makalah
TRANSCRIPT
I. Pendahuluan
Televisi merupakan salah satu alternatif hiburan yang paling dekat
dengan masyarakat. Terbukti dari sekian banyak penelitian, tidak
terbantahkan bahwa salah satu diantara media massa (radio, televisi,
media cetak, dan internet) yang banyak berpengaruh dan paling disukai
masyarakat adalah televisi.1
Sebagai media yang paling berpengaruh dan digemari masyarakat,
stasiun televisi swasta berlomba-lomba membuat program acara yang
beragam serta menarik perhatian masyarakat demi menaikkan rating.
Salah satu ragam acara yang menarik dan paling diminati oleh pemirsa
adalah sinetron (sinema elektronik), terbukti dengan menjamurnya
sinetron-sinetron di televisi. Meskipun banyak program sinetron di televisi,
tema yang mereka angkat nyaris sama dan serupa. Tema yang mereka
angkat seputar perebutan harta warisan, perseteruan mertua dan
menantu, perebutan jabatan, anak yang tertukar, dan lain sebagainya.
Salah satu sinetron yang memberikan sajian yang berbeda dari
sinetron-sinetron lainnya adalah Islam KTP. Sinetron komedi yang
mengangkat isu-isu sosial, ekonomi, dan agama yang tengah hangat
dibicarakan masyarakat. Sinetron ini menjadi sinetron yang memberikan
muatan moral positif bagi pemirsanya, banyak pendidikan karakter yang
secara tidak langsung disampaikan oleh sutradara melalui tokoh-tokoh
1 J. Thomshon, A Mass Comincation Perspective on Entertaintment Industries, dalam James Curran & Michael Gurevitch. (London : Edward Arnold, 1991), hlm.5.
1
dalam sinetron ini. Karena itu, membuat penulis tertarik untuk membahas
lebih dalam persoalan pendidikan karakter yang ada di sinetron Islam KTP
tersebut.
Tujuan makalah ini ditulis oleh penulis adalah untuk mengkritisi
sinetron Islam KTP yang di tayangkan di SCTV. Mengkritisi sisi positif dan
negatif dari tayangan tersebut dalam peran pembentukan karakter anak
sebagai fokus utama.
Batasan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
melihat apa saja kelebihan dan kekurangan sinetron Islam KTP dari sudut
pandang kajian representasi, unsur moral yang terkandung dalam
sinetron Islam KTP sebagai pembentukan karakter anak, dan melihat
peran para tokoh di sinetron Islam KTP dalam merefleksikan realita
dalam kehidupan masyarakat.
II. Pembahasan
Kajian Sinetron Komedi Sinteron Islam KTP Melalui Pendekatan
Representasi
Untuk mengkaji sinetron Islam KTP, penulis menggunakan
pendekatan representasi2. Representasi dalam cultural studies
didefinisikan sebagai produksi makna yang diwujudkan melalui bahasa,
termasuk di dalamnya bahasa visual. Banyak pemaknaan citra visual,
2 Stuart Hall, Hall, Stuart. “Work of Representation”, dalam Stuart Hall (ed). Representation, Cultural Representations and Signifying Practice. (London: Sage Publication in assosiation with The Open University Press, 1997) hlm 121.
2
dalam media televisi, yang bisa diasumsikan memunculkan representasi
ideologis tertentu. Teori representasi memperlakukan tayangan televisi
sebagai teks visual yang mempunyai makna tertentu yang bisa ditemukan
seorang pengkaji. Makna yang ditemukan bisa saja berupa “pengetahuan”
yang lebih mementingkan ideologi kelompok sosial tertentu. Tayangan
”Sinetron komedi Islam KTP” di SCTV sebenarnya juga memunculkan
mitos-mitos dan pengetahuan baru tentang Islam yang bisa berimplikasi
kultural bagi kehidupan khalayak penontonnya di masyarakat.
Kehidupan yang direpresentasikan dalam sinetron Islam KTP,
menunjukkan kehidupan manusia yang sesuai dengan ajaran islam yang
sesungguhnya bukan hanya sekedar Islam KTP. Terlihat dengan adanya
tokoh Bang Ali yang memiliki kemampuan sederajat dengan seorang wali
Allah. Ia menjalani kehidupannya sesuai dengan syariat islam sebagai
muslim sejati.
