makala kimia fisiiiiikk
TRANSCRIPT
MAKALAH KIMIA FISIK II
“KESETIMBANGAN FASA”
DISUSUN OLEH :
NAMA : Sri febriani
NIM: F1C111021Nama dosen pengampu : Lince Muis ST.MTMata kuliah : KIMIA FISIK II
Fakultas : Sains dan TeknologiProdi : Kimia S 1Semester : 4 (empat)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................... KATA PENGANTAR ......................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................. 1.2 Tujuan ...........................................................................
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Diagram Fasa .............................................. 2.2diagran fasa 1 komponen............................................. 2.2.1 aturan fasa gibbs.......................................... 2.2.2 keberadaan fasa-fasa dalam sistem............................................. 2.2.3 pers. clayperon.................................... 2.2.4 pers. Clausius clapeyron................................. 2.3 kesetimbangan 3 komponen.................................................. 2.31 kesetimbangan uap cair.... 192.3.2 tekanan uap campuran ideal2.3.3 Hukum Raoult ………………………………………..2.3.4 sifat koligatif larutan……………………...2.3.5 peluruhan tekanan uap……………………………………..2.3.6 definisi dan konsep dasar diagram fasa …………………………………………2.3.7 kaidah tuas……………………………………………..2.3.8contoh sistem 2 fasa……………………………………2.4 kesetimbangan 3 komponen…………………………
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................... 3.2 Saran ............................................................................. 3.3 Daftar Pustaka ..............................................................
Kata pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “diagram biner dan diagram terner” ini dengan lancar. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah Kimia Fisik.
Kami berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat, dan juga
dapat menambah wawasan. Setelah membaca dan mempelajari tugas yang kami
buat ini yang tentunya jauh dari sempurna, tapi setidaknya kami telah berusaha
semampu kami. Untuk itulah kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah kami.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik
seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas.
Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs.
Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron
menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu.
Bagian sesuatu yang menjadi pusat perhatian dan dipelajari disebut sebagaisistem. Suatu sistem heterogen terdiri dari berbagai bagian yang homogeny yang salingbersentuhan dengan batas yang jelas. Bagian homogeny ini disebut sebagai fasa dapatdipisahkan secara mekanik.Tekanan dan temperatur menentukan keadaan suatu materi kesetimbangan fasaDari materi yang sama. Kesetimbangan fasa dari suatu system harus memenuhi syaratberikut :a. Sistem mempunyai lebih dari satu fasa meskipun materinya samab. Terjadi perpindahan reversible spesi kimia dari satu fasa ke fasa lainc. Seluruh bagian sistem mempunyai tekanan dan temperature samaKesetimbangan fasa dikelompokan menurut jumlah komponen penyusunnyaYaitu sistem satu komponen, dua komponen dan tiga komponen Pemahaman mengenaiperilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Sedangkan persamaanClausius dan persamaan Clausius Clayperon menghubungkan perubahan tekananKesetimbangan dan perubahan suhu pada sistem satu komponen. Adanya penyimpangandari sistem dua komponen cair- cair ideal konsep sifat koligatif larutan dapat dijelaskan.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui gambaran umum dan spesifikasi diagram fasa2. Mengetahui kegunaan dari diagram fase tersebut3. Memahami pembacaan pada diagram fasa
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 DIAGRAM FASA
Diagram Fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Tidak seperti struktur logam murni yang hanya dipengaruhi oleh suhu, sedangkan struktur paduan dipengaruhi oleh suhu dan komposisi. Pada kesetimbangan, struktur paduan ini dapat digambarkan dalam suatu diagram yang disebut diagram fasa (diagram kesetimbangan) dengan parameter suhu (T) versus komposisi (mol atau fraksi mol). (Fase dapat didefinisikan sebagai bagian dari bahan yang memiliki struktur atau komposisi yang berbeda dari bagian lainnya). Diagram fasa khususnya untuk ilmu logam merupakan suatu pemetaan dari kondisi logam atau paduan dengan dua variabel utama umumnya ( Konsentrasi dan temperatur). Diagram fasa secara umum dipakai ada 3 jenis :
1. Diagram fasa tunggal/Uner ( 1 komponen/Komposisi sama dengan Paduan )
2. Diagram fasa Biner ( 2 komponen unsur dan temperatur)
3. Diagram fasa Terner ( 3 komponen unsur dan temperatur)
Diagram fasa tunggal memiliki komposisi yang sama dengan paduan, misalnya timbale dan timah. Diagram fasa biner misalnya paduan kuningan ( Cu-Zn), (Cu-Ni) dll. Diagram fasa terner misalnya paduan stainless steel (Fe-Cr-Ni) dll. Diagram pendinginan merupakan diagram yang memetakan kondisi struktur mikro apa yang anda akan dapatkan melalui dua variabel utama yaitu ( Temperatur dan waktu) disebut juga diagram TTT atau juga dua variabel utama yaitu (temperatur dan cooling rater) disebut juga diagram CCT. Diagram ini berguna untuk mendapatkan sifat mekanik tertentu dan mikrostruktur tertentu, Fasa bainit misalnya pada baja hanya terdapat pada diagram TTT bukan diagram isothermal Fe-Fe3C. Kegunaan Diagram Fasa adalah dapat memberikan informasi tentang struktur dan komposisi fase-fase dalam kesetimbangan. Diagram fasa digunakan oleh ahli geologi, ahli kimia, ceramists, metallurgists dan ilmuwan lain untuk mengatur dan meringkas eksperimental dan data pengamatan serta dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang proses-proses yang melibatkan reaksi kimia antara fase.
