makala hukum acara perdata putusan verstek
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat serta karunia-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hukum Acara Perdata
PUTUSAN VERSTEK” guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen yang
telah membimbing serta rekan-rekan semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna kesempurnaan
penulisan makalah selanjutnya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat serta memberi pengetahuan baik penulis
maupun pembacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Arti dan Istilah Pengertian VERSTEK
2.2 Bentuk dan Upaya Hukum terhadap Putusan Verstek
2.3 Syarat Putusan verstek
2.4 Eksekusi Putusan Verstek
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah merupakan suatu Peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya ditaatinya hukum acara perdata materil dengan perantaraan hakim.
Atinya hukum acara perdata merupakan rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana orang harus bertindak dalam proses Penyelidikan di muka
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata materil. Lebih konkrit lagi
dapatlah dikatakan, bahwah hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya
mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan serta pelaksanaan dari pada
putusannya.
Tuntutan hak dalam hal ini merupakan suatu perlindungan hukum yang diinginkan
oleh masyarakat terhadap dirinya dalam sengketa-sengketa yang terjadi dilingkunagan
masyarakat, sehingga mereka yang bersengketa ingin mempertahankan apa yang menjadi hak
dan kewajiban dalam suatu sengketa atau perkara yang di hadapai mereka dalam persoalan
PERDATA.
Hukum perdata lah yang menjadi patokan masyarakat dalam melakukan suatu
tindakan hukum melalui hakim yang akan menjadi pengambil putusan terhadap sengekta atau
perkara-perkara yang dialami oleh masyarakat. Dalam hal proses di pengadilan seorang
hakim akan bertindak pasif, hakim hanya dapat mengambil keputusan dari hasil penyelidakan
di pengadilan, sedangkan mereka yang berperkara akan meyakinkan hakim melalui bukti-
bukti dan saksi-saksi di muka pengadilan, dengan katalain mereka yang berperkaralah yang
aktif untuk meyakinkan kepada hakim bahwah sanya di lah yang mempunyai hak atau
kewajiban dalam hal yang disengketakan kedua belah pihak tersebut.
Dalam proses beracara di pengadilan ada tahapan-tahapan penyelidikan yang akan di
lalui oleh mereka yang berperkara melalui tahapan-tahapan tersebut hakim akan mengambil
suatu kesimpulan dan akan memutus sapakah yang akan menjadi pemilik hak atau kewajiban
dalam perkara tersebut.
Proses pemeriksaan dianggap selesai, apabila telah menempuh tahap jawaban dari
tergugat sesuai Pasal 121 HIR, Pasal 113 Rv, yang dibarengi dengan replik dari penggugat
berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun duplik dari tergugat, dan dilanjutkan dengan proses tahap
pembuktian dan konklusi. Jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan, majelis menyatakan
pemeriksaan ditutup dan prosesselanjutnya adalah menjatuhkan atau pemgucapan putusan
Dari beberapa proses penyelidikan di muka pengadilan ada yang dikatakan dengan
PUTUSAN VERSTEK ,dalam hal ini putusan yang dimaksuda adalah suatu putusan yang
diambil oleh majelis hakim karena ketidak hadiran salah satu dari pihak yang berperkara.
Maka dalam makala ini penulis akan menjelaskan suatu putusan yang di ambil oleh
hakim disaat salah satu dari pihak yang berperkara tidak hadir dalam proses sidang di
pengadilan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Arti dan Istilah Pengertian VERSTEK ?
2. Apa saja Bentuk Putusan Verstek ?
3. Apa Syarat Acara verstek?
4. Bagaimana Eksekusi Putusan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Arti dan Istilah Pengertian VERSTEK.
2. Untuk mengetahui Bentuk putusan Verstek.
3. Untuk mengetahui Syarat Acara verstek.
4. Untuk Eksekusi Putusan.
Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini merupakan trobosan yang dibuat oleh penulis agar masyarakat
mengetahui apa hukum acara perdata dalam proses pengambilan putusan verstek yang mana
salah satu dari pihak yang berperkara tidak menghadiri persidangan dan untuk memberi tau
masyarakat dalam hal proses persidangan di pengadilan tidak mengabaikan panggilan yang
telah dipanggil oleh hakim untuk menghdiri persidangan dan memberi tahu konsekuensi apa
bila salah satu dari pihak yang bersengketa tidak menghadiri persidangan.
penulisan makalah ini juga bermanfaat bagi penulis sendiri dalam menambah ilmu
pengetahuan penulis sendiri maupun yang membaca dan memperkaya khasana perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti dan Istilah Pengertian VERSTEK
Istilah
Dalam mepergunakan istilah “Hukum acara tanpa hadir” sedangkan soepomo
menyebut “acara luar hadir” (verstek). Dilain pihak, subekti tetap mempergunakan istilah
aslinya, tetapi tulisannya “perstek”, bukan “verstek”.
