makala ikga final

21
BAB 1 PENDAHULUAN Ilmu kedokteran gigi anak, salah satu yang dipelajari adalah tentang suatu metode pencegahan terhadap terjadinya karies pada gigi anak. Berbagai tindakan pencegahan terjadinya karies telah diupayakan melalui fluoridasi air minum, topikal aplikasi fluor pada fase perkembangan enamel, dan program kontrol plak bagi masing-masing individu. Hal ini tidak terbukti efektif mengurangi insiden karies pada pit dan fisura yang merupakan bagian yang rentan karies, karena bentukan anatomisnya yang menyempit (Robert G.Craig: 1979: 28). Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh terhadap insidensi pada karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan daerah cekungan yang terlindung (Gambar 7). Kondisi ini mendukung terjadinya proses karies. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah karies. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah suatu cara preventif yang ditujukan khusus untuk mencegah karies pada daerah ini melalui teknik fissure sealant (R.J Andlaw, 1992: 58). Fissure sealant merupakan bahan yang diletakkan pada pit dan fisura gigi yang bertujuan untuk mencegah proses karies gigi (J.H. Nunn et al, 2000). Bentuk pit dan

Upload: anonymous-4vnzstrwr

Post on 27-Jan-2016

237 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Makala IKga Final

BAB 1

PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran gigi anak, salah satu yang dipelajari adalah tentang suatu

metode pencegahan terhadap terjadinya karies pada gigi anak. Berbagai tindakan

pencegahan terjadinya karies telah diupayakan melalui fluoridasi air minum, topikal

aplikasi fluor pada fase perkembangan enamel, dan program kontrol plak bagi

masing-masing individu. Hal ini tidak terbukti efektif mengurangi insiden karies pada

pit dan fisura yang merupakan bagian yang rentan karies, karena bentukan

anatomisnya yang menyempit (Robert G.Craig: 1979: 28).

Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh

terhadap insidensi pada karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan

daerah cekungan yang terlindung (Gambar 7). Kondisi ini mendukung terjadinya

proses karies. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah karies.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah suatu cara preventif yang ditujukan

khusus untuk mencegah karies pada daerah ini melalui teknik fissure sealant (R.J

Andlaw, 1992: 58).

Fissure sealant merupakan bahan yang diletakkan pada pit dan fisura gigi yang

bertujuan untuk mencegah proses karies gigi (J.H. Nunn et al, 2000). Bentuk pit dan

fisura beragam, akan tetapi bentuk umumnya adalah sempit, melipat dan tidak teratur.

Bakteri dan sisa makanan menumpuk di daerah tersebut. Saliva dan alat pembersih

mekanis sulit menjangkaunya. Dengan diberikannya bahan penutup pit dan fisura

pada awal erupsi gigi, diharapkan dapat mencegah bakteri sisa makanan berada dalam

pit dan fisura (Sari Kervanto, 2009: 12).

Tujuan utama diberikannya sealant adalah agar terjadinya penetrasi bahan ke

dalam pit dan fisura serta berpolimerisai dan menutup daerah tersebut dari bakteri dan

debris (Kenneth J Anusavice, 2004: 260-261). Bahan sealant ideal mempunyai

kemampuan retensi yang tahan lama, kelarutan terhadap cairan mulut rendah,

biokompatibel dengan jaringan rongga mulut, dsn mudah diaplikasikan (Donna

Lesser, 2001).

Page 2: Makala IKga Final

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Karies

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan cementum

yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat yang

dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang

kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992). Karies

merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara

(produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal dari

makanan dan email .

2.2 Proses terjadinya karies gigi

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan gigi,

sukrosa(gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu

yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis

(5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang

fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila

dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun

kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah

rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat.

Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,

terdiri daritulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap

mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus

penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala

degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan

menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-

lapisan tiga (lapisan demineralisasi

,suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan

lima. Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu

menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi

tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan

ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21- 24 tahun, hampir tiga

Page 3: Makala IKga Final

tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak

pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu. Pada anak-

anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini disebabkan:

1) Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi

setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang berlangsung

terutama 1 tahun setelah erupsi.

2) Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan

fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)

3) Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang

tidakmemadai

4) Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat

jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas proteolitik

yang lebih besar di dalam mulut

2.3 Pencegahan karies gigi

Menjaga kebersihan mulut adalah merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya

penyakit-penyakit dalam mulut, seperti: karies gigi dan radang gusi. Kedua penyakit

tersebut merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dalam mulut, penyebab

utama penyakit tersebut adalah plaque.