2.2 Sistem Satu Komponen
2.2.1 Aturan Fasa Gibbs
Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah fasa setimbang,
jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat melukiskan keadaan sistem
secara lengkap. Menurut Gibbs,
ν=c−p+γ .......................................... (3.1)
dimana υ = derajat kebebasan
c = jumlah komponen
p = jumlah fasa
γ = jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T)
Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variabel
bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen – komponen) yang harus diketahui untuk
menggambarkan keadaan sistem. Untuk zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk
menyatakan keadaan, yaitu P dan T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas
atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua (υ = 2).
Bila suatu zat berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen yang diperlukan untuk
menggambarkan sistem akan berkurang satu karena dapat dihitung dari konstanta
kesetimbangan. Misalnya pada reaksi penguraian H2O.
H2O(g) D H2(g) + ½ O2(g)
K P=( PH 2) (PO
2)1 /2
( PH2O) ............................................. (3.2)
Dengan menggunakan perbandingan pada persamaan 3.2, salah satu konsentrasi zat akan dapat
ditentukan bila nilai konstanta kesetimbangan dan konsentrasi kedua zat lainnya diketahui.
Kondisi fasa – fasa dalam sistem satu komponen digambarkan dalam diagram fasa yang
merupakan plot kurva tekanan terhadap suhu.
Gambar 3.1. Diagram fasa air pada tekanan rendah
Titik A pada kurva menunjukkan adanya kesetimbangan antara fasa – fasa padat, cair dan
gas. Titik ini disebut sebagai titik tripel. Untuk menyatakan keadaan titik tripel hanya
dibutuhkan satu variabel saja yaitu suhu atau tekanan. Sehingga derajat kebebasan untuk titik
tripel adalah nol. Sistem demikian disebut sebagai sistem invarian.
2.2.2 Keberadaan Fasa – Fasa dalam Sistem Satu Komponen
Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada tekanan tetap) dapat
dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs terhadap suhu atau potensial kimia terhadap
suhu.
Gambar 3.2. Kebergantungan energi Gibbs pada fasa – fasa padat, cair dan gas terhadap suhu pada tekanan tetap
Lereng garis energi Gibbs ketiga fasa pada gambar 3.2. mengikuti persamaan
(∂G )(∂T )P
=−S ............................................ (3.3)
Nilai entropi (S) adalah positif. Tanda negatif muncul karena arah lereng yang turun. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa Sg > Sl > Ss.
2.2.3 Persamaan Clapeyron
Bila dua fasa dalam sistem satu komponen berada dalam kesetimbangan, kedua fasa
tersebut mempunyai energi Gibbs molar yang sama. Pada sistem yang memiliki fasa α dan β,
Gα = Gβ .................................................. (3.4)
Jika tekanan dan suhu diubah dengan tetap menjaga kesetimbangan, maka
dGα = dGβ ................................................ (3.5)
(∂Gα
∂ P )T
dP+(∂Gα
∂T )P
dT=(∂Gβ
∂ P )T
dP+(∂ Gβ
∂ T )P
dT ............... (3.6)
Dengan menggunakan hubungan Maxwell, didapat
V α dP−Sα dT=V β dP−Sβ dT .............................. (3.7)
dPdT
=Sβ−Sα
V β−V α
= ΔSΔV ........................................... (3.8)
Karena ΔS= ΔH
T ................................................. (3.9)
maka
dPdT
= ΔSTΔV ............................................. (3.10)
Persamaan 3.10 disebut sebagai Persamaan Clapeyron, yang dapat digunakan untuk
menentukan entalpi penguapan, sublimasi, peleburan, maupun transisi antara dua padat. Entalpi
sublimasi, peleburan dan penguapan pada suhu tertntu dihubungkan dengan persamaan
ΔH sub lim asi=ΔH peleburan+ΔH penguapan .............................. (3.11)
2.2.4 Persamaan Clausius – Clapeyron
Untuk peristiwa penguapan dan sublimasi, Clausius menunjukkan bahwa persamaan
Clapeyron dapat disederhanakan dengan mengandaikan uapnya mengikuti hukum gas ideal dan
mengabaikan volume cairan (Vl) yang jauh lebih kecil dari volume uap (Vg).
ΔV =V g−V l≈V g ............................................. (3.12)
Bila
RTP
=V g ................................................. (3.13)
maka persamaan 3.10 menjadi
dPdT
=PΔH v
RT 2 .......................................... (3.14)
dPP
=ΔH v
RT 2dT
........................................ (3.15)
∫P1
P 21P
dP=ΔH v
R∫T1
T21
T 2 dT ....................................... (3.16)
lnP2
P1
=ΔH v
R [− 1T 2
−(− 1T1
)] ........................................ (3.17)
lnP2
P1
=ΔH v (T 2−T 1)
RT 1T 2 ........................................ (3.18)
Persamaan 3.18 disebut Persamaan Clausius – Clapeyron. Dengan menggunakan persamaan di
atas, kalor penguapan atau sublimasi dapat dihitung dengan dua tekanan pada dua suhu yang
berbeda.
Bila entalpi penguapan suatu cairan tidak diketahui, harga pendekatannya dapat
diperkirakan dengan menggunakan Aturan Trouton, yaitu
ΔS penguapan=ΔH penguapan
T didih
≃88 J /K . mol .......................... (3.19)
2.3 Sistem Dua Komponen
Sistem 2 komponen dapat berupa campuran dari fasa cair- gas, cair- cair, fasa
padat- cair, ataupun padat- padat. Karakteristik setiap campuran sangat khas, misalnya
ada sistem cair- cair yang membentuk campuran yang homogen atau 1 fasa pada segala
P,T dan komposisi, tetapi ada pula yang hanya membentuk 1 fasa pada P,T atau
komposisi tertentu.
