makala h

21
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Saat ini masyarakat dunia dihadapkan dalam berkembangnya upaya untuk mengatasi kekurangan pangan. Salah satu bukti bahwa masalah kekurangan pangan menjadi perhatian utama masyarakat internasional saat ini adalah dengan diadopsinya UN Millennium Declaration pada 2000 Millennium Summit di New York, Amerika Serikat. Di dalam deklarasi tersebut terdapat komitmen global yang dinamakan Millennium Development Goals (MDGs). Dalam MDGs ini terdapat 8 goals yang salah satunya yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan. Selain dalam MDGs, the World Food Summit di tahun 2001 juga menyatakan tujuannya untuk mengurangi setengah dari jumlah orang yang mengalami kelaparan dari 800 juta menjadi 400 juta pada tahun 2015. Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan pangan adalah dengan mengembangkan bibit dari rekayasa genetika atau GMO. Pengembangan GMO ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar internasional yang selama ini memproduksi pupuk dan bahan kimia untuk pertanian lainnya yang digunakan oleh petani di seluruh dunia, seperti DuPont, Monsanto, Astrazeneka, Novartis, dan Aventris atau yang sering disebut sebagai top five agro-biotech companies. 1

Upload: budi-raharjo

Post on 08-Aug-2015

30 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makala h

BAB IPENDAHULUAN

Latar belakang

Saat ini masyarakat dunia dihadapkan dalam berkembangnya upaya untuk

mengatasi kekurangan pangan. Salah satu bukti bahwa masalah kekurangan

pangan menjadi perhatian utama masyarakat internasional saat ini adalah dengan

diadopsinya UN Millennium Declaration pada 2000 Millennium Summit di New

York, Amerika Serikat. Di dalam deklarasi tersebut terdapat komitmen global

yang dinamakan Millennium Development Goals (MDGs). Dalam MDGs ini

terdapat 8 goals yang salah satunya yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan

kelaparan. Selain dalam MDGs, the World Food Summit di tahun 2001 juga

menyatakan tujuannya untuk mengurangi setengah dari jumlah orang yang

mengalami kelaparan dari 800 juta menjadi 400 juta pada tahun 2015.

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan pangan adalah dengan

mengembangkan bibit dari rekayasa genetika atau GMO. Pengembangan GMO

ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar internasional yang selama ini

memproduksi pupuk dan bahan kimia untuk pertanian lainnya yang digunakan

oleh petani di seluruh dunia, seperti DuPont, Monsanto, Astrazeneka, Novartis,

dan Aventris atau yang sering disebut sebagai top five agro-biotech companies.

GMO adalah sebuah proses bioteknologi modern yang mengubah karakter

sebuah organisme (hewan atau tumbuhan) dengan mentransfer gen dari satu

spesies ke spesies lainnya atau bisa juga hanya mengubah gen yang ada dalam

spesies itu sendiri. Produk GMO bisa berupa obat-obatan, tanaman, enzim, bahan

bakar dan pelarut (etanol). Industri-industri yang mempraktekkan teknologi

rekayasa genetik mengklaim bahwa GMO merupakan cara yang bisa

dimanfaatkan untuk menyediakan bahan pangan bagi dunia dan juga mengatasi

masalah kelaparan dan kekurangan gizi.

GMO dibuat dengan menggunakan teknik biologi molekuler yang

memeprboleh kan ilmuwan untuk mengidentifikasi gen-gen khusus, membuat

salinan gen tersebut, dan memperkenalkan salinan gen tersebut pada organisme

penerima dengan menggunakan alat yang memasukkan gen ke tumbuhan. Saat sel

1

Page 2: Makala h

tanaman penerima membelah, DNA baru dari organisme baru tersalin dan dioper

ke sel-sel baru di tanaman tersebut. Gen baru inilah yang dapat mempengaruhi

keturunan tanaman tersebut. Jadi bisa saja kita menggabungkan antara gen hewan

dan tumbuhan atau gen tanaman tertentu dengan jenis bakteri tertentu untuk

mendapatkan sifat tanaman yang diinginkan. Misalnya menggabungkan tomat

dengan gen jenis ikan kutub yang tahan dingin dan ditambah dengan virus tertentu

akan menghasilkan tomat GMO baru yang tahan terhadap dingin dan tahan lama.

