makala haper putusan sela
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Suatu makalah yang saya susun ini berdasarkan dari apa yang telah saya pelajari dari
Hukum Acara Perdata khususnya pada Putusan Pengadilan (Putusan Sela) , yang mana
dalam ssistem hukum Acara perdata di indonesia mempunyai tahapan-tahapan yang harus
dilewati oleh mereka yang mempunyai perkara atau sengketa dalam hal PERDATA. Namun
makala yang saya tulis ini berjudul Putusan sela.
Karena dalam proses pemeriksaan dipengadilan ada proses-proses yang akan dilwati
oleh pihak penggugat dan tergugat dalam meyakinkan hakim untuk memberikan dalil yang
disertai oleh bukti-bukti, dalam proses pemeriksaan di pengadilan hakim bersifat pasif,
dimana penggugat atau tergugat lah yang akan meyakinkan hakim bahwah hak atau
kewajiban yang menjadi sengketa tersebut merupakan tanggung jawab pengugat atau tergugat
(Penggugat dan Tergugat bersifat aktif)
Karena itu penulis tertarik untuk menulis makala ini yang membahas hukum acara
perdata khususnya pada putusan pengadilan ditahap putusan sela.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
1.4 Manfaat Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN PUTUSAN Sela 2
2.1 Arti Putusan Sela 2
2.2 Isi Putusan Sela 3
2.3 JenisPutusan Sela 4
BAB III PENUTUP 6
DAFTAR PUSTAKA 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum acara perdata materil dengan perantaraan hakim. Dengan kata
lain hukum acara perdata merupakan rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana
pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-
peraturan hukum perdata materil.
Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwah hukum acara perdata mengatur tentang
bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan serta
pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan
yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk
mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri.
Dalam hal ini hakim dalam pengadilan akan mengambil keputusan terhadap perkara-
perkara yang melawan hukum maupun yang melanggar hukum. Putusan pengadilan sesuai
dengan ketentuan pasal 178 HIR , Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan perkara selesai,
Majelis Hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang
akan dijatuhkan.
Arti putusan Pengadilan adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak. Bukan hanya yang
diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan
oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan
semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Pengadilan menjatuhkan putusan atas
ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat.
Bentuk penyelesaian perkara dibedakan atas 2 yaitu:
1. Putusan / vonis
2. Penetapan / beschikking
Suatu putusan diambil untuk suatu perselisihan atau sengketa sedangkan suatu
penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang
dinamakan yuridiksi voluntain.M. Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata.hlm 797.
Proses pemeriksaan dianggap selesai, apabila telah menempu tahap jawaban dari
tergugat sesuai Pasal 121 HIR, Pasal 113 Rv, yang dibarengi dengan replik dari penggugat
berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun duplik dari tergugat, dan dilanjutkan dengan proses tahap
pembuktian dan konklusi. Jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan, majelis menyatakan
pemeriksaan ditutup dan prosesselanjutnya adalah menjatuhkan atau pemgucapan putusan.
Mendahului pengucapan putusan itulah tahap musyawarah bagi majelis untuk menentukan
putusan apa yang hendak dijatuhkan kepada pihak yang berperkara.
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas
yang mesti ditegakkan, agar putusanyang dijatuhkan tidak mengandung cacat. Asas tersebut
dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 (dulu
dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman).
Putusan hakim terdiri dari:
1. Kepala putusan
Suatu putusan haruslan mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi
“Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 (1) UU No. 14 / 1970
kepala putusan ini memberi kekuatan eksektorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan
maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.
2. Identitas pihak yang berperkara.
Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama
dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.
3. Pertimbangan atau alasan-alasan.
Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu pertimbangan
tentang dudu perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam
perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar
putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir
tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.
Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan
harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember
1970 No. 492 / K / SIP / 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang
dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970.
4. Amar atau diktum putusan.
Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau
timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu.
Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok
perselisihan.
Perlu dijelaskan bahwah yang dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah
putusan pengadilan tingkat pertama. Dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di
PN, diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi menyelesaikan perkara yang
disengketakan. Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan
hukum para pihak denagan objek yang disengketakan. Sehubungan dengan itu putusan dibagi
menjadi dua jenis yaitu putusan Sela/awal dan putusan Akhir, namun pada kesempatan ini
penulis hanya akan membahas putusan sela.
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty yogyakarta pebuari 2006. M Yahyah
Harahap, S.H. Hukum acara perdata, sinar grafika januari 2010
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa arti putusan Sela ?
2. Apakah isi putusan Sela ?
3. Apa saja jenis-jenis putusan Sela ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti putusan Sela .
2. Untuk mengetahui apa isi putusan Sela.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis putusan Sela.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,
memperkaya khasanah perpustakaan serta menambah wawasan bagi pembaca maupun
penulisnya, dimana ketika saat terjadi suatu putusan sela masyarakat mengetahui apa itu
putusan sela.