Diagram fasa untuk sistem dua komponen digambarkan sebagai fungsi komposisi
terhadap tekanan atau komposisi terhadap suhu. Oleh sebab itu aturan fasa berubah
menjadi F = C –P+1 karena salah satu variabel (P atau T) dalam keadaan konstan.
Derajad kebebasan (F) menjadi = 2-P.
Banyak informasi tentang pengontrolan struktur mikro pada paduan logam
tertentu lebih memudahkan jika digambar dalam bentuk diagram yaitu diagram fase atau
diagram kesetimbangan. Banyak perubahan struktur mikro terjadi pada saat
transformasi fase yaitu perubahan yang terjadi diantara dua fase atau lebih karena
temperatur berubah. Gejalanya bisa berupa transisi dari satu fase ke fase lain atau
terbentuk fase baru atau hilangnya sebuah fase. Diagram kesetimbangan fase
menggambarkan hubungan antara temperatur dan komposisi dan kuantitas fase-fase pada
kesetimbangan.
2.3.1 Kesetimbangan Uap – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen
Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan dengan
uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing komponen adalah sama
dalam fasa gas dan cairnya.
μi(g )=μi( l) ............................................. (3.20)
Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka
μi(g )=μi( g)o +RT ln
Pi
Po ..................................... (3.21)
dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Untuk fasa cair,
μi( l)=μ i(l)o + RT ln ai ......................................... (3.22)
Persamaan 3.20 dapat ditulis menjadi
μi(g )o +RT ln
Pi
Po=μ i( l)
o +RT ln ai .................................. (3.23)
Dari persamaan 3.23 dapat disimpulkan bahwa
RT lnPi
P io=RT ln ai
........................................... (3.24)
a i=Pi
Pio
.................................................. (3.25)
Persamaan 3.25 menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas dari
komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi )
dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).
Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari suatu
komponen dalam larutan. Menurut Raoult,
Pi=xi Pio ................................................ (3.26)
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila komponen –
komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi antar larutan
besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B – B). Campuran
yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya campuran benzena dan
toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat
ΔHmix = 0
ΔVmix = 0
ΔSmix = - R Σni ln xi
Tekanan uap total di atas campuran adalah
P=P1+P2
=x1 P1o+x2 P2
o .................................... (3.27)
Karena x2 = 1 – x1, maka
P=P2o+( P1
o−P2o ) x1 ......................................... (3.28)
Persamaan di atas digunakan untuk membuat garis titik gelembung (bubble point line).
Di atas garis ini, sistem berada dalam fasa cair. Komposisi uap pada kesetimbangan
ditentukan dengan cara
x i'=
Pi
P ................................................... (3.29)
Keadaan campuran ideal yang terdiri dari dua komponen dapat digambarkan dengan
kurva tekanan tehadap fraksi mol berikut.
Gambar 3.3. Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena pada 60oC
Gambar 3.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada 60oC
Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan
P=P1
o P2o
P1o+(P2
o+P1o) x1
o
....................................... (3.30)
Di bawah garis ini, sistem setimbang dalam keadaan uap.
Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis titik embun
dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (lihat gambar 3.4). Jika
diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat yang berada dalam fasa cair
adalah
C cair=x−vl−v .......................................... (3.31)
Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah
Cuap=l−xl−v .......................................... (3.32)
Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan 3.31 dan 3.32
disebut sebagai Lever Rule.
2.3.2 Tekanan Uap Campuran Non Ideal
Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal ini
mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam
penyimpangan hukum Raoult, yaitu :
Penyimpangan Positif
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing –
masing zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat endotermik)
dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Contoh
penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n – hekasana.
Gambar 3.5. Penyimpangan positif hukum Raoult
Penyimpangan Negatif
Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam campuran
zat lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat ( A – B > A – A, B – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (bersifat eksotermik)
mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0).. Contoh
penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.
Gambar 3.6. Penyimpangan negatif hukum Raoult
Pada gambar 3.5 dan 3.6 terlihat bahwa masing – masing kurva memiliki tekanan uap
maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum atau minimum disebut
sistem azeotrop. Campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan
destilasi biasa. Pemisahan komponen 2 dan azotrop dapat dilakukan dengan destilasi
bertingkat. Tetapi, komponen 1 tidak dapat diambil dari azeotrop. Komposisi azeotrop
dapat dipecahkan dengan cara destilasi pada tekanan dimana campuran tidak membentuk
sistem tersebut atau dengan menambahkan komponen ketiga.
2.3.3. Hukum Henry
Hukum Raoult berlaku bila fraksi mol suatu komponen mendekati satu. Pada saat
fraksi mol zat mendekati nilai nol, tekanan parsial dinyatakan dengan
Pi=xi K i ................................................ (3.33)
yang disebut sebagai Hukum Henry, yang umumnya berlaku untuk zat terlarut. Dalam
suatu larutan, konsentrasi zat terlarut (dinyatakan dengan subscribe 2) biasanya lebih
rendah dibandingkan pelarutnya (dinyatakan dengan subscribe 1). Nilai K adalah tetapan
Henry yang besarnya tertentu untuk setiap pasangan pelarut – zat terlarut.
Tabel 3.1. Tetapan Henry untuk gas – gas terlarut pada 25oC (K2 / 109 Pa)
GasPelarut
Air Benzena
H2 7,12 0,367
N2 8,68 0,239
O2 4,40
CO 5,79 0,163
CO2 0,167 0,0114
CH4 4,19 0,569
C2H2 0,135
C2H4 1,16
C2H6 3,07
Kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan dengan menggunakan tetapan
Henry. Hukum Henry berlaku dengan ketelitian 1 – 3% sampai pada tekanan 1 bar.
