makalah antidiare-fitoterapi bu berna
DESCRIPTION
herbalTRANSCRIPT
FITOTERAPI
DIARE
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fitoterapi
Dosen Pengasuh : Prof. Dr. Berna Elya, M.Si., Apt
Disusun oleh:
Astra Suryani Putri 1406598661
Sarah Zielda Najib 1406663950
JURUSAN HERBAL MEDIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
BAB 1
DIARE
1. PENDAHULUAN
Diare adalah peningkatan fluiditas atau volume dari feses dan frekuensi
defekasi (WHO, 2013). Penyebab diare diantaranya infeksi mikroba (bakteri,
virus, parasit). Agen penyebab yang paling umum adalah Rotavirus dan E.coli,
malnutrisi, sumber yang terkontaminasi dengan feses manusia (air, makanan,
dll), kebersihan diri yang buruk, stres dan efek samping obat-obatan (WHO,
2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan konsistensi feses penderita diare
antara lain kandungan air dalam kolon, adanya makanan yang tidak dapat
diserap dan sekresi usus (intestinal) (Corwin, 2001).
1. Jenis-jenis diare
Secara klinis, jenis-jenis diare adalah sebagai berikut: (WHO, 2013)
Diare berair akut (acute watery diarrhoea) terjadi beberapa jam, dan
termasuk kolera.
Diare berdarah akut (acute bloody diarrhoea) disebut juga disentri.
Diare persisten (persistent diarrhoea) berlangsung lebih dari 14 hari
atau lebih lama.
2. Proses patofisiologi diare
Patofisiologi diare antara lain:
Osmosis
Akibat asupan makanan yang tidak dapat diabsorpsi dengan baik, tetapi
bahan tersebut larut dalam air sehingga menyebabkan retensi air dalam
lumen usus. Penyebabnya antara laian: intoleransi laktosa, penyerapan
antasida yang mengandung Mg2+
Sekresi
Akibat peningkatan sekrsi ion-ion dalam lumen usus sehingga terjadi
peningkatan jumlah cairan intralumen. Penyebabnya antara lain: obat,
toksin.
Inflamasi
Akibat perubahan mukosa usus sehingga proses absorpsi terganggu dan
menyebabkan peningkatan protein dan zat lain dalam lumen usus
disertai retensi cairan. Penyebabnya agen infeksi.
Motilitas
Peningkatan motilitas usus menyebabkan penurunan waktu kontak
antara makanan yang akan dicerna denga mukosa usus sehingga terjadi
penurunan reabsorpsi dan peningkatan cairan dalam feses.
(Burns, Chisholm, Terry, Patrick, jill, John, Joseph, 2008).
3. Pengobatan diare
Diare menyebabkan tubuh kehilangan air dan elektrolit (Na,Cl, K, HCO3)
melalui feses cair, muntah, keringat, urin, dan pernafasan atau disebut juga
dehidrasi (WHO, 2013).
Tatalaksana pengobatan diare adalah sebagai berikut:
Rehidrasi, dengan larutan garam rehidrasi oral (Oralit)
Suplemen Zink
Rehidrasi dengan cairan yang dimasukkan secara intra vena pada
kondisi diare berat
Makanan yang kaya akan gizi dapat memutus siklus buruk diare yang
terjadi pada diare dengan penyebab malnutrisi
Konsultasi dengan profesional kesehatan, untuk diare persisren, disentri
(biasanya dikombinasikan dengan antibiotik) (WHO, 2013).
BAB 2
FITOTERAPI DIARE
Fitoterapi diare yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain: Berberis
aristata, Psidii guajava, dan Camelia sinensis.
1. Berberis aristata
a. Klasifikasi Botani
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Ranunculales
Suku : Berberidaceae
Marga : Berberis
Jenis : Berberis aristata
b. Deskripsi tanaman:
Berberis aristata DC, famili berberidasease, merupakan semak yang
tumbuh hingga 1,5-2 m, dengan akar kayu tebal ditutupi kulit kayu tipis
yang mudah rapuh. Saunnya silindris, lurus, meruncing, sangat tajam, keras
duri halus. Bunga berwarna kuning. Buah berry kecil, bulat telur dal licin.
Berbunga di bulan April dam Mei (Mitra, Saumya, Sanjita, Kumer, 2011).
Gambar 1. Akar Berberis aristata
c. Penggunaan secara tradisional
B.aristata telah digunakan dalam pengobatan herbal selama lebih dari 2500
tahun. Penggunaan secara tradisional antara lain:
Untuk mencegah wabah pes (Mesir kuno)
Menyembuhkan disentri (Ayurveda)
Mengobati penyakit liver dan empedu (Eropa)
Mengobati radang, tekanan darah tinggi, dan pendarahan uterus (Rusia)
Tingtur B.aristata digunakan sebagai tonik., obat perut, kolagoga,
antiperiodik neuralgia dan menorrhagia.