Secara sadar atau tidak manusia telah banyak mengkonsumsi bahan

pangan yang berasal dari produk GMO, seperti kedelai dan jagung. Kedua produk

tersebut telah digunakan dalam 60% produk makanan. Bahkan jagung atau kedelai

tersebut juga diberikan kepada hewan ternak yang kemudian dikonsumsi manusia.

Beberapa produk pertanian GMO yang telah banyak ditanam diantaranya jenis

kedelai tahan herbisida (Roundup Ready) yang dikembangkan oleh Monsanto,

jagung yang tahan terhadap serangan serangga dan herbisida dikembangkan oleh

Monsanto, kacang tanah yang tahan virus dikembangkan oleh Balitbio dan

tanaman lainnya. Upaya untuk mengembangakan jenis tanaman yang bisa

direkayasa secara genetik juga terus berlangsung sampai saat.

2

Page 3: Makala h

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.

Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan

berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari

daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad

ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke

Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang

(Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika

Sistematika tanaman kedelai adalah sebagai berikut: Familia :

Leguminosae Subfamili : Papilionoidae Genus : Glycine Species : Glycine max L

Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis.

Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe

kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan

varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang. Varietas

kedelai yang dianjurkan yaitu: Otan, No. 27, No.29, Ringgit 317, Sumbing 452,

Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291,

Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci,

Raung, Merbabu, Muria dan Tidar.

Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar

dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu: olahan dalam bentuk

3

Page 4: Makala h

protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat

digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin,

kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan

seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Sedangkan olahan dalam bentuk

minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan non makanan.

Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan industri

makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng,

margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan dalam bentuk lecithin dibuat antara

lain: margarin, kue, tinta, kosmetika, insectisida dan farmasi.

Di salah satu negara bagian Amerika Serikat, terdapat areal pertumbuhan

kedelai yang sangat luas sehingga menghasilkan 57 % produksi kedelai dunia. Di

Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak

mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,

Sulawesi Utara (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali.

B. Herbisida

Herbisida (dari bahasa inggris herbicide) adalah senyawa atau material

yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas

tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya

ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan

lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan

hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik,

tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai

salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (lihat artikel tentang gulma).

Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh

(preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide).

Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar

(atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat

nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua

diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus

selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.

4

Page 5: Makala h

Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme

senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi

dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi

kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang

dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan

mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan

tumbuhan.

Contoh:

glifosat (dari monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena

berkompetisi dengan fosfoenol piruvat

fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi

substrat dari enzim glutamin sintase.

Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik

yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat

diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya

produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi. Contoh tanaman

tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas,

padi, kentang, kedelai, dan bit gula.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Lampung, mulai Januari 2006 sampai dengan Agustus 2006. Bahan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai 2 varietas yaitu Sinabung

dan Ijen. Strain Agrobacterium yang digunakan adalah EHA101 yang membawa

vektor transformasi pPTN289 yang mengandung gen iudA dan bar. Gen iud

menyandikan ß- glucuronidase (GUS) yang memungkinkan deteksi ekspresi

transient dari gen yang diintroduksikan berdasarkan munculnya warna biru pada

jaringan transgenik. Gen bar menyandikan phosphinothricin acetyltransferase (PAT)

yang menyebabkan phosphinothricin tidak bersifat racun. Gen bar

memungkinkan seleksi berdasarkan ketahanan jaringan transgenic terhadap herbisida

5

Page 6: Makala h

amonium-glufosinat dalam media tumbuh.