Pengetahuan tentang Islam yang selama ini hanya bisa didapatkan
secara formal (di Sekolah Islam, Pondok Pesantren, Madrasyah, Masjid,
Pengajian dan sejenisnya) sekarang bisa didapat secara bebas melalui
tayangan media televisi. Tentu pengetahuan Islam yang didapatkan
melalui media televisi, akan sedikit berbeda dangan yang diperoleh secara
formal. Perbedaan itu terletak pada penyesuaian dengan karakteristik
media televisi. Karena tayangan yang berkonsep Islami di televisi
bernuansa nilai komersial. Artinya sepanjang konsep Islami tayangan
televisi akan mendatangkan banyak penggemar (ratingnya tinggi), dan
3
mendatangkan keuntungan bagi media televisi tentu akan di pertahankan
apapun alasannya, dan begitu sebaliknya.3
Kelebihan dan Kelemahan Sinetron Islam KTP Dalam Membangun
Pendidikan Karakter
Dimensi sinetron berbeda dengan dimensi sastra yang berbentuk
tulisan, dan cara mengkajinya pun berbeda. Saat berbentuk naskah,
dimensinya masih sama dengan sastra pada umumnya sehingga dapat
dikaji dengan teori sastra. Namun, ketika naskah tersebut sudah menjadi
sebuah media komunikasi visual seperti sinetron (sinema elektronik).
Dari banyak penelitian tidak terbantahkan bahwa salah satu
diantara media massa (radio, televisi, media cetak dan internet) yang
banyak berpengaruh dan paling di sukai masyarakat adalah televisi (J.
Thomson, 2006 dalam artikel S. Arifianto). Sementara seiring dengan
perkembangan teknologi yang menuju kearah konvergensi televisi
menjadi semakin eksis karena mampu menjangkau khalayak secara
nasional secara simultan.4 Sebagai sebuah institusi ekonomi media
televisi mempunyai produk, informasi dan hiburan, yang dianggap dekat
dengan komunitasnya di masyarakat, yaitu salah satunya adalah sinetron
komedi Islam KTP ini.
3 S. Arifianto, “KONSTRUKSI MAKNA DALAM ”SINETRON KOMEDI ISLAM KTP” DI TELEVISI”. Dalam http://studibudayadanmedia.blogspot.com/2011/02/sinetron-komedi-islam-ktp-di-televisi.html 02 Juni 20114 Harian Kompas, Edisi Penerbitan tanggal,13 April 2008
4
Kelebihan yang tampak jelas dari sinetron Islam KTP adalah
banyaknya unsur pendidikan moral dan karakter yang tersirat maupun
tersurat dalam dialog dan tingkah laku para tokoh dalam sinetron ini.
Mereka bukan hanya menggambarkan tingkah laku positif manusia yang
baik di mata agama dan masyrakat, melainkan menampilkan juga karakter
yang berbanding terbalik dengan hal tersebut.
Adegan yang mereka tampilkan pun terkesan alamiah dan tidak di
buat-buat, tidak seperti sinetron-sinetron lainnya yang melebih-lebihkan
kehidupan masyarakat Indonesia yang nyata. Pada sinetron lainnya,
kebanyakan mengangkat kehidupan keluarga menengah ke atas.
Sehingga tema yang dibicarakan seputar perebutan harta warisan, kisah
cinta tak sampai antara anak konglomerat yang mencintai orang-orang
kalangan bawah, perebutan jabatan dalam perusahaan, dan lain
sebagainya. Tema tersebut seperti lekat dan identik dengan sinetron-
sinetron Indonesia dari tahun ketahun hingga saat ini.
Islam KTP seperti memberikan sesuatu hal yang telah lama
dirindukan masyarakat tentang sinetron yang bukan hanya sebagai
hiburan semata, melainkan juga sebagai pembelajaran dari segi agama
dan moralitas yang sudah jarang ditemukan dalam sinetron-sinetron yang
saat ini tayang di beberapa stasiun televisi. Islam KTP menyuguhkan
sinetron yang mengangkat tema sederhana dalam kehidupan sehari-hari
5
masyarakat. Konsep sinetron yang tidak melulu membahas persoalan
cinta dan harta yang dijadikan topik utama.
