makala hts f
DESCRIPTION
yuTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, yang telah
memberikan kesempatan pada kami dalam menyelesaikan makalah tentang teknologi
sediaan farmasi dengan tema “EMULSI”.
Uraian tentang teknologi sediaan farmasi ini dimaksudkan agar mahasiswa
mengetahui kelebihan kekurangan emulsi, pembuatan emulsi, metode pembuatan dari
emulsi, dll.
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa farmasi.
Dengan penjelasan-penjelasan yang kami sajikan dalam makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, kritik dan saran dari pembaca sangat
mendukung dan membantu untuk perbaikan makalah ini.
Semarang, 7 Desember 2009
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... 2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 3
BAB II ISI …………………………………………………………………... 4
A. TEORI EMULSIFIKASI………………………………………………. 4
B. MACAM-MACAM EMULSA………………………………………… 6
C. METODE PENYIAPAN EMULSI …………………………………… 8
D. STABILITAS EMULSI ………………………………………………... 9
E. SYSTEM HLB ( Hydrophyl Lipophyl Balance ) ……………………... 10
F. ALAT PENGEMULSI ………………………………………………… 11
G. WAKTU PENGADUKAN EMULSI………………………………….. 12
H. HOMOGENISATOR MULUT PIPA………………………………….. 13
I. PENGUJIAN EMULSI………………………………………………… 13
J. GAMBAR ALAT………………………………………………………. 14
BAB III PENUTUP ………………………………………………………. 16
BAB IV DAFTAR PUSTAKA …………………………………………... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
Emulsi adalah suatu sediaan dimana fase yang terdispers terdiri dari bulatan
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruhpembawa yang tidak bercampur. Dalam
batasan emulsi, fase terdispers diangggap fase dalam dan medium dispers dianggap
sebagai fase luar atau fase kontinyu. Emulsi yang memiliki fase dalam minyak dan fase
luar air diberi tanda sebagai emulsi M/A atau O/W, dan sebaliknya jika suatu emulsi
memiliki fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak atau A/M
atau W/O. Karena sifat fase luar ialah kontinyu maka jika suatu emulsi minyak dalam air
bias diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk
membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari emulsi,
yakni : zat pengemulsi atau emulsifying agent. Zat pengemulsi atau emulgator merupakan
komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator
bekerja dengan membentuk film ( lapisan ) di sekeliling butiran butiran tetesan yang
terdispersi dan film ini berfungsi mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan
dispers sebagai fase terpisah. Terbentuknya dua macam tipe emulsi yaitu emulsi tipe M/A
dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M dimana fase intern adalah air
dan fase ekstern adalah minyak. Banyak preparat farmasi yang mungkin sebenarnya
emulsi tidak digolongkan sebagai emulsi karena cocok untuk masuk dalam kategori
sediaan farmasi lainnya yang lebih tepat. Misalnya, lotion-lotion tertentu, liniment, krim,
salep, dan vitamin dalam bentuk tetes diperdagangkan bisa jadi emulsi.
3
BAB II
ISI
A. TEORI EMULSIFIKASI
Banyak teori telah dikembangkan dalam upaya untuki menjelaskan bagaimana zat
pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan dalam menjaga stabilitas dari
emulsi yang dihasilkan. Walaupun beberapa dari teori ini berlaku agak spesifik terhadap
beberapa tipe zat pengemulsi dan terhadap kondisi tertentu ( seperti pH fase dari system
tersebut dan sifat serta perbandingan relative dari fase dalam dan fase luar ), teori teori
tersebut bias digambarkan dalam suatu cara umum untuk menguraikan cara yang
mungkin dimana emulsi dapat dihasilkan dan distabilkan. Diantara teori yang paling
lazim adalah teori tegangan permukaan, oriented wedge theory, dan teori plastic atau
teori lapisan antarmuka.
Semua cairan mempunyai kecenderungan menerima suatu kecenderungan
menerima suatu bentuk yang mempunyai luas permukaan terbuka dalam jumlah yang
paling kecil. Untuk suatu tetesan cairan, bentuk itu bulat. Dalam tetesan cairan yang bulat
ada tenaga ( kekuatan ) dalam yang cenderung meningkatkan hubungan dari molekul
molekul zat untuk menahan distrosi dari tetesan menjadi bentuk yang kuarang bulat. Jika
dua atau lebih dari tetesan yang sama saling betemu kecenderungan untuk bergabung atau
bersatu, membuat satu tetesan yang lebih besar dan mempunyai luas permukaan yang
lebih kecil dibanding dengan luas permukaan total dari tetesan tetesan itu sendiri sebelum
bergabung. Kecenderungan dari cairan ini bisa diukur secara kuantitatif dan jika
lingkungan dari cairan tersebut adalah udara, ia dikenal sebagai tegangan permukaan
cairan. Bila cairan kontak denganm cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling
bercampur, kekuatan ( tenaga ) yang menyebabkan masing masing cairan menahan
pecahnya menjadi partikel partikel yang lebih kecil disebut tegangan antarmuka.
