makalah asas bantuan hukum

21
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas rahmatnya Tim Penulis dapat menyelesaikan Makalah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara: Asas Bantuan Hukum dan Penerapannya dalam PTUN dengan baik demi menyelesaikan salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen maupun tim dosen mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Fakultas Hukum, Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmunya kepada Tim Penulis mengenai Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Tim Penulis ucapkan terima kasih terutama kepada Prof. Dr. Anna Erliyana S.H., M.H. dan Pak Wahyu Andrianto S.H., M.H. yang telah memberikan pengetahuan dan pembelajaran yang membuat kami semakin matang dalam memandang dan mempelajari mengenai Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Semoga apa yang Tim Penulis kerjakan menjadi amal ibadah di sisi Tuhan Yang Maha Esa, dan semoga apa yang Tim Penulis susun kali ini dapat memenuhi ekspektasi dari pengajar dan menjadi bekal ilmu pada Tim Penulis khususnya dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Depok, 4 September 2015 Tim Penulis 1

Upload: mutiarazahra

Post on 10-Dec-2015

80 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas Haptun FH UI

TRANSCRIPT

Page 1: makalah asas bantuan hukum

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas rahmatnya Tim Penulis

dapat menyelesaikan Makalah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara: Asas

Bantuan Hukum dan Penerapannya dalam PTUN dengan baik demi menyelesaikan salah

satu tugas dalam mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Fakultas Hukum,

Universitas Indonesia.

Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen maupun tim dosen mata kuliah

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Fakultas Hukum, Universitas Indonesia yang

telah memberikan ilmunya kepada Tim Penulis mengenai Hukum Acara Peradilan Tata

Usaha Negara. Tim Penulis ucapkan terima kasih terutama kepada Prof. Dr. Anna Erliyana

S.H., M.H. dan Pak Wahyu Andrianto S.H., M.H. yang telah memberikan pengetahuan dan

pembelajaran yang membuat kami semakin matang dalam memandang dan mempelajari

mengenai Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

Semoga apa yang Tim Penulis kerjakan menjadi amal ibadah di sisi Tuhan Yang Maha

Esa, dan semoga apa yang Tim Penulis susun kali ini dapat memenuhi ekspektasi dari

pengajar dan menjadi bekal ilmu pada Tim Penulis khususnya dan bermanfaat bagi

masyarakat pada umumnya.

Depok, 4 September 2015

Tim Penulis

1

Page 2: makalah asas bantuan hukum

Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………..………………….…….....1

Daftar Isi…………………………………...……………………………….………….……..2

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang.…………………………………………………………..…………………....3

Rumusan Masalah.……………………………………………….……….…………………...4

Tujuan...………………………………………………...………………….………………….4

Manfaat……………………………………………………………………………..……...….5

BAB II Pembahasan

Pentingnya Suatu Asas………………………………………………………………………...6

Definisi Bantuan Hukum secara Umum……………………………………………………….6

Definisi Bantuan Hukum Menurut UU Kekuasaan Kehakiman………………………………8

Definisi Bantuan Hukum menurut UU PTUN dan Penerapannya dalam

PTUN………………………………………………………………………………………….9

Perbedaan Bantuan Hukum yang Terdapat dalam Hukum Acara PTUN dan Hukum Acara

Perdata………………………………………………………………………………………..11

Contoh Bantuan Hukum dalam Hukum Acara PTUN…………………………………….....12

BAB III Penutup

Kesimpulan.………………………………………………………………………………......13

Saran.…………………………………………………………………………………..……..13

Daftar Pustaka…………………………………………………………..…………...…….. 14

2

Page 3: makalah asas bantuan hukum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum, dan salah satu ciri negara hukum adalah

menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas

atau ada legalitasnya, baik berdasarkan hukum tertulis maupun berdasarkan hukum tidak

tertulis.1 Keabsahan negara memerintah ada yang mengatakan bahwa karena negara

merupakan lembaga yang netral, tidak berpihak, berdiri di atas semua golongan masyarakat,

dan mengabdi kepada kepentingan umum.2

Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi

rakyat.3 Oleh karenanya menurut Philipus M. Hadjon4 bahwa perlindungan hukum bagi

rakyat terhadap tindak pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip, prinsip hak asasi manusia

dan prinsip negara hukum. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia

mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan daripada negara hukum.5

Dalam konstitusi Indonesia, tertuang hak asasi manusia yang juga merupakan hak dasar

bagi setiap warga negara Indonesia, yaitu “Segala warga negara bersamaan kedudukanya di

dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya”6. Selain itu dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 juga mengatakan

bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Selain itu dari konsep negara

hukum rule of law sendiri, memiliki tiga tolak ukur utama, yaitu (1) Supremasi hukum; (2)

Persamaan di depan hukum; dan (3) Konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan.