Pesan moral dan agama yang terkandung dalam sinetron ini terasa
mengalir dan ringan untuk dinikmati para penonton yang membutuhkan
hiburan santai di tengah jam istirahat seusai pulang kerja. Pesan agama
ditampilkan secara komedi dan satir, membuat para penontonnya tidak
sadar akan pesan yang ingin disampaikan oleh produsen (sutradara,
produser, penulis skenario).
Bukan hanya pesan moral dan agama yang menonjol dari sinetron
ini, juga kritik kepada pemerintah dari segi ekonomi dan politik. Sindiran
kepada para pemimpin pemerintahan yang sering bermewah-mewahan
dalam kemelaratan yang dihadapi rakyatnya.
Sinetron Islam KTP, meskipun bermuatan pesan moral dan agama
yang positif juga mengandung hal-hal yang negatif bagi pemirsanya.
Sinetron ini tayang secara stripping dan dalam durasi yang panjang yaitu
dua jam sehari, membuat para pemirsanya menghabiskan waktu dua jam
tersebut hanya duduk manis di depan televisi. Selain itu, tokoh antagonis
dalam sinetron tersebut juga memberikan contoh negatif yang tidak baik
jika sampai ditiru oleh masyarakat terutama anak-anak kecil dibawah
umur.
6
Hal yang paling terlihat sisi negatifnya adalah terjadinya islam
televisi. Islam sebagai agama “rahmatan lil alamin” yang, fleksibel,
humanis dan adaptif dengan perubahan demokrasi di-citrakan dalam
kontradiksi komodifikasi Islam televisi. Islam dikonstruksi untuk
mengusung semangat kapitalistik dengan cara memunculkan simbol-
simbol dan ikon Islami untuk di-komodifikasi secara formalis. Konstruksi
Islam itu cenderung ke-arah konsep hiperialitas televisi dalam upaya
membangun citra untuk menarik simpati publik, sehingga muncul Islam
televisi. Dalam Islam televisi, peran aktor (ustadz) tidak lebih sebagai
agen kapitalis. Implikasinya kotbah yang ia lakukan hanya sebuah
sandiwara yang tergantung dari pesanan dan honor yang ia diterima.
Karena apa yang ia dakwahkan dalam “Sinetron Komedi Islam KTP”
hanya untuk mendukung popularitas semu melalui tampilan Islam yang
mencitrakan televisi untuk kepentingan financial, untuk membentuk Islam
televisi. Apa yang ditampilkan Islam televisi merupakan sebuah hegemoni
visual-ideologis yang mengkooptasi kesadaran religi Islam dalam sebuah
konstruksi citra ceritera di televisi agar di ikuti oleh umat Islam mayoritas
di Indonesia sebagai target pangsa pasar audience media televisi yang
bersangkutan.Dewasa ini penonjolan orientasi kapitalis telah menjadi
ideologi yang mendasari semua program dalam televisi komersial.5
Penampilan ustadz dalam memberikan ceramah agama di majelis
taklim maupun diluar majelis taklim, terlihat sangat menggurui dan
5 Morlly David, Television Audience and Cultural Studies, (Routledge : London, 1992) hlm 137
7
Hal yang negatif lainnya yang terdapat dalam sinetron ini adalah
banyaknya kata-kata kasar yang digunakan oleh para pemainnya. Kata-
kata kasar mereka terkesan tidak di sensor oleh KPI, baru akhir-akhir ini
saja kata-kata mereka di sensor. Penggunaan kata-kata kasar dalam
sinetron ini memberikan contoh yang tidak baik bagi para penonton
terutama anak-anak.
Dalam sinetron ini, tokoh antagonis yang diperankan Bang Madit
(Qubil) terlalu ekstrim dalam artian terlalu berlebihan dalam memerankan
karakternya. Mungkin, maksudnya untuk menunjukkan contoh yang tidak
baik dan tidak pantas ditiru oleh masyarakat. Tetapi sebagian masyarakat
yang tidak mampu menyaring informasi yang mereka dapatkan dari
televisi bisa saja menirunya dalam kehidupan sehari-hari.
