majalah kiprah vol 83 th xvii | september 2017 · berbasis masyarakat (sanimas), pengembangan...

72
1 MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Upload: others

Post on 04-Mar-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

1

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Page 2: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

2

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Page 3: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

3

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

NUANSA

SAAT INI Pemerintah telah memulai perencanaan konsep mewujudkan hunian layak dan terjangkau, dimana Pemerintah pun menyusun strategi demi mengurangi

dampak dari arus urbanisasi yang semakin meningkat.Dalam KIPRAH edisi Hari Habitat ini, mengulas berbagai hal terkait upaya terwujudnya

Hunian Layak dan Terjangkau di Indonesia oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya. Menurut Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah

harus terjalin kuat demi mengantisipasi dampak urbanisasi. Tujuan utamanya ialah untuk

bersama-sama mewujudkan perkotaan yang layak huni berdasarkan konsep pembangunan

inovatif, kreatif, dan terpadu sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Ada beberapa upaya yang dinilainya menjadi kunci untuk menjawab tantangan tersebut.

“Upaya tersebut yaitu melalui peningkatan layanan infrastruktur dasar pemukiman, air mi-

num dan sanitasi layak,” kata Basuki.

Terkait itu, Kementerian PUPR menggelar Peringatan Hari Habitat Dunia 2017 dengan

tema “Mewujudkan Rumah yang Terjangkau” dan Hari Kota Dunia (HKD) 2017 yang ber-

tema “Inovasi Kepemerintahan Menuju Terwujudnya Kota Bagi Semua”.

Kementerian PUPR terus memacu pembangunan rumah untuk Masyarakat Berpengha-

silan Rendah (MBR). Salah satunya ialah dengan mendorong para pengembang untuk lebih

aktif dalam membangun rumah bersubsidi dalam Program Satu Juta Rumah. Basuki mema-

parkan, ketersediaan rumah layak huni dan terjangkau di perkotaan menjadi tantangan yang

dihadapi kota-kota di Indonesia.

Simak pula hal terkait Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), yang merupakan bagian dari program 100-0-100, yakni 100 persen ketersediaan air bersih, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen ketersediaan akses sanitasi sehat. Dipaparkan pula perkembangan program Ditjen Cipta Karya terkait Upaya terwujudnya Kota Cerdas, yaitu Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals) pembangunan berkelanjutan).

Selain itu, bagaimana kesigapan Kementerian PUPR dalam menangani bencana alam, seperti melakukan pendistribusian berbagai perlengkapan air minum untuk membantu memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi para pengungsi akibat meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Agung di Bali dapat dilihat pada rubrik Aktualita. Pada rubrik yang sama, ditampilkan pula bagaimana prestasi Kementerian PUPR meraih penghargaan Konservasi Energi diraih pada acara Anugerah Energi Lestari 2017 yang di gelar oleh Majalah GATRA.

Simak bagaimana kinerja Ditjen Cipta Karya dalam dua tahun siap meresmikan berbagai infrastruktur, terkait Pos Perbatasan, Kawasan Strategis, Kawasan Hijau, berbagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadau (TPST) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) diberbagai kota, dan penyediaan air minum melalui peningkatan kapasitas Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Seberapa besar upaya pemerintah mewujudkan Kota Cerdas tidak akan dengan mudah terwujud tanpa adanya dukungan langsung dari Masyarakat. Mari bersama bahu membahu wujudkan Kota Layak Huni di Indonesia. Salam Infrastruktur. n

MEWUJUDKAN HUNIAN

LAYAK DAN TERJANGKAU

DI INDONESIAREDAKSI KIPRAH

Page 4: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

4 Daftar isi

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

12LAPORAN UTAMA MENJAGA HABITAT

DUNIA MENJADI

LAYAK HUNI

n Kolaborasi Wujudkan Kots Layak Huni hal 15

n Bahu Membahu Menata

Kawasan Kumuh Kota hal 19

n Program Sanitasi Berbasis Masyarakat

Terus Ditingkatkan hal 22

LAPORAN UTAMA

Redaksi Majalah KIPRAH menerima kiriman artikel, atau tulisan lain yang (1) bersifat populer dan (2) sesuai dengan isi Majalah KIPRAH. (3) Panjang tulisan minimal 400 kata, maksimal 1600 kata. (4) Pengiriman naskah dapat dilakukan melalui email ke [email protected], disertai dengan data diri berupa biografi singkat dan alamat, nomor telepon, fax atau E-mail (bila ada). (5) Naskah yang tidak dimuat biasanya tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis. (6) Redaksi berhak melakukan perubahan naskah tanpa mengubah isi dari tulisan.

