makalah bahasa indonesia.doc
TRANSCRIPT
MAKALAH BAHASA INDONESIABAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT PEMERSATU
BANGSA
Disusun Oleh :
ARMANDHO ATMA P L2L 006 005DINI ANDRIANI L2L 006 010DITTA GRIFTHIANA R L2L 006 011HADI SYUHARA L2L 006 020HIDAYAT SYAH PUTRA L2L 006 024
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2007
BAB ILATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia adalah kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas
13.667 pulau. Penduduknya memiliki bahasa dan dialek lisan dan tertulis
sekitar 250 jenis. Sebelum Indonesia merdeka bahasa Indonesia perperan
sebagai bahasa pemersatu antar etnis di Nusantara, dan secara historis
bahasa Indonesia merupakan bagian dari bahasa Austronesia. Keluarga
bahasa Austronesia, terdiri atas: (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa
Melanesia, (3) Bahasa Polinesia, dan (4) Bahasa Mikronesia. Bahasa
Indonesia dipakai di segenap Wilayah Nusantara, termasuk daerah-
daerah di luarnya seperti Philipina, Campa, Kamboja, Madagasakan, dan
Fiji (Asmito, 1988: 48).
Terdapat suatu mata rantai aktivitas masyarakat Nusantara yang
mengantarkannya untuk mengadopsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar di dunia bisnis, pendidikan, politik, dan agama. Perkembangan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia diawali dengan bahasa
perdagangan di daerah-daerah pelabuhan Nusantara, kemudian
dipergunakan pula dalam penyebaran agama Islam. Pertentangan-
pertentangan setempat yang timbul sehubungan dengan kedatangan
kaum kolonialis Eropa dan berakhir dengan perjanjian dagang maupun
politik juga menggunakan bahasa Melayu di samping bahasa Belanda
(Poesponegoro, 1984: 279). Di bidang pendidikan, setelah didirikannya
sekolah bumiputra oleh Pemerintah Hindi Belanda pada mulanya
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, tetapi sejak
abad XX, untuk kepentingan daerah jajahan yang memerlukan tenaga
rendahan yang mengerti bahasa Belanda, akhirnya mengeser bahasa
Melayu. Meskipun terjadi persaingan dalam merebut pengaruh, tetapi
karena sesuai dengan jiwa dan semangat nasionalisme dan patriotisme,
justru bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perjuangan, artinya
pemanfaatan bahasa Indonesia menunjukkan suatu perjuangan untuk
melawan kaum penjajah yang memaksakan kehendaknya melalui
penyebaran bahasa Belanda. Dalam persaingan tersebut, bahasa
Indonesia berhasil menarik simpati masyarakat Indonesia, dan
menempatkannya sebagai alat pemersatu untuk berjuang secara politik,
ideologi, dan budaya.
Bahasa Indonesia yang semula terbatas pada Etnis Melayu,
kemudian berkembang menjadi bahasa golongan masyarakat yang silih
berganti muncul dan berkembang sepanjang sejarah Indonesia. Dari
bahasa pergaulan kemudian menjadi bahasa perdagangan, bahasa untuk
menyebarkan agama, bahasa perjanjian dagang dan politik, bahasa pers,
sastra dan politik. Selanjutnya atas dorongan pemuda dan elit Indonesia
baru menjadi bahasa persatuan nasional Indonesia. Pernyataan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional itu telah
menempatkan bahasa Indonesia pada posisi yang amat strategis pada
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam kedudukannya itu
bahasa Indonesia berfungsi, antara lain, sebagai lambang kebanggaan
dan identitas nasional serta sebagai alat pemersatu berbagai kelompok
etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasa ke dalam
satu kesatuan bangsa.