Jika dianalisis dari model alur cerita masing-masing episode
tayangan “Sinetron Komedi Islam KTP” di SCTV, bisa dilihat adanya
kemiripan atau bahkan kesamaan. Yang membedakan hanyalah bentuk
balasan dari Tuhan kepada masing-masing tokoh antagonis yang
bersangkutan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan tampilan yang
homogen merupakan karakteristik dari televisi di Indonesia ketika menjadi
televisi komersial.
8
Mengenai realitas tersebut dalam bukunya Agus Sudibyo6 pernah
menyatakan bahwa:
”Para pengelola televisi tampaknya kerepotan memenuhi tuntutan-tuntutan produksi ketika televisi telah menjadi entitas komersil. Mereka harus mempersiapkan banyak acara untuk mengisi jam siaran yang semakin hari semakin panjang. Padahal produktivitas industri-industri pendukung televisi (production house) belum bisa banyak diharapkan terutama karena keterbatasan SDM dan teknologi. Tanpa banyak disadari pemirsa, sinetron, komedi, dan acara televisi lainnya sebenarnya “serupa tapi tak sama”. Judul boleh berbeda, aktor boleh berganti, namun format cerita, logika kisah, plot, penokohan, dan setting cerita sesungguhnya serupa”.
Jika melihat realitas yang demikian, maka tidak mengherankan
ketika semua tayangan sinetron religius di televisi mempunyai kemiripan
satu sama lain. Di samping keterbatasan SDM teknologi, keseragaman
format model tayangan sinetron religius tersebut juga dipengaruhi oleh
trend tayangan televisi yang sedang berkembang saat ini. Dari sisi
ideologi kapitalis, penayangan sinema religius semacam ini merupakan
alat dominasi dari pengelola industri televisi untuk mendapatkan
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menarik perhatian umat Islam
untuk menaikkan rating.
Namun demikian jika dilihat dari sisi ideologi Islam, alur cerita
sinetron religius serta tampilan visual cenderung bombastis. Dalam
konteks kajian ini ”Sinetron Komedi Islam KTP” telah menghadirkan
pemahaman-pemahaman baru tentang ajaran Islam, terutama tentang
azab Tuhan kepada umat-Nya, yang sangat distortif. Misalnya dalam
6 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LKiS bekerjasama dengan ISAI, 2004) hlm 85.
9
setiap episode ”Tuhan”,lebih banyak digambarkan sebagai representasi
yang bisa memberikan hukuman terberat bagi setiap umatnya yang
menentang ajaran Islam. (Contoh : dalam episode tertentu, ketika ustazd
Khodir mengalami kemajuan usaha warungnya, sibuk melayani
langganan, ia melupakan sholat,mengajar ngaji bahkan anaknya yang
sedang sakit keras dirumah. Ustazd Khodir baru sadar ketika anaknya
yang semata wayang itu akhirnya meninggal (sebagai azab Tuhan)
karena isterinya Minah terlambat membawanya ke Rumah sakit gara-gara
tidak ada sarana angkutan). Ini merupakan sebuah hiperealitas yang
terlalu distortif dan bombastis karena pada dasarnya siksaan maupun
azab seperti itu tidak pernah ditabsirkan secara vulgar di dalam kehidupan
nyata. Dan ironisnya, peristiwa seperti itu selalu mendapat legalitas dari
para ustadz (Bang Ali) yang selalu di berikan peran menutup cerita
dengan wejangan-wejangan Islami tentang adegan visual yang
ditayangkan. Lantas bagaimana audience harus memberikan makna
terhadap semua episode alur ceritera dalam teks ”Sinetron Komedi Islam
KTP” selama ini? Dewasa ini memang banyak orang sukses yang
berangkat dari bawah, tetapi seringkali mereka lupa bahwa usaha itu
butuh waktu yang cukup lama untuk mewujudkannya. Keberhasilan
seseorang dalam usaha tertentu bukan berasal dari pemberian orang
kaya yang mirip sebagai Robbin Hood. Namun demikian karena mereka
benar-benar berusaha bekerja keras untuk mencapainya. Bahkan,
diantaranya banyak pula orang yang sudah bekerja keras dan tekun
10
menjalankan ibadah tetapi belum juga mendapatkan rezeki berlimpah dari
Tuhan. Dari paparan di atas jelas kiranya bahwa tayangan ”Sinetron
Komedi Islam KTP” di SCTV cenderung mengusung representasi
pengetahuan tentang Islam yang dimaknai secara hitam-putih. Kehidupan
digambarkan sebagai relasi yang harus dipenuhi dengan hukum-hukum
illahiyah yang begitu kaku dan formal. Dalam konteks ini wajah Islam dan
kehidupan yang islami digambarkan dengan ”Islam” pada konsep
kehidupan yang begitu formal, kaku, dan terbingkai dengan syariat Islam
secara rigit. Padahal tidak selamanya hukum Islam harus dimaknai secara
kaku dan hitam-putih.