Kelarutan gas dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya temperatur, walaupun
terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia cair, lelehan perak, dan pelarut –
pelarut organik. Senyawa – senyawa dengan titik didih rendah (H2, N2, He, Ne, dll)
mempunyai gaya tarik intermolekular yang lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam
cairan. Kelarutan gas dalam air biasanya turun dengan penambahan zat terlarut lain
(khususnya elektrolit).
2.3.5. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif (colligative properties) berasal dari kata colligatus (Latin) yang
berarti ”terikat bersama”. Ketika suatu zat terlarut ditambahkan ke dalam pelarut murni
A, fraksi mol zat A, xA, mengalami penurunan. Penurunan fraksi mol ini mengakibatkan
penurunan potensial kimia. Sehingga, potensial kimia larutan lebih rendah daripada
potensial pelarut murninya. Perubahan potensial kimia ini menyebabkan perubahan
TbTf
pelarut
larutan
TbTf TboTfo
P
T
P
Po
P
tekanan uap, titik didih, titik beku, serta terjadinya fenomena tekanan osmosis. Sifat
koligatif diamati pada larutan sangat encer, dimana konsentrasi zat terlarut jauh lebih
kecil dari pada konsentrasi pelarutnya (x2 <<< x1). Perubahan sifat – sifat koligatif
tersebut dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Sifat koligatif larutan
2.3.6 Penurunan Tekanan Uap (DP)
Bayangkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah menguap
(involatile solute). Kondisi ini umumnya berlaku untuk zat terlarut berupa padatan, tetapi
tidak untuk zat cair maupun gas. Tekanan uap larutan (P) kemudian akan bergantung
pada pelarut saja (P1). Sehingga penurunan tekanan uap dapat dinyatakan sebagai
DP = P1o – P1 ………………………..…. (3.34)
Jika nilai P1 disubstitusi dengan persamaan 3.26, maka
ΔP=P1o−x1 . P1
o …………….……….... (3.35)
=P1o(1−x1 )
ΔP=P1o . x2 ……………………………. (3.36)
dimana x1 = fraksi mol pelarut
x2 = fraksi mol zat terlarut
Fraksi mol (xi) adalah perbandingan jumlah mol zat i (ni) terhadap jumlah mol total (ntotal)
dalam larutan. Untuk larutan yang sangat encer, n2 << n1. Sehingga,
n2
n1+n2
≈n2
n1 .......................................... (3.37)
Dengan demikian,
DP = P1o .
n2
n1+n2 ……………………. (3.38)
DP = P1o .
n2
n1 ………………………..... (3.39)
3.2.4.2. Kenaikan Titik Didih (DTb) dan Penurunan Titik Beku (DTf)
Titik didih (boiling point / Tb) normal cairan murni adalah suhu dimana tekanan
uap cairan tersebut sama dengan 1 atm. Penambahan zat terlarut yang tidak mudah
menguap menurunkan tekanan uap larutan. Sehingga, dibutuhkan suhu yang lebih tinggi
agar tekanan uap larutan mencapai 1 atm. Hal ini mengakibatkan titik didih larutan lebih
tinggi daripada titik didih pelarut murninya.
Dari persamaan 3.36, penurunan tekanan uap (DP) dapat dinyatakan sebagai
P1o – P1 = P1
o . x2 .................................... (3.40)
x2 =
P1o−P1
P1o
…………………………… (3.41)
Menurut persamaan Clausius – Clapeyron,
ln
P2
P1 =
ΔHV (T 2−T1 )RT 1T2 ……………………….... (3.42)
Bila P2 = P1 dan T2 = Tb
P1 = P1o T1 = Tb
o
maka persamaan Clausius – Clapeyron dapat ditulis menjadi
ln
P1
P1o
=
ΔHV (T b−T bo )
RT bo T b …………………….…. (3.43)
ln [1−( P1
o−P1
P1o )]
=
ΔH V
RT 1 T 2( ΔT b )
……………….…...... (3.44)
Pada larutan encer,
P1o−P1
P1o
sangat kecil, sehingga
ln
P1o−P1
P1o
= -
P1o−P1
P1o
……………..….......….. (3.45)
Karena Tb sangat kecil, maka Tb » Tbo
-
P1o−P1
P1o
=
ΔHV
R (T bo)2
( ΔT b ) ……………...……… (3.46)
- x2 =
ΔHV
R (T bo)2
( ΔT b ) ……………...……... (3.47)
n2
n1 = -
ΔHV
R (T bo)2
( ΔT b ) ………………….. (3.48)
n2
n1
=w2
M 2
xM 1
w1 …….............................. (3.49)
dengan w1 dan M1 masing – masing adalah berat dan massa molar pelarut, serta w2 dan
M2 adalah berat dan massa molar zat terlarut. Jika w1 dianggap 1000 gram,
n2
n1
=m2 . M 1 …………………………..... (3.50)
m2 . M1 = -
ΔHV
R (T bo)2
( ΔT b ) …………………….... (3.51)
DTb = -
R (T bo)2 M 1
ΔH v . m2 ...................................... (3.52)
DTb = Kb . m2 .......................................... (3.53)
Penambahan zat terlarut juga mengakibatkan terjadinya penurunan titik beku
(freezing point / Tf). Dengan menggunakan cara yang sama, didapat
DTf = Kf . m2 ........................................... (3.54)
pelarut murni larutan
dinding semi permiabel
2.3.7 Tekanan Osmosis (p)
Pendekatan tekanan osmosis dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu larutan
terpisah dari pelarut murninya oleh dinding semi permiabel, yang dapat dilalui oleh
pelarut, tetapi tidak dapat dilalui oleh zat terlarutnya. Karena potensial kimia larutan lebih
rendah, maka pelarut murni akan cenderung bergerak ke arah larutan, melalui dinding
semi permiabel.