Namun, perjuangan-perjuangan yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa, nampaknya mulai memudar
keberadaannya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya penggunaan
bahasa asing di Indonesia, contohnya dapat dilihat pada sekolah-sekolah
di Indonesia yang bertaraf Internasional yang menggunakan bahasa asing
sebagai bahasa pengantar dalam pembelajarannya. Selain itu, sebagai
alat pengungkap rasa dan ilmu yang tumbuh dan terus berkembang,
bahasa Indonesia tentu saja tidak terhindar dari sentuhan dan pengaruh
masyarakat yang memahaminya, baik berupa perubahan nilai dan struktur
maupun berupa tingkah laku sosial lainnya. Sehingga hal ini dapat
menyebabkan persentuhan yang menimbulkan keanekaragaman. Tanpa
pembinaan yang hati-hati dan saksama, tidak mustahil sebagian ragam-
ragam itu menyimpang terlalu jauh dari poros inti bahasa kita. Selaras
dengan ragam yang menyimpang itu, terdapatlah cukup banyak pemakai
bahasa Indonesia yang belum dapat mempergunakan bahasa itu dengan
baik dan benar. Termasuk di antara mereka adalah para mahasiswa dan
pengajar di perguruan tinggi, para cendekiawan, dan para pemimpin yang
menduduki jabatan yang penting.
BAB IIPERMASALAHAN
II.1 Demam Beringgris
Kurang cintanya bangsa Indonesia dengan bahasa sendiri,
tercermin dari kata-kata seperti bus way, three in one, in, out, dan
stop, yang terpajang dimana-mana. Demam beringgris-inggris ria,
yang dengan tepat disebut nginggris oleh Remy Silado dalam
bukunya Bahasa Menunjukkan Bangsa, memang sudah telanjur
dianggap tren.
Sebuah sanksi, biasanya dapat mempan membuat orang
jera. Bagi media yang tetap bersikeras tidak menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, sanksinya bisa berupa penyulitan
mendapatkan surat izin terbit atau surat izin tayang. Bahasa dalam
novel, buku, majalah, film, atau acara TV produk lokal yang
menggunakan bahasa Inggris atau bahasa lain selain bahasa
Indonesia akan diganti dengan bahasa Indonesia.
Jadi, tayangan Metro Sport baru bisa ditayangkan bila
diganti Olahraga Metro, dan judul film yang kita temukan tidak lagi
Jakarta Under Cover, Beauty Case, Me Vs High Heels atau Eiffel,
I’m in Love.
Selain para pembuat film, novel, buku, dan acara TV yang
kebagian tugas mencari alternatif untuk judul produk mereka, tugas
serupa juga diemban oleh pemilik bangunan untuk menghapus
nama depan The pada The Plaza Semanggi.
II.2 Bangsa Indonesia Tidak Pernah Berbangga dan Mencintai Bahasanya Sendiri
Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia,
seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa
menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan
lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki
bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang
terjadi, tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia
belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa
menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang
bahasa Inggris) masih terus menampak pada sebagian besar
bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih
tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka
seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.
II.3 Keanekaragaman Bahasa yang Menimbulkan Penyimpangan
Tanpa pembinaan yang hati-hati dan saksama, tidak
mustahil sebagian ragam-ragam itu menyimpang terlalu jauh dari
poros inti bahasa kita. Selaras dengan ragam yang menyimpang
itu, terdapatlah cukup banyak pemakai bahasa Indonesia yang
belum dapat mempergunakan bahasa itu dengan baik dan benar.
Termasuk di antara mereka adalah para mahasiswa dan pengajar
di perguruan tinggi, para cendekiawan, dan para pemimpin yang
menduduki jabatan yang berpengaruh. Hal ini tampak, antara lain,
pada:
1. pemakaian kalimat, tanda baca, dan pengelompokan wacana
yang tidak mengungkapkan jalan pikiran yang jernih, logis, dan
sistematik;
2. pemakaian istilah asing untuk menggantikan kosa kata yang
telah ada, yang memiliki ciri-ciri semantik yang sama, dan yang
telah urnum dipakai;
3. pemakaian istilah teknis yang tidak seragam dalam ilmu
pengetahuan;
4. pengucapan kata yang meny impang dari kaidah yang dianggap
baku;
5. pengejaan kata atau frase yang tidak taat asas.
