makalah asuhan keperawatan anak kebutuhan khusus
DESCRIPTION
asuhan keperawatanTRANSCRIPT
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT ANAK KEBUTUHAN
KHUSUS
PERAN DENTAL HYGIENIS DALAM PEMELIHARAAN RONGGA MULUT
UNTUK PASIEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Oleh
Kelompok 1
Qurotul
FARISAH RAUDINA F (14/368727/KG/09961)
NAFIA KHAIRUNNISA H (14/368729/KG/09962)
DINI HAPSARI (14/368730/KG/09963)
ELVIRA PURNAMA SARI (14/
TRIA NURDIAN TINI
SILFIA ANDINI P.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN GIGI
FAKUKTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PERAN DENTAL
HYGIENE DALAM PEMELIHARAAN RONGGA MULUT UNTUK PASIEN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS”.
Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari bantuan teman-teman semua yang telah
membantu untuk menyelesaikan makalah, memberikan ide-ide, maupun pemikiran. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami meminta maaf atas segala kekurangan pada makalah ini karena kami masih
dalam tahap pembelajaran. Maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan
untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang. Semoga segala ilmu yang tidak ternilai
harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin.
Yogyakarta, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Profesi perawat gigi mempunyai kompetensi sebagai dental hygienist yang berperan
dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien. Pasien-pasien tertentu terkadang
memiliki masalah sehubungan dengan usia, hambatan fisik, psikologis dan mental yang
menghambat kemampuan pasien tersebut dalam mencapai status kesehatan gigi yang optimal.
Seseorang dengan hambatan fisik, psikologis dan mental seringkali diberi label ‘cacat’
padahal sebetulnya mereka tidak mau disebut cacat. Banyak pemberi jasa layanan kesehatan
khususnya dokter gigi dan perawat gigi menolak untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada mereka padahal secara hukum mereka mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Pasien dengan kebutuhan khusus tersebut
memerlukan penanganan secara khusus pula hal ini tentu saja berimbas kepada perawat gigi
yang dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi secara profesional. Makalah
ini dibuat dan dipresentasikan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan perawat gigi
(dental hygienist) tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada pasien yang
berkebutuhan khusus.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari pasien dengan kebutuhan khusus ?
2. Bagaimana perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien dengan kebutuhan khusus ?
3. Bagaimana peranan dental hygienist dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
untuk pasien anak berkebutuhan khusu ?
1.3 TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian dari pasien anak kebutuhan khusus
2. Dapat menjelaskan perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien dengan kebutuhan
khusus
3. Dapat menjelaskan peranan dental hygienist dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut unuk pasien anak berkebutuhan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pasien Dengan Kebutuhan Khusus (Special Needs Patient/Special Care
Patients)
Definisi mengenai pasien dengan kebutuhan khusus, menurut Christensen (2005)
pasien dengan kebutuhan khusus (special care patients atau patients who have special oral
hygiene needs) adalah individu yang memiliki keterbatasan (disability) dalam upaya
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulutnya. Pasien dengan kebutuhan khusus juga dapat
diartikan sebagai berikut:
1. Seseorang karena penyakit yang diderita serta perawatannya, adanya keterbatasan
(disability/impairments) serta gaya hidupnya menyebabkan resiko tinggi Oral
hygiene yang buruk.
2. Seseorang jika akan dilakukan perawatan kesehatan gigi dapat berakibat buruk
terhadap kondisi sistemiknya atau bahkan kelangsungan hidupnya.
