makala h

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolism untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian kejaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah Pemberian terapi dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tetang factor-faktor yang mempengaruhi masuknya dari atmosfir singga sampai ketingkat se melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian metode pemberian dan bahaya-bahaya pemberian .

Upload: nabil-abdussalam

Post on 08-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makala h

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam

proses metabolism untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel

tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara

ruangan dalam setiap kali bernafas.

Penyampaian kejaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system

respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.

Adanya kekurangan ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam

proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam

kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat

dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah

Pemberian terapi dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar

pengetahuan tetang factor-faktor yang mempengaruhi masuknya dari

atmosfir singga sampai ketingkat se melalui alveoli paru dalam proses

respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi

pemberian metode pemberian dan bahaya-bahaya pemberian .

Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar

melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.

Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk

ke alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas

yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari

konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di

alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat

darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram

Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi

O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan

parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.

Page 2: Makala h

B. Tujuan

1. Memahami pengertian dan tujuan dari pemberian terapi oksigen

2. Mengetahui indikasi pemberian terapi oksigen

3. Mengetahui syarat-syarat pemberian oksigen

4. Mengetahui indikasi penberian oksigen

5. Mengetahui metode-metode pemberian terapi oksigen

6. Mengetahui bahaya pemberian oksigen.

Page 3: Makala h

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara

kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%,

dengan cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan

mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam

lubang dihidung hanya berkisar 0,6 – 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula

merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman, mudah

digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek

dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen. Pemakaian

nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan aktivitas, seperti

berbicara atau makan. (Aryani, 2009:54)

Pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan

dengan menggunakan alat bantu dan oksigen. Pemberian oksigen pada klien

dapat melalui kanula nasal dan masker oksigen. (Suparmi, 2008:66)

B. Tujuan pemberian oksigen

1. Meningkatkan ekspansi dada

2. Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan oksigen

3. Membantu kelancaran metabolism

4. Mencegah hipoksia

5. Menurunkan kerja jantung

6. Menurunkan kerja paru –paru pada klien dengan dyspnea

7. Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada penyakit

paru (Aryani, 2009:53)

Page 4: Makala h

C. Efektif diberikan pada klien yang mengalami :

1. Gagal nafas

Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal

O2 dan CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran O2 dan

CO2 sehingga sistem pernapasan tidak mampu memenuhi metabolisme

tubuh.

2. Gangguan jantung (gagal jantung)

Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.

3. Kelumpuhan alat pernafasan

Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan untuk

memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan ventilasi

secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas O2 dan CO2.

4. Perubahan pola napas.

Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan

bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi

kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan oksigen), apnea

(tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan lebih lambat

dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea

(pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24x/menit

(Tarwoto&Wartonah, 2010:35)

5. Keadaan gawat (misalnya : koma)

Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat mempertahankan

sendiri jalan napas yang adekuat sehingga mengalami penurunan

oksigenasi.

6. Trauma paru

Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera akan

mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.

7. Metabolisme yang meningkat : luka bakar

Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali

lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme.

Page 5: Makala h

8. Post operasi

Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh dari

obat bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga sel

tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.

9. Keracunan karbon monoksida

Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup karena

akan menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan hemoglobin dalam

darah.

10. (Aryani, 2009:53)

Kontraindikasi

Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat

pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan,

perhatikan pada khusus berikut ini

Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai

bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non

rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal

ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat

mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%

Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah

Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.

(Aryani, 2009:53)

D. Syarat-syarat pemberian oksigen

1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi.

2. Tahanan jalan nafas yang rendah.

3. Tidak terjadi penumpukan CO2.

4. Efisien.

5. Nyaman untuk pasien.

Dalam pemberian terapi oksigen perlu diperhatikan “Humidification”.

Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah

Page 6: Makala h

mengalami humidfikasi sedangkan oksigen yang diperoleh dari sumber oksigen

(tabung O2) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi

yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

D. Indikasi pemberian oksigen .

1. Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas darah.

2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap

keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan

serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan.

3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk

mengatasi gangguan oksigen melalui peningkatan laju pompa jantung

yang adekuat.