Perlakuan percobaan adalah 2 varietas kedelai yaitu Sinabung dan Ijen dan

media seleksi/inisiasi tunas (2 taraf konsentrasi amonium-glufosinat yaitu 0 dan 3 mg

L-1). Setiap perlakuan percobaan menggunakan 52 eksplan. Percobaan terdiri atas

4 tahap yaitu persiapan eksplan, inokulasi dan kokultivasi, subkultur eksplan pada

media inisiasi tunas, dan subkultur pada media pemanjangan dan pengakaran

tunas. Sebagai kontrol dalam seleksi tunas trangenik digunakan eksplan yang

tidak diinokulasi dengan Agrobacterium tumefaciens.

Persiapan eksplan. Benih kedelai masak disterilkan menggunakan gas

klorin dengan cara menaruh satu lapis benih kedelai pada cawan Petri terbuka yang

diletakkan dalam desikator. Desikator ditempatkan di dalam lemari asam. Gas klorin

diproduksi di dalam desikator dengan cara menambahkan tetes demi tetes 3,3 mL HCl

36,5 – 38,0% ke permukaan dinding bagian dalam gelas piala yang berisi 100 mL

bayclin. Desikator kemudian ditutup dan dibiarkan dalam lemari asam selama 24

jam. Setelah 24 jam kegiatan tersebut diulang kembali (proses sterilisasi 2 x 24

jam). Benih yang sudah steril dikecambahkan di dalam media MS0 padat yang

mengandung gula 20 g L-1 media, pH media 5,8 sebanyak 7 benih per botol kultur.

Benih dikecambahkan selama 6-10 hari pada suhu 25 0C dengan 18 jam terang dan 6

jam gelap.

Inokulasi dan kokultivasi. Agrobacterium strain EHA101

ditumbuhkan selama 16—18 jam dalam media cair Luria Bertani (10 g bacto

trypton, 5 g yeast exstract, 10 g NaCl per liter media, pH 7) yang mengandung

antibiotik 50 mg kanamisin, 25 mg chloramphenicol, dan 100 mg spectinomisin per

liter media. Suspensi bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 2500—3000 RPM

selama 10 menit. Pelet disuspensikan kembali dengan media cair sebanyak 20 ml per

tabung agar diperoleh suspensi dengan kepadatan optik OD600 0,7—1,0.

Eksplan diambil dari kecambah yang kotiledonnya sehat dan berwarna hijau.

Kotiledon diambil, dibuang akarnya dengan cara memotong hipokotil 3-4 mm di

bawah batas antara kotiledon dan hipokotil (buku kotiledon). Kecambah dibelah vertikal

sepanjang hipokotil untuk memisahkan 2 kotiledon. Pucuk di atas buku kotiledon

dibuang, kemudian dibuat 7-12 goresan sejajar dengan hipokotil pada buku kotiledon.

6

Page 7: Makala h

Eksplan kotiledon yang terbawa hipokotil diinokulasi dengan cara direndamkan

dalam botol kultur yang berisi suspensi Agrobacterium selama 25 menit dan

digoyang-goyang setiap 5-10 menit. Selanjutnya eksplan ditaruh pada kertas saring

steril dan dikokultivasikan pada media MS padat ditambah benziladenin (BA) 1

mg L-1 media sebanyak 8 eksplan per petri. Eksplan diletakkan telungkup pada

media kokultivasi, kemudian diinkubasikan selama 2 hari pada kondisi gelap.

Subkultur pada media inisiasi tunas. Setelah eksplan dikokultivasi

kemudian disubkulturkan pada media MS padat yang ditambah BA 1 mg L-1,

Cefotaxime 300 mg L-1, dan amonium glufosinat sesuai dengan perlakuan percobaan

(2 taraf konsentrasi amonium-glufosinat 0 dan 3 mg L-1). Eksplan ditanamkan

nmiring dengan sudut 120 0C, permukaan adaksial menghadap ke atas dan buku

kotiledon (bagian yang dicacah) berada di bawah permukaan media.

