makalah

12
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya membahas mengenai “ MAKNA BUDAYA TINGKEBAN DAN FUNGSINYA DALAM MASYARAKATMakalah ini dibuat dengan berbagai beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menambah kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan seni ritual jawa. Surabaya, 10 Juni 2014 Penulis

Upload: rizkiisulistyowati

Post on 11-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Makalah Filsafat

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik

dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya membahas mengenai “ MAKNA BUDAYA TINGKEBAN DAN FUNGSINYA DALAM MASYARAKAT”

Makalah ini dibuat dengan berbagai beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menambah

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas

kepada pembaca dan bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan seni ritual jawa.

Surabaya, 10 Juni 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Page 2: Makalah

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. Latar Belakang ...................................................................................................

B. Rumusan Masalah ..............................................................................................

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................

D. Manfaat ..............................................................................................................

BAB II DASAR TEORI ................................................................................................

A. Pengertian tingkeban

B. Tujuan tingkeban

BAB III PEMBAHASAN ..............................................................................................

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................

A. Kesimpulan ........................................................................................................

B. Saran ..................................................................................................................

C. Daftar Pustaka ....................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

Page 3: Makalah

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat jawa dalam kehidupannya selalu menyelaraskan antara keseimbangan lahiriyah dan batiniyah. Salah satu bentuk untuk mencapai keselarasan hidup, masyarakat jawa mencapainya lewat seni. Adapun seni yang dominan dan dianggap penting sebagai pencapaian bentuk keselarasan itu melalui seni ritual ( jawa ), salah satunya adalah seni ritual Tingkeban. Tingkeban adalah suatu bentuk inisiasi, yaitu sarana yang digunakan guna melewati suatu kecemasan. Dalam hal ini, kecemasan calon orang tua terhadap terkabulnya harapan mereka baik selama masa mengandung, ketika melahirkan, bahkan harapan akan anak yang terlahir nanti. Tradisi Tingkepan ini hanya ada di Indonesia, khusnya di Jawa. Masyarakat Jawa, menurut DR.K.H.Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh ,terkenal dengan tradisinya yang beragam, mulai dari yang bersifat ritual yang berbau mistis sampai yang bersifat seremonial. Kalau kita cermati, tradisi yang ada sekarang itu tidak terbentuk dengan sendirinya. Tradisi disamping dipengaruhi oleh pola pikir sekarang, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh generasi pendahulu. Dengan demikian ia selalu menghubungkan pada generasi pendahulu yang pada saat itu memiliki faham dan agama atau kepercayaan yang berbeda – beda sehingga tidak semua tradisi sesuai dengan syari'at. Oleh karena itu sebagai pewaris tradisi, hendaknya selalu menimbang terlebih dahulu dengan ukuran syariat. Rumitnya ritual tingkeban ini, hingga memerlukan tenaga, pikiran, bahkan materi baik dalam persiapan maupun ketika pelaksanaannya. Semua tahap-tahap tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai tahap-tahap yang harus dilalui. Mulai dari pemilihan hari dan tanggal pelaksanaan saja harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ada. Apabila mereka melanggar, maka masyarakat sekitar akan segera merespon negatif terhadap hal tersebut. Dari pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul “ Makna Budaya Tingkeban dan Fungsinya Dalam Masyarakat Menurut Adat Jawa dan Islam” karena merupakan tradisi warisan leluhur yang masih dianggap sangat sakral.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi tingkeban Jawa bagi masyarakat ?

2. Bagaimanakah hubungan antara tradisi Tingkeban dengan ajaran Islam ?

3. Bagaimana sudut pandang filsafat (ontology, epitimologi, dan aksiologi)

mengenai pelaksanaan tingkeban ?

C. TUJUAN PENULISAN

Page 4: Makalah

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengungkapkan fungsi tingkeban bagi masyarakat

2. Mengetahui hubungan antara tradisi tingkeban dengan ajaran Islam

3. Menjelaskan sudut pandang filsafat (ontology, epistimologi, dan aksiologi) mengenai

pelaksanaan tingkeban.