Berdasarkan indikasi tersebut maka terapi pemberian oksigen

diindikasikan pada klien dengan gejala :

1. Klien dengan keadaan tidak sadar.

2. Sianosis.

3. Hipovolemia.

4. Perdarahan.

5. Anemia berat.

6. Keracunan gas karbondioksida.

7. Asidosis.

8. Selama dan sesudah pembedahan.

E. Metode pemberian oksigen.

Pemberian oksigen dibagi menjadi 2 tehnik yaitu :

1. Sistem aliran rendah.

Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara

ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe

pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan untuk klien yang

memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola

Page 7: Makala h

pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan

kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.

Contoh system aliran rendah yaitu :

1) Keteter Nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara

kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% – 44%.

Kentungan

Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,

murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%,

tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal,

dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir

nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan

nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah

tersumbat.

2) Kanul nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu

dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan

kateter nasal.

Keuntungan.

Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,

pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan,

bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.

Kerugian.

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai

oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena

kedalaman kanul hanya 1 cm, dapat mengiritasi selaput lendir.

2. System aliran tinggi.

Teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak

dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat

Page 8: Makala h

menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh

tehnik sistem aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari

tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk

mengatur suplai ooksigen sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya

udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.

Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 liter/mnt dengan konsentrasi 30 –

55%.

Keuntungan.

Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada

alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan

kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2.

Kerugian.

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih

rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa

terlipat.

F. Pemberian Oksigen Melalui Nasal Kanula

Pengertian

Tujuan

1. Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan

oksigen minimal.

2. Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau minum.

3. (Aryani, 2009:54)

Indikasi

Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula

untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak).

(Suparmi, 2008:67)

Prinsip

Page 9: Makala h

a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah,

biasanya hanya 2-3 L/menit.

b. Membutuhkan pernapasan hidung

c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %.

(Suparmi, 2008:67)

G. Pemberian Oksigen Melalui Masker Oksigen

Pengertian

Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang

dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker

oksigen umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat

mengikat kuat mengelilingi wajah klien. Bentuk dari face mask bermacam-

macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada

adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali. (Aryani,

2009:54)

Macam Bentuk Masker :

a. Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60%

dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.

b. Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80%

dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus

mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi,

oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantung

reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang

ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara

ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face

mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)

Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33

c. Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai

80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya,

udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai

Page 10: Makala h

2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat

ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada

saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi.

(Tarwoto&Wartonah, 2010:37)

Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi,

2009:34)

Tujuan

Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi

dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul. (Suparmi,

2008:68)

Prinsip

Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran

5-6 liter/menit dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)

H. Bahaya pemberian oksigen

Pemberian oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga

dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain :

1. Kebakaran.

Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya

kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus

menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen,

menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.

2. Depresi ventilasi.

Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran

yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi.

3. Keracunan oksigen.

Dapat terjadi bila terapi oksigen yang diberikan dengan konsentrasi tinggi

dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan

paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi

di paru akan terganggu.

Page 11: Makala h

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen sebagai intervensi medis, yang

dapat untuk berbagai tujuan di kedua perawatan pasien kronis dan akut.

Oksigen sangat penting untuk metabolisme sel, dan pada gilirannya,

oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi fisiologis normal.

Ruang udara hanya berisi 21% oksigen, dan meningkatkan fraksi oksigen

dalam gas pernapasan meningkatkan jumlah oksigen dalam darah.

Hal ini sering hanya diperlukan untuk meningkatkan fraksi oksigen

dikirim ke 30-35% dan ini dilakukan dengan menggunakan kanula hidung.

Ketika 100% oksigen yang dibutuhkan, itu mungkin dikirimkan melalui

masker wajah yang ketat, atau dengan memasok oksigen 100% untuk

inkubator dalam kasus bayi. Darah tinggi dan kadar oksigen jaringan dapat

membantu atau merusak, tergantung pada keadaan dan terapi oksigen harus

digunakan untuk menguntungkan pasien dengan meningkatkan pasokan

oksigen ke paru-paru dan dengan demikian meningkatkan ketersediaan

oksigen ke jaringan tubuh, terutama bila pasien menderita hipoksia dan / atau

hipoksemia.

Page 12: Makala h

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity

Of Care, W.B Sunders Company, 1999

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8,

Jakarta, 2001

Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC,

Jakarta, 1999