makala h
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Latar belakang
Saat ini masyarakat dunia dihadapkan dalam berkembangnya upaya untuk
mengatasi kekurangan pangan. Salah satu bukti bahwa masalah kekurangan
pangan menjadi perhatian utama masyarakat internasional saat ini adalah dengan
diadopsinya UN Millennium Declaration pada 2000 Millennium Summit di New
York, Amerika Serikat. Di dalam deklarasi tersebut terdapat komitmen global
yang dinamakan Millennium Development Goals (MDGs). Dalam MDGs ini
terdapat 8 goals yang salah satunya yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan
kelaparan. Selain dalam MDGs, the World Food Summit di tahun 2001 juga
menyatakan tujuannya untuk mengurangi setengah dari jumlah orang yang
mengalami kelaparan dari 800 juta menjadi 400 juta pada tahun 2015.
Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan pangan adalah dengan
mengembangkan bibit dari rekayasa genetika atau GMO. Pengembangan GMO
ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar internasional yang selama ini
memproduksi pupuk dan bahan kimia untuk pertanian lainnya yang digunakan
oleh petani di seluruh dunia, seperti DuPont, Monsanto, Astrazeneka, Novartis,
dan Aventris atau yang sering disebut sebagai top five agro-biotech companies.
GMO adalah sebuah proses bioteknologi modern yang mengubah karakter
sebuah organisme (hewan atau tumbuhan) dengan mentransfer gen dari satu
spesies ke spesies lainnya atau bisa juga hanya mengubah gen yang ada dalam
spesies itu sendiri. Produk GMO bisa berupa obat-obatan, tanaman, enzim, bahan
bakar dan pelarut (etanol). Industri-industri yang mempraktekkan teknologi
rekayasa genetik mengklaim bahwa GMO merupakan cara yang bisa
dimanfaatkan untuk menyediakan bahan pangan bagi dunia dan juga mengatasi
masalah kelaparan dan kekurangan gizi.
GMO dibuat dengan menggunakan teknik biologi molekuler yang
memeprboleh kan ilmuwan untuk mengidentifikasi gen-gen khusus, membuat
salinan gen tersebut, dan memperkenalkan salinan gen tersebut pada organisme
penerima dengan menggunakan alat yang memasukkan gen ke tumbuhan. Saat sel
1
tanaman penerima membelah, DNA baru dari organisme baru tersalin dan dioper
ke sel-sel baru di tanaman tersebut. Gen baru inilah yang dapat mempengaruhi
keturunan tanaman tersebut. Jadi bisa saja kita menggabungkan antara gen hewan
dan tumbuhan atau gen tanaman tertentu dengan jenis bakteri tertentu untuk
mendapatkan sifat tanaman yang diinginkan. Misalnya menggabungkan tomat
dengan gen jenis ikan kutub yang tahan dingin dan ditambah dengan virus tertentu
akan menghasilkan tomat GMO baru yang tahan terhadap dingin dan tahan lama.
Secara sadar atau tidak manusia telah banyak mengkonsumsi bahan
pangan yang berasal dari produk GMO, seperti kedelai dan jagung. Kedua produk
tersebut telah digunakan dalam 60% produk makanan. Bahkan jagung atau kedelai
tersebut juga diberikan kepada hewan ternak yang kemudian dikonsumsi manusia.
Beberapa produk pertanian GMO yang telah banyak ditanam diantaranya jenis
kedelai tahan herbisida (Roundup Ready) yang dikembangkan oleh Monsanto,
jagung yang tahan terhadap serangan serangga dan herbisida dikembangkan oleh
Monsanto, kacang tanah yang tahan virus dikembangkan oleh Balitbio dan
tanaman lainnya. Upaya untuk mengembangakan jenis tanaman yang bisa
direkayasa secara genetik juga terus berlangsung sampai saat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan
berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari
daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad
ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke
Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang
(Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika
Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut: Familia :
Leguminosae Subfamili : Papilionoidae Genus : Glycine Species : Glycine max L
Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis.
Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe
kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan
varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang. Varietas
kedelai yang dianjurkan yaitu: Otan, No. 27, No.29, Ringgit 317, Sumbing 452,
Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291,
Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci,
Raung, Merbabu, Muria dan Tidar.
Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar
dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu: olahan dalam bentuk
3
protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat
digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin,
kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan
seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Sedangkan olahan dalam bentuk
minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan non makanan.
Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan industri
makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng,
margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan dalam bentuk lecithin dibuat antara
lain: margarin, kue, tinta, kosmetika, insectisida dan farmasi.
Di salah satu negara bagian Amerika Serikat, terdapat areal pertumbuhan
kedelai yang sangat luas sehingga menghasilkan 57 % produksi kedelai dunia. Di
Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak
mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
Sulawesi Utara (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali.
B. Herbisida
Herbisida (dari bahasa inggris herbicide) adalah senyawa atau material
yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas
tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya
ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan
lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan
hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik,
tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai
salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (lihat artikel tentang gulma).
Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh
(preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide).
Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar
(atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat
nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua
diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus
selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
4
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme
senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi
dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi
kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang
dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan
mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan
tumbuhan.
Contoh:
glifosat (dari monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena
berkompetisi dengan fosfoenol piruvat
fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi
substrat dari enzim glutamin sintase.
Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik
yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat
diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya
produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi. Contoh tanaman
tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas,
padi, kentang, kedelai, dan bit gula.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, mulai Januari 2006 sampai dengan Agustus 2006. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai 2 varietas yaitu Sinabung
dan Ijen. Strain Agrobacterium yang digunakan adalah EHA101 yang membawa
vektor transformasi pPTN289 yang mengandung gen iudA dan bar. Gen iud
menyandikan ß- glucuronidase (GUS) yang memungkinkan deteksi ekspresi
transient dari gen yang diintroduksikan berdasarkan munculnya warna biru pada
jaringan transgenik. Gen bar menyandikan phosphinothricin acetyltransferase (PAT)
yang menyebabkan phosphinothricin tidak bersifat racun. Gen bar
memungkinkan seleksi berdasarkan ketahanan jaringan transgenic terhadap herbisida
5
amonium-glufosinat dalam media tumbuh.
Perlakuan percobaan adalah 2 varietas kedelai yaitu Sinabung dan Ijen dan
media seleksi/inisiasi tunas (2 taraf konsentrasi amonium-glufosinat yaitu 0 dan 3 mg
L-1). Setiap perlakuan percobaan menggunakan 52 eksplan. Percobaan terdiri atas
4 tahap yaitu persiapan eksplan, inokulasi dan kokultivasi, subkultur eksplan pada
media inisiasi tunas, dan subkultur pada media pemanjangan dan pengakaran
tunas. Sebagai kontrol dalam seleksi tunas trangenik digunakan eksplan yang
tidak diinokulasi dengan Agrobacterium tumefaciens.
Persiapan eksplan. Benih kedelai masak disterilkan menggunakan gas
klorin dengan cara menaruh satu lapis benih kedelai pada cawan Petri terbuka yang
diletakkan dalam desikator. Desikator ditempatkan di dalam lemari asam. Gas klorin
diproduksi di dalam desikator dengan cara menambahkan tetes demi tetes 3,3 mL HCl
36,5 – 38,0% ke permukaan dinding bagian dalam gelas piala yang berisi 100 mL
bayclin. Desikator kemudian ditutup dan dibiarkan dalam lemari asam selama 24
jam. Setelah 24 jam kegiatan tersebut diulang kembali (proses sterilisasi 2 x 24
jam). Benih yang sudah steril dikecambahkan di dalam media MS0 padat yang
mengandung gula 20 g L-1 media, pH media 5,8 sebanyak 7 benih per botol kultur.
Benih dikecambahkan selama 6-10 hari pada suhu 25 0C dengan 18 jam terang dan 6
jam gelap.
Inokulasi dan kokultivasi. Agrobacterium strain EHA101
ditumbuhkan selama 16—18 jam dalam media cair Luria Bertani (10 g bacto
trypton, 5 g yeast exstract, 10 g NaCl per liter media, pH 7) yang mengandung
antibiotik 50 mg kanamisin, 25 mg chloramphenicol, dan 100 mg spectinomisin per
liter media. Suspensi bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 2500—3000 RPM
selama 10 menit. Pelet disuspensikan kembali dengan media cair sebanyak 20 ml per
tabung agar diperoleh suspensi dengan kepadatan optik OD600 0,7—1,0.
Eksplan diambil dari kecambah yang kotiledonnya sehat dan berwarna hijau.