4
Zat zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan untuk pecah dapat
merangsang suatu cairan untuk menjadi tetesan taua partikel partikel yang lebih kecil. Zat
zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan untuk pecah dapat merangsang suatu
cairan untuk menjadi tetesan atau pertikel partikel yang lebih kecil. Zat zat yang
menurunkan tegangan ini dikenal sebagai zat aktif permukaan ( surfaktan ) atau zat
pembasah. Menurut teori tegangan permukaan dari emulsifikasi penggunaan zat zat ini
sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antarmuka
dari kedua cairan yang tidak saling bercampu, mengurangi gaya tolak antara cairan cairan
tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antar molekul dari masing masing cairan.
Jadi zat aktif permukaan pembantu memecahkan bola bola besar menjadi bola bola kecil,
yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu.
Teori Oriented-wedge menganggap lapisan monomolekur dari zat pengemulsi
melingkar suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori tersebut berdasarkan
anggapan bahwa zat pengemulsi tersebut berdasarkan anggapan zat pengemulsi tertentu
mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran
kelarutannya pada suatu cairan tertentu. Dalam suatu system yang mengandung dua
cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu
fase dan terikat dengan kuat dan terbenam dalam di fase tersebut disbanding dengan pada
fase lainnya. Karena umumnya molekul molekul zat menurut teori ini mempunyai suatu
bagian hidrofilik atau b again yang suka air dan suatu bagian hidrofobik yang benci
dengan air, molekul molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-masingfase.
Teori plastic atau teori lapisan antarmuka menempatkan zat pengemulsi pada
antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi tetesan fase dalam suatu lapisan tipis atau
film yang diadsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah
kontak dan bersatunya fase terdispersi, makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut,
maka makin kuat dan makin satbil emulsinya. Sudah tentu, cukupnya bahan yang
membentuk lapisan tersebut juga penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap
tetesan fase dalam. Sekali lagi di sini, pembentukan emulsi air dalam minyak atau
minyak dalam air tergantung dari derajat kelarutan dari pengemulsi dalam kedua fase
5
tersebut, zat yang larut dalam air akan merangsang terbentuknya emulsi minyak dalam air
dan zat pengemulsi yang larut dalam minyak sebaliknya.
B. MACAM-MACAM EMULSA
Emulsa dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Emulsa Vera ( emulsa alam )
2. Emulsa Spuira ( emulsa buatan )
1. EMULSA VERA ( EMULSA ALAM )
Emulsa vera dibuat dari biji atau buah, di mana terdapat di samping minyak lemak
juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur.
Emulsi yang dibuat dari biji adalah : Amygdala Dulcis, Amygdala Amara, Lini Semen,
Cucurbitae Semen.
2. EMULSA SPUIRA ( EMULSA BUATAN )
Emulsa dengan minyak lemak
Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom
arab, dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian
emulsi.
Gom arab yang digunakan adalah separoh jumlah bagian minyak lemak.
Cara pembuatan :
Dalam mortir dengan dasar yang kasar dan kering dicampur minyak lemak dan
gom arab yang banyaknya separo bagian minyak, setelah homogeny
tambahkan sekaligus air dengan jumlah 1,5 kali berat gom. Aduk kuat kuat
sampai diperoleh campuran yang kental dan berwarna putih dan ini terlihat
pada pengadukan terdengar bunyi spesifik.
Campuran yang kental berwarna putih tadi disebut korpus emulsi. Lihat pada
dinding mortir, tidak boleh ada butiran minyak atau air lagi. Setelah itu corpus
emulsi diencerkan sedikit demi sedikit dengan air.
Untuk minyak lemak yang lebih kental, seperti oleum ricini dapat digunakan
gom arab yang lebih sedikit yaitu sepertiga jumlah minyak jarak. Pembuatan
6
emjulsi oleum ricini dilakukan terlebih dahulu dengan membuat korpue emulsi
dengan oleum ricini sebanyak 2 kali jumlah gom, setelah korpus emulsi terjadi
sisa minyak ditambahkan sedikit demi sdikit sambil diaduk. Setelah tidak
terlihat tetesan minyak baru ditambah dengan sisa air sedikit demi sedikit.
