4 Hak Absolute dan Hak Relative -------------------------------------------------- 9
2.5 Subyek Hukum dan Obyek Hukum ---------------------------------------------- 10
2.6 Peristiwa Hukum -------------------------------------------------------------------- 11
Bab III Penutup ---------------------------------------------------------------------------------- 13
3.1 Kesimpulan -------------------------------------------------------------------------- 13
3.2 Saran ---------------------------------------------------------------------------------- 14
3.4 Daftar Pustaka ----------------------------------------------------------------------- 15
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan memang berkembang begitu cepat. Hal ini dimungkinkan, karena ia
mengibaskan cara orang mengusahakan ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang sangat sakral
dalam pandangan teologia, ilmu hukum adalah merupakan salah satu bagian kajian yang tak
pernah putus seiring dengan kemajuan teknologi dan manusianya dalam kehidupan
masyarakat sehingga pandangan-pandangan tentang ilmu hukum itu sering berbenturan
dengan keadaan yang ada dimana kajiannya lebih bersifat integral dan bukan pada bagian
ilmu yang tersendiri.
1.1 Latar Belakang
Hukum dalam lingkup ilmu pengetahuan telah menjadi perdebatan di kalangan para
sarjana hukum, hal tersebut telah membawa para sarjana hukum membagi ilmu hukum
sebagai bagian dari ilmu sosial. Sebagai langkah awal dari usaha menjawab pertanyaan
tentang apa itu hukum?, Maka kita harus benahi dulu pengertian ilmu hukum. Dalam bahasa
Inggris ilmu hukum dikenal dengan kata “legal science” hal ini sangat keliru jika diartikan
secara etimologis, legal dalam bahasa Inggris berakar dari kata lex (latin) dapat diartikan
sebagai undang-undang. Law dalam bahasa inggris terdapat dua pengertian yang berbeda,
yang pertama merupakan sekumpulan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan
dalam mencapai keadilan dan yang kedua, merupakan aturan perilaku yang ditujukan untuk
menciptakan ketertiban masyarakat.
Pengertian pertama dalam bahasa Latin disebut ius, dalam bahasa Perancis droit,
dalam bahasa Belanda recht, dalam bahasa Jerman juga disebut Recht, sedangan dalam
bahasa Indonesia disebut Hukum. Sedangkan dalam arti yang kedua dalam bahasa Latin di
sebut Lex, bahasa Perancis loi, bahasa Belanda wet, bahasa Jerman Gesetz, sedangkan dalam
bahasa Indonesia disebut Undang-Undang. Kata law di dalam bahasa Inggris ternyata berasal
dari kata lagu, yaitu aturan-aturan yang dibuat oleh para raja-raja Anglo-Saxon yang telah
dikodifikasi. Lagu ternyata berada dalam garis lex dan bukan ius. Apabila hal ini diikuti,
1
istilah legal science akan bermakna ilmu tentang aturan perundang-undangan. Hal ini akan
terjadi ketidaksesuaian makna yang dikandung dalam ilmu itu sendiri.
Demi menghindari hal semacam itu dalam bahasa Inggris ilmu hukum disebut secara
tepat disebut sebagai Jurisprudence. Sedangkan kata Jurisprudence berasal dari dua kata
Latin, yaitu iusris yang berarti hukum dan prudentia yang artinya kebijaksanaan atau
pengetahuan. Dengan demikian, Jurisprudence berarti pengetahuan hukum.
1.2 Rumusan Masalah
Dapat dilihat dari segi etimologis tidak berlebihan oleh Robert L Hayman memberi
pengertian ilmu hukum dalam hal ini Jurisprudence secara luas sebagai segala sesuatu yang
bersifat teoritis tentang hukum. Disini dapat dilihat bahwa ilmu hukum itu suatu bidang ilmu
yang berdiri sendiri yang kemudian dapat berintegral dengan ilmu-ilmu lain sebagai suatu
terapan dalam ilmu pengetahuan yang lain. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri maka obyek
penelitian dari ilmu hukum adalah hukum itu sendiri, mengingat kajian hukum bukan sebagai
suatu kajian yang empiris, maka oleh Gijssels dan van Hoecke mengatakan ilmu hukum
(jurisprudence) adalah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan
teroganisasikan tentang gejala hukum, struktur kekuasaan, norma-norma, hak-hak dan
kewajiban.