Subkultur pada media pemanjangan dan pengakaran tunas . Setelah 6

minggu dalam media inisiasi tunas, kalus pada permukaan bawah eksplan dipotong,

kotiledon yang sudah menguning dibuang. Tunas atau bakal tunas yang tumbuh

dipindahkan ke media MS padat yang ditambahkan BA 0,4 mg L-1, IBA 0,5 mg L-

1 , asparagin 50 mg L-1, dan cefotaxim 300 mg L-1. Planlet yang sudah berakar

diaklimatisasi dan yang tumbuh ditanam di lapangan.

Variabel yang diamati pada percobaan ini adalah (1) Persentase eksplan yang

menghasilkan mata tunas dan tunas pada eksplan tanpa perlakuan inokulasi, diamati

umur 30 hari setelah eksplan dikulturkan pada media inisiasi tunas (30 hsi.); (2)

Persentase eksplan yang menghasilkan mata tunas dan tunas hasil inokulasi, diamati

umur 30 hari setelah eksplan dikulturkan pada media seleksi dan inisiasi tunas (32

hari setelah inokulasi); (3) Rata-rata jumlah tunas yang diduga transgenik per eksplan,

diamati umur 30 hari setelah tanam pada media pengakaran (60 hari sejak inisiasi

tunas hsi-1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan persentase eksplan yang membentuk tunas pada

umur 30 hari sejak inisiasi tunas (Tabel 1), eksplan 2 varietas kedelai yang tidak

diinokulasi dengan Agrobacterium ternyata tidak dapat membentuk tunas pada

konsentrasi amonium-glufosinat 3 mg L-1 . Hal ini mengindikasikan, bahwa pada

7

Page 8: Makala h

konsentrasi 3 mg L-1 tersebut amonium-glufosinat efektif digunakan untuk menyeleksi

tunas transgenik. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Zang et al.(1999),

bahwa konsentrasi amonium-glufosinat yang efisien untuk media seleksi tunas

kedelai transgenik adalah 3-5 mg L- 1 media. Pardal (2004) juga melaporkan,

bahwa eksplan kotiledon muda varietas Wilis nontransformasi yang dikulturkan pada

media MS yang mengandung amonium-glufosinat 3 mg L-1 tidak ada yang

membentuk embrio somatik atau tunas (hampir semua eksplan mati), namun eksplan

yang ditumbuhkan pada media tanpa amonium- glufosinat dapat tumbuh baik dan

menghasilkan embrio somatik yang banyak. Oleh sebab itu Pardal (2004)

berpendapat herbisida Basta yang mengandung amonium-glufosinat 3 mg per liter

media cukup efektif untuk menyeleksi sel-sel kedelai transgenik.

Tabel 1. Persentase eksplan yang membentuk mata tunas, tunas, dan rata-rata jumlah tunas per eksplan pada 2 taraf konsentrasi amonium-glufosinat, tanpa perlakuan inokulasi/kokultivasi dengan Agrobacterium.

Keterangan : *) Umur 30 hari sejak inisiasi tunas, **) Umur 60 hari sejak inisiasi tunas

Gambar 1. Pertumbuhan tunas pada media seleksi dan nonseleksi.

8

Page 9: Makala h

Tabel 2. Persentase eksplan yang membentuk mata tunas, tunas, dan rata-rata jumlah tunas per eksplan hasil inokulasi/kokultivasi pada media seleksi dan nonseleksi

Keterangan : *) umur 30 hari sejak inisiasi tunas, **) umur 60 hari sejak inisiasi tunas