Dari penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa setiap warga memiliki persamaan kedudukan

di depan hukum dan berhak atas jaminan kepastian hukum yang adil.

Apabila hak tersebut dihubungkan kepada para pihak yang berperkara dalam pengadilan,

maka dikenalah sebuah asas bantuan hukum dalam proses beracara yang juga merupakan hak

dari setiap warga negara Indonesia. Asas tersebut berarti bahwa setiap orang wajib diberikan

1Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 1

2Arief Budiman, Teori Negara; Negara, Kekuasaan, dan Ideologi, (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 1996), hlm. 1

3Zairin Harahap., Op.Cit., hlm.2

4Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), hlm.71

5Zairin Harahap., Op.Cit., hlm.2

6 Pasal 27 ayat (1) UUD 1945

3

Page 4: makalah asas bantuan hukum

kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum pada tiap tingkatan pemeriksaan guna

kepentingan pembelaan7. Terlebih lagi, jika dihubungkan dengan hukum acara peradilan tata

usaha negara, yang memiliki salah satu ciri kedudukan yang tidak seimbang antara Penggugat

dan Tergugat, dimana Penggugat diasumsikan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan

dengan Tergugat8, bantuan hukum sangatlah dibutuhkan. Walaupun, dalam hukum acara

peradilan tata usaha negra ini tidak adanya kewajiban bagi para pihak untuk menunjuk

seorang wakil yang sah dalam proses tersebut,9 namun pada prakteknya banyak peraturan

yang tidak dijelaskan secara mendetail, baik dari segi formil maupun materiil dalam hukum

acara peradilan tata usaha negara, sehingga dibutuhkan orang yang ahli, atau mengetahui

lebih mendetail mengenai prosedur praktek beracara dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

Oleh karena itu, Tim Penulis dalam makalah ini akan menjabarkan beberapa hal penting

mengenai asas bantuan hukum, baik secara umum, maupun khusus dalam praktek beracara

dalam Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengetahui lebih dalam mengenai praktek

beracara dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini mengangkat masalah dalam bentuk pertanyaan berupa:

1. Bagaimanakah definisi bantuan hukum secara umum, menurut UU Kekuasaan

Kehakiman, dan UU Peradilan Tata Usaha Negara?

2. Bagaimanakah penerapan bantuan hukum dalam hukum acara perdata dan hukum acara

peradilan tata usaha negara?

3. Apakah terdapat perbedaan penerapan asas bantuan hukum dalam hukum hukum acara

perdata dan hukum acara peradilan tata usaha negara?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Memenuhi salah satu prasyarat tugas mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara.

2. Menambah pengetahuan khususnya mengenai asas bantuan hukum dalam proses

beracara.

7 Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 15

8 http://www.shnplaw.com/article.html?id=Peradilan_Tata_Usaha_Negara, diakses pada 4 September 2015 pukul 2.57

9 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2005), hlm. 48

4

Page 5: makalah asas bantuan hukum

3. Menyumbang sedikit pemikiran mengenai permasalah yang diangkat.

4. Menambah pengalaman tim penulis dalam membuat kaya ilmiah.

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini bagi masyarakat adalah mengetahui bahwa

sejatinya setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum apabila pihak

tersebut berperkara. Serta menganalisis penerapan asas tersebut dalam hukum acara perdata

dan hukum acara peradilan tata usaha negara. Dari analisa tersebut, dapat menjadi

pembelajaran serta informasi akan hak dari warga negara yang diberikan oleh negara dalam

proses beracara. Sedangkan bagi tim penulis makalah ini berguna sebagai pemberi nilai

dalam mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu makalah ini juga

memberikan kesempatan kepada tim penulis dalam memberikan pemikirannya. Tim penulis

juga berharap adanya tanggapan dan masukan agar terjadi pembelajaran 2 (dua) arah dan

manfaat penulisan karya ilmiah ini semakin terasa.