Beberapa cara pencegahan karies gigi antara lain :

a. Diet

Diet merupakan makanan yang dikonsumsi setiap hari dalam jumlah dan jangka

waktu tertentu. Hendaknya dihindari makanan yang mengandung karbohidrat seperti :

dodol, gula, permen, demikian pula makanan yang lengket hendaknya dihindari.

Adapun yang disarankan dalam plaque control adalah makanan yang banyak

mengandung serat dan air. Jenis makanan ini memiliki efek self cleansing yang baik

serta vitamin yang terkandung didalamnya memberikan daya tahan pada jaringan

penyangga gigi. (Tinanoff et al, 2002)

b. Menyikat Gigi

Menyikat gigi ádalah cara yang dikenal umum oleh masyarakat untuk menjaga

kebersihan gigi dan mulut dengan maksud agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut.

Page 4: Makala IKga Final

Menurut Manson dan Elley (1993), menyikat gigi sebaiknya dilakukan dengan cara

sistematis supaya tidak ada gigi yang terlampaui, yaitu mulai dari posterior ke anterior

dan berakhir pada bagian posterior sisi lainnya. (Tinanoff et al, 2002)

C. Flouridasi

Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia sebagai bahan yang

dapat membuat lapisan email tahan terhadap asam. penggunaan Fluor adadua macam

yaitu secara sistemik dan lokal. Secara sistemik dapat dilakukan melalui air minum

mengandung kadar fluor yang cukup, sehingga fluor dapat diserap oleh tubuh. Secara

lokal dapat dilakukan dengan diteteskan/dioleskan pada gigi, kumur-kumur dengan

larutan fluordan diletakkan pada gigi dengan menggunakan sendok (Tinanoff et al,

2002)

D. Perawatan Pit dan Fisura

Menurut M. John Hick (dalam J.R Pinkham, 1994: 456), sejumlah pilihan

perawatan bagi para dokter gigi dalam merawat pit dan fisura, meliputi:

a. Melalui pengamatan (observasi), menjaga oral higiene, dan pemberian fluor

b. Pemberian sealant

Upaya pencegahan terjadinya karies permukaan gigi telah dilakukan melalui

fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor selama perkembangan enamel, dan

program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak sepenuhnya efektif menurunkan

insiden karies pada pit dan fisura, dikarenakan adanya sisi anatomi gigi yang sempit

(Robert G.Craig:1979: 29).

Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh

terhadap insidensi karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan

daerah cekungan yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat

untuk mencegah karies. (R.J Andlaw, 1992: 58). Pemberian fluor ini terbukti efektif

bila diberikan pada permukaan gigi yang halus, dengan pit dan fisura minimal (M.

John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 455).

Upaya lain dalam pencegahan karies pit dan fisura telah dilakukan pada

ujicoba klinis pada tahun 1965 melalui penggunaan sealant pada pit dan fisura.

Tujuan sealant pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi dan menutup

Page 5: Makala IKga Final

semua celah, pit dan fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung maupun

permanent. Area tersebut diduga menjadi tempat awal terjadinya karies dan sulit

dilakukan pembersihan secara mekanis (Robert G.Craig :1979: 29).

Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah sebagai berikut:

a. Dalam, pit dan fisura retentif

b. Pit dan fisura dengan dekalsifikasi minimal

c. Karies pada pit dan fisura atau restorasi pada gigi sulung atau permanen

lainnya

d. Tidak adanya karies interproximal

e. Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi saliva

f. Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.

Sedangkan kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah

a. Self cleansing yang baik pada pit dan fisura

b. Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal yang

memerlukan perawatan

c. Banyaknya karies interproximal dan restorasi

d. Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari kontaminasi

saliva

e. Umur erupsi gigi lebih dari 4 tahun.

(M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 459-61)

Pertimbangan lain dalam pemberian sealant juga sebaiknya diperhatikan.

Umur anak berkaitan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Umur 3-4 tahun

merupakan waktu yang berharga untuk pemberian sealant pada geligi susu; umur 6-7

tahun merupakan saat erupsi gigi permanen molar pertama; umur 11-13 tahun

merupakan saatnya molar kedua dan premolar erupsi. Sealant segera dapat diletakkan

pada gigi tersebut secepatnya. Sealant juga seharusnya diberikan pada gigi dewasa

bila terbukti banyak konsumsi gula berlebih atau karena efek obat dan radiasi yang

mengakibatkan xerostomia (Norman O. Harris, 1999: 245-6).

Bahan Penutup Pit dan Fisura

Terdapat beberapa bentukan pit dan fisura, seperti telah dijelaskan

sebelumnya. Bahan sealant yang ada diaplikasikan untuk menutupi bentukan anatomi

Page 6: Makala IKga Final

tersebut, guna mencegah masuknya bakteri, food debris ke dalam pit dan fisura

(Carline Paarmann, 1991:10).