1.3 Tujuan
Jurisprudence merupakan suatu disiplin ilmu yang bersifat sui generis. Maka kajian
tersebut tidak termasuk dalam bidang kajian yang bersifat empirik maupun evaluatif.
Jurisprudence bukanlah semata-mata studi tentang hukum, melainkan lebih dari itu yaitu
studi tentang sesuatu mengenai hukum secara luas. Hari Chand secara tepat membandingkan
mahasiswa hukum dan mahasiswa kedokteran yang mempelajari bidang ilmunya masing-
masing. ia menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran yang akan mempelajari anatomi
manusia harus mempelajari kepala, telingga, mata dan semua bagian tubuh dan struktur,
hubungan dan fungsinya masing-masing. sama halnya dengan seorang mahasiswa hukum
yang akan mempelajari substansi hukum, harus belajar konsep hukum, kaidah-kaidah hukum,
struktur dan fungsi dari hukum itu sendiri. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa disamping
ia mempelajari tubuh manusia secara keseluruhan, seorang mahasiswa kedokteran juga perlu
2
mempelajari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi tubuh, misalnya panas, dingin, air,
kuman-kuman, virus, serangga dan lain-lain. Sama halnya juga dengan mahasiswa hukum,
yaitu mempelajari faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi hukum itu diantaranya, faktor
sosial, politik, budaya, ekonomi dan nilai-nilai yang terkandung dalam bidang ilmu lain.
Ilmu hukum memandang hukum dari dua aspek; yaitu hukum sebagai sistem nilai dan
hukum sebagai aturan sosial. Dalam mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik
aturan hukum. Hal inilah yang membedakan ilmu hukum dengan disiplin lain yang
mempunyai kajian hukum disiplin-disiplin lain tersebut memandang hukum dari luar. Studi-
studi sosial tentang hukum menmpatkan hukum sebagai gejala sosial. Sedangkan studi-studi
yang bersifat evaluatif menghubungkan hukum dengan etika dan moralitas.
1.4 Manfaat
Ilmu hukum modern mengawali langkahnya ditengah-tengah dominasi para pakar
dibidang hukum yang mengkajinya sebagai suatu bentuk dari perkembangan masyarakat
sehingga dasar-dasar dari ilmu pengetahuan hukum terabaikan hal inilah yang menjadi obyek
kajian penulis, karena sekarang banyak sarjana hukum menganggap kajian hukum berada
pada tatanan kajian peraturan perundang-undangan (legislative law) bukan pada tatanan
jurisprudensi, hal tersebut dikarenakan masuk kajian empirik kedalam ilmu hukum sebagai
dasar kajian.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebiasaan dan Adat
Adat kebiasaan terbentuk secara natural, sesuai dengan kodrat dan fitrah manusia,
sampai kapan dan dimanapun akan baik, karena hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang
secara evolusional sehingga membentuk watak dan pola pikir manusia. Karena suatu
masyarakat tidak akan melakukan perbuatan berulang-ulang kalau hal itu dipandang tidak
baik.
Nilai seorang manusia pun bisa dipandang dari adat sehari-hari, karena orang bisa
menilai dari apa-apa yang sehari-harinya ia kerjakan, sehingga terkadang adat ini dijadikan
sebagai dasar untuk menilai seseorang.