5

Page 6: makalah asas bantuan hukum

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pentingnya Suatu Asas

Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan,

bahwa asas hukum merupakan jantung dari sebuah peraturan hukum. Kita menyebutnya

demikian oleh karena; pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu

peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan

kepada asas-asas tersebut. Lain halnya apabila disebut landasan, asas hukum ini layak disebut

sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.

Selanjutnya Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu

bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu

mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.

Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum

adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-

masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,

yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat

dipandang sebagai penjabarannya.10

B. Definisi Bantuan Hukum secara Umum

Salah satu penegakan keadilan yang menjadi manifestasi perlindungan hukum bagi

masyarakat adalah melalui bantuan hukum, yang menjadi penting apabila adanya pengakuan

dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan di bidang politik,

hukum, sosial, budaya dan pendidikan.11

Bantuan hukum adalah salah satu upaya mengisi hak asasi manusia (HAM) terutama

bagi lapisan termiskin rakyat kita, orang kaya sering tidak membutuhkan bantuan hukum

karena sebetulnya hukum itu dekat dengan orang kaya.12

Frans Hendra Winarta menyatakan bahwa:

“Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin

yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma, baik di luar maupun di dalam

10 Zairin Harahap., Op.Cit., hlm.23

11 Yustisiana Normalitasari, Peranan Advokat dalam Perlindungan Hukum Bagi Tersangka dan Terdakwa, (Yogyakarta:

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013), hlm. 16

12 Todung Mulya Lubis, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 9

6

Page 7: makalah asas bantuan hukum

pengadilan, secara pidana, perdata dan tata usaha negara, dari seseorang yang

mengerti seluk beluk pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah hukum, serta hak asasi

manusia.”

Frans Hendra Winarta menjelaskan bahwa dalam bantuan hukum terdapat beberapa unsur,

yaitu: 13

1. Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara

ekonomi;

2. Bantuan hukum diberikan baik di dalam ataupun di luar proses persidangan;

3. Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan pidana, perdata, maupun tata

usaha negara;

4. Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.

Abdurrahman memberikan pengertian bantuan hukum meliputi hal-hal berikut: 14

1. Memberi nasehat hukum di luar pengadilan

2. Mewakili dan/atau mendampingi seseorang di muka pengadilan dalam perkara

perdata

3. Membela seseorang dalam perkara pidana.

Sedangkan Clarence J. Dias, mengartikan bantuan hukum sebagai:

“.....segala bentuk pemberian layanan oleh kaum profesi hukum kepada khalayak di

masyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak ada seorangpun di dalam

masyarakat yang hanya untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang diperlukan

hanya karena oleh sebab tidak dimilikinya sumber daya financial yang cukup…..”15

Di negara Barat, istilah tentang bantuan hukum dipergunakan dalam dua arti yaitu “legal

aid” dan “legal assistances”. Istilah legal aid dipergunakan untuk menunjukkan pengertian

bantuan hukum dalam arti yang sempit, yaitu berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum

kepada seorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis, khususnya

bagi mereka yang tidak mampu. Sedangkan pengertian legal assistances dipergunakan untuk

menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti luas, yaitu baik pemberian bantuan

13 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, (Jakarta: Elex Media

Komputindo, 2000), hlm. 23

14 Abdurrahman, Pembaharuan Hukum Acara Pidana Dan Hukum Acara Pidana Baru di Indonesia , (Bandung: Alumni,

1980), hlm. 118

15 Yesmil Anwar, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanannya dalam Penegakan Hukum di

Indonesia), (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), hlm. 246

7

Page 8: makalah asas bantuan hukum

hukum kepada mereka yang tidak mampu maupun pemberian bantuan hukum oleh para

advokat yang mempergunakan honorarium.16

Bantuan hukum dalam pelaksanaannya dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 17

1. Bantuan Hukum Non Litigasi

Merupakan bantuan hukum yang diberikan oleh para Advokat atau Konsultan

Hukum, atau Ahli Hukum lainnya dalam bentuk advis hukum, pendampingan, sebagai

kuasa hukum dalam rangka untuk menyelesaikan suatu masalah hukum di luar proses;

2. Bantuan Hukum Litigasi

Merupakan bantuan hukum yang diberikan oleh para advokat atau pemegang kuasa

khusus insidentil atau pemegang kuasa khusus karena tugas/jabatan di suatu institusi

dalam bentuk advis hukum, pendampingan, sebagai kuasa hukum, dalam rangka

untuk menyelesaikan suatu perkara di pengadilan.