BAB II
PEMBAHASAN PUTUSAN SELA
2.1 Arti Putusan Sela
Kekuatan Putusan Hakim Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan
kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21
UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang
menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa
melawan putusan itu.
Macam-macam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu:
1. Kekuatan pembuktian mangikat
Putusan ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian
Undang-Undang sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara
pihak yang berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak
yang disebut dalam putusan itu.
2. Putusan eksekutorial
Yaitu kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan aparat keamanan terhadap
pihak yang tidak menantinya dengan sukarela
3.Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan)
Yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yag sudah pernah
diputus atau mengenai hal-hal yang sama berdasarkan asas nebis inidem (tidak boleh
dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yag sama). Putusan hakim dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
1. Putusan sela (tussen vonnis)
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan
dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.
Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu:
a.Putusan preparatuir
Yaitu putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala
sesuatu guna mengadakan putusan akhir.
b.Putusan inferlocutoin
Yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini
menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir.
c.Putusan lucidentiel
Yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan
prosedur peradilan biasa.
d.Putusan provisional
Yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang
berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan.
2. Putusan akhir
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan
pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam
putusan akhir antara lain:
a.Putusan condemnatior
Yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi.
b. Putusan declarator
Yaitu putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut
hukum.
c.Putusan konstitutif
Yaitu putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan baru.
Dari ketiga sifat putusan diatas maka putusan yang memerlukan pelaksanaan (eksekusi)
hanyal yang bersifat condemnatior.
Prof.Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia
Putusuan Sela disebut juga suatu putusan sementara (temporary award, interim
award). Ada juga yang menyebutnya dengan incidenteel vonnis , dan bahkan disebut juga
tussen vonis yang diartikan sebagai putusan antara.
Mengenai putusan sela disinggung juga dalam pasal 185 ayat (1) HIR atau pasal 48
Rv, menurut pasal tersebut hakim dapat mengambil atau menjatuhkan suatu putusan yang
bukan putusan akhir (eind vonnis), yang dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan
berlangsung .
Namun putusan itu tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan dengan
putusan akhir mengenai pokok perkara. Jadi hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir dapat
mengambil suatu putusan sela baik yang berbentuk putusan prepratoir atau interlocutoir.
M. Yahya Harap, S.H. Hukum acara perdata. Hal 880
2.2 Isi Putusan Sela
Putusan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang berperkara untuk
memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum hakim tersebut
mengambil atau menjatuhkan suatu putusan akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum
bagi mereka yang berpekara.
Suatu putusan sela merupakan putusan yang sementara dimana putusan tersebut
diambil oleh hakim agar dalam proses pengadilan hakim dapat mengambil suatu putusan
akhir karena suatu putusan sela merupakan putusan awal yang diambil oleh hakim sebelum
mendapatkan putusan akhir, putusan selah tersebut merupakan suatu putusan yamg msih
mempunyai satu kesatuan terhadap petusan akhir yang daimbil oleh hakim.
Apabila suatu putusan sela tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu mereka yang
berperkara maka hakim dapat langsung mengambil suatu putusan akhir karena sifat dari
putusan selah adalah wajib dilaksanakan, sehingga mereka yang berperkara harus
melakasanakan putusan sela yang diambil oleh hakim.
Ketika putusan sela telah diambil dan diputuskan oleh hakim maka mereka yang
berperkara wajib melaksanakan putusan tersebut agar hakim dapat langsung melanjutkan
proses selanjutnya dan hakim tidak akan memutuskan putusan akhir sebelum melihat
pembuktian dari masing-masing pihak yang berperkara dan apa yang menjadi dalil-dalil
pengugat dan tergugat akan menjadi suatu pertimbangan oleh hakim.
2.3 JenisPutusan Sela
Mengenai putusan sela ada beberapa golongan atau jenis-jenisnya dalam teori maupun
praktik yang akan muncul dari putusan sela tersebut, antara lain yaitu.
1)Putusan Prepratoir
Salah satu bentuk spesifikasi yang terkandung dalam putusan sela ialah putusan
prepratoir atau preprator (prepratoir vonnis). Tujuan putusan ini merupakan persiapan
jalannya pemrikasaan. Misalnya sebelum hakim memulai pemeriksaan, terlebih dahulu
menerbitkan putusan prepratoir tentang tahapan-tahapan proses atau jadal persidangan.
Umpamanya pembatasan tahap jawab-menjawab atau replik-duplik dan tahapan pembuktian.