Kotiledon diambil, dibuang akarnya dengan cara memotong hipokotil 3-4 mm di
bawah batas antara kotiledon dan hipokotil (buku kotiledon). Kecambah dibelah vertikal
sepanjang hipokotil untuk memisahkan 2 kotiledon. Pucuk di atas buku kotiledon
dibuang, kemudian dibuat 7-12 goresan sejajar dengan hipokotil pada buku kotiledon.
6
Eksplan kotiledon yang terbawa hipokotil diinokulasi dengan cara direndamkan
dalam botol kultur yang berisi suspensi Agrobacterium selama 25 menit dan
digoyang-goyang setiap 5-10 menit. Selanjutnya eksplan ditaruh pada kertas saring
steril dan dikokultivasikan pada media MS padat ditambah benziladenin (BA) 1
mg L-1 media sebanyak 8 eksplan per petri. Eksplan diletakkan telungkup pada
media kokultivasi, kemudian diinkubasikan selama 2 hari pada kondisi gelap.
Subkultur pada media inisiasi tunas. Setelah eksplan dikokultivasi
kemudian disubkulturkan pada media MS padat yang ditambah BA 1 mg L-1,
Cefotaxime 300 mg L-1, dan amonium glufosinat sesuai dengan perlakuan percobaan
(2 taraf konsentrasi amonium-glufosinat 0 dan 3 mg L-1). Eksplan ditanamkan
nmiring dengan sudut 120 0C, permukaan adaksial menghadap ke atas dan buku
kotiledon (bagian yang dicacah) berada di bawah permukaan media.
Subkultur pada media pemanjangan dan pengakaran tunas . Setelah 6
minggu dalam media inisiasi tunas, kalus pada permukaan bawah eksplan dipotong,
kotiledon yang sudah menguning dibuang. Tunas atau bakal tunas yang tumbuh
dipindahkan ke media MS padat yang ditambahkan BA 0,4 mg L-1, IBA 0,5 mg L-
1 , asparagin 50 mg L-1, dan cefotaxim 300 mg L-1. Planlet yang sudah berakar
diaklimatisasi dan yang tumbuh ditanam di lapangan.
Variabel yang diamati pada percobaan ini adalah (1) Persentase eksplan yang
menghasilkan mata tunas dan tunas pada eksplan tanpa perlakuan inokulasi, diamati
umur 30 hari setelah eksplan dikulturkan pada media inisiasi tunas (30 hsi.); (2)
Persentase eksplan yang menghasilkan mata tunas dan tunas hasil inokulasi, diamati
umur 30 hari setelah eksplan dikulturkan pada media seleksi dan inisiasi tunas (32
hari setelah inokulasi); (3) Rata-rata jumlah tunas yang diduga transgenik per eksplan,
diamati umur 30 hari setelah tanam pada media pengakaran (60 hari sejak inisiasi
tunas hsi-1).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan persentase eksplan yang membentuk tunas pada
umur 30 hari sejak inisiasi tunas (Tabel 1), eksplan 2 varietas kedelai yang tidak
diinokulasi dengan Agrobacterium ternyata tidak dapat membentuk tunas pada
konsentrasi amonium-glufosinat 3 mg L-1 . Hal ini mengindikasikan, bahwa pada
7
konsentrasi 3 mg L-1 tersebut amonium-glufosinat efektif digunakan untuk menyeleksi
tunas transgenik. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Zang et al.(1999),
bahwa konsentrasi amonium-glufosinat yang efisien untuk media seleksi tunas
kedelai transgenik adalah 3-5 mg L- 1 media. Pardal (2004) juga melaporkan,
bahwa eksplan kotiledon muda varietas Wilis nontransformasi yang dikulturkan pada
media MS yang mengandung amonium-glufosinat 3 mg L-1 tidak ada yang
membentuk embrio somatik atau tunas (hampir semua eksplan mati), namun eksplan
yang ditumbuhkan pada media tanpa amonium- glufosinat dapat tumbuh baik dan
menghasilkan embrio somatik yang banyak. Oleh sebab itu Pardal (2004)
berpendapat herbisida Basta yang mengandung amonium-glufosinat 3 mg per liter
media cukup efektif untuk menyeleksi sel-sel kedelai transgenik.
Tabel 1. Persentase eksplan yang membentuk mata tunas, tunas, dan rata-rata jumlah tunas per eksplan pada 2 taraf konsentrasi amonium-glufosinat, tanpa perlakuan inokulasi/kokultivasi dengan Agrobacterium.