B.aristata dicampur dengan madu digunakan untuk luka lecet
Dekok kulit akar B.aristata digunakan secara eksternal untuk pencuci
mata, luka dan hemoroid
Pengobatan kusta (Unani system of medicine)
(Mitra, Saumya, Sanjita, Kumer, 2011).
d. Kandungan kimia
B.aristata mengandung berberine, oksiberberine, berbamine, aromoline,
karachin, palmatin, oxyacanthine, dan taksilamin. Selain itu, juga
mengandung protoberberine dan bis isokuinolin golongan alkaloid.
Akarnya mengandung alkaloid berbamine, berberine, oxyacanthine,
dehidrocaroline, jatrorhizin, columbamine, karachine, dihydrokarachine,
taximaline, oxyberberine, dan aromaline (Mitra, Saumya, Sanjita, Kumer,
2011).
Gambar 2. Kandungan kimia B.aristata
e. Uji praklinis
Studi pada hewan menunjukkan bahwa berberine menurunkan sekresi air
dan elektrolit intestinal yg diinduksi oleh toksin kolera. Studi lain
menunjukkan berberine secara langsung menghambat enteroktoksin
V.cholera dan E.coli, signifikan menurunkan kontraksi otot polos dan
motilitas intestinal, dan menunda waktu transit di usus pada manusia.
Berberine sulfate bersifat bakterisid terhadap V.cholera. Pada kasus
E.coli, berberine sulfate mampu menghambat perlekatan bakteri pada
mukosa atau permukaan epitel (tahap pertama pada proses infeksi)
(Thorne Research Inc, 2000).
Zhang et al (2012) menunjukkan berberin dapat meningkatkan mRNA dan
protein expression level NHE3 dan (aquaporin)AQP4 pada model diare
tikus dan human intestinal epitel cell line. Berberine memperlihatkan efek
antidiare terutama dengan meningkatkan absorpsi Na+ dan air (Zhang et
al, 2012).
Efek lain: menghambat parasit intestinal, infeksi ocular trakoma, efek
kardiovaskular, anti inflamasi, neurodegeneration (Thorne Research Inc,
2000).
f. Uji klinik
Uji klinik terkontrol acak, pada 165 orang dewasa dengan diare yang
disebabkan oleh enterotoksin E.coli atau V.cholera. Pada pasien dengan
diare E.coli volume feses menurun signifikan pada 8 jam setelah treatment
dg 400 mg berberin sulfat, dibanding dengan kontrol. Setelah 24 jam
pertama signifikan menghentikan diare pada lebih banyak pasien dibanding
kontrol (42% vs 20%). Pada pasien diare V.cholera yg diobservasi, tidak
ada perbedaan signifikan antara pasien yg di treated dg 1200 mg berberin
sulfat + tetrasiklin dengan yg di treated tetrasiklin saja (Asgari, 2010).
Khin et al (1985) dalam uji klinisnya melaporkan bahwa efek vibriostatik
berberine tidak terbukti. Berberine siginifikan tidak mengurangi eksreksi
vibrio dalam feses. Secara klinis, pasien dengan kolera yang diberikan
tetrasiklin dan berberin menderita diare lebih lama di rumah sakit, frekuensi
BAB lebih sering dan membutuhkan cairan intravena lebih banyak daripada
pasien yang diberikan tetrasiklin saja. Hal ini menunjukkan bahwa kerja
vibriostatik tetrasiklin diantagonis oleh berberin. Berberine mempunyai efek
antisekretori (meskipun tidak signifikan).
Dosis berberin 100 mg 4 kali sehari tidak memperlihatkan efek antisekretori
yang signifikan (Khin et al, 1985).
g. Toksisitas
LD50 ekstrak B.aristata >5000 mg/kg body weight. Berberin tidak toksik
pada dosis yang digunakan dalam klinis, juga belum terbukti sitotoksik dan
mutagenik (Joshi, Shirkhedkar, Prakash, Maheshwari, 2011).
Ahmed et al (2015) dalam review articlenya: Treatment berberine pada
dosis 5-15 mg/kg menurunkan jumlah neuron dopaminergik pada substansia
nigra dan striatum. Hal ini menunjukkan bahwa berberine mempunyai efek
toksik pada neuron ini dan efek samping ini dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi saraf motorik dan kognitif. Berberin dalam sel kultur
menghambat sintesis dopamin dan ditemukan toksik terhadap neuron (pada
dosis 10-30µM) dengan meningkatkan neurotoksisitas 6-hidroksidopamin.