Pencegahan karies pada permukaan gigi terutama, pit dan fisura perlu

perhatian khusus. Hal ini dikarenakan bagian ini merupakan daerah yang paling

rentan karies. Prevalensi karies oklusal pada anak-anak terbanyak ditemukan pada

permukaan pit dan fisura. Area ini sering tidak terjangkau oleh bulu sikat gigi. Molar

pertama merupakan gigi permanen yang memiliki waktu terlama berada dalam rongga

mulut.

Sealant diaplikasikan pada pit dan fisura guna menutup dan melindungi dari

karies. Bahan sealant dibedakan menurut bahan dasar yang digunakan, metode

polimerisasi, dan ada tidaknya kandungan fluoride. Meskipun kebanyakan sealant di

pasaran, bahan sealant berbahan dasar dan memiliki komposisi kimia sama, namun

hal ini penting guna mengetahui keefektifan dan kemampuan retensi masing-masing

bahan tersebut.

Kemampuan sealant untuk melepaskan fluoride, pada permukaan pit dan

fisura akan memberikan keuntungan tersendiri pada bahan sealant semen ionomer.

Semen ionomer disarankan sebagai bahan ideal untuk menutup pit dan fisura karena

memiliki kemampuan melepas fluoride dan melekat pada enamel (Subramaniam,

2008).

Dua bahan sealant yang sering digunakan adalah sealant berbasis resin dan

sealant semen ionomer kaca (SIK). Bahan sealant berbasis resin dapat melakukan

polimerisasi secara autopolimerisasi dan fotopolimerisasi. Sedangkan sealant SIK

yang sering digunakan bersifat autopolimerisasi (Sari Kervanto, 2009: 20).

Sealant berbasis resin bertahan lebih lama dan kuat karena memiliki

kemampuan penetrasi yang lebih bagus. Hal ini karena adanya proses etsa pada

enamel gigi yang menghasilkan kontak yang lebih baik antara bahan resin dengan

permukaan enamel (Mahadevan Ganesh, 2007).

Etsa menghilangkan mineral enamel gigi dan menghasilkan resin tag dan

secara klinis nampak lebih putih dan pudar. Bahan sealant yang diberikan pada area

yang dietsa akan berpenetrasi ke dalam resin tag. Hal ini dapat meningkatkan retensi

mekanis bahan sealant dengan permukaan enamel gigi (Carline Paarmann, 1991:13).

Page 7: Makala IKga Final

Sealant ionomer kaca memiliki kemampuan mencegah karies yang hampir

sama dengan sealant berbasis resin. Manipulasi sealant semen ionomer kaca lebih

mudah, dan tidak diperlukan tahapan pengetsaan pada permukaan gigi (Subramaniam,

2008).

Berbeda dengan sealant berbasis resin, bahan sealant semen ionomer kaca

melakukan interaksi khusus dengan enamel gigi dengan melepaskan kalsium,

strontium dan ion fluor yang bersifat kariostatik dan mengurangi perkembangan

karies pada daerah yang diberi sealant (Laurence J. Walsh, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang

perbandingan fissure sealant berbasis resin dengan sealant semen ionomer kaca

sebagai bahan penutup pit dan fisura pada permukaan gigi posterior.

Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca

1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant

menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)

Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:

a. Memiliki kemampuan abrasif ringan

b. Tanpa ada pencampur bahan perasa

c. Tidak mengandung minyak

d. Tidak mengandung Fluor

e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain

f. Memiliki kemampuan poles yang bagus

2. Pembilasan dengan air

Syarat air:

a. Air bersih

b. Air tidak mengandung mineral

c. Air tidak mengandung bahan kontaminan

3. Isolasi gigi

Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam

4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.

Page 8: Makala IKga Final

Syarat udara :

a. Udara harus kering

b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)

c. Udara tidak mengandung minyak

d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan

langsung ke permukaan gigi.

5. Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik).

Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen

beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang

bagus (Gambar 3).

6. Pembilasan dengan air selama 60 detik

Syarat air sama dengan point 2.

7. Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan

fisura dilakukan pembilasan

a. Syarat udara sama dengan point 3.

b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik

8. Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).

9. Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan (Gambar 5).