Istilah “acara luar hadir” dijumpai juga di Kamus Hukum sebagai terjemahan dari
verstek procedure, dan verstekvonnis diberi istilah putusan tanpa hadir atau putusan di luar
hadir tergugat atau penggugat.
Sistem common law memberi istilah “default prosedure” yang sama maksudnya
dengan verstek procedure, yaitu acara luar hadir, dan untuk verstekvonnis (putusan tanpa
hadir) disebut default judgement. Tidak terapat perbedaan maksud yang terkandung dalam
itilah common law dengan civil law yang dianut di Indonesia.
Tidak ada perbedaan anatara istilah di atas karena dalam dalam penulisan maupun
pratik pengadilan telah baku bahwah istilah yang dipakai adalah verstek dan dalam khasanah
terminologi hukum di Indonesia telah mempergunakan istilah verstek tersebut.
Pengertian VERSTEK
Pengertian verstek tidak terlepas kaitannya dengan fungsi beracara dan penjatuhan
putusan atas perkara yang disengketakan, yang memberi wewenang kepada hakim menjatuh
kan putusan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat. Jadi verstek merupakan suatu
kewenangan hakim untuk mengambil putusan tanpa kehadiran penggugat atau tergugat
padahal pengadilan telah memanggil secara sah kedua belah pihak yang bersengketa untuk
menghadiri persidangan namun salah satu dari penggugat atau tergugat tidak menghadiri
persidangan .
Sehubungan dengan itu persoalan verstek tidak lepas kaitannya dengan ketentuan
pasal 124 HIR (Pasal 77 Rv) dan pasal 125 ayat (1) HIR (Pasal 73 Rv.
a. Pasal 124 HIR , Pasal 77 Rv, Mengatur Verstek kepada Penggugat
Berdasarkan Pasal diatas, hakim berwenang menjatuhkan putusan di luar hadir atau
tanpa hadir penggugat dengan syarat.
- Bila penggugat tidak hadir pada sidang yang ditentukan tanpa alasan yang sah,
- maka dalam peristiwa seperti itu, hakim berwenang memutus perkara tanpa
hadirnya penggugat yang disebut petusan verstek, yang memuat:
1. membebaskan tergugat dari perkara tersrbut,
2. menghukum penggugat membayar biaya perkara
- terhadap putusan verstek itu penggugat tidak dapat mengajukan perlawanan
(verzet) maupun upaya banding dan kasasi, sehingga terhadap putusan tertutup
upaya hukum,
- upaya yang dapat dilakukan penggugat adalah mengajukan kembali gugatan itu
sebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara.
b. Pasal 125 Aayat (1) HIR, Pasal 78 Rv, Mengatur verstek terhadapa tergugat
Berdasarkan Pasal tersebut kepada hakim diberi wewenang menjatuhkan putusan di
luar hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat;
- Apabila tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan
tanpa alasan yang sah (default without reason),
- Dalam hal seperti itu, hakim menjatuhkan putusan verstek yang berisi diktum:
1. Mengabulkan gugatan seluruhnya tau sebagiannya, atau
2. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak mempunyai
dasar hukum.
Tujuan VERSTEK
Tujuan utama sistem verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak
menaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari
anarki atau kesewenagan.
Memperhatikan akibat buruk yang terjadi, yaitu apabila keabsahan proses
pemeriksaan digantungkan atas kehadiran para pihak atau tergugat, undang-undang perlu
mengantisipasinya melalui acara pemeriksaan verstek. Pemeriksaan dan penyelesaian perkara
tidak mutlak digantungkan atas kehadiran tergugat di persidangan. Apabila ketidak hadiran
itu tanpa alasan yang sah (unreasonable default), dapat diancam dengan penjatuhan putusan
tanpa hadir (verstek). Meskipun penerapan verstek tidak imperatif, namun pelembagaannya
dalam hukum acara dianggap sangat efektif menyelesaikan perkara.