Dewan Redaksi: Anita Firmanti • Danis H Sumadilaga • Arie Setiadi Moerwanto Pemimpin Umum: Endra S Atmawidjaja Pemimpin Redaksi: Wara Novella Redaktur Pelaksana:

Arif Fajar Redaksi: Krisno Yuwono • Bimo A • Djoko Karsono • Mirah N • Warjono • A B Hartati • Gustav S • A Mukmin Editor: Santi I Astuti • Wayan Yoke • Sri Rizqi G • Anisah B Desain/

Artistik: E Prananta • Hedi Hardiyansyah • Rangga • Amelia Fotografer: Odhy A • Andika • Agus Iwan S Sekretaris: Juariah

• Giantry • Umi Fatimah S • Fitria MP Kontributor: Djadjuri Luciana R • Asep Kurniawan • Warsono Sirkulasi/Distribusi:

Karina • Nadi Tarmadi • Yusron • Anas • Arifin Diterbitkan oleh:

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Alamat:

Biro Komunikasi Publik, Gedung Utama Lt.4 Jl Pattimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 Telp./Fax: 021-725 1538, 021-724 8932 e-mail: [email protected]

@KemenPU

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

@kemenpupr KemenPU

Page 5: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

5

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

25

n Kejar Asa Meraih 100-0-100 hal 28

n Penataan Kota dan Sanitasi

Demi Mencapai SDG’s hal 30

n Terus Lakukan Penataan

Kawasan di Penjuru Nusantara hal 32

n Apa Kata Mereka hal 36

LAPORAN UTAMA

LAPORAN UTAMA PROGRAM PISEW

ATASI KETIMPANGAN

INFRASTRUKTUR

Page 6: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

6 Daftar isi

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

40LAPORAN UTAMA PRESERVING THE WORLD

HABITAT TO BECOME LIVABLE

n Collaboration Creates Livable City hal 43

n Help Each Other to Upgrading

the Urban Slums hal 47

n Community-Based Sanitation Program

Continues to improve hal 50

LAPORAN UTAMA

Page 7: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

7

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

53

n Chasing the Hope to Reach 100-0-100 hal 58

n Urban and Sanitation Planning to

Achieve SDG’s hal 60

n Continues in Conducting Regional

Structuring Throughout the

Archipelago hal 62

n What they say hal 64

LAPORAN UTAMA

LAPORAN UTAMA PROGRAM OF REGIONAL

SOCIO-ECONOMIC

INFRASTRUCTURE

DEVELOPMENT (RSEID/

PISEW) OVERCOMES

INFRASTRUCTURE

INEQUALITY

Page 8: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

8 Daftar isi

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

66

46

LEGISLATIF KUNJUNGAN KERJA KOMISI V

DPR RI KE SULAWESI UTARA

SELINGAN REVITALISASI KERATON

KASUNANAN SURAKARTA

n Komisi V DPR RI Lakukan

Kunjungan Kerja Ke Sidoarjo hal 67

nKampus PUPR Raih Penghargaan

Konservasi Energi di Anugerah

Energi Lestari 2017 hal 48

LEGISLATIF

Page 9: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

9

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

10

69 JENDELA MANFAATKAN

DARI ALAM

SEKITAR

n Green Growth

Tren Pembangunan Kedepan hal 10

n Sosialisasi Elektronifikasi

Mendapat Sambutan Positif

dari Masyarakat hal 11

LINTAS INFO

70KARIKATUR

Page 10: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

10

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

yaitu gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan gagasan

keterbatasan yang bersumber pada kondisi dan organisasi

sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi

kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Di sisi lain, Dirjen Cipta Karya, Kementerian PUPR, Sri

Hartoyo yang hadir dalam kesempatan tersebut mengata-

kan bahwa seiring dengan peringatan Hari Habitat Dunia

Tahun 2017 yang mengambil tema Housing Policies: Affor-

dable Homes, ada prinsip untuk menerapkan bangunan

hijau yang tidak hanya slogan saja tetapi harus diterapkan

di lapangan.

“Salah satu prinsip bangunan hijau adalah harus meme-

nuhi penghematan energi, air dan adanya pengelolaan sam-

pah yang baik. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang

berat dan merupakan tugas kita bersama dalam rangka me-

menuhi kebutuhan rumah layak huni, terjangkau dan da-

lam rangka pembangunan yang berkelanjutan,” ungkap Sri

Hartoyo.