C. Definisi Bantuan Hukum Menurut UU Kekuasaan Kehakiman

Pengaturan bantuan hukum dalam sebuah hukum acara dapat kita temukan pada UU No.

48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tepatnya pada Bab 11 Pasal 56 dan 57.

Dengan diaturnya mengenai asas bantuan hukum pada Undang-undang Kekuasaan

Kehakiman kita dapat mengetahui bahwa bantuan hukum merupakan asas yang penting dan

perlu diperhatikan.

Pada Pasal 56 ayat (1) yang bunyinya: “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak

memperoleh bantuan hukum.”. Dalam penjelasan UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan “bantuan hukum” adalah pemberian jasa hukum (secara cuma-

cuma) yang meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili,

mendampingi, membela, melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan

(yang tidak mampu).18 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap orang tanpa

terkecuali berhak mendapatkan bantuan hukum selama proses peradilan, khususnya bagi

orang yang tidak mampu secara ekonomi, disediakan lembaga bantuan hukum untuk

membantu mereka selama proses peradilan berlangsung.

Dalam Pasal 56 ayat (2) dikatakan: “Negara menanggung biaya perkara bagi pencari

keadilan yang tidak mampu”. Berdasarkan penjelasan UU Kekuasaan Kehakiman Yang

dimaksud dengan “pencari keadilan yang tidak mampu” adalah orang perseorangan atau

16 Abdurrahman., Op.Cit., hlm. 115

17 Yustisiana Normalitasari, Op.Cit., hlm. 16-17

18 Penjelasan Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

8

Page 9: makalah asas bantuan hukum

sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum untuk

menangani dan menyelesaikan masalah hukum.19 Sehingga dapat diartikan juga bahwa

bantuan hukum tersebut diberikan pada orang yang tidak mampu seperti fakir miskin

(penghasilan rendah) dan buta hukum (buta huruf atau berpendidikan rendah, tidak berani

memperjuangkan hak-haknya akibat tekanan dari yang lebih kuat), dan lain-lain seperti yang

telah disebutkan sebelumnya pada pengertian bantuan hukum diatas. Bantuan hukum ini

seluruhnya ditanggung oleh Negara.

Selain itu dalam Pasal 57 ayat (1) yang berbunyi: “Pada setiap pengadilan negeri

dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh

bantuan hukum”20. Pasal ini mengandung unsur adanya perintah bagi tiap pengadilan negeri

untuk membentuk pos bantuan hukum guna membantu pihak-pihak yang memerlukan

bantuan hukum termasuk dalam peradilan tata usaha Negara.

Pada Pasal 57 ayat (2) yang bunyinya : “Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap

perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap”21 ditentukan bahwa bantuan

tersebut diberikan secara cuma-cuma yang artinya tanpa dikenakan biaya sama sekali dan

bantuan itu diberikan pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut

telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dan terakhir, pada Pasal 57 ayat (3) ditentukan

bahwa semua harus dijalankan sesuai undang-undang.

D. Definisi Bantuan Hukum menurut UU Peradilan Tata Usaha Negara dan

Penerapannya dalam PTUN

Dari berbagai definisi diatas, dapat diketahui bantuan hukum adalah pemberian jasa

hukum kepada setiap orang yang tersangkut suatu perkara.22 Dalam Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1986, ketentuan tentang bantuan hukum diatur dalam Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal

84.23

19 Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

20 Pasal 57 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

21 Pasal 57 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

22 R. Wiryono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm.71

23 Loc.Cit.

9

Page 10: makalah asas bantuan hukum

Pasal 57 ayat (1) menentukan: “Para pihak yang bersengketa, masing-masing dapat

didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang kuasa”. Jika diurai maksud dari

ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:24

a. Meskipun para pihak yang bersengketa hadir di pemeriksaan sidang pengadilan,

masing-masing pihak dapat didampingi oleh seorang atau beberapa orang kuasa, atau

b. Jika salah satu atau para pihak yang bersengketa tidak hadir di pemeriksaaan sidang

pengadilan, pihak yang tidak hadir tersebut dapat diwakili oleh seorang atau beberapa

orang kuasa.

Hanya saja Pasal 58 menentukan bahwa apabila dipandang perlu, hakim berwenang

memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang menghadap sendiri ke

persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.

c. Yang dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa kuasa adalah “para

pihak yang bersengketa” saja yaitu Penggugat, Tergugat, atau pihak ketiga yang ikut

serta dalam penyelesaian perkara Tata Usaha Negara yang sedang berlangsung. Seorang

saksi yang diminta keterangan di pemeriksaan sidang pengadilan tidak dapat

didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang kuasa.