II.4 Bahasa Indonesia Tidak Lagi sebagai Alat Pemersatu Bangsa
Penilaian yang rendah terhadap bahasa Indonesia masih
kelihatan pada bangsa Indonesia. Kegemaran bangsa Indonesia
memakai istilah asing dan tidak mencoba menggali kosa kata
bahasa Indonesia merupakan indikasi ke arah ini. Bahkan, bahasa
Indonesia tidak lagi sebagai alat pemersatu, tetapi sebagai alat
pemecah belah bangsa. Kelompok penguasa menggunakan
bahasa sebagai alat untuk kepentingan kekuasaannya. Penguasa
memanfaatkan 'tenaga bahasa' secara besar-besaran untuk
mempengaruhi khalayak agar mendukung kekuasaannya.
Pendekatan kebahasaan dalam politik menjadi penting bagi
kelanggengan sebuah kekuasaan. Bahasa menjadi strategi dan
ekspresi kekuasaan untuk memberikan pemahaman kepada rakyat
bahwa mereka adalah penguasa yang terbaik. Pola pemikiran
masyarakat didikte melalui bahasa. Bahasa pun tidak lebih hanya
sebagai sebuah ruang bagi pergelaran kekuasaan.
BAB IIIMANFAAT
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa, bahasa
Indonesia telah terbukti menyatukan berbagai golongan dan etnis ke
dalam satu kesatuan bangsa Indonesia, sebagaimana tercetus dalam
pernyataan sikap politik pemuda Indonesia pada Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, 79 tahun yang lalu. Kata Indonesia menjadi identitas suatu
wilayah, bangsa, dan bahasa, yaitu
(1) tanah air Indonesia,
(2) bangsa Indonesia, dan
(3) bahasa Indonesia.
Pernyataan "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia"
merupakan pengakuan terhadap banyak bahasa di Indonesia (746
bahasa). Pernyataan itu adalah :
(1) menempatkan keutamaan bahasa Indonesia di atas bahasa-
bahasa lain dalam konteks kenasionalan,
(2) bahasa- syarakat pbahasa daerah tetap memiliki hak hidup di
tengah-tengah maendukungnya,
(3) masyarakat penutur bahasa-bahasa daerah itu merupakan
rakyat yang mendiami wilayah kepulauan dalam satu kesatuan
tanah air Indonesia.
Pernyataan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau
bahasa nasional itu telah menempatkan bahasa Indonesia pada posisi
yang amat strategis pada kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Dalam kedudukannya itu bahasa Indonesia berfungsi, antara lain, sebagai
lambang kebanggaan dan identitas nasional serta sebagai alat pemersatu
berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan
bahasa ke dalam satu kesatuan bangsa. Bahasa Indonesia memiliki
potensi dalam mengatasi permasalahan kesiapan memasuki tatanan
kehidupan global, seperti perdagangan bebas ataupun teknologi
informasi. Perdagangan bebas ataupun teknologi informasi menggunakan
sarana komunikasi. Di situlah bahasa Indonesia dapat memainkan peran,
yaitu sebagai bahasa pengantar dalam perdagangan bebas di Indonesia,
bahkan di kawasan Asia Tenggara.
Untuk memenuhi peran itu, perlu dilakukan peningkatan mutu daya
ungkap dan pemantapan sistem tata bahasa ataupun sistem tulis (ejaan).
Peningkatan mutu daya ungkap dilakukan melalui pemekaran kosakata.
Baik kata maupun istilah harus dipacu pengembangannya sejalan dengan
perkembangan yang terjadi dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi
serta perkembangan masyarakat penuturnya.
Sementara itu, sistem pembentukan kata ataupun kalimat perlu
dimantapkan agar tahan terhadap berbagai perubahan. Demikian juga
sistem tulis atau ejaan perlu dimantapkan demi menampung berbagai
perkembangan kosakata/istilah ataupun sistem tata bahasa.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
perdagangan bebas ataupun pengantar teknologi informasi akan
menunjukkan lambang jati diri bangsa. Oleh karena itu, pemakaian
bahasa pengantar dalam media internet, misalnya, akan memperlihatkan
identitas kebangsaan Indonesia yang sekaligus menjadi kebanggaan
nasional. Untuk meningkatkan peran ke arah itu, perlu dilakukan upaya
peningkatan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia melalui
peningkatan mutu penggunaannya.