Keterangan : *) Umur 30 hari sejak inisiasi tunas, **) Umur 60 hari sejak inisiasi tunas
Gambar 1. Pertumbuhan tunas pada media seleksi dan nonseleksi.
8
Tabel 2. Persentase eksplan yang membentuk mata tunas, tunas, dan rata-rata jumlah tunas per eksplan hasil inokulasi/kokultivasi pada media seleksi dan nonseleksi
Keterangan : *) umur 30 hari sejak inisiasi tunas, **) umur 60 hari sejak inisiasi tunas
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang
diinokulasi dengan Agrobacterium strain EHA101, eksplan kedua varietas yang
dikulturkan pada media nonseleksi (amonium-glufosinat 0 mg L-1), pada umur 5 hari
sejak inisiasi tunas mulai memperlihat kan gejala pertumbuhan dan pembentukan
mata tunas. Eksplan tampak membesar, mata tunas mulai muncul ukuran kira-kira
1-2 mm. Pada umur 9 hari sejak inisiasi tunas, eksplan varietas Sinabung yang
ditumbuhkan pada media nonseleksi 63,5% sudah membentuk mata tunas dan pada
media seleksi hanya 19,2% eksplan membentuk mata tunas. Pada varietas Ijen,
eksplan yang dikulturkan pada media nonseleksi membentuk mata tunas 73,1%
dan pada media seleksi belum ada yang membentuk mata tunas (data tidak
disajikan). Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan yang menghasilkan mata
tunas dan tunas pada umur 30 hari sejak inisiasi tunas, serta rata-rata jumlah tunas per
eksplan setelah diinokulasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens
EHA101(Tabel 2).
Persentase eksplan yang mampu membentuk tunas pada media seleksi
(transgenic putatif) adalah 5,8% untuk varietas Ijen dan 19,2% untuk varietas Sinabung
(Tabel 2). Namun tunas-tunas transforman putatif ini tidak mampu bertahan hidup
setelah dipindahkan ke media pemanjangan tunas karena medianya ditumbuhi bakteri.
Pada percobaan ini terdapat perbedaan persentase eksplan membentuk tunas
transgenik (putatif) pada kedua varietas, hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan genotipe pada kedua varietas. Walaupun demikian effisiensi transformasi
yang diperoleh varietas Sinabung lebih tinggi daripada effisiensi sebesar 16,4% yang
dilaporkan Olhoft et al.(2002). Effisiensi transformasi yang diperoleh varietas Ijen
9
5,8% masih berada dalam kisaran effisiensi transformasi 2,6%— 6,5% yang diperoleh
lima varietas kedelai nasional yang dilaporkan Utomo (2004). Dapat disimpulkan
bahwa prosedur transformasi genetik yang digunakan dalam penelitian ini (Zhang et
al., 1999; Clemente et al.,2000 yang dimodifikasi) cukup efisien untuk transformasi
genetik varietas Ijen dan Sinabung.
Tunas yang terbentuk pada media seleksi (yang mengandung amonium-
glufosinat) berukuran lebih kecil (kerdil) daripada tunas yang terbentuk pada media
nonseleksi. Pada media nonseleksi tunas tampak normal dan subur (Gambar 1).
Sejak eksplan dikulturkan pada media inisiasi tunas sampai eksplan berumur 56 hari
sejak inisiasi tunas, pada media nonseleksi tidak ada media kultur yang ditumbuhi
bakteri dan beberapa tunas sudah tampak berakar. Berbeda dengan eksplan yang
ditumbuhkan pada media seleksi, sampai umur 45 hari sejak inisiasi tunas pada media
seleksi belum ditumbuhi bakteri, namun setelah itu bakteri mulai berkembang,
walaupun eksplan segera disubkulturkan ke media yang baru (nonseleksi) dan
dengan penambahan antibiotic cefotaxim 400 mg L-1 eksplan tidak dapat tumbuh
normal kembali karena pada media yang baru bakteripun tetap tumbuh. Eksplan dan
tunas yang terbentuk hanya dapat hidup sampai umur 56 hari
sejak inisiasi tunas.Berkembangnya bakteri pada media seleksi setelah kultur berumur 42 hari
sejak inisiasi tunas diduga (1) disebabkan berkurangnya aktivitas antibiotik akibat
adanya senyawa yang terkandung dalam herbisida Basta, sehingga pada awal kultur
sampai umur 35 hari sejak inisiasi tunas, antibiotik hanya mampu menonaktifkan
bakteri, kemudian aktivitas bakteri meningkat kembali; (2) antibiotik yang diberikan
kurang tepat untuk membunuh bakteri, baik dalam konsentrasi maupun jenis
antibiotik yang digunakan sehingga bakteri dapat mengalami mutasi; (3) adanya
senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan yang mati (umur 21—30 hari sejak
inisiasi tunas) yang dapat menetralisir atau mengurangi aktivitas
antibiotik yang diberikan. Clemente et al. (2000), menggunakan campuran antibiotik
ticar, cefotaxime, dan vancomycin ke dalam media inisiasi tunas untuk membunuh
Agrobacterium setelah eksplan dikokultivasi.