Adapun penghargaan terkait Green Property Award 2017

diberikan kepada para pengembang yang telah berhasil

menerapkan 11 prinsip pembangunan properti hijau yaitu:

Smart Green Planning Design, Smart Green Open Source,

Smart Green Transportation, Smart Green Waste, Smart

Green Water, Smart Green Building, Smart Green Energy,

Smart Green Community, Smart Green Economy dan Smart

Green Developer. n

PEMBANGUNAN properti, termasuk perumahan

saat ini lebih didominasi oleh pendekatan utilitaria-

nisme yang hanya mementingkan fungsi dibanding-

kan pelestarian alam. Ke depan, pembangunan properti

sudah sepatutnya memperhatikan dan mempertahankan

lingkungan alami melalui pendekatan green property dan

penyiapan prasarananya melalui pendekatan green infras-

tructure (infrastruktur hijau). Hal tersebut diungkapkan

oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Perumahan,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

(PUPR), Lana Winayanti dalam acara Green Property Award

2017 yang diselenggarakan oleh Majalah Housing Estate di

Jakarta, akhir September lalu.

Pembangunan berbasis Green Growth, ujar Dirjen Pem-

biayaan Perumahan, Lana Winayanti, sangat penting untuk

direalisasikan bagi pembangunan kota-kota di Indonesia

mengingat adanya agenda global dan agenda nasional untuk

membangun perkotaan secara berkelanjutan. “Kementerian

PUPR juga berkontribusi dalam mengimplementasikan New

Urban Agenda atau Agenda Baru Perkotaan khususnya da-

lam pembangunan infrastrukur yang berkelanjutan,” ung-

kapnya.

Pembangunan yang berkelanjutan adalah proses pem-

bangunan yang mempunyai prinsip memenuhi kebutuhan

generasi masa kini tanpa mengurangi atau bahkan mengor-

bankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Pem-

bangunan berkelanjutan mengandung dua gagasan penting

Green GrowthTren Pembangunan Kedepan

TEKS DIIREKTORAT PEMBIAYAAN PERUMAHAN

Lintas info

Page 11: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

11

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

PRESIDEN RI, Joko Widodo menegaskan, peng-

operasian pembayaran tarif tol dengan mengguna-

kan kartu e-toll (nontunai) merupakan salah satu

instrumen bagi pemerintah dalam meningkatkan pelayanan

kepada para pengguna jalan tol..

“Dengan diterapkannya pembayaran berbasis elektronik

tersebut, pelayanan transaksi pembayaran di gerbang tol da-

pat lebih cepat sehingga diharapkan semakin menambah

kenyamanan perjalanan para pengguna jalan.

“E-toll ini untuk memperbaiki pelayanan kita untuk

mempercepat pelayanan sehingga tidak ada yang nama-

nya macet di depan gerbang. Yang kita inginkan itu ke de-

pan seperti itu,” ujarnya beberapa waktu lalu Probolinggo

menanggapi pemberlakukan transaksi non tunai di seluruh

pintu tol per 31 Oktober.

Presiden menjelaskan, hampir semua negara saat ini

juga sudah memulai upaya untuk beralih pada pembayaran

nontunai dalam transaksi pembayaran.

“Semua negara juga melakukan hal yang sama. Kita kan

maunya maju, bukan mundur,” sambungnya.

Meski demikian, pemerintah tidak menutup mata terha-

dap masih adanya sejumlah pengguna jalan tol yang belum

siap maupun belum terbiasa dengan kebijakan ini. Maka

itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rak-

yat (PUPR) tetap menyediakan satu pintu gerbang tol yang

bisa melayani transaksi tunai maupun nontunai saat pem-

berlakuan transaksi nontunai jalan tol mulai 31 Oktober

2017 kemarin.

Presiden menyadari, mengubah kebiasaan masyarakat

dari transaksi tunai menjadi nontunai tidak bisa dilakukan

secara langsung. Namun, ia juga mengingatkan, ke depan-

nya masyarakat diharapkan dapat membiasakan diri dalam

mendukung program pemerintah menuju Gerakan Nasio-

nal Non Tunai (GNNT).

“Ini kan ada masa transisi, tidak bisa langsung berubah.

Tapi ke depan harus (berubah), karena ini untuk pelayanan

dan kecepatan,” tutupnya.