Yahyah Harahap, S.H. Hukum acara perdata, sinar grafika januari 2010, hal 381-383
2.2 Bentuk Putusan Verstek
Mengenai bentuk putusan verstek yang dapat dijatuhkan, diatur dalam Pasal 125 ayat
(1) HIR, Pasal 149 RBG, dan Pasal 78 Rv. Pasal 125 ayat (1) berbunyi:
Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau tidak pula menyuruh
orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut maka
gugatan itu diterima dengan tidak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada PN
bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.
Bentuk putusan verstek yang dijatuhkan pengadilan berdasarkan pasal diatas yaitu:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat
Bentuk putusan verstek yang pertama, mengabulkan gugatan penggugat. Apabila
hakim hendak menerapkan acara verstek, pada prinsipnya, putusan yang harus dijatuhkan
mengabulkan gugatan penggugat.
a. Mengabulkan Seluruh Gugatan
Apabila perkara diputus melalui acara verstek harus ditegakan secara konsekuen
ketentuan yang dimaksud yaitu mengabulkan seluruh gugatan persis seperti yang
dirincikan dalam petitum gugatan.
b. Boleh Mengabulkan Sebagian Saja
Sangat objektif dan rasional menerapkan pengabulan sebagai gugatan melalui putusan
verstek, namun dalam mengabulkan permohonan penggugat dalam hal putusan
verstek harus melihat segi keadilannya, dimana dalam petitum meinta 10 kalilipat
jumlah yang didalilkan dalam gugatan maka hakim akan mempertimbangkan dari segi
keadilannya, apakah seluruh atau sebagian yang menjadi permohonan pengugat akan
dikabulkan oleh hakim, sepanjang petitum gugatan benar-benar sesuai denagn dalil
gugatan, serta dalil gugatannya mempunyai landasan hukum yang kuat, objektif dan
rasional.
Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum Acara Perdata, 1997. Bandung: Cv Mandar Maju.
Hal, 27
2. Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Di Terima
Hakim harus menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila:
a. Melawan hukum atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful), dan
b. Tidak beralasan dan tidak mempunyai dasar hukum (no basic reason).
3. Menolak Gugatan Penggugat
Jika menurut pertimbangan hakim, gugatan yang diajukan tidak didukung alat bukti
yang memenuhi batas minimal pembuktian, hakim dapat menjatuhkan putusan verstek
yang memuat diktum: Menolak guhatan penggugat. Sekiranya penggugat keberatan
terhadap putusan itu, ia dapat mengajukan banding berdasarkan Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang No. 20 Tahun 1947.
Penolakan gugatan merupakan putusan yang bersifat positif sehingga apabila putusan
berkekuatan hukum tetap, pada putusan melekat ne bis en idem berdasarkan Pasal
1917 KUHPerdata.
Yahyah Harahap, S.H. Hukum acara perdata, sinar grafika januari 2010, hal 397
2.3 Syarat Putusan verstek
Dalam hal ini yang akan di bahas adalah acra verstek terhadap tergugat, perihal syarat
sahnya penerapan acara verstek kepada tergugat, merujuk kepada ketentuan Pasal 125 ayat
(1) HIR atau Pasal 78 Rv.
Dari pasal-pasal tersebut dapat dikemukakan syarat-syarat sebagai berikut.
1. Tergugat Telah Dipanggil dengan Sah dan Patut
a. Yang melaksanakan panggilan juru sita (Pasal 338 jo. Pasal 390 ayat (1) HIR.
Apabila diluar dari yuridiksi relatif yang dimilikinya maka pemanggilan akan
berdasarkan pasal 5 Rv.
b. Bentuknya dengan surat panggilan (Pasal 390 ayat 1, Pasal 2 ayat 3 Rv) Panggilan
dilakukan dalam bentuk:
- Surat tertulis yang disebut surat panggilan atau relaas Panggilan (bericht, report);
- Panggilan tidak sah dalam bentuk lisan (oral) karena secara teknis yustisial, sangat
sulit atau tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga dapat merugikan
kepentingan tergugat.
c. Cara pemanggilan yang sah (Pasal 390 ayat (1) dan (3) atau Pasal 6 ke-7 Rv
d. Jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang, agar panggilan sah dan patut, harus
berpedoman kepada Pasal 122 HIR atau Pasal 10Rv
- Dalam keadaan normal, digantungkan pada faktor jarak tempat kediaman tergugat
dengan gedung PN:
a. 8 (delapan) hari, apabila jaraknya tidak jauh,
b. 14 (empat belas) hari, apabila jaraknya agak jauh, dan
c. 20 (dua puluh) hari apabila jaraknya jauh.
- Dalam keadan mendesak, menurut Pasal 122 HIR, dalam keadaan mendesak jarak
waktunya dapat dipersingkat, tetapi tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari.