Menurut Scully (2007), Pasien dengan kebutuhan khusus ini membutuhkan perawatan
kesehatan gigi yang khusus pula dan berbeda-beda pada tiap individu. Umumnya kesehatan
gigi dan mulut pada pasien dengan kebutuhan khusus ini kurang mendapatkan perhatian atau
bahkan diabaikan baik oleh pasien tersebut dan pengasuhnya/orang yang merawatnya
sehingga biasanya derajat kesehatan gigi dan mulutnya rendah. Situasi ini diakibatkan adanya
hambatan yang timbul dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang berasal dari pasien dan keluarganya yaitu:
a. Akibat penyakitnya/keterbatasan fisik ataupun mental
b. Akibat terapi yang didapat sehingga menyebabkan pasien tidak memperhatikan
kesehatan gigi dan mulutnya,
c. Akibat kurangnya pengetahuan kesehatan gigi dan mulut baik pasien maupun
orang tua/pengasuhnya
d. Faktor ekonomi.
2. Faktor-faktor yang berasal dari tim kesehatan gigi (dokter gigi dan perawat gigi/dental
hygienist) dapat berupa:
a. Kurangnya pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam menangani pasien
dengan kebutuhan khusus yang menyebabkan dokter gigi dan perawat gigi tidak
mau merawatnya.
b. Kondisi ruang praktek dan ruang tunggu yang kurang nyaman dan aman, terutama
untuk pasien dengan kondisi fisik yang membutuhkan fasilitas khusus dan
kenyamanan dan keamanan baik bagi pasiennya sendiri maupun bagi tim
kesehatan giginya. Kondisi ini berakibat pasien enggan atau tidak dapat datang ke
klinik gigi.
B. Perawatan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pasien Dengan Kebutuhan Khusus
Kebersihan gigi dan mulut (oral hygiene) merupakan suatu pemeliharaan kebersihan
dan hygiene struktur gigi dan mulut melalui sikat gigi, stimulasi jaringan, pemijatan gusi,
hidroterapi, dan prosedur lain yang berfungsi untuk mempertahankan gigi dan kesehatan
mulut (Dorlan, 2002). Perawat gigi pada pasien kebutuhan khusus merupakan sesuatu yang
menyenangkan jika dapat menghasilkan hasil yang baik. Tujuan pemeriksaan perawatan dari
pasien berkebutuhan khusus harus berorientasi terhadap ketidak mempuan cacatnya dan
dilakukan secra hati-hati. Perawatan gigi dilaksanakan untuk mencapai kesehatan manusia
seutuhnya dan berorientasi terhadap pencegahan penyakit gigi (Smith,1981).
Pada penderita yang tidak berdaya perawat tidak boleh lupa memberikan perhatian
khusus pada mulut penderita. Pengumpulan lendir dan terbentuknya kerak pada gigi dan bibir
dikenal sebagai sordes. Jika terbentuk sordes atau lidahnya berlapis lendir menunjukan kalau
kebersihan rongga mulutnya kurang (Wolf, 2004).
Hal pertama yang harus dilakukan dalam perawatan pasien ini adalah melakukan
anamnesa dengan secermat mungkin. Riwayat kesehatan umum maupun riwayat kesehatan
gigi pasien harus benar-benar ditanyakan dengan teliti, jangan sampai ada yang terlewat atau
bahkan sengaja disembunyikan oleh pasien. Obat-obatan yang dimakan, riwayat alergi semua
harus ditanyakan dan ditulis dengan lengkap pada rekam medis pasien. Dental hygienist
harus teliti dalam melakukan pemeriksaan rongga mulut karena terdapat hubungan yang erat
antara kondisi rongga mulut dengan keadaan kesehatan secara sistemik. Penyakit kronis
maupun tertentu sering bermanifestasi dalam rongga mulut (oral manifestations) seperti
diabetes mellitus, penyakit karena gangguan hormonal, penyakit darah dan sebagainya. Bila
terdapat manifestasi oral maka perawat gigi sebagai dental hygienist wajib melakukan
rujukan agar pasien mendapatkan pemeriksaan medis (ke dokter /spesialis sesuai dengan
penyakit yang bersangkutan) (Darby, 2003).