Report lainnya menunjukkan bahwa berberine dapat menginduksi kerusakan
DNA (Ahmed et al, 2015).
h. Efek samping
Efek samping terjadi akibat penggunaan dosis tinggi berberin dan
menungkin menyebabkan ketidaknyamanan pencernaan, dyspnea,
menurunkan tekanan darah, flu like symptom dan merusak jantung (Thorne
Research Inc, 2000).
i. Kontra indikasi
Penggunaan berberin harus dihindari pada wanita hamil, karena berpotensi
menyebabkan kontraksi rahim dan keguguran, dan pada neonatus
menyebabkan jaundice (Thorne Research Inc, 2000).
j. Interaksi obat
Dosis tinggi berberin meningkatkan biovaibilitas siklosporin (Bone dan
Mills, 2013).
k. Dosis
Dosis terapi yang digunakan untuk kebanyakan kondisi klinis adalah 200
mg per oral 2-4 kali sehari (Thorne Research Inc, 2000).
l. Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering, di dalam wadah tertutup rapat, jauh dari
jangkauan anak-anak.
Gambar 3. Contoh sediaan yang sudah beredar mengandung berberin
2. Psidii guajava
a. Klasifikasi Botani
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava
(Balitbangkes, 2001)
b. Deskripsi tanaman
Psidum guajava, famili Myrtaceae, tingginya mencapai 5-10 m. Batang
berkayu, bulat, kulit batang licin, mengelupas, bercabang, coklat kehijauan.
Daun tunggal, bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata,
berhadapan, pertulangan menyirip, hijau kekuningan. Bunga tunggal, di
ketiak daun, kelopak bentuk corong, mahkota bulat telur, benang sari pipih,
putih, putik bulat kecil, putih kekuningan. Buah buni, biji keras, kecil, akar
tunggang (Balitbangkes, 2001).
Gambar 4. Psidii guajava Linn
c. Penggunaan terapi tradisional
Daun jambu biji (Psidii guajava) berkhasiat sebagi obat mencret dan
peluruh hais (Balitbangkes, 2001). Pada pengobatan tradisional Aztec di
Mexico, infus daun jambu biji digunakan untuk mengurangi gangguan
gastrointestinal. Secara historical di Mexico, tanaman ini digunakan untuk
disentri, mengobati kram perut, ketegangan abdominal, dan mengobati diare
(Lozoya, 1999).
d. Uji praklinis
Anti mikrobial
In vitro studi terhadap ekstrak air dan alkohol ekstrak daun jambu biji dapat
menghambat pertumbuhan S.aureus, E.coli, dan bakteri patogen lainnya
(Colliere, 1949, Coutino-Rodrı´guez et al., 2001, Ca´ceres et al., 1993,
Jairaj, Khoohaswan, 1999, Gnan and Demello, 1999).
Anti diare
Anti diare diukur sebagai efek pada motilitas usus menggunakan studi in
vitro dan in vivo menunjukkan efek antispasmodik (Maikere et al., 1989,
Lutterodt, 1989, Lutterodt, 1992, Lozoya et al., 1990, Lozoya et al.,1994,
Tona, Kambu, 2000).
Efek sedatif
Efek sedatif ektrak jambu biji diukur aktivitas saraf lokomotor pada hewan
coba (Lutterodt, Maleque, 1988, Lutterodt, 1993, Meckes et al., 1996,
Shaheen et al., 2000).
Efek lain: nyeri pada dismenorae, antipiretik, tonik, anti diabetes, anti
infalamasi (Lozoya et al, 2012).
e. Uji klinis
Daun P.guajva L. (QG-5Ò) dengan konsentrasi standar flavanoid (dihitung
sebagai quersetin (1 mg/500 mg) dan disiapkan dalam kapsul untuk
pemberian oral. Uji klinik random, double blind untuk mengevaluasi efikasi
QG-5Ò dilakukan pada sekelompok pasien dewasa dengan diare akut.