Sebagian pengguna jalan tol sendiri menyambut baik

pemberlakuan transaksi non tunai di pintu tol karena bisa

mempercepat waktu transaksi. “Kalo semua pakai e-toll

kan antriannya bisa lebih cepat”, ujar Andy (43) seorang

pengguna tol yang sempat dimintai komentarnya oleh

KIPRAH beberapa waktu lalu. n

Sosialiasi Elektronifikasi Mendapat Sambutan Positif di Masyarakat

TEKS BIRO KOMUNIKASI PUBLIK

Lintas info

Page 12: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Taman Ramah GenderFoto oleh : Ismail Abd. Muttalib,

Juara 3 Lomba Foto Hari Habitat Nasional

12

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

TANTANGAN pemenuhan

kebutuhan perumahan

dan permukiman layak

huni tidak hanya dihadapi

Indonesia, namun juga negara lain

di dunia. Menghadapi kenyataan itu,

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menetapkan setiap Senin pertama

Oktober diperingati sebagai Hari

Habitat Dunia (HHD). Penetapannya

dilakukan Majelis Umum PBB mela-

lui Resolusi 40/202 tertanggal 17 De-

sember 1985.

Peringatan HHD ini ditujukan

untuk mengingatkan dunia akan

pentingnya pemenuhan kebutuhan

perumahan dan permukiman yang

layak huni untuk semua lapisan ma-

syarakat, serta meningkatkan tang-

gung jawab bersama untuk masa de-

Menjaga Habitat Dunia Menjadi Layak Huni

Laju urbanisasi ke perkotaan kian tinggi dan tak terhindarkan.

Tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan

adaptif diharapkan dapat mewujudkan kota yang

nyaman, aman, layak huni, dan berkelanjutan

bagi penduduknya.

Page 13: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

13

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Menjaga Habitat Dunia menjadi Layak Huni

pan habitat manusia yang lebih baik.

Dalam sambutannya pada pem-

bukaan acara diskusi panel dalam

rangka Hari Habitat Dunia dan Hari

Kota Dunia 2017, di bulan Oktober,

Menteri Pekerjaan Umum dan Peru-

mahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadi-

muljono mengatakan bahwa dalam

konsep ‘‘kota terbuka’’ menurut Ins-

titute fot The Future, memiliki 5 stra-

tegi penting. Strategi tersebut yaitu

pertama, Participation dimana akses

terhadap data dan ruang fisik akan

menciptakan kesempatan yang be-

sar bagi seluruh elemen masyarakat.

Kedua, Shareability, kota memung-

kinkan masyarakat untuk berbagi

data. Ketiga, kota terbuka mencipta-

kan ruang yang Adaptable, perubahan

demograsi dari kota akan mengubah

nilai masyarakat. Keempat, Equity,

yaitu mampu menciptakan ruang,

pelayanan, kesempatan, yang dapat

diakses oleh seluruh penghuni se-

bagai inti utamanya. Dan yang ter-

akhir, yaitu Co-Creation yang bersifat

bottom-up (dari bawah keatas) dan

bukan top-down (dari atas kebawah)

dalam desain dan perencanaan kota

masa depan.

“Pergeseran populasi aktivitas

perdesaan ke perkotaan diperkirakan

masih akan terus berlanjut, dimana

badan PBB memprediksikan bahwa

60 persen penduduk dunia akan hi-

dup di perkotaan pada tahun 2060,”

jelas Basuki kembali.

Senada dengan itu, Direktur Jen-

deral Cipta Karya, Kementerian

PUPR, Sri Hartoyo Dirjen Cipta Ka-

rya Kementerian PUPR, Sri Hartoyo

juga mengatakan bahwa dewasa ini

lebih dari setengah penduduk dunia

tinggal di perkotaan yang artinya te-

lah terjadi transformasi aktivitas dari

desa ke kota di sebagian besar bela-

han bumi. Pergeseran populasi ak-

tivitas perdesaan ke perkotaan diper-

kirakan masih akan terus berlanjut.

‘‘Badan dunia PBB memprediksikan

bahwa 60 persen penduduk dunia

akan hidup di perkotaan pada tahun

2060,’’ kata Sri Hartoyo usai per-

ingatan Hari Habitat Dunia dan Hari

Kota Dunia di Kementerian PUPR,

beberapa Waktu lalu.

Pertumbuhan penduduk dan

urbanisasi secara langsung akan

berdampak kepada meningkatnya

kebutuhan akan tempat tinggal. Pe-

rumahan menjadi salah satu elemen

dasar dalam urbanisasi, setidaknya

setengah dari lahan perkotaan digu-

nakan sebagai hunian bagi masya-

rakat perkotaan. Kegagalan dalam

penyediaan hunian yang layak bagi

warga kota tentunya akan berdampak

kepada keberlanjutan pembangunan

kota dan menimbulkan berbagai ma-

salah perkotaan seperti kemacetan

hingga permukiman kumuh..