Peningkatan mutu SDM generasi pelapis perlu disiapkan sebagai
pelaku dalam tatanan kehidupan global tahun 2020. Upaya itu dilakukan
lewat berbagai kegiatan bahasa dan sastra melalui jalur pendidikan dasar,
menengah, dan pendidikan tinggi. Jalur itu amat penting ditempuh demi
penanaman dan peningkatan sikap positif generasi pelapis terhadap
lambang jati diri bangsa.
Di sisi lain, peningkatan sikap positif masyarakat luas dilakukan
melalui pemasyarakatan penggunaan bahasa Indonesia. Upaya itu dapat
dilakukan melalui penyediaan berbagai buku panduan yang dapat
memberi petunjuk penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar
serta melalui penyuluhan langsung kepada aparatur pemerintah, tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, penulis, penerjemah, insan pers,
guru, dan sebagainya.
Melalui berbagi upaya itu diharapkan masyarakat merasa ikut
memiliki lambang jati diri bangsa Indonesia. Rasa ikut memiliki itu akan
mengukuhkan rasa persatuan terhadap satu tanah air, satu negara
kesatuan, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu bendera, satu
lambang negara, dan satu lagu kebangsaan. Pada gilirannya rasa
persatuan itu akan menjauhkan perpecahan bangsa sekalipun berada
dalam era reformasi dan globalisasi.
BAB IVPEMBAHASAN MASALAH
IV.1 Bahasa Inggriskah sebagai Bahasa Ibu Bangsa Indonesia?
Apakah gerangan yang menyebabkan kita tidak bangga berbahasa Indonesia? Mengapa kita tidak seperti Jepang dan Prancis, yang bangga dengan bahasa yang merupakan ciri khas bangsa mereka? Di mana letak kekurangan bahasa Indoensia yang telah kita sepakati akan dijunjung? Padahal kosakata yang tersedia sudah banyak, sehingga kita tidak perlu lagi menggunakan bahasa orang lain. Itulah penyakit Bangsa Indonesia yang sangat sulit melestarikan bahasanya sendiri. Berbagai tulisan dengan Bahasa Inggris sering sekali kita jumpai di banyak tempat, seharusnya pemerintah tidak hanya tinggal diam mengenai masalah ini. Walaupun masalah ini dianggap tidak penting, tetapi dapat mengakibatkan dampak yang besar bagi bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita menyadari akan pentingnya bahasa Indonesia yang merupakan alat pemersatu bangsa. Seharusnya pemerinah dapat mengambil langkah yang tepat seperti penggunaan nama sarana umum dengan menggunakan bahasa Indonesia, seperti bus way. Alangkah baiknya jika nama tersebut diganti dengan nama yang menggunakan bahasa Indonesia.
IV.2 Bahasa Indonesia Sebagai Identitas dan Jatidiri Bangsa Indonesia
Bahasa Indonesia yang sering dianggap remeh oleh siswa
atau mahasiswa di Indonesia, ternyata sudah diajarkan di 50
negara di dunia dengan jumlah tenaga pengajar asing yang
semakin bertambah banyak. Sudah saatnya bahasa Indonesia
dikelola secara seksama yang tentunya mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi, sehingga mampu menjembatani sistem nilai
yang mengalami pertumbuhan dalam pergaulan antar bangsa,
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif antar
bangsa karena lewat bahasa dapat ditumbuhkan saling
pemahaman antar budaya dan adat istiadat, yang pada gilirannya
mampu menambah pengertian dan kerjasama antar bangsa.
Sayangnya, bangsa kita tidak pernah berbangga dan mencintai
bahasa sendiri, malah bangsa internasional yang lebih banyak
memberikan apresiasi. Warga Indonesia sebagai bangsa sudah
saatnya secara jujur merenungkan mengapa setelah 61 tahun
merdeka tidak dapat maju, bahkan bangsa-bangsa lain yang
tadinya belajar dari Indonesia bisa lebih maju daripada Indonesia.
Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat tersebut kalau tidak
diperbaiki akan berakibat perkembangan bahasa Indonesia
terhambat. Sebagai warga negara Indonesia yang baik,
sepantasnyalah bahasa Indonesia itu dicintai dan dijaga. Bahasa
Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena
bahasa Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri
bangsa Indonesia. Setiap orang Indonesia patutlah bersikap positif
terhadap bahasa Indonesia, janganlah menganggap remeh dan
bersikap negatif. Setiap orang Indonesia mestilah berusaha agar
selalu cermat dan teratur menggunakan bahasa Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mestilah
dikembangkan budaya malu apabila meraka tidak
memperguanakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Anggapan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipenuhi
oleh kata, istilah, dan ungkapan asing merupakan bahasa
Indonesia yang “canggih” adalah anggapan yang keliru. Begitu
juga, penggunaan kalimat yang berpanjang-panjang dan berbelit-
belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan cara berpikir orang
yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang menggunakan
bahasa dengan kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan
jalan pikiran yang kacau-balau pula. Sebaliknya, apabila seseorang
menggunakan bahasa dengan teratur, jelas, dan bersistem, cara
berpikir orang itu teratur dan jelas pula. Oleh sebab itu, sudah
seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa
Indonesia yang teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan
pikiran orang Indonesia (sebagai pemilik bahasa Indonesia) juga
teratur dan mudah dipahami orang lain.
IV.3 Perlu Standardisasi Bahasa Indonesia yang Baik & Benar
Pengaruh struktur bahasa daerah sering kita jumpai dalam
bahasa Indonesia dewasa ini. Pengaruh bahasa daerah (bahasa
ibu) pada seseorang sangat besar, dapat kita pahami. Kadang-
kadang itu terjadi pada seseorang dengan tidak disadari. Struktur
bahasa ibu yang mempengaruhi bahasa seseorang yang bilingual
(dwibahasawan) tidak dapat diabaikan. Apalagi bagi pengguna
bahasa daerah yang bahasanya serumpun dengan bahasa
Indonesia, kemungkinan terjadinya interferensi antara bahasa-
bahasa itu sangat besar. Misalnya, seseorang menggunakan kata-
kata bahasa Indonesia dengan menggunakan struktur bahasa
daerah, seperti pada kalimat, a) Mobilnya kakak saya sudah dijual
(pengaruh bahasa Jawa), b) Cerpen itu ditulis oleh saya (pengaruh
bahasa Sunda).
Oleh karena itu, perlu standardisasi bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Yang dimaksud standardisasi bahasa adalah penetapan
norma-norma atau aturan dalam bahasa. Standardisasi bahasa
juga berarti pemilihan salah satu variasi bahasa. Selama variasi-
variasi yang timbul karena perkembangan bahasa itu tidak
distandarkan, selama itu pula kita tidak dapat melepaskan diri dari
pertentangan salah dan benar. Yang berpegang pada norma lama
akan tetap mengatakan bentukan baru yang menyimpang itu salah,
sedangkan golongan modern yang melihatnya dari segi
sosiolinguistik akan mengatakan bahwa tumbuhnya variasi bahasa
itu adalah sesuatu yang wajar.
IV.4 Bahasa Indonesia tidak lagi dapat mempersatukan bangsa
Dewasa ini bahasa Indonesia sering dipakai tidak lagi sesuai
dengan tujuan awalnya sebagai pemersatu bangsa melainkan
hanya digunakan sebagai alat untuk kepentingan kekuasaannya.
Sebagai sebuah strategi, bahasa yang digunakan penguasa untuk
mengekalkan kekuasaannya ada beberapa bentuk yaitu:
1. Kata Kunci, yaitu kata-kata yang digunakan oleh penguasa
dalam mengungkapkan gagasannya. Misalnya kata
pembangunan, Pancasila, persatuan dan kesatuan, G30S/PKI,
stabilitas nasional, kebudayaan nasional, pertumbuhan ekonomi,
adil makmur dan lain-lain untuk memberikan makna kunci bahwa
mereka terbaik dan yang lain tidak baik.