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang

diinokulasi dengan Agrobacterium strain EHA101, eksplan kedua varietas yang

dikulturkan pada media nonseleksi (amonium-glufosinat 0 mg L-1), pada umur 5 hari

sejak inisiasi tunas mulai memperlihat kan gejala pertumbuhan dan pembentukan

mata tunas. Eksplan tampak membesar, mata tunas mulai muncul ukuran kira-kira

1-2 mm. Pada umur 9 hari sejak inisiasi tunas, eksplan varietas Sinabung yang

ditumbuhkan pada media nonseleksi 63,5% sudah membentuk mata tunas dan pada

media seleksi hanya 19,2% eksplan membentuk mata tunas. Pada varietas Ijen,

eksplan yang dikulturkan pada media nonseleksi membentuk mata tunas 73,1%

dan pada media seleksi belum ada yang membentuk mata tunas (data tidak

disajikan). Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan yang menghasilkan mata

tunas dan tunas pada umur 30 hari sejak inisiasi tunas, serta rata-rata jumlah tunas per

eksplan setelah diinokulasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens

EHA101(Tabel 2).

Persentase eksplan yang mampu membentuk tunas pada media seleksi

(transgenic putatif) adalah 5,8% untuk varietas Ijen dan 19,2% untuk varietas Sinabung

(Tabel 2). Namun tunas-tunas transforman putatif ini tidak mampu bertahan hidup

setelah dipindahkan ke media pemanjangan tunas karena medianya ditumbuhi bakteri.

Pada percobaan ini terdapat perbedaan persentase eksplan membentuk tunas

transgenik (putatif) pada kedua varietas, hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan genotipe pada kedua varietas. Walaupun demikian effisiensi transformasi

yang diperoleh varietas Sinabung lebih tinggi daripada effisiensi sebesar 16,4% yang

dilaporkan Olhoft et al.(2002). Effisiensi transformasi yang diperoleh varietas Ijen

9

Page 10: Makala h

5,8% masih berada dalam kisaran effisiensi transformasi 2,6%— 6,5% yang diperoleh

lima varietas kedelai nasional yang dilaporkan Utomo (2004). Dapat disimpulkan

bahwa prosedur transformasi genetik yang digunakan dalam penelitian ini (Zhang et

al., 1999; Clemente et al.,2000 yang dimodifikasi) cukup efisien untuk transformasi

genetik varietas Ijen dan Sinabung.

Tunas yang terbentuk pada media seleksi (yang mengandung amonium-

glufosinat) berukuran lebih kecil (kerdil) daripada tunas yang terbentuk pada media

nonseleksi. Pada media nonseleksi tunas tampak normal dan subur (Gambar 1).

Sejak eksplan dikulturkan pada media inisiasi tunas sampai eksplan berumur 56 hari

sejak inisiasi tunas, pada media nonseleksi tidak ada media kultur yang ditumbuhi

bakteri dan beberapa tunas sudah tampak berakar. Berbeda dengan eksplan yang

ditumbuhkan pada media seleksi, sampai umur 45 hari sejak inisiasi tunas pada media

seleksi belum ditumbuhi bakteri, namun setelah itu bakteri mulai berkembang,

walaupun eksplan segera disubkulturkan ke media yang baru (nonseleksi) dan

dengan penambahan antibiotic cefotaxim 400 mg L-1 eksplan tidak dapat tumbuh

normal kembali karena pada media yang baru bakteripun tetap tumbuh. Eksplan dan

tunas yang terbentuk hanya dapat hidup sampai umur 56 hari

sejak inisiasi tunas.Berkembangnya bakteri pada media seleksi setelah kultur berumur 42 hari

sejak inisiasi tunas diduga (1) disebabkan berkurangnya aktivitas antibiotik akibat

adanya senyawa yang terkandung dalam herbisida Basta, sehingga pada awal kultur

sampai umur 35 hari sejak inisiasi tunas, antibiotik hanya mampu menonaktifkan

bakteri, kemudian aktivitas bakteri meningkat kembali; (2) antibiotik yang diberikan

kurang tepat untuk membunuh bakteri, baik dalam konsentrasi maupun jenis

antibiotik yang digunakan sehingga bakteri dapat mengalami mutasi; (3) adanya

senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan yang mati (umur 21—30 hari sejak

inisiasi tunas) yang dapat menetralisir atau mengurangi aktivitas

antibiotik yang diberikan. Clemente et al. (2000), menggunakan campuran antibiotik

ticar, cefotaxime, dan vancomycin ke dalam media inisiasi tunas untuk membunuh

Agrobacterium setelah eksplan dikokultivasi.