2. Tidak Hadir Tanpa Alasan yang sah
Tergugat tidak datang menghadiri panggilan sidang tanpa alasan yang sah (default
without reason). Syarat ini ditegaskan dalam Pasal 125 ayat(1) HIR:
- Tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau
- Tidak menyuruh orang lain sebagai kuasa yang bertindak mewakilinya,
- Padahal tergugat telah dipanggil dengan patut, tetapi tidak menghiraukan dan
menaati penggilan tanpa alasan yang sah,
- Dalam kasus seperti itu, hakim dapat dan berwenag menjatuhkan ptusuan verstek,
yaitu putusan diluar hadir tergugat.
Penerapan alasan yang sah Pasal 125 ayat (1), tidak mengatur tentang hal ini. Akan
tetapi, bertitik tolak dari pendekatan kepatutan dihubungkan dengan prinsip fair trial, tidak
adil menghukum tergugat dengan putusan verstek, apabila ketidak hadirannya disebabkan
alasan yang masuk akal (common sense) secara objektif.
Tidak dibenarkan menerapkan acara verstek karena ketidak hadiran terggat sebagai
berikut:
- Disebabkan tergugat ditugaskan oleh atasan bertugas di luar kota atau daerah
- Karena sakit yang dikuatkan dengan keterangan dokter
- Berada diluar negri didukung dengan surat keterangan dari pihak yang
berkompeten untuk itu
- Sedang menjalankan tugas yang di perintahkan atasan yang tidak dapat
ditinggalkan.
Yang berwenag menilai alasan tersebut apakah layak dan patut adalah kewenagan dari
hakim, Penggugat dapat mengajukan putusan verstek kepada hakim, namun yang tetap
berwenang dalam mengabil putusan verstek tersebut adalah hakim.
Yahyah Harahap, S.H. Hukum acara perdata, sinar grafika januari 2010 hal 383. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty yogyakarta pebuari 2006. M
2.4 Eksekusi Putusan Verstek
Dasar hukum mengenai eksekusi putusan verstek diatur dalam Pasal 128 HIR, jo
Pasal 195 HIR. Putusan Verstek tidak dapat dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari dari
tanggal pemberi tahuan putusan, putusan verstek harus diberitahukan kepada tergugat.
Patokan tennggang waktu mengajukan verstek diatur dalam Pasal 129 ayat (2) HIR,
menurut ketentuan tersebut patokan tenggang waktu yang diterapkan sebagai landasan umum
adalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan verstek kepada penggugat.
Eksekusi terhadap putusan verstek baru dapat dijalankan apabila lewat tenggang
waktu mangajukan verstek baru, dan selama tenggang masih berlaku, tergugat tidak
mengajukan perlawanan (verzet). Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan tersebut
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, Pasal 128 ayat (1) HIR.
Dapat di eksekusi sebelum lewat 14 hari atas alasan sangat perlu dapat dilaksanakan
eksekusi putusan verstek, meskipun tenggang waktu mengajukan perlawanan belum lewat,
pengecualian tersebut diatur dalam Pasal 128 ayat (2) HIR. Ketentua Pasal 180 HIR yang
memberi wewenang kepada ketua Pengadilan Negri melaksanakan putusan lebih dahulu
(vitvoerbaar bij voorraad) meskipun tergugat mengajukan perlawanan atau banding.
Terdapat keadaan yang sangat perlu syarat ini disebut dengan tegas dalam Pasal 128
ayat (2) HIR dengan mempergunakan keadaan yang sangat perlu. Aada perintah dari
penggugat agar putusan verstek dilaksanakan terlebih dahulu meskipun belum lewat 14 hari
dari tanggal pemberitahuan. Permohonan harus dibarengi dengan alsan-alasan yang benar-
benar memenuhi katagori.
Dari syarat-syarat diatas yang dianggap sah dan memenuhi syarat putusan verstek
yang bersifat komulatif bukan alternatif.
Yahyah Harahap, S.H. Hukum acara perdata, sinar grafika januari 2010, hal 416.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam mepergunakan istilah “Hukum acara tanpa hadir” sedangkan soepomo
menyebut “acara luar hadir” (verstek). Dilain pihak, subekti tetap mempergunakan istilah
aslinya, tetapi tulisannya “perstek”, bukan “verstek
Tidak ada perbedaan anatara istilah di atas karena dalam dalam penulisan maupun
pratik pengadilan telah baku bahwah istilah yang dipakai adalah verstek dan dalam khasanah
terminologi hukum di Indonesia telah mempergunakan istilah verstek tersebut.