Kalaupun ada kebiasaan yang tidak baik atau buruk (fasid) hal itu bisa terjadi karena
pengaruh dari hegemoni kekuasaan atau kekuatan tertentu, selain itu pula lingkungan pun
berpengaruh akan perubahan-perubahan pada adat-adat di daerah tersebut. Karena seperti
yang dikatakan sebelumnya bahwa hati nurani manusia akan menolak kebiasaan yang
dipaksakan. Para ulama kelompok “tradisonalis” mencoba untuk melakukan sintesa tradisi
lokal dengan elemen-elemen Islam, tentunya tradisi yang memang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam, seperti yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu dalam
menyebarkan Islam di sebagian wilayah Indonesia.
Dalam arti, sikap ini adalah ekspresi dari dari Islama Kultural yang menyelaraskan
unsur-unsur budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan tradisi lokal
yang digabungkan dengan prinsip-prinsip Islam, dan yang berperan sebagai agen perubahan
sosial adalah ulama, kyai-kyai dan struktur yang berkembang dalam pesantren.
Pelestarian budaya tersebut, juga terefleksi dalam tradisi inteletual pesantren.
Pelajaran yang di berikan dalam lembaga pesantren berupa literatur universal yang dipelihara
dan ditransmisikan dari satu generasi ke genarasi tersebut dan langsung berkaitan dengan
konsep unik kepeminpinan Kyai. Isi ajarannya berupa kitab-kitab kuno (dilihat dari pespektif
modern) jelas menjanjikan al-qadhim al-Shalih dan memelihara ilmu-ilmu agama yang telah
diijazahkan secara luas kepada masyarakat Islam oleh para ulama besar pada masa lalu.
Melalui cara pembangunan seperti inilah Islam diperkenalkan para ulama “Tradisionalis”
4
sehingga mudah diserap oleh sebagian masyarakat Jawa. bahwa Islam tradisional ini
merupakan sebuah kultur yang diperkaya oleh kekhususannya dalam menjaga warisan lokal
dan mampu “berdialog” dengan elemen-elemen budaya lokal.
2.2 Hukum Adat dan Perundangan
Hukum asli Indonesia sejatinya adalah hukum adat. Hukum yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat dan sudah berlaku selama ratusan tahun. Hukum ini diajarkan
secara turun temurun dari generasi ke generasi. Hukum positif yang saat ini berlaku di
Indonesia terkadang saling bertentangan dengan hukum adat yang berlaku. Peraturan
perundangan yang menjamin keberadaan hukum adat dan Masyarakat Hukum adat sendiri
sangat terbatas. Tidak semua aturan mengakui eksistensi masyarakat adat yang saat ini mulai
terpinggirkan, tergerus oleh modernisasi dan aturan-aturan yang tidak berpihak kepada
mereka. Hukum adat mulai tergerus dan digantikan hukum positif yang terkadang nilai
keadilannya tidak datang dari masyarakat Indonesia namun dari segelintir orang yang
mengatasnamakan rakyat.
Keberadaan hukum adat dan masyarakat hukum adat perlu dilindungi agar identitas
bangsa kita tetap terjaga. Hukum adat sebagai jati diri bangsa Indonesia harus dilestarikan
agar anak cucu kita kelak tetap mengenal kepribadian bangsa yang sebenarnya. Oleh karena
itu pengakuan Hukum Adat dan Masyarakat Hukum Adat oleh pemerintah sangat diperlukan.