Peran Para Tokoh Dalam Merefleksikan Karakter Yang Ada Di Dalam
Masyarakat
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam sinetron Islam KTP, bervariasi dari
yang berkarakter protagonis maupun antagonis. Tokoh pertama yaituBang
Ali (Idrus Mardani) yang dalam sinetron tersebut diberikan peran sebagai
seorang ustazd mumpuni, bahkan di sejajarkan dengan wali Allah, tetapi
atas ke-salehannya tidak mau di sebut ustazd, ia lebih senang dipanggil
“Bang Ali” saja. Bang Ali, mempunyai kebiasaan “siwak” yakni
membersihkan giginya dengan potongan rotan kecil yang ujungnya
ditumbuk (pengganti sikat gigi). Pada zaman kenabian Islam, alat
kebersihan tersebut sangat dianjurkan. Ia seorang alim ulama, yang jika
diberikan pertanyaan seputar masalah kehidupan. Jawabannya terkesan
11
membingungkan karena kadang diluar akal sehat dan nalar lawan
bicaranya. Jika lawan bicaranya kebingungan dengan jawaban dari Bang
Ali, maka dengan santai dan tertawa kecil ia akan mengatakan “ada
rahasia dibalik rahasia” dan seketika itu juga ia ngeloyor pergi tanpa
menjelaskan lebih lanjut makna ucapannya.
Karakter selanjutnya sosok Jam’i (Lionil Hendrik) anak pengusaha
sukses, teman kuliah Sabina (Martina Aisyah) anak Bang Ali. Akhirnya
Jam’i dan Sabina pacaran secara sembunyi-sembunyi. Ketika hubungan
mereka diketahui Bang Ali, mereka diminta untuk segerah menikah
dengan syarat Jam’i harus hafal Surat Yasin terlebih dulu. Jam’i di suruh
pergi dari rumah orang tuanya, karena menjalankan syariat agama Islam,
dan menghafalkan surat Yasin. Akhirnya Jam’i menjadi murid Bang Ali
dan mengajar berbagai pengajian anak-anak jalanan. Dalam
kesehariannya Jam’i selalu berbusana muslim, dan rajin sholat di masjid
bersama Bang Ali calon metuanya itu. Perjuangan cintanya dengan
Sabrina pun berliku-liku, dua kali mereka gagal menikah karena adanya
pihak ketiga yang mengacaukan percintaan mereka. Namun, pada
akhirnya mereka menikah juga setelah melewati masa-masa sulit.
Karakter selanjutnya adalah sosokBangMahdit Musyawaroh (Qubil),
di diperankan sebagai seorang ahli musyawaroh dan kaya, tetapi
perilakunya menyimpang dari ajaran Islam. Kebiasaan Mahdit adalah
selalu menghina orang miskin, memberikan sodakhoh tetapi dengan
imbalan bunga (balas jasa), dan mengumpat dengan kata,”bahllul”
12
(bodoh), merakbal, orang kismin, kaum duafa, kaum pinggiran yang
termajinalkan dan seruan sarkasme lainnya. Ia selalu menganggap remeh
orang-orang yang ada disekitarnya, dan menganggap dirinya selalu benar.
Ia berpikir dengan hartanya ia bisa seenaknya saja menghina orang lain
yang lebih miskin darinya. Kata-kata kasar yang sering terlontar dari mulut
Bang Madit, sangat tidak bagus untuk pembentukan karakter seorang
anak yang memiliki sifat “peniru ulung”. Dikhawatirkan anak-anak akan
menganggap menghina seseorang dengan kata-kata kasar seperti itu
diperbolehkan.