Emulsi dengan paraffin liquidum
Emulsi dengan paraffin liquidum, dibuat dengan menggunakan PGA sama
berat paraffunum liquidum.
Emulsi dengan cera atau lemak padat
Emulsi dengan cera atau lemak padat, dibuat dengan melebur lemak padat
atau cera di atas tangas air, setelah meleleh tambahkan PGA sama berat lemak
dan tambahkan segera air panas sebanyak 1,5 kjali berat PGA dan dibuat
korpus emulsi. Setelah diencerkan dengan air hangat dimasukkan ke dalam
botol kemudian digojok sampai emulsi dingin.
Emulsi dengan extarctum spissum
Emulsi dengan extarctum spissum, apabila jumlah ekstrak sedikit maka
digunakan PGA 2,5% dari berta total emulsi. Bila disamping ekstrak terdapat
minyak lemak selanjutnya diemulsi dengan minyak lemak.
Jumlah PGA yang digunakan adalah untuk ekstraknya sama berat dan untuk
minyak lemaknya diencerkan dengan separo berat minyak lemak. Jumlah air
yang digunakan untuk membuat korpus emulsi adalah selalu 1,5 kali berat
PGA, setelah korpus emulsi jadi baru diencerkan dengan sisa airnya.
Emulsi dengan minyak eteris kreosotum
Emulsi dengan minyak eteris kreosotum, benzylis benzoas, zat zat dengan
benzylis benzoas untuk kulit sebaiknya dibuat dengan trietanolamine dan asam
stearat dengan perbandingan 1:4. Asam stearat dilelehkan di atas tangas air dan
trietanolamine dilarutka dalam air dan emulsi dibuat pada suhu kiira kira 70’C.
Emulsi dengan balsamum peruvianum balsamum copaive
Emulsi dengan balsamum peruvianum balsamum copaive dan
terebinthina laricina dibuat dengan PGA sebanyak 2 kali berat balsam.
Bila disamping balsam terdapat juga minyak lemak maka PGA yang
digunakan adalah jumlah berat dari sama berat untuk balsam dan separo berat
7
untuk minyak lemak. Bila minyak lemak yang digunakan adalah oleum ricini
maka jumlah berat PGA untuk Oleum Ricini adalah 1/3 berat minyak lemak.
Balsamum peruvianum tidak dapat dicampur dengan minyak lemak kecuali
oleum ricini.
Bila emulsi terdiri dari balsamum peruvianum dan minyak lemak lain misalnya
oleum olivae, maka dibuat korpus emulsi dengan minyak lemak dahulu dengan
seluruh PGA, setelah itu ditambahkan balsamum peruvianum, aduk perlahan-
lahan, setelah itu encerkan dengan sisa air.
Emulsi dengan bromoformum
Karena berat jenis bromoformum 2,8 maka sulit sekali dibuat emulsi yang
satbil dan mudah segefra pecah. Untuk menurunkan berat jenis nya maka perlu
ditambah minyak lemak sebanyak 10 kali berat bromofom. Penambahan
minyak lemak sebanyak 7 kali berat bromofoum akan menurunkan berat jenis
bromofom menjadi kira-kira 1
C. METODE PENYIAPAN EMULSI
Emulsi bisa disiapkan dengan beberapa cara, tergantung sifat komponen
emulsi dan perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Untuk ukuran kecil, emulsi
dapat disiapkan dengan menggunakan suatu wedgewood kering atau mortar dan
stamper porselene, suatu blender mekanik atau mixser seperti blender waring.
Ada 3 metode dalam pembuatan emulsi, sebagai berikut :
1. Metode Gom Kering atau Metode Continental
Metode ini juga dikenal sebagai metode 4:2:1 karena untuk tiap 4 bagian
( volume ) minyak, 2 bagian air, dan 1 bagian gom ditambahkan untuk membuat
emulsi utama atau emulsi awal. Sebagai contoh jika 40 ml minyak ikan akan
diemulsikan, 20 ml air dan 10 ml gom akan digunakan, dengan penambahan air
atau zat lain dimasukan kedalam emulsi utama tersebut. Dengan metode ini gom
atau zat pengemulsi m/a lainnya dihaluskan dengan minyak dalam wedgewood
kering atau mortar porselen dengan sempurna sampai seluruhnya bercampur.