Selama ini jika terdapat peraturan perundang-undangan yang baru, maka akan mengeliminasi
ketentuan hukum adat yang ada dalam sebuah masyarakat. Ketentuan yang sebelumnya
diberlakukan hukum adat karena belum diatur dalam hukum positif, akan beralih
menggunakan ketentuan yang baru karena hukum negara yang berlaku lebih mengikat jika
dibandingkan dengan hukum adat. Namun ternyata juga didapati beberapa Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia yang tetap menjamin keberadaan Hukum Adat dan
Masyarakat Hukum Adat di Indonesia
Keberadaan hukum adat dan masyarakat hukum adat mulai terdesak oleh peraturan
hukum nasional. Hukum adat hanyalah hukum pelengkap bagi sistem hukum nasional di
Indonesia. Padahal sebenarnya di dalam hukum adat itulah terdapat jati diri bangsa. Namun
terdapat pula beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengakui dan
5
menhormati nilai-nilai hukum adat di Indonesia. Peraturan-peraturan yang mengakomodir
hukum adat antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang kekuasaan Kehakiman telah beberapa kali mengalami
perubahan. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman yang pertama adalah Undang-
Undang Nomor 19 tahun 1964. Dalam pasal 3 UU Nomor 19 tahun 1964 ditegaskan
bahwa hukum yang dipakai oleh kekuasaan kehakiman adalah hukum yang
berdasarkan pancasila, yaitu hukum yang sifat-sifatnya berakar kepada kepribadian
bangsa. Sementara pasal 17 ayat (2) menyatakan berlakunya hukum tertulis dan tidak
tertulis.
2. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pengakuan masyarakat hukum adat secara eksplisit terdapat dalam UU No 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam pasal 6 ayat (1) secara jelas
disebutkan “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan
dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum,
masyarakat, dan pemerintah” dan dalam pasal (2) disebutkan “Identitas budaya
masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan
perkembangan zaman.”
3. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang ini menjamin hak masyarakat hukum adat untuk dapat
memohon pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam pasal
51 dijelaskan pihak yang boleh memohonkan pengujian undang-undang salah satunya
adalah kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang. Dengan adanya aturan ini, masyarakat hukum adat yang
merasa hak-haknya terlanggar karena berlakunya suatu undang-undang dapat
mengadukannya kepada mahkamah konstitusi dan dapat memohonkan pembatalan
terhadap undang-undang yang melanggar hak-hak masyarakat adat. Sudah seharusnya
6
hukum memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat seperti yang
terdapat dalam UU HAM, bukan malah menghilangkannya.
4. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau Kecil
Menurut Undang-Undang ini Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari
masyarakat adat dan masyarakat local yang bermukim di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil. Dan yang dimaksud Masyarakat Adat adalah kelompok Masyarakat
Pesisir yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena
adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau kecil serta adanya sistem nilai yang menentukan
pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.
5. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang ini secara tegas dan jelas mengakui keberadaan masyarakat
hukum adat. Dalam pasal 2 ayat (9) disebutkan “Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”. Sebagai perwujudan dari pasal 2 ayat (9) di atas,
dalam pasal 203 ayat (3) disebutkan “Pemilihan kepala desa dalam kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan yang
diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam
Perda dengan berpedoman pada peraturan pemerintah”. Pada pasal 216 juga
disebutkan “Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Sedangkan Perda wajib mengakui dan
menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa. Hasil dari undang-undang ini
adalah banyaknya perda yang mengatur mengenai masyarakat hukum adatnya
tersendiri untuk mengakui keberadaanya.
6. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua
7
Undang-undang ini mengakui keberadaan masyarakat hukum adat khususnya
di Papua. Provinsi Papua memang diberi otonomi tersendiri bahkan memiliki majelis
permusyawaratan sendiri yaitu MRP (Majelis Rakyat Papua). Berdasarkan pasal 1
huruf g, yang dimaksud MRP adalah representasi cultural orang asli papua, yang
memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli papua
dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan
perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam
undang-undang. Pembentukan MRP adalah dalam rangka penyelenggaraan otonomi
khusus di Provinsi Papua. MRP beranggotakan orang-orang Papua yang terdiri atas
wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, wakil-wakil perempuan yang jumlahnya
masing-masing sepertiga dari total anggota MRP.
2.3 Hubungan Hukum dan Hak
Hubungan hukum (rechtsverhouding/rechtsbetrekking) adalah hubungan yang terjadi
dalam masyarakat, baik antara subyek dengan subjek hukum maupun antara subjek hukum
dengan benda, yang diatur oleh hukum dan menimbulkan akibat hukum yakni hak dan
kewajiban.