Kapsul 500 mg QG-5Ò diberikan setiap 8 jam selama 3 hari
(kel.eksperimen), plasebo setiap 8 jam selama 3 hari (kel.kontrol). Hasilnya,
QG-5Ò dapat menurunkan durasi nyeri abdominal (efek spasmolitik),
meskipun tidak ada perubahan signifikan pada konsistensi dan frekuensi dati
feses dibandingkan dengan kel.kontrol (Lozoya et al, 2002).
f. Toksisitas
LD50 ekstrak etanol jambu biji yang diberikan secara intra peritoneal pada
tikus adalah 0,188 g/kgBB. LD50 ekstrak air jambu biji >5 g/KgBB per oral
(Ross, I.A., 1999).
g. Dosis
Ekstrak jambu biji 500 mg (quersetin 1 mg/500mg) diberikan setiap 8 jam
selama 3 hari untuk mengurangi nyeri abdominal pada diare akut (Lozoya et
al, 2002)
h. Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering, di dalam wadah tertutup rapat, jauh dari
jangkauan anak-anak.
3. Camellia sinensis
a. Klasifikasi Botani
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Dilleniidae
Bangsa : Theales
Suku : Theaceae
Marga : Camellia
Jenis : Camellia sinensis
b. Deskripsi tanaman
Camellia sinensis merupakan perdu atau pohon kecil yang biasanya
dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya. Akarnya tunggang
yang kuat. Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8
petal. Tumbuhan Camellia sinensis, dengan irisan melintang bunga (kiri
bawah) dan bijinya (kanan bawah). Biji Camellia sinensis serta
biji Camellia oleifera dapat di pres untuk mendapatkan minyak teh, suatu
bumbu yang agak manis sekaligus minyak masak yang berbeda dari minyak
pohon teh, suatu minyak atsiri yang dipakai untuk tujuan kesehatan dan
kecantikan dan berasal dari dedaunan tumbuhan yang berbeda. Daunnya
memiliki panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm. Daun segar mengandung
kafein sekitar 4%. Daun muda yang berwarna hijau muda lebih disukai
untuk produksi teh; daun-daun itu mempunyai rambut-rambut pendek putih
di bagian bawah daun. Daun tua berwarna lebih gelap. Daun dengan umur
yang berbeda menghasilkan kualitas teh yang berbeda-beda, karena
komposisi kimianya yang berbeda. Biasanya, pucuk dan dua hingga tiga
daun pertama dipanen untuk permrosesan. Pemetikan dengan tangan ini
diulang setiap dua minggu.
Gambar 5. Green tea
c. Penggunaan secara tradisional
Di india, masyarakat menggunakan teh hijau sebagai obat anti diare,
menambah nafsu makan , anti hoperdipsia (rasa haus yang berlebihan),
migrain, demam, pengobatan jantung, dan mengurangi rasa lelah.
Di China, teh hijau biasa digunakan untuk mengobati migrain, gangguan
pencernaan, dan mencegah pertumbuhan sel kanker. Teh hijau biasanya
dimanfaatkan sebagai minuman sehat. Bagi bangsa Cina, tanaman ini bukan
sekedar hanya sebagai minuman, namun juga sebagai ramuan herbal yang
berfungsi untuk meluruhkan lemak di tubuh, menjadikan aroma tubuh
harum, memperbaiki mood, dan sebagai antioksidan. Bahkan teh hijau
ternyata mampu menghilangkan jerawat beserta noda-nodanya.
d. Kandungan kimia
Polifenol (katekin)
Katekin merupakan kelompok utama dari substansi teh hijau dan paling
berpengaruh terhadap seluruh komponen teh. Dalam pengolahannya,
senyawa tidak berwarna ini, baik langsung maupun tidak langsung selalu
dihubungkan dengan semua sifat produk teh, yaitu rasa, warna, dan aroma.
Katekin teh hijau tersusun sebagian besar atas senyawa-senyawa katekin,
(C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (EGC), epikatekin
galat (ECG), galokatekin galat (GCG), dan epigalokatekin galat (EGCG).
Diketahui bahwa katekin membentuk beberapa kompleks dalam reaksi
dengan kafein, protein, peptida, ion tembaga, atau siklodekstrin.
Flavanol
Flavanol pada teh meliputi quersetin, kaempferol, dan mirisetin. Flavanol
merupakan satu di antara sekian banyak antioksidan alami yang terdapat
dalam tanaman pangan dan mempunyai kemampuan mengikat logam.
Aktivitas antioksidan flavanol meningkat seiring dengan bertambahnya
gugus hidroksil dalam cincin A dan B.
Alkaloid Purin : caffeine, theobromine, theophhylline
Ion anorganik ; fluoride, potassium, aluminium
e. Mekanisme aksi
Antikarsinogenik : aktivitas antioksidan mempromosikan penghambatan
penanda biokimia inisiasi tumor dan promosi, induksi apoptosis, dan
penghambatan tingkat replikasi sel sehingga memperlambat pertumbuhan
neoplasma.