Siapakah yang dimaksud dengan seorang atau beberapa orang kuasa dalam Pasal 57 ayat (1)

tersebut?

Pasal 1792 KUHPerdata menentukan pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan

mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas

namanya menyelenggarakan suatu urusan. Yang dimaksud dengan menyelenggarakan suatu

urusan dalam Pasal 1792 KUHPerdata adalah melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu suatu

perbuatan yang mempunyai suatu akibat hukum.25

Dengan demikian, yang dimaksud dengan orang atau beberapa orang kuasa dalam Pasal

57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah orang atau beberapa orang yang

menerima kuasa (penerima kuasa) dan orang yang bersengketa (pemberi kuasa) dalam

perkara sengketa Tata Usaha Negara untuk melakukan perbuatan hukum..

Dari ketentuan yang terdapat pada Pasal 57 ayat (2), dapat diketahui bahwa cara

pemberian kuasa adalah sebagai berikut:

a. Dengan memberikan surat kuasa kusus, atau

b. Dengan memberikan surat kuasa secara lisan di depan sidang pengadilan.

24 Loc.Cit.

25 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1977), hlm. 144.

10

Page 11: makalah asas bantuan hukum

Di dalam surat kuasa khusus harus jelas, terperinci disebutkan nama dan identitas para

pihak yang bersengketa, objek perkara atau sengketa dan perbuatan hukum apa saja yang

dapat dilaksanakan atau dikerjakan oleh penerima kuasa. Suatu surat kuasa meskipun

disebutkan surat kuasa khusus, tetapi jika isinya bersifat umum, surat kuasa tersebut bukan

termasuk surat kuasa khusus seperti yang dimaksud oleh Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986.

Apabila di dalam surat kuasa khusus disebutkan bahwa penerima kuasa diberikan hak

substitusi, maka kepada penerima kuasa diberi hak untuk menunjuk penerima kuasa baru,

tetapi sebaliknya jika tidak disebutkan bahwa penerima kuasa diberikan hak substitusi,

kepada penerima kuasa tidak diberi hak untuk menunjuk penerima kuasa baru.

Surat kuasa khusus yang dibentuk tidak harus dibuat dalam bentuk akta otentik,

misalnya akte notaris, tetapi dapat juga dibuat dalam bentuk akte di bawah tangan. Surat

kuasa khusus dapat juga dibuat di luar negeri, hanya saja Pasal 57 ayat (3) menentukan

bahwa bentuk dari surat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan di negara yang

bersangkutan dan diketahui oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut, kemudian

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi.

Pasal 84 ayat (1) menentukan bahwa apabila dalam persidangan seorang kuasa

melakukan tindakan yang melampaui batas wewenangnya, pemberi kuasa dapat mengajukan

sangkalan secara tertulis disertai tuntutan agar tindakan kuasa tersebut dinyatakan batal oleh

pengadilan.

Jika sangkalan tersebut dikabulkan, Pasal 84 ayat (2) menentukan bahwa hakim wajib

menetapkan dalam putusan yang dimuat dalam berita acara sidangbahwa tindakan kuasa itu

dinyatakan batal dan selanjutnya dihapus dari berita acara pemeriksaan.

E. Perbedaan Bantuan Hukum yang Terdapat dalam Hukum Acara PTUN dan Hukum

Acara Perdata26

Pemberian kuasa oleh kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal

57 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut, para pihak baik penggugat atau tergugat dapat diwakili atau

didampingi oleh seorang kuasa atau beberapa orang kuasa hukum. Pemberian kuasa ini dapat

dilakukan sebelum atau selama perkara diperiksa. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan

sebelum atau selama perkara diperiksa. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan sebelum atau

selama perkara diperiksa. Pemberian surat kuasa yang dilakukan sebelum perkara diperiksa

26 Zairin Harahap., Op.Cit., hlm. 37

11

Page 12: makalah asas bantuan hukum

harus secara tertulis dengan membuat surat kuasa khusus. Dengan pemberian surat kuasa ini,

si penerima kuasa bisa melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan jalannya

pemeriksaan perkara untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Sedangkan pemberian kuasa

yang dilakukan di persidangan bisa dilakukan secara lisan.