Hukum itu mengatur hubungan hukum antara tiap orang, tiap masyarakat, tiap
lembaga, bahkan tiap negara. Hubungan hukum tersebut terlaksana pada hak dan kewajiban
yang diberikan oleh hukum.
Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua sisi. Sisi yang
satu ialah hak dan sisi lainnya adalah kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Sebaliknya
tidak ada kewajiban tanpa hak. Karena pada hakikatnya sesuatu pasti ada pasangannya.
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan
yang dilindungi oleh hukum. Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah
sesuatu yang patut atau layak diterima. Contoh hak : hak untuk hidup, hak untuk mempunyai
keyakinan dan lain-lain.
8
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan
kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Contoh kewajiban : Dalam jual
beli, bila kita membeli suatu barang, maka kita wajib membayar barang tersebut.
Perwujudan hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan adanya perantaraan
peristiwa hukum. Segala peristiwa atau kejadian dalam keadaan tertentu adalah peristiwa
hukum. Untuk terciptanya suatu hak dan kewajiban diperlukan terjadinya peristiwa yang oleh
hukum dihubungkan sebagai akibat. Karena pada umumnya hukum itu bersifat pasif.
Contoh : Terdapat ketentuan "barangsiapa mencuri, maka harus dihukum". Maka bila tidak
terjadi peristiwa pencurian maka tidaklah ada akibat hukum.
2.4 Hak Absolut dan Hak Relative
a. Hak mutlak ( absolute )
Hak mutlak adalah setiap kekuasaan mutlak yang oleh hukum diberikan kepada subjek
hukum untuk berbuat sesuatu atau untuk bertindak buat kepentingannya. Hak mutlak terbagi
menjadi tiga golongan, yaitu:
1.Hak asasi manusia,, yaitu hak yang diberikan oleh hukum kepada setiap manusia.
2.Hak publik absolute, misalnya hak suatu bangsa untuk merdeka dan berdaulat.
3.Sebagian dari hak privat yang terdiri atas hak pribadi manusia, hak keluarga, dan hak-hak
mengenai harta kekayaan.
b. Hak relative ( nisbi )
Hak relatif adalah setiap kekuasaan yang oleh hukum diberikan kepada subjek hukum untuk
menuntut subjek hukum lain tertentu supaya berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, atau
member sesuatu. Hak relatif juga terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1.Hak public relatif, misalnya hak Negara untuk menghukum pelanggar undang-undang.
2.Hak keluarga relatif, misalnya hak suami istri untuk tolong menolong.
3.Hak kekayaan relatif adalah semua hak kekayaan yang bukan hak kebendaan.
9
2.5 Subyek Hukum dan Obyek Hukum
Subyek Hukum
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia
dan badan hukum.
1. Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau
secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia
dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi
yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat
urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh
hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
2. Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status
"persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat
menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian,
mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan
hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat
dibubarkan.
Obyek Hukum
10
Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala
sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula
disebut sebagai benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-
tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Benda itu sendiri dibagi menjadi :
1. Berwujud / Konkrit
a. Benda bergerak
- bergerak sendiri, contoh : hewan.
- digerakkan, contoh : kendaraan.
b. Benda tak bergerak, contoh tanah, pohon-pohon dsb.
2. Tidak Berwujud/ Abstrak contoh gas, pulsa dsb.
2.6 Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum adalah kejadian / peristiwa yang akibatnya di atur oleh hukum .
peristiwa hukum di bagi 2 ( karena perbuatan subjek hukum ( manusia atau badan hukum ) &
karean bukan perbuatan subjek hukum ( karena UU contoh : kelahiran , kematian daluwarsa (
melepaskan / mendapatkan = exstinctief / akuisitief ) ) )
Menurut hukum, peristiwa hukum dibagi menjadi dua yaitu :
1. Peristiwa hukum bersegi satu, ialah peristiwa hukum yang hanya ditimbulkan oleh satu
pihak saja. Contoh : pembuatan surat wasiat, pemberian hibah.