Gambar 3.8. Tekanan osmosis
Pada kesetimbangan, tekanan di bagian kiri adalah P dan tekanan di bagian kanan
adalah P + π. Π adalah perbedaan tekanan dari kedua sisi yang dibutuhkan untuk
menghindari terjadinya aliran spontan melalui membran ke salah satu sisi.
Menurut hubungan Maxwell,
dG = - S dT + V dP ............................................. (3.55)
d
Gn = -
Sn dT +
Vn dP ………………………... (3.56)
dμ = - S dT + ν dP …………………………..... (3.57)
Karena ( ∂ μ∂ P )
T = ν , maka
dμ = ∫0
π
ν dP …………………………….. (3.58)
Bila V dianggap tidak bergantung pada tekanan, maka
Δμ = νπ ……………………………… (3.59)
Menurut kesetimbangan kimia,
μ = μo
+ RT ln
P
Po ………………………….. (3.60)
μ - μo
= RT ln
P
Po …….……………..……... (3.61)
Δμ = - RT ln
P
Po ………………………… (3.62)
dimana P = P1 = tekanan uap larutan
Po = P1o = tekanan uap pelarut murni
Jika persamaan 3.59 disamakan dengan persamaan 3.62, maka
- RT ln
P1
P1o = νπ ………………………….….. (3.63)
Menurut Hk. Raoult
x1 =
P1
P1o
………………..……….……... (3.64)
x1 = (1 – x2) …………………………… (3.65)
Sehingga, persamaan 3.63 menjadi
- RT ln
P1
P1o = νπ ……………………………... (3.66)
- RT ln x1 = νπ ……………………………... (3.67)
π = -
RTν ln (1 – x2) ......................... (3.68)
Pada larutan sangat encer, x2 sangat kecil sehingga ln (1 – x2) » - x2.
π = -
RTν (- x2) ..................................... (3.69)
π =
RTVn1 .
n2
n1 ………………………... (3.70)
π = R.T.C2 ............................................. (3.71)
dimana C2 adalah konsentrasi zat terlarut.
2.3.8 definisi Dan Konsep dasar Diagram Fasa
Struktur dan sifat logam murni sangat berubah apabila dipadu dengan unsur lain.
Kelakuan bahan seperti itu dapat dilihat juga pada bahan cair dan gas, tetapi yang sangat
menyolok terdapat pada bahan padat. Dalam “material” fasa dinyatakan
berdasarkan struktur mikro (struktur dan komposisi) yang homogen dari suatu
area yang terdapat didalam material tersebut Kalau bahan (komponen A) menjadi
sistem dua komponen dengan menambahkan komponen B, fase baru tidak terbentuk
apabila B larut dalam dalam keadaan padat dalam A. Tetapi apabila B dipadukan
melebihi kelarutan maksimumnya maka terjadi campuran larutan padat jenuh dan
berlebihan fasa B. Kadang-kadang Adan B bereaksi satu sama lain membentuk fasa lain.
Sifat bahan berubah yang disebabkan oleh perbandingan campuran dan kondisi
campuran fasa yang ada. Hubungan antara jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi
dapat dilihat dari diagram fasa yang dapat memberikan informasi mengenai sifat bahan.
Diagram fasa merupakan diagram yang digunakan sebagai peta yang
menunjukkan fasa yang ada pada suhu tertentu atau komposisi paduan pada keadaan
keseimbangan Diagram fasa digunakan untuk membantu dalam memprediksi
transformasi fasa dan menghasilkan struktur yang seimbang atau tidak, dan
merepresentasikan hubungan antara komposisi dan temperatur dan kuantitas fasa pada
kesetimbangan
Beberapa informasi penting yang dapat diperoleh dari diagram fasa tersebut adalah:
1. Fasa-fasa yang terdapat dalam material pada perbedaan komposisi dan
temperatur dibawah kondisi pendinginan lambat.
2. Indikasi kesetimbangan kelarutan padat dari suatu elemen atau senyawa dalam
elemen atau senyawa lain.
3. Indikasi temperatur, dimana paduan didinginkan dibawah kondisi setimbang
mulai dari awal (start) hingga padat (solidifikasi) dan rentang temperatur
dimana proses solidifikasi terjadi.
4. Indikasi temperatur dimana terjadi perubahan fasa padat pada saat meleleh
Komposisi dari suatu paduan atau suatu fasa dalam suatu paduan biasanya diukur
dalam berat (Weigth) %, symbol W.
2.3.9Kaidah Tuas (The Lever Rule)
Digunakan untuk mengetahui prosentasi berat dari fasa yang ada dalam daerah dua fasa pada
diagram fasa kesetimbangan dua komponen. Misalnya ditanyakan berapa berat fraksi dari fasa
pada suhu T dan fraksi berat B, W0 berdasarkan kaidah tuas/timbangan/pengungkit pada diagram
fasa di bawah ini.