Pihak KPI seperti tidak menyensor terlebih dahulu kata-kata yang
dilontarkan Bang Madit, pada beberapa episode lalu KPI menyensor kata-
kata Bang Madit yang kasar tersebut. Namun, sekarang sensor sudah
hilang lagi.
Berkali-kali ia diberikan teguran berupa azab oleh Allah karena
ucapan kasar dan penghinaan tajam yang keluar dari mulutnya dengan
tiba-tiba menjadi bisu atau gagap. Awalnya ia bertaubat, tetapi taubatnya
bukan taubat nasuha yang sebenar-benarnya. Melainkan taubat sambel
yang hanya sementara dan kemudian berulah lagi.
Karakter selanjutnya adalah Pak RT Hasan Hutapea. Karakter yang
ditampilkan Pak RT, adalah sosok pemimpin yang tidak tegas dan
amanah dalam menjalakan kepemimpinannya sebagai seorang RT. Ia
justru sering menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan
pribadinya sendiri. Pernah pada suatu episode, Pak RT melihat ada
13
maling yang akan mencuri sepeda warganya. Lalu ia mengusir maling
tersebut dengan ancaman akan dilaporkan ke polisi jika ia tidak mau
pergi. Bukannya pergi setelah mengusir maling itu, ia justru berniat
mencuri sepeda tersebut. Namun, hal tersebut gagal karena pemilik
sepeda datang dan memergoki Pak RT. Sungguh cerminan pemimpin
yang tidak amanah terhadap kepemimpinannya.
Kata-kata yang menjadi ciri khas Pak RT adalah selorohnya “eh
keceplosan” setelah ia berbicara jujur panjang lebar mengenai tingkah
Bang Madit.
Karakter selanjutnya adalah sabrina, putri tunggal dari Bang Ali. Ia
anak yang sangat penurut kepada orang tuanya. Apa pun yang
diperintahkan oleh Bang Ali, ia selalu mematuhinya. Entah yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan, sebagai anak ia mencoba
menjadi anak yang patuh.
Sementara sosok Karyo (Reza Aditya), dan Mamat (Aiman Rizky)
adalah pengangguran yang kemudian dipekerjakan di toko Bang Ali.
Sosok kedua anak muda ini meski menjadi muridnya Bang Ali, tetapi
pendiriannya tentang Islam masih labil, dan sering tergoda dengan
kebutuhan duniawi, dan glamornya kehidupan modern.
Tokoh lainnya adalah Enting dan Dul, pasangan suami isteri yang
memiliki seorang anak yang bernama Tebe. Di episode yang terbaru,
Enting dan Dul sudah cerai dan masing-masing mereka sudah memiliki
keluarga baru. Karakter Enting yang pada saat menikah dengan Dul
14
sangat berbakti kepada orang tuanya, berubah menjadi seorang anak
durhaka saat ia memiliki suami baru yang kaya raya. Pernah dalam suatu
episode, ayah Enting menjenguk cucunya Tebe di rumah baru Enting
yang mewah. Dia diperlakukan tidak baik oleh Enting dan anak tiri Enting.
Keesokan paginya, suami Enting kehilang jam tangan mahal. Enting
menuduh ayahnya yang melakukan hal tersebut, karena dulu ayahnya
seorang pencuri. Tidak terima dengan tuduhan anaknya, ayah Enting
marah dan tidak lagi menganggap Enting adalah anaknya. Adegan
tersebut mencontohkan bagaimana pengaruh harta benda dalam
memecahkan hubungan kekerabatan, sekalipun ayah dengan anaknya.
Akhirnya Enting menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada
ayahnya. Pada awalnya ayah Enting bersikeras tidak mau memaafkan.
Namun, karena rasa sayang orang tua yang sangat luar biasa membuat
ayah Enting akhirnya mau memaafkan.
Karakter selanjutnya adalah Dul, mantan maling yang terobsesi ingin
menjadi orang kaya seperti Bang Madit. Tetapi tidak berusaha untuk ke
arah sana. Ia hanya luntang-lantung tanpa pekerjaan yang jelas, tidak
bekerja dengan giat dan ibadahpun tidak tekun. Kadang-kadang pikiran-
pikiran untuk maling sering hinggap di kepalanya, imannya yang tipis
membuatnya sering tergoda untuk melakukannya. Tetapi di akhir cerita,
Dul pasti menyadari kesalahannya tersebut dan taubat. Lagi-lagi, sama
seperti karakter Bang Madit. Taubatnya hanyalah taubat sambel, bukan
taubat Nasuha.