Setelah diagnosa ditegakkan baru kemudian dibuat rencana perawatan yang sesuai
dengan penyakit dan kondisi pasien. Pada pasien dengan kebutuhan khusus ini dibutuhkan
kerjasama baik antara tim (dokter gigi dan perawat gigi) maupun dengan tenaga kesehatan
lainnya (dokter spesialis, anestetik, ahli gizi dan sebagainya) (Darby, 2003).
Inform Consent atau persetujuan dari pasien mutlak harus dilakukan sebelum
perawatan gigi dan mulut. Pasien harus diberi penjelasan mengenai penyakitnya juga
alternatif perawatan yang akan/dapat diberikan kepadanya. Pada pasien anak-anak (umur
kurang dari 18 tahun), atau pasien yang karena penyakitnya tidak dapat membuat keputusan
yang dapat pertanggungjawabkan secara hukum (contohnya pada pasien dengan kelainan
jiwa, pasien yang pikun/demensia, pasien dengan keterbelakangan mental yang berat), inform
consent dilakukan oleh orang tua atau pengasuh (care givers). Peran dental hygienist tidak
sama dengan dental asisten, pada situasi tidak ada dokter gigi, menjadi bertanggungjawab
atas keselamatan pasiennya, mulai dari anamnesa, sehingga harus dapat bekerja sama secara
intra ataupun interdisipliner seperti tercantum dalam Dental Hygienist – Theory and Practice
(Darby, 2003).
Menurut Eriska Riyanti (2005) keberhasilan perawatan gigi dan mulut serta
pencegahan penyakit periodontal pada anak down syndrome sangat berpengaruh pada
perilaku orang tua. Artinya para orang tua harus menanamkan kedisiplinan kepada
mereka dalam membersihkan rongga mulut. Bila sejak dini sang anak terbiasa
membersihkan rongga mulut, dia tidak akan berontak atau teriak sekuat tenaga jika
suatu hari dibawa ke pelayanan kesehatan gigi, memang tak bisa sekaligus berhasil
dalam menanamkan kebiasaan tersebut, orang tua harus gigih dan terus menerus
memperkenalkan hal itu kepada anak, terlebih lagi membuat mengerti anak yang
menderita down syndrome bukanlah hal perkara yang mudah, keluarga di rumah harus tetap
tekun dan bersabar mengajari cara bersikat gigi yang baik dan benar kepada seorang
anak down syndrome, sebab pada intinya mereka di pahamkan bahwa rongga mulutnya
harus selalu sehat. Peran utama ibu di keluarga sebagai pengarah kesehatan dan pemberi
layanan kesehatan utama maka ia berfungsi sebagai model utama dalam pembuat
keputusan akan kesehatan, pendidik, konselor, dan pemberi layanan kesehatan pada
kelurganya (Litman,1974). Pada model ini seorang ibu dapat membatasi dan
menentukan seharusnya pencegahan dari efek sakit yang dialami oleh keluarga, ia juga
bisa lebih mengontrol kepada anaknya untuk mendapatkan pencegahan primer atau kuratif
( Aday & Eichhorn, 1972).
C. Peran Dokter Gigi dan Orang Tua
Inti dari perawatan gigi pada anak berkebutuhan khusus adalah waktu dan kesabaran.
Orang tua harus sedini mungkin membawa anaknya ke dokter gigi sebelum merasakan sakit
gigi, dengan demikian dokter bisa memberi arahan untuk mengoptimalkan fungsi rongga
mulut anak untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Orang tua dianjurkan untuk membawa
anak ke dokter gigi saat usianya mencapai 18 bulan atau saat sudah ada gigi susu yang
tumbuh. Cukup datang untuk konsultasi, walau tidak ada tindakan yang diambil karena orang
tua akan diajarkan cara membersihkan gigi dan rongga mulut anak. Perawatan pasca
kunjungan ke dokter tidak kalah penting dalam perawatan gigi anak berkebutuhan khusus.