Efek CNS : kafein merangsang pusat dan menyebabkan efek antidepresan.
Diuresis = adenosin antagonisme dengan kafein menyebabkan pelebaran
pembuluh ginjal dengan peningkatan berturut-turut di tingkat filtrasi.
anti diare = tannin efek dan polifenol mempromosikan pertumbuhan
Lactobacillus dan Bifidobacterium sementara menghambat pertumbuhan C.
Perfingens, penyebab diare.
Kolesterol Penurunan = antioksidan memiliki efek langsung pada penurunan
LDL dan TG's1.
Dental Hygiene = jumlah besar fluoride dan penghambatan pertumbuhan
bakteri rongga-terkait seperti Streptococcus mutans dan E. Coli.
f. Uji praklinis dan klinis
Sebagai antioksidan
Kerusakan oleh karena proses oksidasi berasal dari peningkatan radikal
bebas baik yang secara endogen (proses inflamasi), maupun secara eksogen
(radiasi, polusi, dan asap rokok). Salah satu efek biologis teh hijau adalah
bekerja sebagai antioksidan. Kerusakan oleh karena proses oksidasi berasal
dari peningkatan radikal bebas baik yang secara endogen (proses inflamasi),
maupun secara eksogen (radiasi, polusi, dan asap rokok). Polifenol yang
terdapat di dalam teh hijau dikatakan dapat menjadi antimikroba dalam
Mahmood et al (2010).
Menurunkan Kadar Lipid Darah
Pemberian sari seduhan daun teh hijau dosis 10 kali dosis manusia (0,54 g/
200 gBB) pada tikus putih jantan yang diberi kuning telur sebanyak 1,25
g/200 gBB/hari dan sukrosa 1,25 g/200 gBB/hari, selama 8 minggu terbukti
dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida hewan coba
dan juga berat badan hewan coba. Penelitian uji klinik selama 12 minggu
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun teh yang mengandung 75 mg
teaflavin, 150 mg katekin dan 150 mg polifenol dengan dosis 1x1 setiap hari
selama 12 minggu ternyata dapat menurunkan kolesterol total serum
penderita sebanyak 11,3% dan menurunkan kadar LDL penderita sebesar
16,4% (BPOM, 2010).
Antihipertensi
Penelitian Yokogashi dkk. Menunjukkan bahwa pemberian teanin injeksi
intra peritoneal pada tikus hipertensi, secara nyata menurunkan tekanan
darah tikus. Pemberian glutamat yang memiliki struktur kimia menyerupai
teanin tidak memberikan efek antihipertensi. Pengaturan tekanan darah
berkaitan erat dengan neuron katekolaminergik dan neurotonergik di dalam
sistem saraf otak dan perifer. Tanin dipercaya dapat menurunkan kadar
neurotransmiter serotonin, sehingga dapat berperan untuk menurunkan
tekanan darah (BPOM, 2006).
Hepatoprotektor
Ekstrak air teh hijau mengandung polifenol 200 mg/mL secara signifikan
dapat menurunkan aktivitas enzim-enzim hati (alkalin fosfatase, SGOT dan
SGPT) dan lipid peroksidase, tetapi meningkatkan enzim superoksida
dismutase, katalase, glutation tereduksi (GSH), total tiol, glutation
peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan glutation S-transferase
(GST) hati mencit. Ekstrak 2% juga dapat melindungi kerusakan hati dan
ginjal akibat pemberian aflatoksin 25 dan 50 mg selama 30 hari pada
mencit. Ekstrak 0.5-1.5% yang diberikan dalam air minum selama 1 minggu
dapat melindungi kerusakan jaringan prostat, hati dan ginjal mencit akibat
pemberian per oral 7,12-dimetil benz(a)antrasena (DMBA) 50 mg/kgBB.
Ekstrak 50, 100 dan 200 mg/kgBB diberikan per oral 5 kali sebelum
pemberian D-galaktosamin mampu mencegah kenaikan aktivitas GOT, GPT
dan ALP, mencegah penurunan albumin serum dan kolesterol total pada
tikus (BPOM, 2008).
Antiradang dan Antitumor
Teh dapat menghambat faktor transkripsi NF-KB. Penderita kanker payudara
dan kanker lambung tampaknya lebih rendah pada peminum teh hijau.
Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa teh hijau dapat menghambat
kejadian kanker pankreas, kolon, usus kecil, lambung, payudara dan paru-
paru.
Uji klinik kasus kontrol yang dilakukan di China untuk kanker pankreas,
kolon dan rektum pada penderita usia 30-74 tahun menunjukkan bahwa
peningkatan konsumsi teh dapat menurunkan insiden ketiga kanker tersebut.