Peringatan Hari Habitat dan Hari

Kota Dunia 2017 merupakan salah

satu bentuk komitmen dan kontri-

busi Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat dalam men-

gimplementasikan New Urban Agen-

da (NUA) atau Agenda Baru Perko-

taan. Pendekatan yang terintegrasi

dan holistik dalam perumahan akan

berkontribusi dalam pengentasan

kemiskinan dan peningkatan ke-

sejahteraan. ‘‘Kami mengharapkan,

rangkaian kegiatan Peringatan Hari

Habitat dan Hari Kota Dunia 2017

yang meliputi lomba fotografi, pa-

meran, dan diskusi dapat memberi-

kan kontribusi dalam mewujudkan

pembangunan kota yang tangguh,

Sambutan oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono

pada Diskusi Panel Hari Habitat Dunia dan

Hari Kota Dunia 2017

Page 14: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

14

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

inklusif dan berkelanjutan,’’ kata Sri

Hartoyo.

Beberapa program pun telah diga-

gas. Untuk program berbasis masya-

rakat, Direktorat Jenderal (Ditjen)

Cipta Karya mempunyai sejumlah

program, yaitu Kota Tanpa Kumuh

(KOTAKU), Sanitasi Berbasis Masya-

rakat (Sanimas), Penyediaan Air Mi-

num dan Sanitasi Berbasis Masyara-

kat (Pamsimas), dan Pengembangan

Infrastruktur Sosial Ekonomi Wila-

yah (PISEW).

“Karena ada juga daerah perkotaan

yang tidak bisa dijangkau oleh infra-

struktur yang dikelola oleh lembaga

formal tadi dan ini kita coba dengan

pembangunan infrastruktur ber-

basis masyarakat, misalnya dengan

program KOTAKU yaitu kota tanpa

kumuh,” imbuhnya.

Selain program itu, Kementerian

PUPR dalam Rencana Strategi 2015-

2019 juga mempunyai sasaran pem-

bangunan kawasan permukiman dan

pembangunan kota. Sasaran pem-

bangunan kawasan permukiman

diwujudkan dalam gerakan 100-0-

100 yakni target 100 persen akses

air minum aman, 0 persen kawasan

kumuh permukiman, dan 100 persen

akses sanitasi layak pada 2019 men-

datang.

Hingga pelaksanannya tahun ini,

capaian akses air minum aman te-

lah mencapai 71,14 persen, penataan

kawasan kumuh perkotaan telah

mencapai 21 persen dari total luasan

38.431 hektar. Sementara untuk

capaian nasional, sanitasi layak yang

terdiri dari air limbah sebesar 67,20

persen, persampahan 86,73 persen,

dan drainase sebesar 58,85 persen.

Sri Hartoyo menilai, agar pena-

nganan penataan kawasan perkotaan

ini sesuai yang diharapkan, perlu

adanya komitmen Pemerintah Dae-

rah dan pelibatan atau partisipasi

aktif masyarakat serta pemangku ke-

pentingan lainnya untuk membantu

menyukseskan setiap tahapan yang

dikerjakan. “Karena tanpa adanya ke-

pedulian masyarakat, maka program

ini tidak akan dapat berjalan dengan

optimal,” pungkasnya.

Pusat Penyelenggaraan Berkaca dari sejarahnya, Hari

Habitat pertama diselenggarakan

pada 1986 silam yang dipusatkan di

Nairobi, Kenya, dengan tema “Ru-

mah adalah Hak Saya” (Shelter is

my right). Selanjutnya, peringatan

ini setiap tahun diselenggarakan

dengan tema yang berbeda dise-

tiap negara. United Nation Habitat

sendiri menyelenggarakan Global

Observance yaitu pengamatan glo-

bal atas prakarsa peningkatan kua-

litas permukiman di kota terpilih

dan penghargaan (Habitat Scroll of

Honour) kepada perorangan atau

organisasi yang berjasa dan dapat

menjadi teladan pengembangan

permukiman.

Indonesia pun pernah dua kali

didaulat menjadi pusat penyeleng-

garaan hari habitat. Pada 1989 de-

ngan tema “Rumah, Kesehatan

dan Keluarga” dan kemudian pada

2005 dengan tema “Tujuan Pe-

ngembangan Milenium (MDG) dan

Kota”.

Tak hanya peringatan saja, du-

nia juga ikut membahas tentang

perkembangan perumahan, per-

mukiman dan kota yang semakin

berubah. Berbagai persoalan ini ke-

mudian dibahas dalam pertemuan

tingkat dunia yaitu Konferensi

Habitat, sebuah forum bagi nega-

ra-negara yang memiliki kepedu-

lian akan permasalahan perkotaan.