2.4 Contoh Sistem Dua Komponen Fasa (Diagram Fasa)
A.Sistem Dua Komponen Cair- Cair Misibel Sebagian
Campuran dua macam senyawa cair- cair kadangkala tidak menghasilkan suatu
campuran yang homogen, karena kedua cairan itu tidak larut (misibel) sempurna. Dua
cairan dikatakan misibel sebagian jika A larut dalam B dalam jumlah yang terbatas, dan
sebaliknya. Secara eksperimen dapat diperoleh diagram fasa suhu terhadap komposisi
cair- cair pada tekanan tetap, seperti pada gambar berikut :
Pada diagram tersebut jika suhu dibuat konstan, misal T, sistem dimulai dari B
murni (titik C), maka penambahan A sedikit dmi sedikit hingga batas titik D (fraksi mol
XA1) akan didapat cairan satu fasa. Bila penambahan A diteruskan, hingga titik E
misalnya, maka akan didapatkan dua fasa atau dua lapisan. Jika penambahan diteruskan
sampai mencapai titik F, maka penambahan berikutnya akan menghasilkan satu lapisan
atau satu fasa. Contoh dari sistem ini adalah sistem fenol- air. Komposisi kedua lapisan
dalam keseimbangan ditunjukkan oleh perbandingan fasa 1 dan fasa 2, dalam diagram di
atas diperlihatkan oleh hubungan massa fasa L1: massa fasa L2 = FE : DE.
B.Sistem Dua Komponen Padat- Cair
Kesetimbangan fasa sistem 2 komponen padat- cair banyak digunakan dalam
proses pembuatan logam paduan. Ada banyak macam jenis kesetimbangan dua
komponen padat- cair , misalnya :
Kedua komponen misibel dalam fasa cair dan imisibel dalam fasa padat
Kedua komponen membentuk senyawa dengan titik leleh yang kongruen
Kedua komponen membentuk senyawa dengan titik leleh yang inkongruen
Kedua komponen membentuk larutan padat
Kedua komponen misibel dalam fasa cair dan misibel sebagian dalam fasa padat
C.Sistem 2 Komponen Yang Kedua Komponennya Misibel Dalam Fasa Cair Dan
Imisibel Dalam Fasa Padat
Jenis kesetimbangan ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari- hari, misalnya
ada 2 macam logam yang dalam keadaan padat tidak bercampur tetapi ketika dicairkan
keduanya akan bercampur homogen membentuk 1 fasa. Diagram fasanya digambarkan
seperti pada gambar 4. Titik TA dan TB adalah suhu leleh A dan B murni.Sedangkan titik
E adalah titik eutektik yaitu suhu terendah dimana masih terdapat komponen cair.
Sedangkan derajad kebebasan untuk setiap daerah mempunyai harga yang berbeda- beda,
misalnya daerah larutan cair mempunyai fasa = 1, maka derajad kebebasan pada P tetap
akan berharga F = 2.
D.Sistem Dua Komponen dengan Fasa Padat – Cair
Sistem biner paling sederhana yang mengandung fasa padat dan cair ditemui bila
komponen – komponennya saling bercampur dalam fas cair tetapi sama sekali tidak
bercampur pada fasa padat, sehingga hanya fasa padat dari komponen murni yang akan
keluar dari larutan yang mendingin. Sistem seperti itu digambarkan dalam diagram fasa
Bi dan Cd berikut.
Kurva
pendinginan dan diagram fasa suhu – persen berat untuk sistem Bi – Cd
Bila suatu cairan yang mengandung hanya satu komponen didinginkan, plot suhu
terhadap waktu memiliki lereng yang hampir tetap. Pada suhu mengkristalnya padatan
yang keluar dari cairan, kurva pendingina akan mendatar jika pendinginan berlangsung
lambat. Patahan pada kurva pendinginan disebabkan oleh terlepasnya kalor ketika cairan
memadat. Hal ini ditunjukkan pada bagian kiri gambar 3.9, yaitu cairan hanya
mengandung Bi (ditandai dengan komposisi Cd 0%) pada suhu 273oC dan cairan yang
hanya mengandung Cd (ditandai dengan komposisi Cd 100%) pada suhu 323oC.
Jika suatu larutan didinginkan, terjadi perubahan lereng kurva pendinginan pada
suhu mulai mengkristalnya salah satu komponen dari larutan, yang kemudian memadat.
Perubahan lereng ini disebabkan oleh lepasnya kalor karena proses kristalisasi dari
padatan yan gkeluar dari larutan dan juga oleh perubahan kapasitas kalor. Hal ini dapat
terlihat pada komposisi 20% dan 80% Cd. Untuk komposisi 40% Cd pada suhu 140oC,
terjadi pertemuan antara lereng kurva pedinginan Bi dan Cd yang menghasilkan garis
mendatar. Pada suhu ini, Bi dan Cd mengkristal dan keluar dari larutan, menghasilkan
padatan Bi dan Cd murni. Kondisi dimana larutan menghasilkan dua padatan ini disebut
titik eutektik, yang hanya terjadi pada komposisi dan suhu tertentu. Pada titik eutektik
terdapat tiga fasa, yaitu Bi padat, Cd padat dan larutan yang mengandung 40% Cd.
Derajat kebebasan untuk titik ini adalah 0, sehingga titik eutektik adalah invarian.
Eutektik bukan merupakan fasa, tetapi kondisi dimana terdapat campuran yang
mengandung dua fasa padat yang berstruktur butiran halus.
E. diagram fase padat-cair
Diagram fase sistem Bi-Cd
CdBiwaktu
T
A
B
CD
EF
G
H
J
K
L0% Cd 20% Cd 40% Cd80% Cd
100% Cd
Bi + LiquidCd + Liquid
Persen berat Cd
Keterangan :
Titik L merupakan titik dimana Cd meleleh.
Titik J merupakan titik dimana Bi meleleh.
Sehinggapada titik JKL terdiri dari satu fase.
Pada suhu tertentu terjadi kondisi dimana larutan menghasilkan dua padatan disebut titik
eutektik.
Untuk komposisi 40% Cd terjadi pertemuan antara lereng kurva pendinginan Bi dan Cd
yang menghasilkan garin mendatar.