Konsumsi teh yang tinggi pada wanita (> atau = 200 g/bulan) dapat
menurunan resiko kanker kolon 33%, kanker rektum 43% dan kanker
pankreas 47%. Untuk pria, konsumsi teh hijau > atau = 300 g/bulan dapat
mengurangi resiko kanker kolon 18%, kanker rektum 43% dan kanker
pankreas 47%.
Penelitian kasus kontrol, 2 bagian, dilakukan pada 472 wanita di Jepang
yang menderita kanker payudara stadium I, II atau III. Hubungan antara
konsumsi teh dan kekambuhan kanker menunjukkan hubungan terbalik,
konsumsi ≥ 5 cangkir/hari menunjukkan angka kekambuhan 16.7% dan
konsumsi ≤ 4 cangkir/hari menunjukkan angka kekambuhan 24.3%.
Kardiovaskular
Konsumsi teh hitam menghasilkan resiko kematian yang lebih rendah akibat
penyakit iskemia jantung dan terbukti mengembalikan disfungsi endotel
pada penyakit jantung koroner.
Antidiare
Pemberian tanin dikombinasi dengan polifenol 400 mg yang diberikan tiga
kali sehari dapat merangsang pertumbuhan Lactobacillis dan Bifidobacter
dan menghambat pertumbuhan Clostridium perfringens dan Clostridium
difficile.
Antimikroba
Obat kumur yang mengandung teh hijau dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius dan Escherichia
coli.
Efek lainnya :
Kafein mempunyai efek sebagai antagonis adenosine yang mendorong
terjadinya dilatasi pembuluh darah ginjal sehingga terjadi peningkatan laju
filtrasi ginjal (diuresis). Kafein merupakan inotropik positif, dapat
merangsang sekresi getah lambung, glikolisis dan lipolisis. Pada percobaan
binatang, efek antagonis terhadap bradikinin dan prostaglandin dapat
memberikan efek anti inflamasi.
Pemberian ekstrak teh oolong yang mengandung etanol 0.2% dapat
menghambat terjadinya plak pada gigi. Indeks plak dan gingival menurun
secara signifikan setelah pemberian regimen yang mengandung 0.2% CTP
(Chinese Green Tea) untuk sikat gigi.
g. Toksisitas
Secara umum teh bersifat non toksik (Heinrich M., Barnes J., Gibbons S.,
Williamson E.M., 2010). Tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
keracunan kafein kronis dapat terjadi bila meminum 5 cangkir teh setiap
hari yang setara dengan 300 mg kafein. Gejalanya berupa gangguan
pencernaan (dispepsia), rasa lemah, gelisah, tremor, suka tidur, tidak ada
nafsu makan, sakit kepala, pusing (vertigo), bingung, berdebar, sesak nafas
dan kadang sembelit (BPOM, 2006).
h. Kontra indikasi
Hindari pemberian pada wanita hamil karena kandungan kafein dalam teh
dapat menyebabkan efek teratogenik (studi pada hewan).
Pemberian pada menyususi sebaiknya lebih berhati-hati, karena kandungan
kafein dalam daun teh dapat menyebabkan gangguan tidur pada bayi.
i. Efek samping
Kemungkinan efek samping yang dapat timbul berupa reaksi alergi, diare,
konstipasi, mual, peningkatan asam lambung, dan gejala gangguan cerna
lainnya, ansietas, insomnia, peningkatan tekanan darah, dan kadar glukosa
darah.
j. Peringatan
Konsumsi jangka panjang dan terus menerus, teh dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi karena absorpsi zat besi terganggu. Penggunaan
dalam dosis besar dapat menyebabkan kanker esofagus (BPOM, 2008).
Pernah dilaporkan kasus anemia mikrositik pada bayi yang diberikan teh
hijau rata-rata 250 mL setiap hari. Hal ini mungkin disebabkan karena
gangguan metabolisme besi.
k. Penyiapan dosis
Dosage form:
Infusi: 1:1
Tablet: 100 mg/tablet
Kapsul: 100, 150, 175, 333, 383, dan 500 mg/kapsul
Filter tea bags: 1,8-2,2 g/tea ekrang kering
Recommended dose:
Sehari 300-400 mg polifenol
Lebih dari 5 gelas per hari dapat menyebabkan adverse effects (efek yang
merugikan)
Dosis 3-10 g per hari dapa tmenyebabkan toksisitas
l. Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering, di dalam wadah yang tertutup rapat,
jauh dari jangkauan.