Konferensi Habitat I diadakan

pada 1976 di Vancouver, Kanada

dengan tema Hunian yang Layak

Bagi Semua. Kemudian, pada 1996

diadakan juga Konferensi Habitat

II di Istanbul Turki dengan tema

Pemukiman yang Berkelanjutan

di Dunia yang Semakin Mengkota.

Sementara, Konferensi Habitat III

digelar di Quito, Ekuador pada 17 –

20 Oktober 2016 lalu dengan tema

‘Housing at The Centre’. Sementara,

untuk 2017 ini, Tema Hari Habitat

Dunia adalah ‘‘Housing Policies: Af-

fordable Homes’’.n

Kawasan kumuh di pinggir rel kota Jakarta.

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 15: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Ruang publik di Kelurahan Ngampilan, Yogyakarta

15

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Kolaborasi Wujudkan Kota Layak Huni

KolaborasiWujudkan Kota Layak Huni

KEPADATAN penduduk

di kawasan perkotaan di

Indonesia kian tinggi.

Derasnya arus urbanisasi

yang membuat wajah kota berubah

dan dipenuhi banyaknya bangunan

permukiman. Alhasil, sesaknya

kehidupan di kota berujung men-

ciptakan ketidaknyamanan warga-

nya. Secara perlahan namun pasti,

fenomena tersebut memunculkan

tantangan baru seperti munculnya

kawasan kumuh di beberapa area,

degradasi lingkungan, kesenjangan

sosial hingga tingkat kriminalitas

yang tinggi.

Berdasarkan perkiraan lima ta-

hunan dari Badan Pusat Statistik,

pada 2015 setidaknya 53,3 persen

penduduk Indonesia memilih ting-

gal di kota. Laju itu perlahan terus

meningkat. Diperkirakan kenaikan

itu menjadi 56,7 persen pada 2020

mendatang. Menghadapi kenaikan

dan tantangan tersebut, Pemerin-

tah pun menyusun strategi demi

mengurangi dampak dari arus ur-

banisasi yang semakin meningkat.

Menteri Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki

Hadimuljono mengatakan kolabo-

rasi antara pemerintah pusat dan

daerah harus terjalin kuat demi

mengantisipasi dampak urbanisasi

tersebut. Tujuan utamanya ialah

untuk bersama-sama mewujudkan

perkotaan yang layak huni ber-

dasarkan konsep pembangunan

inovatif, kreatif, dan terpadu sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah

Pemerintah pusat berkolaborasi

dengan daerah guna menghadirkan

permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

Gagasan utamanya melalui penyediaan rumah

yang terjangkau, layanan air minum, sanitasi layak,

dan akses ruang publik.

Page 16: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

16

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

(RTRW).

Ada beberapa upaya yang dini-

lainya menjadi kunci untuk men-

jawab tantangan tersebut. “Upaya

tersebut yaitu melalui peningkatan

layanan infrastruktur dasar pe-

mukiman, air minum dan sanitasi

layak,” kata Basuki di Jakarta.

Terkait itu, Kementerian PUPR

menggelar Peringatan Hari Habitat

Dunia 2017 dengan tema “Mewu-

judkan Rumah yang Terjangkau”

dan Hari Kota Dunia (HKD) 2017

yang bertema “Inovasi Kepemerin-

tahan Menuju Terwujudnya Kota

Bagi Semua” di Jakarta, awal No-

vember ini.

Terkait peringatan itu, Kemen-

terian PUPR terus memacu pem-

bangunan rumah untuk Masyara-

kat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Salah satunya ialah dengan men-

dorong para pengembang untuk le-

bih aktif dalam membangun rumah

bersubsidi dalam Program Satu

Juta Rumah.

Basuki memaparkan, keterse-

diaan rumah layak huni dan ter-

jangkau di perkotaan menjadi tan-

tangan yang dihadapi kota-kota di

Indonesia. Semakin sempitnya la-

han di perkotaan mengakibatkan

tingginya harga tanah, sehingga

kaum urban memilih tinggal di

pinggir kota yang letaknya jauh

dari lokasi tempatnya bekerja.

Karena itu, ketersediaan rumah

yang terjangkau menjadi salah

satu solusi terhadap masalah per-

mukiman di perkotaan. Menurut

Basuki, dari tiga kebutuhan pokok

(sandang, pangan dan papan), baru

sandang yang terpenuhi dengan

baik. Sementara untuk pangan dan

papan, belum bisa terpenuhi kebu-

tuhannya secara maksimal.