2. Peristiwa hukum bersegi dua, ialah peristiwa hukum yang ditimbulkan oleh dua pihak atau
lebih. COntoh : perjanjian, perikatan.
Peristiwa hukum, memuat ciri-ciri:
1. peristiwa.
2. yang dalam dirinya membawa serta akibat-akibat hukum.
3. yang ditautkan pada peristiwa itu oleh hukum positif
11
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah
peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan
disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak
setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh pertama :
Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh
hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan”.
12
BAB III
PENUTUP
Perkembangan ilmu hukum saat ini mengalami kemajuan yang sengat cepat seiring
dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga setiap sarjana hukum harus
dapat menyesuaikan ilmunya untuk dapat mengimbangi perkembangan tersebut. Akan tetapi
hal tersebut telah berubah dengan meninggalkan siaft-sifat asli dari ilmu yang dipelajarinya.
Ilmu hukum adalah merupakan ilmu yang mandiri dan seharusnya dapat bekerja
sendiri sesuai dengan konsep-konsep hukum yang murni dan menghasilkan hukum yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat yang lebih modern. Oleh sebab itu ilmu hukum
harus kembali dalam konsep yang utama sebagai ilmu hukum yang murni.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam memahami ilmu hukum sebagai suatu
pengetahuan modern adalah dengan mengembalikan ilmu hukum kedalam eksistensinya
sebagai kesatuan ilmu pengetahuan yang akan dipelajari dan dikaji sebagaimana mestinya.
1. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan mengenai peristilahan hukum dalam bahasa hukum Indoensia
tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Pemaknaan peristilahan hukum dalam praktik di masyarakat ternyata tidak selalu tepat,
bahkan ada beberapa istilah yang penggunaannya sama sekali tidak tepat sehingga makna
sesungguhnya menjadi hilang sama sekali.
b. Dari sisi teori kebenaran dan keadilan beberapa peristilahan hukum ada yang dapat
dibenarkan, namun banyak yang tidak dapat dibenarkan karena sangat kontekstual tergantung
dari sudut mana kita memandangnya dan standar apa yang kita pakai untuk mengukur
kebenarannya.
13
2. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah perlu adanya perhatian dari
pemerintah untuk meluruskan istilah yang dimaknai salah dalam praktik, misalnya dengan
membuat undang-undang sebagai pedoman. Di samping itu peran serta masyarakat juga
masih diperlukan, misalnya dari kalangan akademisi dan profesional yang memang
mengetahui makna istilah tersebut untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Diharapkan kalangan praktisi tidak turut melestarikan penggunaan istilah yang salah kaprah,
hanya karena dunia praktis sudah terlanjur terus menerus menggunakan suatu istilah dengan
tidak tepat.
14
DAFTAR REFERENSI
http://wisnu.blog.uns.ac.id/2009/12/22/inventarisasi-dan-analisis-pengaturan-
masyarakat-hukum-adat-dan-hukum-adat-dalam-undang-undang-di-indonesia/
http://new-article-artikel.blogspot.com/2012/01/dasar-perundang-undangan-
berlakunya.html
http://buntetpesantren.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=1327:adat-dan-
kebiasaan&catid=16:opini&Itemid=40
http://noexs.blogspot.com/2009/05/ilmu-hukum.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2109094-hubungan-hukum-dengan-hak/
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/hak-dan-kewajiban.html
http://id.shvoong.com/travel/2077890-subyek-hukum-dan-obyek-hukum/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2289694-pengertian-dan-definisi-
peristiwa-hukum/
http://info-makalah.blogspot.com/2011/07/pengantar-hukum-indonesia.html
http://makalah-kita.blogspot.com/2009/03/makalah-pengantar-ilmu-hukum.html
http://blognyayuwwdi.blogspot.com/2011/11/menggali-makna-peristilahan-hukum-
dalam.html
15