4. Fitoterapi lainnya
Fitoterapi lain yang digunakan untuk diare akut antara lain:
Berberine (Berberis aristata)
Tormentil Root (Potentialla tormentilla)
Baohauhau (Baobaosan plant)
Carob (Ceratonia siliqua)
Pectin (Malus domestica)
Seirogan (Creosote bush)
Belladonna (Atropa belladona)
White bean (Phaseolis vulgaris)
Wheat (Triticum aestivum)
(Asgari, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Imron Rosyadi. (2001). Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Untuk
Memproduksi Teh Hitam Berkelanjutan. Bandung: Disertasi, Universitas
Padjajaran.
Ahmed, Gilani, Abdollahi, Daglia, Nabavi SF, Nabavi SM (2015). Berberine and
neurodegeneration: A review of literatur. Pharmacological Reports xxx.
Asgari. (2010). A systematic review of the evidence for use of herbal medicine
for the treatment of acute diarrhea. The University of Texas.
Balitbangkes. (2001). Inventaris tanaman obat Indonesia (1) Jilis 2, Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2006). Acuan Sediaan Herbal Vol
Keempat Edisi Pertama. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia. 121-125.
Bone, Mills. (2013). Principles and practice of phytotherapy modern herbal
medicine. Churchill Livingstone.
Burns, Chisholm, Terry, Patrick, Jill, John, dan Joseph (2008). Dipiro.
Pharmacotherapy Principle & Practice.USA.
Caceres, A., Fletes, L., Aguilar, L., Ramirez, O., Figueroa, L., Taracena, A.M.,
Samoya, B. (1993). Plants used in Guatemala for the treatment of
gastrointestinal disorders. 3. Conformation of activity againts enterobacteria
of 16 plant extracts. Journal of ethnopharmacology 38, 31-38.
Colliere, W.A. (1949). The antibiotic actions of plants, specially the higher plants,
results with Indonesian plants. Chronic of nature 105, 8-19.
Corwin Elizabeth(2001). Handbook of Pathophysiology, Springhouse, Pa.:
Springhouse Corp.
Coutino-Rodriguez, R., Hernandez-Cruz, P., Giles-Rios, H. (2001). Lectins in
fruits having gastrointestinal activity: their participation in the
hemagglunating property of Escherichia coli o157: H7. Archives of medical
research 32, 251-257.
Dolby V, Mitscher LA. The Green Tea Book: China’s Fountain of Youth. Garden
City Park (NY): Avery Publishing Group; 1998.
Duke, J.A., Godwin, M.J.B., duCellier, J., Duke, P.A.K. (2002). Handbook of
medicinal herbs (Edisi ke-2). New york: CRC Press.
Gnan, S., Demello, M. (1999). Inhibition of Staphylococcus aureus by aqueous
Goiaba extracts. Journal of ethnopharmacology 68, 103-108.
Gruenwald, Joerg, et al., ed. PDR for Herbal Medicines. Montvale: Medical
Economics Company, Inc.2000.
Hamilton-Miller, JMT. Anti-cariogenic properties of tea (Camellia sinensis). J
Med Microbiol. 50(4):299-302, 2001 April.
Heinrich M., Barnes J., Gibbons S., Williamson E.M. (2010). Farmakognosi dan
Fitoterapi. Jakarta: EGC. 320-321.
Jairaj, P., Khoohaswan, P. (1999). Anticough and microbial activities of psidium
guajava Linn leaf extract. Journal of ethnopharmacology 67, 203-212.
Jellin JM, Batz F, Hitchens, K. Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter Natural
Medicines Comprehensive Database. Stockton, CA: Therapeutic Research
Faculty; 1999: 412-414.
Joshi, Shirkhedkar, Prakash, Maheshwari (2011). Antidiarrheal activity, chemical
and toxicity profile of Berberis aristata. Pharm Biol. 49(1):94-100.
Juni, H. 2000. DAYA ANTI INFLAMASI EKSTRAK DAUN TEH SEGAR
(Camellia sinensis varietas Thea viridis) : KAJIAN UJI FAGOSITOSIS
LEKOSIT SECARA IN VITRO. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Available online at : http://repository.ugm.ac.id/id/eprint/92475
Kaegi E. Unconventional therapies for cancer: Green tea. The Task Force on
Alternative Therapies of the Canadian Breast Cancer Research Initiative.
CMAJ. 158(8):1033-5, 1998 Apr 21.
Khin maung u, Myo khin, Nyunt nyunt wai, Aye kyaw, Tin u (1985). Clinical trial
of berberine in acute watery diarrhoea. British Medical Journal. Volume 291.