D. MANFAAT

Manfaat dari pembelajaran kali ini adalah untuk menginformasikan kepada

masyarakat setempat agar dapat memahami tradisi tingkeban secara benar, baik

dipandang dari segi budaya maupun ajaran agama.

BAB II

DASAR TEORI

A. Pengertian Tingkeban

Page 5: Makalah

Sebagai ungkapan rasa syukur dalam menyambut berita gembira kehamilan

dari pasangan suami istri, dalam masyarakat Jawa terdapat suatu tradisi yang

diperuntukkan bagi seorang wanita yang sedang mengandung, yaitu Tingkepan.

Tingkeban merupakan sebuah upacara adat jawa yang berkaitan dengan kelahiran. “

Tingkeb’’ (-an) mengandung arti kenduri ( selamatan orang hamil ) yang diselamati

ketika mengandung 7 bulan ( Praworoatmojo, 989:259). Tingkeban ini hanya

dilaksanakan apabila anak yang dikandung merupakan anak yang pertama Tingkeban

juga disebut sebagai mitoni yang artinya adalah hitungan bulan ketujuh Masyarakat

jawa percaya bahwa jabang bayi yang berumur tujuh bulan telah mempunyai raga

yang sempurna serta sudah mencapai proses penciptaan manusia tahap nyata dan

sempurna atau Sapta Kawasa Jati. Tingkeban mengandung makna memperkenalkan

seorang wanita ( Jawa ) kepada kehidupan sebagai Ibu. Di samping itu, tingkeban

mengandung makna suatu permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar bayi dalam

kandungan selamat. Tradisi tingkeban ini biasanya dilaksanakan di rumah mertua

yang mengandung bayi atau di rumah ibu yang sedang mengandung bayi.

B. Tujuan Tingkeban

a. Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Sebagai umat muslim, kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah

diberikan oleh Allah SWT. Dalam hal ini, kehamilan merupakan kabar gembira bagi

suami-istri. Karena, mereka diberi kepercayaan untuk menjaga seorang anak yang akan

dilahirkan di dunia.

b. Mendoakan agar bayi lahir dengan lancar, cepat berjalan, dan mendo’akan agar bayi

nanti menjadi anak yang sholeh sholehah, berbakti kepada nusa bangsa.

BAB III

PEMBAHASAN

1. Fungsi Tingkeban bagi masyarakat

2. hubungan antara tradisi Tingkeban dengan ajaran Islam

Page 6: Makalah

Sebenarnya pelaksanaan Tingkeban berangkat dari memahami hadits nabi yang

diriwayatkan oleh Bukhori, yang menjelaskan tentang proses perkembangan janin

dalam rahim perkembangan seorang perempuan. Dalam hadits tersebut dinyatakan

bahwa pada saat janin berumur 120 hari (4 bulan) dalam kandungan ditiupkan ruh dan

ditentukan 4 perkara, yaitu umur, jodoh, rizki, dan nasibnya.

Sekalipun dalam hadits tersebut tidak ada perintah untuk melakukan ritual, tetapi melakukan permohonan pada saat itu tidak dilarang. Dengan dasar hadits tersebut, maka kebiasaan orang Jawa khususnya Yogya-Solo mengadakan upacara adat untuk melakukan permohonan agar janin yang ada dalam rahim seseorang istri lahir selamat dan menjadi anak yang soleh dan solekhah.

Pada dasarnya “tingkeban” merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan sangat mulia, karena di dalam ritual tingkeban terdapat permohonan do’a kepada Gusti Allah. Dan dikumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi merupakan bukti pelaksanaan tingkeban secara Islami. Dikumandangkannya Shalawat Nabi dalam tradisi umat Islam di Ponorogo dikenal dengan “Berjanjen”.

Berjanjen ini diharapkan dapat memberikan pendidikan kepada Janin yang dikandung oleh sang ibu sejak “Si Jabang Bayi” masih dalam kandungan seiring dengan ditiupkannya “RUH” kepada “Si Jabang Bayi”.

3. Sudut Pandang mengenai pernikahan pada bulan suro (epistimologi, aksiologi dan

ontologi)

EPISTIMOLOGI

Masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang

pengetahuan. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kefilsafatan.