Orang tua dan pengasuh harus tetap tekun dan sabar mengajarkan cara menyikat gigi yang
baik dan benar kepada mereka (Adiningrum,2014)
Anak dengan retardasi mental pada umumnya memiliki kesehatan rongga mulut yang
rendah serta oral hygiene yang buruk, salah satunya adalah tingkat terjadinya karies pada
anak dengan retardasi mental yang sangat tinggi dibanding 1 2 dengan anak tanpa retardasi
mental, ini didasari oleh anak tanpa retardasi mental memiliki tingkat pemahaman yang lebih
baik daripada anak dengan retardasi mental (Natasha, 2007). Sehingga perlu adanya
pengetahuan ibu terhadap asupan yang sempurna serta pemeliharaan kebersihan gigi anak
dengan retardasi mental, dilihat dari perkembangan serta pola kehidupan setiap anak pada
awal kehidupanya sangat tergantung pada orang tua terutama ibu, yang melahirkan dan yang
pertama membantu segala keperluanya. Jika sejak usia dini, yang diterima anak adalah
suasana yang tidak menunjukkan perilaku yang sadar akan pentingnya gizi serta pengetahuan
kesehatan gigi, maka akan dapat menurunkan kesehatanya, salah satunya dalam bidang
kesehatan gigi. Oleh karena itu, ibu memiliki peranan penting dalam pengawasan dan
pembiasaan mengenai menjaga kebersihan gigi dan pengawasan asupan gizi secara optimal.
D. Peranan Dental Hygienist Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Perawat gigi sebagai dental hygenist merupakan anggota dari tim kesehatan gigi yang
salah satu tugasnya adalah memelihara kesehatan gigi dan mulut pasiennya serta mencegah
timbulnya penyakit gigi dan mulut. Pada perawatan pasien dengan kebutuhan khusus ini
seorang dental hygienist dituntut untuk bersikap profesional serta memberikan pelayanan
kepada pasiennya dengan bersikap empati, benar-benar tulus dalam memberikan perawatan.
Khusus pada pasien yang memiliki keterbelakangan mental, dibutuhkan kesabaran dan
ketulusan lebih sehingga pasien dapat bersikap kooperatif dalam perawatan kesehatan
giginya. Mengingat perawatan kesehatan gigi memerlukan waktu yang lama, kunjungan yang
bertahap serta kadang-kadang dihambat oleh sikap takut pasien terhadap perawatan kesehatan
gigi (dental phobia).
Perencanaan perawatan yang dibuat harus benar-benar matang untuk menghindari
kegagalan dalam perawatan (pasien drop out). Kunci dalam pembuatan rencana pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut pada pasien dengan kebutuhan khusus ini (Scully dkk,2007) adalah:
1. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut sedini mungkin
2. Rencana perawatan yang dibuat harus melibatkan keluarga atau pengasuh/orang
yang sehari-harinya membantu pasien beraktifitas.
3. Melakukan modifikasi diet pasien yaitu dengan mengurangi diet karbohidrat dan
snack diantara waktu makan.
4. Membuat metode pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang realistik bagi tiap
tiap individu (pasien).
5. Merencanakan kunjungan pasien.
Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pasien dengan kebutuhan khusus harus
dilakukan sedini mungkin sehingga dapat mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut pasien
dengan efektif dan efisien serta dapat menghindarkan tindakan yang dapat membahayakan
khususnya pada pasien dengan penyakit yang berat (medically compromised patients) seperti
pencabutan gigi, bedah periodontal dan lain-lain. Penting untuk selalu melakukan informed
consent serta rujukan kepada dokter yang menangani pasien tersebut untuk mengetahui
tindakan apa saja di bidang kedokteran gigi yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap
pasien tersebut. Contohnya pada pasien diabetes mellitus. Perawatan skaling dapat dilakukan
apabila kadar gula pasien normal yang artinya pasien terkontrol karena pasien tersebut
mendapat terapi obat , diet dan berolahraga. Skaling tidak boleh dilakukan bila kadar gula
pasien tinggi karena infeksi mudah terjadi dan dapat berakibat buruk (terjadi penyebaran
infeksi). Waktu dan lamanya perawatanpun tidak boleh menyebabkan pasien stress karena
bila stress dapat meningkatkan kadar gula darah (Smith, 1981).