8
2. Metode Gom Basah atau Metode Inggris
Dalam metode ini digunakan proporsi minyak, air, gom yang sama seperti
pada metode gom kering atau metode continental, tetapi urutan pencampuran
berbeda dan perbandingan bahan-bahannya bias divariasikan selama pembuatan
emulsi primer. Umumnya mucilage dibuat dengan menghaluskan gom arab
granular dengan air dua kali beratnya dalam suatu mortar. Minyaknya kemudian
ditambahkan perlahan perlahan dan campuran tersebut di aduk sampai minyaknya
teremulsi. Campuran tersebut haruslah kental. Penambahan air bisaditambahkan
dan diaduk ke dalam campuran tersebut sebelum bagian minyak berikutnya
ditambahkan. Setelah minyak ditambahkan, campuran diaduk untuk memastikan
kerataannya, kemudian dimasukkan bahan formulatifnya kemudian diukur untuk
memasukkan banyak air yang diperlukan.
3. Metode Botol atau Metode Forbes
Untuk pembuatan emulsi yang dibuat baru dari minyak- minyak menguap atau
zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah digunakan metode
botol. Dalam metode ini serbuk gom arab ditaruh dalam suatu botol kering,
kemudian ditambahkan dua bagian air dan campuran tersebut dikocok dengan
kuat dalam wadah tertutup. Suatu volume air yang sama dengan minyak kemudian
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus mengkocok campuran tersebut tiap
kali ditambahkan air ,emulsi utama yang dibuat bisa ditambahkan air sambil terus
dikocok atau larutan formulatif dalam air.
D. STABILITAS EMULSI
Umumnya suatu emulsi dikatakan tidak stabil secara fisika jika :
1. Fase dalam atau fase terdisper pada pendiaman cenderung untuk membentuk
agretat dari bulatan bulatan.
2. Jika bulatan bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke
dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam.
9
3. Jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsi dan membentuk
suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang
merupakan hasil dari bergabungnya bulatan bulatan fase dalam. Disamping itu
suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi noleh kontaminasi pertumbuhan
mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya.
Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami :
1. Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi 2lapisan dimana fase dispersi lebih
banyak lapisan yang lain. Bersifat reversible.
2. Koalesensi dan Cracking adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi
pertikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menjadi fase tunggal yang
memisah. Bersifat irreversible.
3. Inversi Fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi O/W menjadi W/O secara
tiba tiba atau sebaliknya bersifat irreversible
E. SYSTEM HLB ( Hydrophyl Lipophyl Balance )
Pada umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian
hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang
dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk
tipe emulsi. Suatu metode telah dipikirkan didmana zat pengemulsi dan zat aktif
permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan HLB.
Dalam metode ini tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukan
polaritas dari zat tersebut, walaupun angka tersebut telah ditentukan samapi kira-kira
40, kisaran lazimnya antara 1 dan 20.
Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada
bahan-bahan yang kurang polar dan lebih lipofilik. Umumnya zat aktif permukaan itu
mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi
air dalam minyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18
menghasilkan emulsi minyak dalam air.
10
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka air,
berarti emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air, dan demikian sebaliknya.
Dalam table dibawah ini dapat dilihat kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga
HLB-nya :
F. ALAT PENGEMULSI
Pada emulsifikasi akan dihasilkan distribusi bahan secara hidro Mekanik melalui
suplai energi melawan gaya batas antar permukaan yang relatif tinggi dan terbentuklah
batas antar permukaan yang baru.
Peralatan atau perkakas mana yang digunakan untuk membuat emulasi, disatu
pihak mengacu kepada ukuran alatnya, dan dilain pihak kepada viskositas emulsinya.
Pada emulsi cair dapat dimengerti jika digunakan mesin pengemulsi yang lain daripada
untuk membuat salap emulsi. Yang penting adalah seberapa tinggi gaya pengemulsi dari
emulgator dan tingkat dispersitas mana yang ingin dicapai.