Dlam praktik, hal ini jarang terjadi. Proses pemeriksaan berkjalan langsung sesuai dengan
kebijakan dengan memperhitungkan tenggang pemunduran persidangan oleh hakim tanpa
lebih dahulu ditentukan tahapan-tahapannya dalam suatu putusan sela yang disebut putusan
prepratoir.
Sebenarnya sesuai dengan tuntutan peradilan modern, sangat beralasan
mengembangkan putusan prepratoir dengan jalan menggabung prinsip menajemen dalam
sestim peradilan. Seperti dibeberapa negara yang telah memunculkan konsep timatable
program yaitu Inggris. Sebelum proses persidangan dimulai, hakim terlebih dahulu
menetapkan timatable persidangan secara pasti, sehingga jalannya pemeriksaan telah
terprogaram pasti dalam setiap persidangan.
Tidak seperti yang berlaku sekarang, jadwal persidangan pemeriksaan tidak pasti
tergantung pada selara hakim yang tidak mempunya alasan jelas dan masuk akal. Jadi tidak
mempunya kepastian terhadap jadwal suatu persidangan sedang para pihak yang bersengketa
ingin perkaranya selesai dengan cepat.
M.Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata. 880.
2) Putusan Interlocutoir
Menurt soepomo, seringkali PN menjatuhkan putusan interlocutoir saat proses
pemeriksaan telah berlangsung. Putusan ini merupakan bentuk khusus putusan sela (een
interlocutoir vonnis is een special sort tussen vonnis) yang dapat berisi bermacam-macam
perintah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai hakim, antara lainsebagai berikut. Putusan
interlokutor yang memerintahkan pendengaran keterangan ahli,berdasarkan pasal 154 HIR.
Apabila hakim secara ex offecio maupun atas permintaan salah satu pihak,
mengaggap perlu mendengar pendapat ahli yang kopeten menjelaskan hal yang belum terang
tentang masalah yang disengketakan,hal itu dituangkan dalam putusan sela yang disebut
putusan interlokutor.
Memerintahkan pemeriksaan setempat (gerechtelijke plaatsspmening) berdasarkan
pasal 153 HIR. Jika hakim berpendapat atau atas permintaan salah satu pihak, perlu
dilakukan pemeriksaan setempat maka pelaksanaannya dituangkan dalam putusan
interlokutor yang berisi permintaan kepada hakim komisaris dan panitera untuk
melaksanakannya. Memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah baik sumpah
penentu atau tambahan berdasarkan pasal 155 HIR, Pasal 1929 KUH Perdata maka
putusannya dituangkan dalam putusan interlokutor.
Bisa juga memerintah panggilan saksi berdasarkan Pasal 139 HIR yakni saksi yang
diperlukan pengugat maupun tergugat, tetapi tidak dapat menghadirkannya berdasarkan pasal
121 HIR, pihak pihak yang berkepentingan dapat meminta kepda hakim supaya saksi tersebut
dipanggil secara resmi oleh juru sita. Apabila permintaan ini dikabulkan , Hakim
menribitkan surat perintah untuk itu dituangkan dalma bentuk putusan interlokutor.
Putusan interlokutor dapat juga diterbitkan hakim untuk memerintahkan pemeriksaan
pembukuan perusahan yang terlibat dalam suatu sengketa oleh akuntan publik yang
independen.
3) Putusan Insidensil
Dulu disebut incedeteel vonnis atau putusan dalam insidentil, yakni putusan sela yang
berkaitan langsung dengan gugatan insidentil atau yang berkaitan dengan penyitaan yang
membebankan pemberian uang jaminan dari pemohon sita , agar sita dilaksanakan, yang
disebut cautio judicatum solvi.
Dari penjelasan tersebut secara teori dan prektik, pada umumnya dikenal dua bentuk
putusan insidensil yaitu. Putusan insidentil dalam gugatan intervensi Pasal 279 Rv mengatur
lembaga gugatan intervensi yakni:
Mmeberi hak kepada pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggabungkan diri
dalam satu perkara yang masih berlangsung proses pemeriksaan pada pengadilan tingkat
pertama.Misalnya A dan B berperkara dan prosesnya masih berlangsung di PN ( Pengadilan
Tingkat Pertama).
Ternyata apa yang mereka sengketakan atau pada objek yang disengketakan
tersangkut kepentingan C, karena objek tersebut adalah miliknya, bukan milik A dan B.
Dalam kasus tersebut Pasal 279Rv memberi hak kepada C menggabungkan diri dalam proses
pemeriksaan perkara tersebut, dengan mengajukan gugatan intervensi. Putusan insidentil
dalam pemberian jaminan atas pelaksanan sita jaminan, Putusan insidentil yang dikaitkan
dengan pelaksanan sita jaminan (Concervatoir beslag) disebut cautio judicatum solvi. Sebagai
contoh Pasal 722 Rv yakni penyitaan atas barang debitur.