Rencana perawatan terhadap pasien juga harus melibatkan orang tua/keluarga atau
pengasuh yang sehari-harinya membantu pasien melakukan aktifitasnya sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasannya. Pasien dengan keterbatasan mental maupun psikologis
(mental retardasi), tidak dapat melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulutnya tanpa
bantuan. Tugas dental hygienist untuk memberikan penyuluhan dan edukasi kesehatan gigi
dan mulut kepada orang tua maupun pengasuh. Hal ini karena kadang-kadang kesehatan gigi
dan mulut pasien ini kurang mendapatkan perhatian dari orang tua maupun pengasuh padahal
kesehatan gigi dan mulut berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dengan kebutuhan
khusus ini terutama pada pasien dengan mental retardasi. Contohnya pada pasien dengan
mental retardasi atau pasien autis, sebelum memberikan penyuluhan kepada orang tua atau
pengasuh (caregivers) periksa dulu OHI nya dan ukur sejauhmana pengetahuan kesehatan
gigi dan mulutnya. Hal ini penting agar mereka dapat bekerjasama dalam memelihara
kesehatan gigi anak/anak asuhnya. Berikan instruksi cara pemeliharaan kesehatan gigi baik
secara verbal maupun tulisan supaya selalu diingat oleh orang tua maupun pengasuh.
Diskusikan juga apakah pasien tersebut dapat diberikan perawatan lain seperti topikal
aplikasi, fissure sealant atau bahkan penambalan serta kapan waktu yang tepat untuk
dilakukan perawatan serta berapa lama jangka waktu kontrol (Wolf, 2004).
Intake makanan pada pasien juga harus mendapatkan perhatian. Hal tersebut harus
dilakukan tanpa mengabaikan asupan gizi yang diterima pasien. Sebaiknya hindari makanan
yang banyak mengandung karbohidrat dan mengurangi snack diantara waktu makan. Snack
atau makanan ringan sebaiknya diganti dengan makan buah-buahan.. Contohnya pada pasien
dengan mental retardasi, biasanya mereka menyukai makanan yang manis-manis dan
kemampuan untuk memelihara kesehatan gigi dan mulutnya sangat kurang sehingga sering
mengalami rampan karies. Pemakaian glukosa bisa disubstitusi dengan manitol, sorbitol,
xylitol maupun pemanis lainnya (Wolf, 2004).
Metode pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dibuat dengan mempertimbangkan
kemampuan masing-masing pasien. Instruksikan untuk menyikat gigi minimal dua kali sehari
dengan pasta gigi yang berfluoride. Pada pasien yang tidak dapat berkumur jangan digunakan
pasta gigi yang mengandung fluoride atau bahkan beri instruksi menyikat gigi tanpa
menggunakan pasta gigi. Dapat juga dipakai gel chlorhexidin. Selain itu sebaiknya pasien
juga diajarkan untuk membiasakan diri menggunakan alat bantu kesehatan gigi seperti dental
floss. Contoh cara memberikan instruksi menyikat gigi pada pasien Buta bisa dilakukan
dengan dua cara yaitu pertama dengan meminta pasien untuk mendemosntrasikan cara
menyikat gigi dan dental hygienis mengoreksinya dengan memberikan petunjuk secara verbal
cara memegang dan menggerakkan sikat gigi. Cara kedua dengan mendemionstrasikan secara
langsung di mulut pasien. Penggunaan dental floss bisa diajarkan dengan cara yang sama.
Pada pasien yang memakai protesa/gigi tiruan (denture), protesa harus selalu dibersihkan
setiap habis makan, pada malam hari instruksikan untuk membersihkannya dengan dengan
sikat gigi dan merendam dalam air yang matang. Untuk membersihkan protesa dari plak dan
stain dapat juga dibersihkan dengan menggunakan campuran antara larutan hidrogen
peroksida dengan sodium bikarbonat. Atau bisa juga direndam dalam campuran sodium
hypochloride (contoh bayclin), detergen dan air (Christensen, 2005).