Emulsi dengan dispersi halus dan mantap semakin mudah dibuat dengan semakin
rendahnya tegangan batas antar muka. Emulsi benar-benar mudah dibuat dengan cara
yang sederhana, misalnya dengan menggunakan pinggan penggerus dan alunnya, atau
melalui pengocokan dalam wadah tertentu. Perlengkapan masinel seperti alat pengaduk
dan mesin pengocokan tidak hanya memudahkan pekerjaan, akan tetapi juga
menyebabkan terbentuknya tingkat dispersitas yang tinggi. Hal ini dapat berlangsung
11
HARGA HLB KEGUNAANNYA
1 – 3 Anti foaming angent
4 – 6 Emulgator tipe w/o
7 – 9 Bahan pembasah
8 – 18 Emulagator o/w
13 – 15 Detergent
15 – 20 Kelarutan
dalam skala yang lebih kuat pada alat pengaduk, pemukul atau pemusing. Tergolong
kedalam alat pengaduk ini antara lain pengaduk batang. Alat pengaduk dengan lengan
pengaduk dan pengaduk pisau bersilang. Pemecah gelombang yang terpasang pada
wadah pengaduk mampu meningkatkan proses pemencaran fase dalam.
Kondisi semacam ini diperoleh khusus dengan alat pengaduk berkecepatan tinggi.
Melalui pengaduk sentrifugal akan terjadi aliran sangat kuat dengan mengalami
perubahan arah secara mendadak. Khusus melalui efek tumbukan yang terjadi,
pemencaran fase dalam akan berlangsung lebih lanjut.
Khusus untuk bidang bukan industri, alat yang disarankan adalah piala pencampur
( Mesin kuch ). Dengan alat ultra turranya akan diperoleh emulsi dengan dispersi yang
sangat halus. Alat ini akan mendistribusikan fase dalam sampai mencapai tingkat dispersi
yang tinggi, sehingga bola-bola emulsi akan mencapai dimensi tertentu sehingga dapat
mengalami gerak molekular BROWN (<5 m).
G. WAKTU PENGADUKAN EMULSI
Setiap alat pengemulsi memiliki waktu dan kec.pengadukan yang optimal selama
detik-detik pertama pengadukan, garis tengah bola-bola emulsi menurun sangat cepat,
dan akan mencapai nilai batasnya setelah 1-5 menit. Waktu pengadukan yang lebih lama
daripada 5 menit pada hakekatnya tidak memberi perbaikan kualitas emulsi.
Kualitas emulsi adalah penting artinya jika emulsi yang dibuat secara manual dan
menghasilkan suatu disperi kasar dimana bola-bola emulsi menunjukan berbagai skala
ukuaran. Diproses lebih lanjut menggunakan mesin penghomogen untuk meningkatkan
dispersitas sekaligus stabilitasnya.
Sebagai mesin penghomogen artian sempit adalah alat dimana bahan terdispersi melalui
pengemulsian awal dihisap oleh sebuah torak penghisap dan ditekan kuat melalui mulut
pipa sempit yang dapat diatur ( Homogenisator Mulut Pipa ).
Menurut prinsip mesin penghomogen berkonstruksi semacam ini atau yang
sejenis yang digunakan dalam PRODUKSI SKALA BESAR, bekerja dengan tekanana
yang kuat dengan kapasitas produksi-produksi lebih dari 1000 liter/jam. Juga dengan
menggunakan gelombang suara ultra dapat dihasilkan emulsi disperse halus.
12
H. HOMOGENISATOR MULUT PIPA
Proses homogenisasi dilakukan dalam pembuatan emulsi maka sering dihasilkan
peningkatan viskositas emulsi.
Penyebab menaiknya viskositas belum dapat dijelaskan, kemungkinan karena
terbentuknya Lapisa tipis emulgator yang sangat kuat dan rapat akibat pembesaran batas
antar permukaan yang menyebabkan terjadinya stabilisator yang digunakan akibat
kuatnya penghalusan.
Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam proses Homogenisasi :
“Suhu yang muncul tidak boleh terlalu tinggi.akan tetapi umumnya pada saat
pembentukan emulsi terjadi sedikit peningkatan suhu”.
I. PENGUJIAN EMULSI
Adapun cara-cara pengujian emulsi untuk mengetahui karakteristiknya :
Mengapung, Koalesensi.
Tingkat dispersitas.
Jenis emulsi.
1. Mengapung, Koalesensi
Pada penentuan stabilitas melalui metode pengapungan yang di percepat yang
diukur adalah tingkat pemisahan fase dalam terhadap fase luar. Pada kec. Sentri fungsi
yang konstan, sebagai ukuran stabilitasnya kembali dihitung konstana stabilitasnya, yang
menyatakan jumlah menit yang diperlukan untuk memisahkan 1 ml air.