Perlu di perhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh

pengetahuan. Epistimologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat

dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung

jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.

Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai

metode, diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode

kontemplatis dan metode dialektis. Jadi, epistimologi adalah bagian dari filsafat yang

membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula

pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Objek material

dari epistimologi adalah pengetahuan dan objek formulanya adalah hakikat

pengetahuan itu.

Page 7: Makalah

AKSIOLOGI

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang

umumnya di tinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak

cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan maslah-masalah nilai yang khusus

seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama, dan epitilologi yang bersangkutan

dengan masalah kebenaran. Dalam aksiologi membahas untuk apa pengetahuan ilmu itu

di gunakan? Bagimana penentuan obyek yang di telaah bedasarkan pilihan-pilihan

moral? Bagaimana penentuan obyek yang telah di telaah bedasarkan pilihan-pilihan

moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang di gunakan dengan norma-norma moral

dan profesional? (filsafat etika).

ONTOLOGI

Ontologi dapat mendekati masalah hakekat kenyataan dari dua macam sudut

pandang, yaitu dari segi kuantitatif dan kualitatif. Orang dapat mempertanyakan,

“Kenyataan itu tunggal atau jamak?” yang demikian ini merupakan pendekatan

kuantitatif. Atau orang dapat juga mengajukan pertanyaan, “Dalam babak terakhir,

apakah yang merupakan kenyataan itu?” yang demikian ini merupakan pendekatan

kualitatif. Dalam hubungan tertentu, segenap masalah dibidang ontologi dapat

dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat umum, seperti “Bagaimana

cara kita hendak membicarakan kenyataan”. Dapat dipahami bahwa hakikat ontologi

adalah memecahkan permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang

realitas mengontrol pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan,

kita jelas tidak akan memperoleh jawaban darimana kita nantinya akan membina

kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan menetapkan disiplin tentang masalah

– masalah pokoknya.

Dari berbagai simbol tindakan dan sesaji ritual tingkeban/mitoni demikian, memang tampak bahwa masyarakat Jawa memiliki harapan-harapan keselamatan. Masyarakat Jawa menganggap mitoni sebagai ritual yang patut diperhatikan secara khusus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna dan fungsi cultural selamatan mitoni adalah: (1) untuk mewariskan tradisi leluhur, agar tidak kesiku (mendapatkan marabahaya) dan (2) untuk menjaga keseimbangan, keselarasan, kebahagiaan, dan keselamatan (slamet, ora ono apo-apo) hidup yaitu kondisi aman tenteram tanpa gangguan makhluk lain atau alam sekitar. Selain itu, tradisi tujuh bulanan (tingkeban/mitoni) menunjukkan karakter masyarakat Jawa yang berpikir asosiatif. 

Hakikatnya, tradisi ini adalah memohon keselamatan kepada Allah Swt. (Tuhan Yang Maha kuasa). Sebagaimana ungkapan: ““jabang bayi lahir sageto welujeng selamet ampunenten alangan sak tunggal penopo”. Anak yang dikandung akan terlahir dengan

Page 8: Makalah

gangsar (mudah), sehat, selamat, fisik yang sempurna, tidak ada gangguan apa-apa. Ini sebenarnya menggambarkan budi pekerti Jawa yang selalu memproses diri melalui tazkiyatun nafsi (penyucian diri) untuk memohon kepada yang Maha Kuasa. Artinya, wujud pengabdian diri kepada Allah Swt. (Tuhan Yang Maha Kuasa).

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Page 9: Makalah

Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa Tingkeban merupakan ritual yang dilaksanakan ketika kandungan seorang wanita mencapai usiatujuh bulan dan ia mengandung yang pertama kali. Menurut Adat Jawa dalam pelaksanaan tingkeban yaitu ibu yang sedang hamil tujuh bulan dilakukan pembacaan doa-doa khusus (seperti Surah Yusuf dan Maryam ) serta menyediakan hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut ajaran islam, tingkeban bo

B. Saran

Masyarakat Jawa diperbolehkan untuk mengadakan tingkeban, asalkan tidak

menyalahi ajaran Islam.