Putusan verstek adalah putusan yang diambil oleh hakim karena ketidak hadiran
penggugat atau tergugat dalam persidangan di pengadilan, dimana hakim belum memeriksa
pokok perkara antar kedua bela pihak yang bersengketa nammun telah diambil suatu putusan
yang disebut dengan putusan verstek.
Sehubungan dengan itu persoalan verstek tidak lepas kaitannya dengan ketentuan
pasal 124 HIR (Pasal 77 Rv) dan pasal 125 ayat (1) HIR (Pasal 73 Rv.
Pasal 124 HIR , Pasal 77 Rv, Mengatur Verstek kepada Penggugat
Berdasarkan Pasal diatas, hakim berwenang menjatuhkan putusan di luar hadir atau
tanpa hadir penggugat dengan syarat.
- Bila penggugat tidak hadir pada sidang yang ditentukan tanpa alasan yang sah,
- maka dalam peristiwa seperti itu, hakim berwenang memutus perkara tanpa
hadirnya penggugat yang disebut petusan verstek, yang memuat:
1. membebaskan tergugat dari perkara tersrbut,
2. menghukum penggugat membayar biaya perkara
- terhadap putusan verstek itu penggugat tidak dapat mengajukan perlawanan
(verzet) maupun upaya banding dan kasasi, sehingga terhadap putusan tertutup
upaya hukum,
- upaya yang dapat dilakukan penggugat adalah mengajukan kembali gugatan itu
sebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara.
Pasal 125 Aayat (1) HIR, Pasal 78 Rv, Mengatur verstek terhadapa tergugat
Berdasarkan Pasal tersebut kepada hakim diberi wewenang menjatuhkan putusan di
luar hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat;
- Apabila tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan
tanpa alasan yang sah (default without reason),
- Dalam hal seperti itu, hakim menjatuhkan putusan verstek yang berisi diktum:
1. Mengabulkan gugatan seluruhnya tau sebagiannya, atau
2. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak
mempunyai dasar hukum.
Tujuan utama sistem verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak
menaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari
anarki atau kesewenagan. Bentuk dari putusan verstek senderi merupakan suatu putusan yang
diambil oleh hakim yang berbentuk:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat
2. Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Di Terima, dan
3. Menolak Gugatan Penggugat.
Dalam mengambil putusan verstek banyak pertimbangan-pertimbagan yang harus
dilihat oleh hakim. Apakah putusan yang diambil tersebut adail atau tidak apabila seorang
yang tidak hadir dalam proses pemeriksaan di pengadilan di putus oleh hakim dengan
putusan verstek. Maka hakim harus melihat kelayakan pemanggilan dan apa alasan yang
menjadi ketidak hadiran salah satu dari yang berperkara penggugat atau terggugat, apabila
ketidak hadiran tersebut beralasan maka hakim tidak akan mengambil putusan verstek
tersebut dan alasan tersebut juga mempunyai dasar yang memenuhi kategori sesorang yang
dipanggi dipengadilan tidak dapat hadir karena sebagai berikut:
- Disebabkan tergugat ditugaskan oleh atasan bertugas di luar kota atau daerah
- Karena sakit yang dikuatkan dengan keterangan dokter
- Berada diluar negri didukung dengan surat keterangan dari pihak yang
berkompeten untuk itu
- Sedang menjalankan tugas yang di perintahkan atasan yang tidak dapat
ditinggalkan.
Eksekusi dalam verstek harus dijalankan setelah 14 hari pemberitahuan putusan
verstek tersebut, namun ada peralihan yang mengatur sebelum lewat batas waktu yang telah
ditentukan eksekusi terhadap putusan verstek tersebut dapat dijalankan. dalam Pasal 128 ayat
(2) HIR, Ketentua Pasal 180 HIR yang memberi wewenang kepada ketua Pengadilan Negri
melaksanakan putusan lebih dahulu (vitvoerbaar bij voorraad) meskipun tergugat
mengajukan perlawanan atau banding.
2.5.Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca memperkaya
khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
M. Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata, 2010. Jakarta: Sinar Grafita
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, 1998. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum Acara Perdata,
1997. Bandung: Cv Mandar Maju.
Wibisono oedoyo. Modul Hukum Acara Perdata.2011.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2010. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Herzien Indonesia Reglement (HIR).
Drs. Sudarsono, S.H., M.Si. Kamus Hukum, PT Asdi Mahasatya, Cetakan ke kelima febuari
2007 jakarta.