10
Gambar 2. Planlet hasil kokultivasi dari media nonseleksi yang siap diaklimatisasi, umur
74 hari sejak inisiasi tunas.
Gambar 3. Tanaman hasil kokultivasi yang dikulturkan pada media nonseleksi
(berasal dari varietas Ijen) pada 3 stadia umur.
Jumlah eksplan/planlet varietas Ijen hasil transformasi dari media nonseleksi
yang siap diaklimatisasi (sudah berakar) diperoleh 13 planlet (Gambar 2) dan jumlah
tanaman yang dapat diselamatkan sampai panen hanya 4 tanaman (Gambar 3). Dari
percobaan ini ternyata tunas yang terbentuk dari eksplan kedua varietas kedelai masih
sulit membentuk akar, terutama varietas Sinabung, tidak ada planlet yang dapat
diselamatkan menjadi tanaman yang menghasilkan biji yang viabel. Hal yang sama juga
11
dikemukakan oleh Townsend and Thomas (1996), bahwa permasalahan pada kultur
kedelai secara in vitro adalah tunas yang terbentuk dari eksplan sangat sulit
mengeluarkan akar, oleh karena itu perlu dicari metode regenerasi yang efektif untuk
meningkatkan proporsi tunas membentuk akar. Pardal (2004) menyatakan
tanaman kedelai bersifat rekalsitran (sulit diregegenerasikan), sehingga
keberhasilan regenerasi dari eksplan kedelai yang telah ditransformasi sangat
rendah. Akibatnya masih sulit mendapatkan tanaman kedelai hasil transformasi.
Metode yang berhasil digunakan pada kultivar kedelai tertentu belum menjamin
keberhasilan untuk kultivar kedelai yang berbeda.
12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan
berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril)
2. Herbisida (dari bahasa inggris herbicide) adalah senyawa atau material
yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas
tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma).
3. GMO (Genetically Modified Organism) merupakan makhluk hidup yang
direkayasa secara genetika. GMO merupakan makhluk hidup yang materi
genetiknya telah dibuat atau dimodifikasi, dirancang ulang atau dibangun
kembali sehingga sifat-sifatnya bisa berubah atau makhluk hidup tersebut
dapat memiliki kemampuan baru.
4. Berdasarkan persentase eksplan membentuk tunas, walaupun tunas yang
terbentuk tidak mampu berkembang menjadi tanaman, diperoleh tunas
transgenik putatif varietas Sinabung 19,2% dan varietas Ijen 5,8%. Dari
penelitian ini diperoleh 4 tanaman hasil kokultivasi yang tidak melalui media
seleksi yang berhasil diaklimatisasi hingga menghasilkan biji yang
variabel.
13
DAFTAR PUSTAKA
Melilia. 2009. Bahaya Pangan GMO. Online athttp://melilea-jakarta.blogspot.com/2008/11/bahaya-pangan-gmo.html. [20 oktober 2009].
Wikipedia. 2009. Online at http://id.wikipedia.org/wiki/Herbisida. [20 Oktober 2009]
Petani Berdasi. 2009. Kedelai. On line at http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://1.bp.blogspot.com.
[20 Oktober 2009]
Marveldani, M Barmawi, K Setiawan & SD Utomo. Pengembangan Kedelai
Transgenic yang Toleran Herbisida Ammonium Glufosinat Dengan
Agrobacterium. Jurnal akta agrosia 10 (1): 49-55.
14