Perlu dilakukan pelatihan khusus bekerjasama dengan okupasi terapi dan spesialis
kedokteran gigi anak/special care dentistry. Terutama mengenai perawatan skaling pada
pasien Autis, retardasi mental dan medicaly compromised patients (seperti diabetes, kanker,
post kemoterapi dsb). Perawatan scaling pada pasien autis maupun mental retardasi mungkin
dilakukan tetapi dengan pengawasan dokter gigi anak, biasanya dilakukan dengan sedasi atau
dibawah anestesi umum (Scully, 2007).
Setelah tahapan di atas. maka yang sangat perlu diperhatikan adalah kontrol atau
recall ssecara rutin. Bila pada pasien normal kontrol ke dokter gigi dianjurkan setiap enam
bulan sekali maka pada pasien dengan kebutuhan khusus kontrol dilakukan 2-3 bulan sekali.
Pada saat kontrol penting sekali untuk melihat dan mengevaluasi cara pemeliharaan
kesehatan giginya. Tugas seorang dental hygienist untuk penyuluhan dan edukasi instruksi
pemeliharaan kesehatan gigi harus dilakukan apabila ternyara OHI masih kurang baik, ini
dilakukan setiap kontrol sampai pasien dapat memelihara kesehatan giginya dengan baik.
Yang perlu diperhatikan edukasi tidak hanya ditujukan kepada pasien saja tetapi juga pada
orang tua atau pengasuh (care givers) (Davies, 2000).
E. Home Care pada Anak Berkebutuhan Khusus
Anak dengan keterbatasan fisik dan mental memiliki keterbatasan kondisi fisik,
perkembangan, tingkah laku atau emosi yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
fisiologis, psikologis atau struktur anatomi berkurang atau hilang, sehingga tidak dapat
menjalankan aktifitas kehidupan sehari-hari secara normal (mobilitas terbatas)
(Welbury,1997).
Quality Self Care and Home Care merupakan bentuk pelatihan yang bertujuan untuk
membangun pemahaman dan kemampuan anak maupun orang tua dalam merawat kesehatan
gigi dan mulut anak tunanetra. Pelatihan dan perawatan dalam konsep Quality Self Care and
Home Care berfokus pada perubahan dan peningkatan kualitas self care atau perawatan diri
anak kebutuhan khusus tunanetra dan home care atau peran orang tua dalam membantu
menjaga kesehatan gigi dan mulut anak kebutuhan khusus. Home visit dilakukan dalam
rangka penanaman metode Quality Home Care pada orang tua anak kebutuhan khusus.
Menurut Agnintia (2008), Kegitan tersebut dilakukan melalui enam tahapan yaitu:
Pemeriksaan atau Survey Awal
Pemeriksaan awal merupakan langkah untuk mengetahui keadaan rongga mulut anak
berkebutuhan khusus sebelum pelaksanaan program Quality Self Care and Home Care
dengan menggunakan OHI-S (Indeks Kebersihan Mulut), def-t dan DMF-T (Status
Karies).
Penyuluhan
Penyuluhan mengenai cara merawat gigi dan mulut dengan benar ditujukan langsung
kepada anak kebutuhan khusus. Penyuluhan ini bertujuan untuk menumbuhkan
keingintahuan serta motivasi anak kebutuhan khusus dalam menjaga kesehatan gigi dan
mulutnya. Penyuluhan ini menggunakan komunikasi verbal ekstensif dan komprehensif
dengan metode penyuluhan Tell Show Do.