2. Kata Topeng, yaitu bahasa dengan penghalusan semantik
secara berlebihan sehingga semuanya terasa baik, tetapi makna
sesungguhnya tertutup. Misalnya kata 'pembinaan' yang artinya
peningkatan kualitas sesuatu selalu didengungkan sehingga
opini masyarakat terbentuk dengan kata itu. Dalam
pengejawantahannya pembinaan diartikan menghambat.
3. Monopoli Semantik adalah penguasa menjadi penafsir tunggal
yang memaksakan kehendaknya terhadap suatu teks yang
sebetulnya memiliki banyak penafsiran. Misalnya Pasal 7 UUD
1945 tentang jabatan presiden dan wakil presiden ditafsirkan
rezim orde baru bahwa presiden dan wakil presiden boleh
menjabat sampai batas waktu yang tertentu.
4. Penghalusan (eufemisme), adalah proses penghalusan makna.
Seharusnya eufemisme digunakan dalam pembicaraan agar
orang tidak tersinggung, namun oleh penguasa eufemisme
digunakan untuk menutupi keburukannya dengan cara
menyembunyikan makna. Padahal sebenarnya penguasa itu
kasar, brutal, bombastis dan jelek. Karena eufemisme tidak ada
kesan jelek di sana. Misalnya kata korupsi dihaluskan dengan
kata penyalahgunaan wewenang.
5. Pengasaran (puffery) adalah pengasaran dari suatu konsep.
Penguasa memberi makna yang berlebihan terhadap suatu
konsep. Misalnya dalam pidato Soekarno disebuttkan Indonesia
adalah bangsa yang besar yang dapat mengatasi masalah
kemiskinan. Dengan kalimat itu orang beranggapan bahwa
Indonesia ini tidak melarat. Padahal kalimat ini untuk menutupi
kegagalannya dalam membangun ekonomi.
6. Bahasa baru (newspeak) adalah manipulasi terhadap pengertian
yang lazim atas satu kata atau istilah. Caranya dengan
menjungkirbalikkan pemahaman masyarakat yang lazim dengan
satu kata atau istilah, sihingga yang dipahami oleh mereka
hanya makna yang salah. Misalnya pemilihan umum digantikan
pesta demokrasi, sehingga orang pun menganggap bahwa
pemilihan umum hanya keramaian laksana pesta dan melupakan
esensi pemilihan umum.
7. Pemilihan (kategorosasi), adalah penggolongan berbagai
tindakan atau keadaan ke dalam suatu konsep tertentu. Misalnya
tindakan unjuk rasa dan pemogokan digolongkan tidak
konstitusional dan tidak Pancasila.
8. Pemberian nama (labelling) adalah pemberian nama terhadap
satu tindakan dengan tujuan menyudutkannya, karena
keberadaannya mengancam pemerintah yang sedang berkuasa.
Misalnya gerakan politik umat Islam diberi label separtisme,
terorisme, dan lain-lain.
BAB VKESIMPULAN
Berkurangnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena diakibatkan
oleh seringnya penggunaan bahasa asing yang dianggap lebih populer.
Hal itu juga diakibatkan karena pola hidup dan kebudayaan masyarakat
Indonesia yang sudah mulai meniru kebudayaan dari barat. Selain itu
hampir sudah tidak ada lagi orang Indonesia yang merasa bangga dan
mencintai bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia tidak dapat lagi
dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa.
Oleh karena itu sebagai awal dari upaya untuk kembali
melestarikan dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu
bangsa, kita sebagai orang Indonesia hendaknya selalu menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam setiap kesempatan yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Mansur. 2006. Bahasa Indonesia dan Era Globalisasi. Malang :
Universitas Negeri Malang.
http://www.waspada.co.id
http://balaikajian.melayuonline.com/
http://www.Republika.co.id
http://www.wikimu.com/News
http://www.pikiran-rakyat.com
http://www.suaramerdeka.com