Metode penuaan yang dipercepat didasari atas pengaruh suhu terhadap stabilitas
emulsi. Dengan mengikuti kec. Pengapungan emulsi, dapat ditarik kesimpulan terhadap
baik buruknya sebuah emulsi.
Untuk menilai stabilitas emulsi A/M dapat juga digunakan metode perubahan daya hantar
listrik. Dua elektroda platma, yang dihubungkan dengan alat ukur daya hantar dicelupkan
kedalam emulsi( sampai pad dasar wadah ).
13
Waktunya diikuti dengan sebuah stppwach, sampai terjadi perubahan harga daya
hantar. Dengan cara ini perubahan struktur yang terjadi dalam emulsi dapat dideteksi
sebelum gejala visual mulainya koalesensi.
2. Tingkat Dispersitas
Oleh karena pada emulsi yang stabil, tingkat dispersitasnya tidak berubah, maka
adanya perubahan dapat menunjukan kkekurangan ketidakstabilannya. Dispersitas
diartikan sebagai formasi dari garis tengah bola rata-rata yang sesuai dengan tingkat
dispersitas kecil. Pada emulsi M/A, perbandingan dispersitas dapat diperoleh juga dengan
alat ukur elektronik.
3. Jenis Emulsi
Untuk menentukan jenis emulsi disarankan agar tidak hanya melakukan satu cara
saja, oleh karena perhitungan dengan hanya sebuah metode. Data yang dihasikan sering
menyebabkan terjadinya kesalahan. Adapun kesulitan penentuan jenis emulsi umumnya
diberikan oleh emulsi dengan jumlah fase minyak yang sangat tinggi.
a). Metode warna
Beberapa tetes bahan larutan bahan pewarna dalam air (metiler biru) dicampurkan
kedalam contoh emulsi. Jika aseluruh emulsi bewarna seragam, maka emulsi yang diuji
berjenis M-A , oleh karena air adalah fase luar. Pewarnaan homogen hanya akan terjadi
pada emulsi A-M. Hanya mampu mewarnai fase minyak. Metode warna juga
menguntungkan jika digunakan pad mikroskop.
b). Metode Pengenceran
Metode ini berdasar atas adanya kenyataan bahwa fase luar emulsi dapat diencerkan.
Metode pengenceran juga dapat dilakukan seperti berikut :
Jika 1 tetes emulsi di campurkan ke dalam air dan segera terdistribusi (kadang-
kadang wadahnya dikocok perlahan), mak a sampel adalah emulsi M/A
Jika 1 tetes emulsi A/M akan tetap berada pada permukaan air.
c). Percobaan Pencucian
Hanya emulsi M/A yang mudah dicuci dengan air. Menghilangkan emulsi
A/M menurut pengalaman sering menyulitkan.
d). Percobaan Cincin
14
Jika 1 tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas sarung, maka emulsi M/A
dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan.
e). Pengukuran Daya Hantar
Identitas jenis emulsi yang paling meyakinkan dapat dihasilkan oleh
pengujian daya hantar. Hanya air sebagai fase luardapat memberikan aliran listrik.
Sesepora elektrolit yang diperlukan untuk menghantarkan listrik terkandung
dalam setiap air. Pada emulsi A/M, fase luarnya akan
berfungsi sebagai isolator, sehingga pada amperrneter tidak terbentuk
simpangan.
J. GAMBAR ALAT
Mortir dan stamper untuk pembuatan emulsi skala kecil
15
Alat pembuatan emulsi skala besar
16
BAB III
PENUTUP
Dalam makalah pada bidang studi Teknologi Sediaan Farmasi tentang emulsi
dapat kita ketahui tentang pendahuluan yang membahas tentang emulsi salah satunya
adalah pengertian emulsi yakni sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawadistabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok.
Setelah pendahuluan yakni adalah pembuatan emulsi, metode-metode dalam
pembuatannya, jenis-jenis emulsi dan system HLB yang menunjukan perbandingan
antara kolompok lipofil dan kelompok hidrofil.
Pada emulsifikasi akan dihasilkan distribusi bahan secara hidro Mekanik melalui
suplai energi melawan gaya batas antar permukaan yang relatif tinggi dan terbentuklah
batas antar permukaan yang baru.
Dalam pengujian emulsi ada 3 cara untuk mengetahui karakteristiknya yaitu
mengapung berkoalesensi, tingkat dispersitas, jenis emulsi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Anief, Prof. Drs. Apt, 1997, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Van Duin C. F., 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep, Soeroengan: Jakarta. Howard C.Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke IV, Universitas Indonesia : Jakarta.
18