F. Contoh Bantuan Hukum dalam Hukum Acara PTUN27

Contoh dari pelaksanaan asas ini dapat kita lihat pada putusan nomor

228/G/2014/PTUN.JKT, dan juga seperti putusan PTUN lain pada umumnya. Pada putusan

tersebut kita dapat mengetahui bahwa pihak Niman bin Sian memberikan surat kuasa kepada

Drs. Mudjadid Duluwathan S.H., M.H.,MBL. untuk mewakili kepentingannya sebagai

penggugat di pengadilan. Berdasarkan surat kuasa tersebut Drs. Mudjadid berperan sebagai

kuasa hukum Niman bin Sian yang memberikan bantuan hukum selama proses persidangan

sampai terdapat putusan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu asas bantuan hukum

dalam proses beracara di PTUN telah terpenuhi.

BAB III

27 http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/ptun-jakarta/direktori/tun/ diakses pada 5 September 2015 pukul 11.21

12

Page 13: makalah asas bantuan hukum

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam proses berperkara di pengadilan dikenal adanya asas equality before the law yang

berarti persamaan di depan hukum. Hal tersebut dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

Untuk mewujudkan persamaan tersebut, maka salah satunya adalah dengan cara diberikannya

bantuan hukum .

Ketika berbicara mengenai hukum acara PTUN, bantuan hukum kemudian menjadi

sangatlah penting. Karena dalam proses beracara ini, pihak-pihak yang bersengketa bukanlah

para pihak yang memiliki kedudukan yang sejajar. Selain itu juga, pengaturan mengenai

hukum acara PTUN yang tidak diatur secara mendetail, sehingga membutuhkan orang yang

memiliki pengetahuan lebih dalam hukum acara PTUN dalam jalannya proses persidangan.

Mengenai bantuan hukum ini, pengaturannya dapat kita temukan dalam UU Kekuasaan

Kehakiman, maupun UU PTUN. Apabila dilihat dan dibandingkan, sebetulnya tidak ada

perbedaan yang cukup signifikan antara bantuan hukum yang dilakukan di PTUN ataupun di

badan peradilan lainnya. Perbedaan yang dapat terlihat secara jelas hanyalah dasar hukum

dari bantuan hukum itu sendiri bagi masing-masing badan peradilan.

B. Saran

Pada dasarnya bantuan hukum merupakan hak bagi tiap-tiap individu yang berperkara di

pengadilan. Dan dalam pengaturan pun sudah sangat jelas mengenai hal tersebut. Namun,

terkadang dalam prakteknya, pihak-pihak yang kurang mampu pun tetap sulit untuk

mendapatkan bantuan hukum yang benar-benar berkualitas dan membela haknya. Hemat

kami tim penulis, agar para pihak yang ditugaskan oleh negara untuk memberikan bantuan

hukum kepada pihak yang kurang mampu, benar-benar melaksanakan amanahnya dengan

lebih baik lagi agar tidak terdapat hak-hak yang terlanggar dikemudian hari.

13

Page 14: makalah asas bantuan hukum

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

3. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

5. Harahap, Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 2007, Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada;

6. Budiman, Arief, Teori Negara; Negara, Kekuasaan, dan Ideologi, 1996, Jakarta: PT.

Gramedia Pusaka Utama;

7. M. Hadjon, Philipus, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, 1987, Surabaya:

PT. Bina Ilmu;

8. Sofyan, Andi, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, 2014, Jakarta: Prenadamedia

Group;

9. Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Buku II, 2005, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan;

10. Normalitasari, Yustisiana, Peranan Advokat dalam Perlindungan Hukum Bagi Tersangka

dan Terdakwa, 2013, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga;

11. Mulya Lubis, Todung, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, 1986, Jakarta:

LP3ES;

12. Hendra Winarta, Frans, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan,

2000, Jakarta: Elex Media Komputindo;

13. Abdurrahman, Pembaharuan Hukum Acara Pidana Dan Hukum Acara Pidana Baru di

Indonesia, 1980, Bandung: Alumni;

14. Anwar, Yesmil, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanannya dalam

Penegakan Hukum di Indonesia), 2009, Bandung: Widya Padjadjaran;

15. R. Wiryono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 2007, Jakarta: Sinar Grafika;

16. Subekti, Aneka Perjanjian, 1977, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti;

17. http://www.shnplaw.com/article.html?id=Peradilan_Tata_Usaha_Negara ;

18. http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/ptun-jakarta/direktori/tun/ .

14