Lozoya, X., Becerril, G., Martinez, M. (1990). Intraluminal perfusion model of in
vitro guinea pig ileum as a model of study of the antidiarrheic properties of
the guava Psidium guajava. Archives of medical research 21, 155-162.
Lozoya, X., Meckes, M., Aboud-Zaid, M., Tortoriello, J., Nozolillo, C., Arnason,
J.T. (1994). Quercetine glycosides in Psidium guajava L. leaves and
determination of a spasmolytic principle. Archives of medical research 25,
11-15
Lozoya. (1999). Xiuhpatli, herba officinalis. SSA/UNAM. Mexico.
Lozoya , X., Reyes-Morales, H., Marco, A., Chaves-Soto, Martinez-Garcia,
M.D.C., Soto-Gonzales, Y., Svetlana, V., Doubova. (2002). Anti spasmodic
effect of a phytodrug of Psidium guajava folia in treatment of acute diarrheic
disease. Journal of ethnopharmacology. 83:19-24.
Lutterodt, G.D., Maleque, A. (1988). Effects on mice locomotor activity of a
narcotic-like principle from Psidium guajava leaves. Journal of
ethnopharmacology 24, 219-231.
Lutterodt, G.D. (1989). Inhibition of gastrointestinal release of acetylcholine by
quercetin as a possible mode of action of Psidium guajava leaf extracts in the
treatment of acute diarrhoeal disease. Journal of ethnopharmacology 17, 151-
157.
Lutterodt, G.D. (1992). Inhibition of Microlax induced experimental diarrhoea
with narcotic-like extracts of Psidium guajava leaf in rats. Journal of
ethnopharmacology 17, 151-157.
Lutterodt, G.D. (1993). Analgesic efficacy of Psidium gujava extractive in mouse
experimental models. Asia-pacific journal of pharmacy 8, 83-87.
Maikere, R., van Puyvelde, L., Mutwewingabo, A.. (1989). Study of Rwandese
medical plants used in the treatment of diarrhoea. Journal of
ethnopharmacology 26, 101-109.
Meckes, M., Calzada, F., Tortoriello, J., Gonzales, J.L., Martinez, M. (1996).
Terpenoid isolated from Psidium guajava with depressant activity on central
nervous system. Phytotherapy research 10, 600-603.
Medical Economics Company (US). PDR for Herbal Medicines. 2nd ed.
Montvale: Medical Economics Co.; 2000. p. 369-372.
Mitra, Saumya, Sanjita, Kumer. (2011). Phyto-pharmacology of Berberis aristata
DC: a review. Journal of drug delivery & therapeutics; 2011,1(2):46-50.
Moore LL, Minne K & Moore MB (Eds): AltMed-REAX ® System.
MICROMEDEX, Inc., Englewood, Colorado (Edition expires [03/2001]).
Moore LL, Minne K & Moore MB (Eds): AltCareDex ® System.
MICROMEDEX, Inc., Englewood, Colorado (Edition expires [03/2001]).
Princen HMG, et.al. No Effect of Consumption of Green and Black Tea on
Plasma Lipid and Antioxidant Levels and on LDL Oxidation in Smokers.
Arterioscler Thromb Biol. 18(5):833-841-5, 1998 May.
Ross, I.A. (1999). Medicinal plants of the world: chemical constituents,
traditional and modern medicinal uses. New Jersey: Humana Press Inc.
Shaheen, H.M., Ali, B.H., Alqarawi, A.A., Bashir, A.K. (2000). Effect system in
mice. Phytotherapy research 14, 107-111.
Thorne Research, Inc (2000). Monograph berberine. Alternative Medicine
Review. Volume 5, No 2.
Tona, L., Kambu, K. (2000). Antiamoebic and spasmolytic activities of extracts
from some antidiarrheic traditional preparations used in Kinshasa, Congo.
International journal of phytotherapy and phytopharmacology 7, 31-38.
Wagu. 2001. Teh Produk Hilir Lebih Prospektif. Majalah Gema Industri Kecil,
Edisi 14 J
WHO (2013). Diarrhoeal disease. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/. Diakses tanggal 20
April 2015.
Yovita, T., Roesnaeni dan Sylvia, S. 2006. Efek Antidiare infusa Daun Teh Hijau
(Camellia sinensi L) Pada Mencit Galur Swiss Webster Jantan. Universitas
Kristen Maranatha : Bandung.
Zhang, Y., Wang, X., Sha, S., Liang, S., Zhao, L., Liu, L., Chai, N., Wang, H.,
Wu, K. (2012). Berberine increases the expression of NHE3 and AQP4 in
sennoside A-induced diarrhoea model. Fitoterapia 83:1014-1022.