Dalam penyediaan kebutuhan

“papan”, Pemerintah telah men-

canangkan Program Satu Juta Ru-

mah yang bertujuan mempercepat

pembangunan perumahan melalui

deregulasi berupa penyederhanaan

proses perijinan, pembangunan ru-

mah dan dukungan pembiayaan ke-

pemilikan rumah bagi MBR.

Melalui Program Satu Juta Ru-

mah, Pemerintah menargetkan 70

persennya merupakan rumah yang

diperuntukan bagi MBR dan 30

persen untuk Non MBR. Data per

23 Oktober 2017, capaian Program

Satu Juta Rumah mencapai 663.314

unit atau bertambah 39.970 unit

dibandingkan capaian September

sebanyak 623.344 unit. Dari jum-

lah tersebut, mayoritas rumah yang

terbangun diperuntukan bagi MBR

sebanyak 544.870 unit, sementara

rumah non MBR sebanyak 118.444

unit.

Rumah MBR yang dibangun

maupun direhabilitasi dengan ang-

garan Kementerian PUPR seba-

nyak 182.549 unit. Penyediaan itu

diperoleh melalui program pem-

bangunan rumah susun sewa (Ru-

sunawa), rumah khusus, bantuan

stimulan rumah swadaya dan dana

alokasi khusus bidang perumahan.

Jumlah itu ditambah lagi dengan

rumah MBR yang dibangun Peme-

Proses pengolahan sampah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 17: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

17

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

rintah Daerah sebanyak 148.180

unit, aksi sosial perusahaan (CSR)

118 unit, Izin Mendirikan Ba-

ngunan (IMB) sebanyak 40.038

unit, masyarakat sebanyak 75.451

unit, dan yang dibangun oleh para

pengembang sebanyak 96.968 unit.

Siap Berkomitmen Pembangunan perkotaan layak

huni dan berkelanjutan sejatinya ti-

dak hanya menjadi tanggung jawab

pemerintah pusat. Peran pemerin-

tah daerah juga menjadi acuan ke-

berhasilan pembangunan tersebut.

Karena itu, komitmen pun dijalin

untuk menguatkan sinergi kedua-

nya.

Direktur Jenderal Cipta Karya,

Direktorat Jenderal Cipta Karya,

Kementerian PUPR Sri Hartoyo,

mengatakan sudah menggandeng

27 kepala daerah di Indonesia yang

terdiri dari 24 kota dan 3 kabupaten.

Kota tersebut adalah Surabaya,

Balikpapan, Bogor, Pekanbaru,

Tanjung Pinang, Padang, Medan,

Malang, Palu, Kupang, Jayapura,

Banjarmasin, Ternate, Banda Aceh,

Yogyakarta, Palembang, Semarang,

Pekalongan, Palangkaraya, Mana-

do, Kendari, Tarakan, Ambon, dan

Sorong. Sementara ketiga kabu-

paten yakni Nunukan, Sumbawa

Barat, dan Sumbawa.

Sri Hartoyo menjelaskan, inti

dari komitmen ini merupakan ben-

tuk pelaksanaan amanat UU No-

mor 1 Tahun 2011 tentang Peru-

mahan dan Kawasan Permukiman,

serta melaksanakan kesepakatan

dunia tentang Pembangunan Ber-

kelanjutan dan Agenda Baru Perko-

taan yang bertujuan mewujudkan

kota yang inklusif, aman, tangguh

dan berkelanjutan.

Ada lima poin utama dalam ke-

sepakatan tersebut. Pertama, ber-

sama-sama dengan seluruh lapisan

masyarakat akan menyelenggara-

kan pembangunan kota dengan pe-

rencanaan dan penganggaran yang

transparan untuk mewujudkan

permukiman yang aman, tangguh

dan berkelanjutan untuk semua

tanpa terkecuali.

Kedua, berkolaborasi dengan

pemerintah pusat, provinsi, kabu-

paten/kota, dan seluruh masyara-

kat dalam rangka menyelenggara-

kan pembangunan perkotaan dan

kewilayahan yang inovatif, kreatif

dan terpadu, sesuai dengan Ren-

cana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Ketiga, secara pro-aktif dan ino-

vatif, menyediakan perumahan la-

yak dan terjangkau serta mening-

katkan kualitas dan mencegah

permukiman kumuh, melalui pe-

nyediaan infrastruktur dasar per-

mukiman, antara lain layanan air

minum aman, sanitasi layak, akses

pada ruang publik serta akses yang

menghubungkan masyarakat pada

fasilitas publik maupun fasilitas

lainnya untuk melaksanakan ke-

giatan produktif.