4) Putusan provisi
Diatur dalam Pasal 180 HIR, Pasal 191 RBG. Disebut juga provesionele besschiking,
yakni keputusan yang bersifat sementara atau interim award ( temporary disposal) yang berisi
tindakan sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara dijatuhkan.
Dengan demikian putusan provisi tidak boleh mengenai materi pokok perkara, tetapi
hanya terbatas mengenai tindakan sementara berupa larangan melanjutkan suatu kegiatan,
misalnya larangan meneruskan pembangunan diatas tanah terperkara dengan ancaman
hukuman membayar uang paksa.Penegasan itu dikemukakan dalam putusan MA No. 1788
K/Sip/1976. Begitu juga penegasan putusan MA No. 279K//Sip/1976. Gugatan provisi
seharusnya bertujuan agar ada tindakan sementara dari hakim mengenai hal yang tidak
termasuk pokok perkara. Putusan provisi diambil dan dijatuhkan berdasarkan gugatan provisi
(provisionele eis) atau disebut juga provisionele vordering :
Bisa diajukan berdiri sendiri dalam gugatan tersendiri, bebarengan dengan gugatan
pokok, Tetapi bisanya diajukan bersama-sama sebagai satu kesatuan dengan gugatan pokok,
Tanpa gugatan pokok, gugatan provisi tidak mungkin diajukan, karena itu gugatan tersebut
asesor dengan gugatan pokok.
Dengan demikian, gugatan provisi biasanya diajaukan bersama-sama dengan gugatan
pokok. Syarat formil gugatan provisi yaitu :
1. Harus memuat dasar alasan permintaan yang menjelaskan urgensi dan relevasinya,
2. Mengemukakan dengan jelas tindakan sementara apa yang harus diputuskan,
3. Gugatan dan permintaan tidak boleh menyangkut materi pokok perkara.
Apabila penggugat mengajukan gugatan provisi, pemeriksaan perkara harus tunduk
pada tata tertib berikut.
1. Mendahulukan pemeriksaan provisi.
2. Sistem pemeriksaan gugatan provisi mempergunakan prosedur singkat.
3. Harus menjatuhkan putusan provisi.
Akibat langsung yang melekat pada putusan provisi sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 180 HIR , dan Pasal 287 Rv.Dalam putusan melekat langsung putusan serta merta atau
uitvoerbaar bij voorraad,Dengan demikian putusan provisi tersebut dapat dilaksanakan serta
merta lebih dahulu, meskipun perkara pokok belum dipriksa dan diputus.
Putusan provisi termasuk suatu permintaan sita jaminan yang pada dasarnya sita
jaminan merupakan tindakan sementara yang bersifat mendahului pemeriksaan dan putusan
pokok perkara, yakni yang berupa tindakan sementara atas penyitaan harta terperkara atau
harta debitur guna menjamin putusan kelak, apa bila putusan berkekuatan tetap.
M. Yahya Harahap, S.H. hukum Acara Perdata. Hlm 881. Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H.
Hukum acara perdata.hlm
BAB III
PENUTUP
2.4.Kesimpulan
Putusan sela adalah putusan sementara yang diambil atau dijatuhkan oleh hakim yang
mana dalam putusan tersebut berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang berperkara
untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum hakim tersebut
mengambil atau menjatuhkan suatu putusan akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum
bagi mereka yang berpekara.
Putusan sela juga mempunyai beberapa golongan atau jenis yakni, putusan prepratoir,
putusan insidensil, putusan provisionil. Putusan tersebut diambil oleh hakim agar proses
dipengadilan bisa lebih cepat untuk memeriksa perkara.Putusan selah merupakan putusan
awal yang dijatuhkan oleh hakim yang tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan
dengan putusan akhir mengenai pokok perkara.
Setiap hakim dalam mengambil suatu keputusan sela harus memperhatikan pokok
perkara, karena putusan sela atau putusan awal akan menjadi suatu patokan bagi hakim untuk
melakukan atau menjatuhkan suatu putusan akhir.
2.5.Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
memperkaya khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
M. Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata, 2010. Jakarta: Sinar Grafita
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, 1998. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum Acara Perdata,
1997. Bandung: Cv Mandar Maju.
Wibisono oedoyo. Modul Hukum Acara Perdata.2011.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2010. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Herzien Indonesia Reglement (HIR).
Drs. Sudarsono, S.H., M.Si. Kamus Hukum, PT Asdi Mahasatya, Cetakan ke kelima febuari
2007 jakarta.