Pada suhu ini Bi dan Cd mengkristal dan keluar dari larutan, menghasilkan padatan Bi
dan Cd yang murni.
Pembentukan Senyawa
Komponen – komponen pada sistem biner dapat bereaksi membentuk senyawa
padat yang berada dalam kesetimbangan dengan fas cair pada berbagai komposisi. Jika
pembentukan senyawa mengakibatkan terjadinya daerah maksimum pada diagram suhu –
komposisi, maka disebut senyawa bertitik lebur sebangun (congruently melting
compound). Contoh senyawa ini dapat dilihat pada diagram fas Zn – Mg pada gambar
3.10.
Gambar 3.10. Diagram fasa Zn – Mg
Selain melebur, senyawa juga dapat meluruh membentuk senyawa lain dan
larutan yang setimbang pada suhu tertentu. Titik leleh ini disebut titik leleh tak sebangun
(incongruently melting point) dan senyawa yang terbentuk disebut senyawa bertitik lebur
tak sebangun. Hal ini terjadi pada bagian diagram fasa Na2SO4 – H2O yang menunjukkan
pelelehan tak sebangun dari Na2SO4.10H2O menjadi kristal rombik anhidrat Na2SO4.
Gambar 3.11 Bagian diagram fasa Na2SO4 – H2O
Larutan Padat
Pada umumnya, padatan murni bisa didapatkan pada saat larutan didinginkan.
Tetapi, pada beberapa sistem, bila larutan didinginkan, maka larutan padatlah (solid
solution) yang akan keluar. Contoh sistem yang membentuk larutan padat adalah sistem
Cu – Ni.
Gambar. Diagram fasa Cu – Ni
Pada gambar 3.12, terlihat adanya daerah dimana terdapat fasa cair (larutan) dan
fasa padat (larutan padat) yang berada dalam kesetimbangan. Garis yang berbatasan
dengan fasa cair disebut sebagai garis liquidus, sedangkan garis yang berbatasan dengan
fasa padat disebut garis solidus. Larutan padat pada sistem ini disebut sebagai fasa α.
Komposisi masing – masing fasa dapat ditentukan dengan menggunakan lever rule.
Kondisi fasa – fasa yang ada dalam sistem pada berbagai suhu dapat dilihat pada gambar
3.13.
fase-1
fase-2
a’ a a”
l”l’
A Bx (nitrobenzen)
T
Tuc
Gambar 3.13. Kondisi fasa – fasa dalam sistem Cu – Ni pada berbagai suhu
Diagram fase cair-cair
Yang dimaksud dengan :
Fase 1 adalah campuran heksana dan nitrobenzen yang sudah tidak dapat dibedakan lagi
keduanya (bercampur sempurna).
Fase 2 adalah fase yang terdiri dari dua campuran heksana dan nitrobenzen dimana
diantara keduanya masih dapat dibedakan satu sama lainnya.
a’ merupakan fase yang paling banyak mengandung komponen A dan sedikit dijenuhi
oleh komponen B.
a” merupakan fase yang paling banyak mengandung komponen B dan sedikit dijenuhi
oleh komponen A.
Misalnya :
Pada titik A adalah cairan Heksana dan pada titik B adalah cairaan nitrobenzen,
pada temperatur tertentu cairn heksana mencapai suatu titik (a’) sedangkan cairan
nitrobenzen mencapai titik tertentu (a”) sehingga kedua titik tersebut yaitu a’ dan a”
dapat dihubungkan dengan satu gari hubung yang menghubungkan dua fase yang berada
dalam kesetimbangan satu sama lain.
Garis hubung yang terlihat pada kurva menunjukkkan temperatur kritis atas (Tuc) terjadi
suatu tahapan dimana permukaan antara fase 1 dan fase 2 menghilang (terjadi pemisahan
fase).
Fraksi mol a’ pada kisaran 0 < x < 0,2
Fraksi mol a” pada kisaran 0,8 < x < 1
Sistem biner fenol - air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan
timbal balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Disebut sistem
biner karena jumlah komponen campuran terdiri dari dua zat yaitu fenol dan air. Fenol
dan air kelarutanya akan berubah apabila dalam campuran itu ditambahan salah satu
komponen penyusunnya yaitu fenol atau air. Jika komposisi campuran fenol air
dilukiskan terhadap suhu akan diperoleh kurva sebagai berikut.
Gambar 1. komposisi campuran fenol air
L1 adalah fenol dalam air, L2 adalah air dalam fenol, XA dan XF masing-masing adalah mol fraksi air dan mol fraksi fenol, XC adalah mol fraksi komponen pada suhu kritis (Tc). Sistem ini mempunyai suhu kritis (Tc) pada tekanan tetap, yaitu suhu minimum pada saat dua zat bercampur secara homogen dengan komposisi Cc. Pada suhu T1 dengan komposisi di antara A1 dan B1 atau pada suhu T2 dengan komposisi di antara A2 dan B2, sistem berada pada dua fase (keruh). Sedangkan di luar daerah kurva (atau diatas suhu kritisnya, Tc), sistem berada pada satu fase (jernih)
1. Diagram fase paduan biner Ge-Si (dalam grafik 2D)
diagram fase adalah sejenis grafik yang digunakan untuk menunjukkan kondisi kesetimbangan
antara fase-fase yang berbeda dari suatu zat yang sama. Dalam matematika dan fisika, diagram
fase juga mempunyai arti sinonim dengan ruang fase.
- Garis Liquidus ialah garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan).
- Garis Solidus ialah garis yang menunjukan akhir dari proses pembekuan (pendinginan).