Tell berarti memberikan penjelasan kepada anak kebutuhan khusus SDLB tentang
kesehatan gigi dan mulut dengan bahasa yang mudah diterima. Show berarti kami
fokuskan pada pengoptimalan perabaan mereka terhadap media yang dipakai berupa dua
jenis manekin gigi yang sehat dan tidak sehat (berlubang) agar anak kebutuhan khusus
dapat meraba kedua manekin tersebut disertai visualisasi yang kami sampaikan sehingga
mudah dibayangkan kondisi keduanya. Do berarti mengarahkan anak kebutuhan khusus
untuk melakukan yang telah diajarkan. Cara penyuluhan yang digunakan mudah
dimengerti, menarik dan mengikutsertakan keaktifan anak kebutuhan khusus.
Permainan dan penerapan konsep Quality Self Care
Permainan merupakan program pembelajaran yang menyenangkan bertujuan untuk
meningkatkan daya ingat, mengasah kemampuan dan pemahaman anak kebutuhan
khusus terhadap materi yang telah diajarkan. Metode permainan tebak gigi dan makanan
bergizi menggunakan bentuk kertas gambar gigi dan gambar makanan sehat serta
manekin gigi yang dapat dilepas.
Penanaman konsep Quality Home Care
Dari metode Home Care ini diharapkan orang tua dapat memantau kesehatan gigi dan
mulut anak secara intens dan mengetahui kapan anak seharusnya dibawa ke dokter gigi
apabila terdapat keluhan. Selain itu, digunakan alat inovasi berupa jam alarm yang diatur
berbunyi tiga kali sehari sesuai waktu sikat gigi yang baik yakni pukul 06.00 WIB, 15.00
WIB dan 20.00 WIB atau disesuaikan dengan jadwal keseharian anak.
Praktik menggosok gigi
Praktik menggosok gigi merupakan salah satu pelatihan yang diberikan kepada anak
kebutuhan khusus agar dapat melakukan gosok gigi yang baik dan benar. Melalui
perawatan ini diharapkan anak kebutuhan khusus dapat melakukan gosok gigi secara
mandiri dan teratur tanpa merasa kesulitan dalam kesehariannya. Metode yang dilakukan
yakni dengan mengenalkan gerakan-gerakan sederhana dalam menyikat gigi, seperti
gerakan naik turun pada gigi depan dan bulat-bulat pada gigi belakang
.
Pemeriksaan Lanjutan (Follow Up) dan Pemeriksaan Evaluasi
Pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan evaluasi dilakukan untuk mengontrol keadaan
gigi dan mulut setelah anak kebutuhan khusus mendapat program Quality Self Care and
Home Care sehingga dapat dilihat hasil perubahan tingkat kesehatan dan kebersihan
mulutnya. Metode yang dilakukan menggunakan pemeriksaan OHI-S, def-t, dan DMF-T.
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Christensen, GJ. 2005. Special Oral Hygiene and Preventive Care for Special Needs. JADA
vol 136. p:1141-1143.
Darby, ML dan Walsh, MM. 2003, Dental Hygiene Theory and Practice 2nd ed.
Saunders:USA.
Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorlan. Jakarta: EGC.
Smith LB, 1981, Dental Care of the Medically Comprmised Child, A behavioral over-view J
Can Dent Assoc
Scully, C; Dios,P.D.; Kumar, N. 2007. Special Care in Dentistry, Handbook of Oral Health
Care. Elsevier. USA
Wolf, A. J., 2004, Spiritual Leadership: A New Model, Healthcare Executive, 19, hal. 22.
Davies, R; Bedi, R; Scully, C. 2000. ABC of Oral Health Care : Oral health Care in Special
Needs Patients. BMJ 2000:321. p:495-498.
Adiningrum. 2014. Perawatan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Health First. Vol 28 : Hal 18-19.
Welbury,R. 1997. Pediatric Dentistry. Oxford University Press. Inggris.
Agninitia, D. dkk. 2007. ’’Quality Self Care And Home Care’’ Solusi Kesehatan Gigi Dan
Mulut Anak Tunanetra Di Sdlb A-Ykab Surakarta