1.0 Evaluasi permukaan oklusal

a. Cek oklusi dengan articulating paper

b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)

(Departemen Kesehatan North Sidney, 2008)

Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin

1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant

menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)

Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:

a. Memiliki kemampuan abrasif ringan

b. Tanpa ada pencampur bahan perasa

Page 9: Makala IKga Final

c. Tidak mengandung minyak

d. Tidak mengandung Fluor

e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain

f. Memiliki kemampuan poles yang bagus

2. Pembilasan dengan air

Syarat air:

a. Air bersih

b. Air tidak mengandung mineral

c. Air tidak mengandung bahan kontaminan

3. Isolasi gigi

Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam

4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.

Syarat udara :

a. Udara harus kering

b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)

c. Udara tidak mengandung minyak

d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke

permukaan gigi.

Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi

a. Lama etsa tergantung petunjuk pabrik

b. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus

dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah

cukup.

c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair

tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa

hingga waktu etsa telah cukup.

5. Pembilasan dengan air selama 60 detik

Syarat air sama dengan point 2.

6. Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura

Page 10: Makala IKga Final

a. Syarat udara sama dengan point 3.

b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara,

permukaan yang teretsa akan tampak lebih putih

c. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa

d. Letakkan cotton roll baru, dan keringkan

e. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik

7. Aplikasi bahan sealant

a. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan

terjadi selama 60-90 detik.

b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi

penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.

8. Evaluasi permukaan oklusal

a. Cek oklusi dengan articulating paper

b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)

(Donna Lesser, 2001)

Page 11: Makala IKga Final

BAB 3

KESIMPULAN

Karies bukan merupakan kejadian tetapi proses yang dapat dikontrol dalam

kedokteran gigi. Penatalaksaan karies meliputi proses identifikasi faktor resiko,

pencegahan karies berdasarkan faktor-faktor resiko. Dan merestorasi gigi-gigi yang

telah mengalami kerusakan.

Page 12: Makala IKga Final

BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

Andlaw, RJ and Rock. 1992. Perawatan Gigi Anak. Alih bahasa: Agus Djaya dari A

Manual of Pedodontics. Jakarta: EGC

Anusavice, Kenneth J. 1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC

Craig, Robert G. 1979. Dental Materials. London: Mosby Company

Departement of Health North Sidney. 2008. Pit and Fissure Sealants: Use of in Oral

Health Service NSW. Diakses dari

http://www.health.nsw.gov.au/policies/pd/2008/pdf/PD2008_028.pdf

pada 8 Juni 2009

Ganesh, Mahadevan MDS, et al. 2007. Comparative Evaluation of The Marginal

Sealing Ability of Fuji VII and Concise as Pit and Fissure Sealants. The Journal

Contemporary Dental Practice, diakses dari

http://www.thejcdp.com/issue033/ganesh/ganesh.pdf pada 8 Juni 2009.

Kervanto, Sari. 2009. Arresting Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura

Sealants. Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of Helsinki.

Diakses dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?

sequence=1 pada 8 Juni 2009

Kidd, Edwina A. M dan Bechal, Sally Joyston.1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit

dan Penanggulangannya. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk

dari Essential of Dental Caries (1992). Jakarta: EGC

Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses dari

http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf pada 8 Juni 2009

Lucas, J, Dr . 2008. Fuji VII Pink or White. Diakses dari

http://www.gcasia.info/australia/brochures/pdfs/7704_FUJI%20VII_NEW

%20FORMAT.pdf pada 8 Juni 2009

Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A Policy Document on

Fissure Sealants in Paediatric Dentistry. International Journal of Paediatric

Page 13: Makala IKga Final

Dentistry diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf pada 8 Juni

2009

Paarmann, Carline, RDH, MEd. 1991. Application of Pit and Fissure Sealants.

Diakses dari

http://www.pte.idaho.gov/Forms_Publications/Health/Curriculum/DentalApplic

ationOfPitAndFissureSealants.pdf pada 6 juni 2009.

Pinkham, J.R. 1994. Pediatryc Dentistry, Infancy Trough Adolescence second edition.

Philadelphia: W.B Saunders Co

Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a

Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics Prevent

Departemen diakses dari

http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-

3280171_090641.pdf pada 8 Juni 2009

Tinanoff et al. 2002. Current Understanding of the epidemiology, Mechanism, and

Prevention of Dental Caries In Preschool Children. Pediatric Dentistry

University Of Maryland Baltimore

Walsh, Laurence J, Prof. 2006. Pit and Fissure Sealant: Current Evidence and

Concepts. Dental Practice Journal. Diakses dari

https://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:13804/Sealants_2006.pdf pada 8

Juni 2009

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK 2

Page 14: Makala IKga Final

“Pencegahan Karies Melalui Intervensi Terhadap

Etiologinya”

Disusun Oleh :

Nama : Ihdatul Aini Adawiyah

NIM : 11/315917/KG/8873

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014