Keterangan :
Sumbu y : temperatur
Sumbu x : komposisi paduan
Garis liquidus : garis antara L dan α+L
Garis solidus : garis antara α dan α+L
Titik liquid pada suhu : 1412oC
Titik solid pada suhu : 940oC
XB
XA
XC
C
A B
2.4 KESETIMBANGAN FASA 3 KOMPONEN
Berdasarkan hukum fase Gibbs jumlah terkecil peubah bebas yang diperlukan untuk menyatakan
keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan dilengkapkan sebagai :
V = C – P + 2
dengan V = jumlah derajat kebebasan, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fasa.
Dalam ungkapan di atas, kesetimbangan mempengaruhi suhu, tekanan, dan komposisi sistem.
Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat
dinyatakan sebagai :
V = 3 – P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka V = 2. Berarti, untuk menyatakan
keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan
bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan V = 1; berarti hanya satu komponen
yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tentu
berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu, sistem tiga komponen pada
suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa
minimum = 1), maka diagram fasa ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu
segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Tiap sudut segitiga tersebut menggambarkan
suatu komponen murni. Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan XA + XB + Xc = 1.
Titik pada sisi AB : campuran biner A dan B
BC : campuran biner B dan C
BA
C
a1a2
a3a4
b1b2
b3b4
D
Diagram : 3 Cairan dengan 1 Binodal
AC : campuran biner A dan C
Diagram fase yang digambarkan sebagai segitiga sama sisi menjamin dipenuhinya sifat
ini secara otomatis sebab jumlah jarak ke sebuah titik didalam segitiga sama sisi yang diukur
sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu yang dapat diambil sebagai
satuan panjang.
Sistem 3 komponen sebenarnya banyak memungkinkan yakni pada percobaan ini
digunakan sistem 3 komponen yang terdiri atas zat cair yang sebagian tercampur.
Sistem 3 zat cair yang sebagian dibagi menjadi :
Tipe 1 : Pembentukan sepasang zat cair bercampur sebagian
Tipe 2 : Pembentukan 2 pasang zat cair bercampur sebagian
Tipe 3 : Pembentukan 3 pasang zat cair bercampur sebagian
Dalam percobaan yang dilakukan menggunakan tipe 1.
Tipe 1 : Pembentukan sepasang zat cair yang bercampur sebagian.
Penambahan A pada campuran B dan C akan memperbesar daya larut keduanya. C
adalah susunan keseluruhan antara B dan C. Pada penambahan A, susunan keseluruhan bergerak
sepanjang CA. Susunan masing-masing lapisan dinyatakan dengan garis kesetimbangan
α 1 β1 , α2 β2 dan seterusnya.
Kalau B bercampur sebagian, maka campuran antara B dan C pada temperatur dan tekanan tertentu membentuk dua lapisanI larutan C dalam BII larutan B dalam C
Pada titik b4 kedua lapisan hilang dan terbentuk lapisan tunggal. Hilangnya kedua
lapisan tidak bersama-sama.
Kedua lapisan dapat menjadi identik hanya pada satu susunan yaitu d, titik D disebut
titik isotermal kritis atau plait point.
Semua campuran yang terdapat di daerah a D b selalu terbagi kedalam dua lapisan.
Grafik, a D b disebut kurva binodal. Hanya plait point tidak berimpit dengan maksimal grafik
binodal.
. Tekanan Uap Campuran Non Ideal
Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal ini mengalami
penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam penyimpangan hukum Raoult,
yaitu
a. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing – masing
zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat
endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix >
0). Contoh penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n – hekasana.
Gambar. Penyimpangan positif hukum Raoult
b. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam campuran zat
lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat ( A – B > A – A, B – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (bersifat
eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0)..
Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.
Gambar. Penyimpangan negatif hukum Raoult
Pada gambar 3.5 dan 3.6 terlihat bahwa masing – masing kurva memiliki tekanan uap
maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum atau minimum disebut sistem
azeotrop. Campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan destilasi biasa.
Pemisahan komponen 2 dan azotrop dapat dilakukan dengan destilasi bertingkat. Tetapi,
komponen 1 tidak dapat diambil dari azeotrop. Komposisi azeotrop dapat dipecahkan dengan
cara destilasi pada tekanan dimana campuran tidak membentuk sistem tersebut atau dengan
menambahkan komponen ketiga.
]BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah disajikan dapat disimpulkan bahwa :
1. Diagram Fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana
terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan
kadar karbon. Tidak seperti struktur logam murni yang hanya dipengaruhi oleh suhu,
sedangkan struktur paduan dipengaruhi oleh suhu dan komposisi.
2. Kesetimbangan Fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi yang
pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu, biasanya pada fasa cair dan
uapnya.
3. Sistem eutektik adalah campuran senyawa kimia atau unsur-unsur yang memiliki
satu komposisi kimia yang membeku pada suhu yang lebih rendah daripada komposisi
lain yang dibuat dari bahan yang sama
B. Saran
Kami sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mambutuhkan kritik dan
saran dari teman-teman yang sifanya membangun. Bagi teman-teman yang ingin menambah
wawasan mengenai diagram fasa dan solidifitas,teman-teman bisa mencari referensi lain. Dan
makalah ini juga semoga dapat bermanfaat guna menambah wawasan teman-teman sekalian
C. Daftar pustaka
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika Jilid I Edisi keempat. Jakarta: Erlangga
Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisika 1. Jakarta: JICA.
http://chieul.blogspot.com/2012/02/kesetimbangan-fasa-dua-komponen.htmlhttp://agismaen.blogspot.com/2012/11/kesetimbangan-fasa.htmlhttp://en.wikipedia.org/wiki/Eutectic_systemhttp://www.chem.arizona.edu/~salzmanr/480a/480ants/2comppd/2comppd.html