15
Karakter selanjutnya adalah Tebe, karakter yang sangat di sukai
anak-anak. Karakter Tebe menggambarkan sosok anak soleh yang
sangat berbakti kepada orang tuanya. Sebagai anak, kadang ia justru
yang menjadi pengingat di kala orang tuanya berbuat salah atau dosa.
Pernah di salah satu episode, ketika Dul akan melancarkan aksinya untuk
mencuri. Tebe, yang tidak rela ayahnya berbuat seperti itu mengikuti Dul
kemanapun Dul pergi yang pada akhirnya membuat Dul malu untuk
mencuri dan akhirnya tidak jadi mencuri.
Salah satu ciri khas yang sering diucapkan Tebe adalah “kata bapak
Tebe….” Di dalam suatu episode, Tebe pernah menasihati ayahnya
dengan ucapan “kata bapak Tebe..” dul yang merasa tidak pernah berkata
seperti itu pada Tebe akhirnya bingung sendiri. Ia menanyakan bapak
Tebe yang mana yang berkata seperti itu. Tebe pun hanya tertawa dan
mengatakan bahwa yang menasihatinya adalah bapak angkatnya yaitu
Bang Ali. Sikap Tebe yang sering mengundang tawa penonton adalah,
kecerdasannya dalam mengakali Bang Madit agar bisa mendapatkan
uangnya dengan cara yang tidak di sadari Bang Madit. Biasanya Bang
Madit selalu tertipu dengan akal bulus yang di lancarkan Tebe, pada
akhirnya Tebe akan mengucapkan “kata bapak Tebe, kalo udah dapet duit
kabur” dan seketika itu juga Bang Madit sadar lalu memaki-maki Tebe.
Peran Tebe dalam sinetron ini yang sangat berkompeten dalam
mempengaruhi anak-anak untuk pembentukan karakter. Tebe, merupakan
cerminan yang baik untuk para anak-anak menjadi anak soleh yang
16
berbakti kepada orang tua. Tetapi, dari pengamatan penulis di lingkungan
sekitar yang penulis temui. Justru bukan sikap soleh Tebe yang dijadikan
contoh oleh anak-anak, melainkan jargon Tebe “kata bapak Tebe, kalo
udah dapet duit kabur”.
Karakter lainnya adalah Julfikar, pengamen yang berdakwah melalui
musiknya. Ia sangat mengidolakan Rhoma Irama yang berdakwah melalui
musik, bahkan gaya bicaranya pun meniru Rhoma Irama.Ia selalu muncul
di saat orang-orang sedang bingung, sedih, atau gembira. Orang yang
sering diganggunya adalah Dul. Ketika Dul sedang sedih duduk sendiri di
pos ronda, mengingat anak isterinya yang sudah pergi di ambil pria lain.
Julfikar muncul membawakan lagu untuk menghibur Dul, namun
kelucuan-kelucuan terjadi pada saat Julfikar menyanyi. Misalkan Julfikar
menyanyikan lagu yang tokoh perempuannya bernama Ani, maka Dul
akan menyelaknya dan meminta nama itu diganti dengan nama Enting.
Kelucuan pun terjadi karena penggantian lirik itu membuat lagu menjadi
aneh. Pendidikan karakter yang dapat diambil dari tokoh Julfikar adalah
kegigihannya berdakwah melalui musik seperti Rhoma Irama.
Karakter selanjutnya adalah ustadz Qodir. Ia merupakan orang alim
kedua setelah Bang Ali. Penampilannya sebagai seorang ustadz terlihat
nyentrik dari Ustadz-ustadz kebanyakan, karena rambutnya dibiarkan
memanjang sebahu. Ia sering melakukan ceramah agama di majelis
taklim. Ceramah yang ia sampaikan membahas seputar masalah
kehidupan sehari-hari masyarakat. Dari masalah yang kecil, sampai
17
masalah yang besar. Terkadang ceramah agama yang dilontarkan ustadz
Qodir terlalu menggurui.