10

Page 11: Makala h

Gambar 2. Planlet hasil kokultivasi dari media nonseleksi yang siap diaklimatisasi, umur

74 hari sejak inisiasi tunas.

Gambar 3. Tanaman hasil kokultivasi yang dikulturkan pada media nonseleksi

(berasal dari varietas Ijen) pada 3 stadia umur.

Jumlah eksplan/planlet varietas Ijen hasil transformasi dari media nonseleksi

yang siap diaklimatisasi (sudah berakar) diperoleh 13 planlet (Gambar 2) dan jumlah

tanaman yang dapat diselamatkan sampai panen hanya 4 tanaman (Gambar 3). Dari

percobaan ini ternyata tunas yang terbentuk dari eksplan kedua varietas kedelai masih

sulit membentuk akar, terutama varietas Sinabung, tidak ada planlet yang dapat

diselamatkan menjadi tanaman yang menghasilkan biji yang viabel. Hal yang sama juga

11

Page 12: Makala h

dikemukakan oleh Townsend and Thomas (1996), bahwa permasalahan pada kultur

kedelai secara in vitro adalah tunas yang terbentuk dari eksplan sangat sulit

mengeluarkan akar, oleh karena itu perlu dicari metode regenerasi yang efektif untuk

meningkatkan proporsi tunas membentuk akar. Pardal (2004) menyatakan

tanaman kedelai bersifat rekalsitran (sulit diregegenerasikan), sehingga

keberhasilan regenerasi dari eksplan kedelai yang telah ditransformasi sangat

rendah. Akibatnya masih sulit mendapatkan tanaman kedelai hasil transformasi.

Metode yang berhasil digunakan pada kultivar kedelai tertentu belum menjamin

keberhasilan untuk kultivar kedelai yang berbeda.

12

Page 13: Makala h

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.

Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan

berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril)

2. Herbisida (dari bahasa inggris herbicide) adalah senyawa atau material

yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas

tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma).

3. GMO (Genetically Modified Organism) merupakan makhluk hidup yang

direkayasa secara genetika. GMO merupakan makhluk hidup yang materi

genetiknya telah dibuat atau dimodifikasi, dirancang ulang atau dibangun

kembali sehingga sifat-sifatnya bisa berubah atau makhluk hidup tersebut

dapat memiliki kemampuan baru.

4. Berdasarkan persentase eksplan membentuk tunas, walaupun tunas yang

terbentuk tidak mampu berkembang menjadi tanaman, diperoleh tunas

transgenik putatif varietas Sinabung 19,2% dan varietas Ijen 5,8%. Dari

penelitian ini diperoleh 4 tanaman hasil kokultivasi yang tidak melalui media

seleksi yang berhasil diaklimatisasi hingga menghasilkan biji yang

variabel.

13

Page 14: Makala h

DAFTAR PUSTAKA

Melilia. 2009. Bahaya Pangan GMO. Online athttp://melilea-jakarta.blogspot.com/2008/11/bahaya-pangan-gmo.html. [20 oktober 2009].

Wikipedia. 2009. Online at http://id.wikipedia.org/wiki/Herbisida. [20 Oktober 2009]

Petani Berdasi. 2009. Kedelai. On line at http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://1.bp.blogspot.com.

[20 Oktober 2009]

Marveldani, M Barmawi, K Setiawan & SD Utomo. Pengembangan Kedelai

Transgenic yang Toleran Herbisida Ammonium Glufosinat Dengan

Agrobacterium. Jurnal akta agrosia 10 (1): 49-55.

14