Karakter selanjutnya Mak Amsani, ibu kandung dari Mamat. Peran
yang ditampilkan oleh Mak Amsani adalah sosok keibuan yang sangat
penyayang, bukan saja menyayangi anaknya Mamat tetapi juga kepada
Karyo sahabat anaknya. Mak Amsani juga orang yang sangat sabar,
ketika Bang Madit datang untuk mencaci makinya. Ia hanya bisa diam
mendengar kata-kata Bang Madit yang pedas dan tajam.
Karakter selanjutnya adalah Coker Cowo Keren, yang bernama asli
Rizki dari abahnya. Gaya bicara yang khas yaitu gaya bicara anak gaul.
Karena pribadinya yang masih remaja terkadang masih sering labil, ia
mengikuti semua trend yang sedang berlangsung tanpa peduli dengan
faktor agama. Dengan sabar ayahnya menuntun anaknya yang hampir
sesat, namun sikap Coker yang cuek membuat ayahnya putus asa dan
akhirnya meninggal. Teguran dari Allah yaitu dengan mengambil ayahnya
membuat Coker sadar dan kembali ke jalan Allah. Akhirnya karena iba
dengan Coker yang sebatang kara, Bang Ali mengangkatnya menjadi
anak.
Hampir semua komodifikasi pada sosok para aktor dan artis
pemeran di “Sinetron Komedi Islam KTP” tersebut dicitrakan sebagai ikon
dan simbol Islam untuk di trasformasikan kepada audience.
18
III. Penutup
Kesimpulan
Setiap tayangan pasti memiliki hal yang positif maupun negatif. Begitu
pula dengan tayangan Islam KTP yang memiliki unsur pendidikan karakter
moral dan agama. Juga memiliki unsur negatif yang tidak baik untuk
pembenetukan karakter anak.
Tokoh yang memberikan pendidikan karakter moral dan agama
adalah Bang Ali, Ustad Qodir, Zulfikar, dan Tebe. Sedangkan tokoh yang
memberikan contoh karakter yang buruk adalah Bang Madit dan Pak RT.
Anak-anak yang menonton sinetron ini harus didampingi orang
dewasa untuk membimbing dan mengawasi si anak agar tidak meniru hal-
hal yang tidak baik dari sinetron Islam KTP.
19
Daftar Pustaka
Irone, Majayus. 2011. “Sinetron Islam KTP, Satir Namun Mencerdaskan dengan Pesan Agamis dan Moral” Dalam http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2011/02/22/sinetron-islam-ktp-satir-namun-mencerdaskan-dengan-pesan-agamis-dan-moral/ 02 Juni 2011
S. Arifianto. 2011. “KONSTRUKSI MAKNA DALAM ”SINETRON KOMEDI ISLAM KTP” DI TELEVISI”. Dalam http://studibudayadanmedia.blogspot.com/2011/02/sinetron-komedi-islam-ktp-di-televisi.html 02 Juni 2011
Rokhmansyah, Alfian. 2010. “Teori Resepsi Sastra H.R.Jauss” dalam http://phianzsotoy.blogspot.com/2010/06/teori-resepsi-sastra-hrjauss.html 2 Juni 2011
Ukons, Jhon. 2010. “Analisis Teori Resepsi Jauus Terhadap Syair Karya Abdurahman Addahil” dalam http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2010/06/teori-resepsi-sastra-jauss.html 2 Juni 2011
Anonim. 2010. “Sinetron Islam KTP Religi Komedi dengan Kecerdasan” dalam http://cekricek.co.id/sinetron-%E2%80%9Cislam-ktp%E2%80%9D-religi-komedi-dengan-kecerdasan/ 2 Juni 2011
Turow, Joseph. A Mass Communication Perspective on Entertainment Industries, dalam James Curran & Michael Gurevitch (eds.).1991. Mass Media and Society. London: Edward Arnold.
Sudibyo, Agus.2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKiS bekerjasama dengan ISAI.
Hall, Stuart. Work of Representation, dalam Stuart Hall (ed). 1997a. Representation, Cultural Representations and Signifying Practice. London: Sage Publication in assosiation with The Open University Press.
Morlly, David. (1992). Television Audience and Cultural Studies. London: Routledge.
20