Keempat, secara pro-aktif dan

inovatif bersama dengan seluruh

warga kota melaksanakan per-

aturan bangunan gedung yang ter-

Kolaborasi Wujudkan Kota Layak Huni

Kampung Pelangi, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Page 18: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Jalan Pemandu bagi DisabilitasFoto oleh : Ismail ABD. Muttalib ,

Juara 1 Lomba Foto Hari Habitat Nasional

18

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

tib dan andal, serta semua peraturan

untuk perwujudan permukiman la-

yak, melalui perkuatan kapasitas unit

pengelola layanan permukiman un-

tuk pembangunan perkotaan berke-

lanjutan.

Kelima, penyataan akan memim-

pin segenap upaya penanggulangan

kemiskinan dalam rangka pemera-

taan pembangunan melalui pem-

bangunan perkotaan berkelanjutan

yang produktif dan tanggap terha-

dap perkembangan kota, berdasarkan

karakteristik, potensi wilayah, dan

pelestarian budaya lokal.

Sri Hartoyo menyatakan, semua

daerah tersebut telah berkomitmen

dan sangat siap dalam melakukan

penataan kota bila dibandingkan de-

ngan daerah lain. Kesiapan terebut

dalam hal program di masing-masing

wilayah dan anggaran untuk pena-

taan kawasan.

“Upaya penanganan kawasan

kumuh berjalan dengan adanya ko-

mitmen atau prakarsa, ketersediaan

anggaran pengelolaan, sampai pen-

dampingan masyarakat sehingga ikut

berpartisipasi aktif. Tanpa itu semua,

kegiatan penanganan kawasan ku-

muh tidak bisa dilakukan,” tandasnya.

Sri Hartoyo menambahkan, dae-

rah lain bisa saja ikut dalam komit-

men penyelenggaraan tata kota yang

layak ini. Asalkan, pemerintah daerah

telah siap dengan konsep dan imple-

mentasinya. Dengan begitu, pemerin-

tah pusat nantinya akan melakukan

pengawasan terkait pelaksanaan pro-

gram tersebut. “Memang pemerintah

daerah yang harus jadi nahkodanya

menciptakan tata kota yang layak dan

nyaman, karena mereka lebih paham

wilayah dan kultur masing-masing,”

pungkasnya. n

Page 19: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

19

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Bahu Membahu Menata Kawasan Kumuh Kota

Bahu Membahu Menata Kawasan Kumuh Kota

URBANISASI yang terjadi

saat ini tidak terkendali.

Bila menilik data pendu-

duk Indonesia dari perki-

raan Bank Dunia (World Bank), tahun

ini jumlahnya mencapai sekitar 255

juta jiwa. Sebanyak 54 persen populasi

di antaranya menghuni di perkotaan.

Bahkan, angka itu diperkirakan naik

menjadi 305 juta penduduk pada 2035

mendatang dengan sekitar 67 persen

di antaranya tinggal di perkotaan.

Tingginya kenaikan dan laju urba-

nisasi disinyalir mengakibatkan pe-

layanan prasarana dan sarana tidak

seimbang dengan jumlah penduduk.

Permasalahan ini pada akhirnya me-

nimbulkan permasalahan kumuh di

perkotaan. Kondisi demikian men-

dorong Pemerintah untuk menangani

perkotaan dan perdesaan harus meng-

gunakan pendekatan hubungan antar

kawasan perkotaan dan perdesaan

(urban-rural linkage).

Direktur Jenderal Cipta Karya, Sri

Hartoyo memaparkan, Pemerintah

berkomitmen sepanjang periode 2015-

2019 akan mengurangi permukiman

kumuh dan menyediakan permu-

kiman yang layak huni, produktif, dan

berkelanjutan. Program dan kegiatan

di perkotaan nantinya difokuskan

pada pencegahan dan peningkatan

kualitas permukiman kumuh.

Selain itu, upaya pencegahan juga

dilakukan untuk menekan tumbuh-

Pemerintah mendorong penataan kawasan

kumuh di seluruh penjuru nusantara melalui

KOTAKU. Ada belasan ribu kelurahan/desa yang

menjadi target sasaran program tersebut.

Taman Fatmawati, Wonosobo, Jawa Tengah

Page 20: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Perkampungan warga di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah

20

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

kembangnya kawasan permukiman

kumuh di perkotaan dan sekitarnya,

termasuk di antaranya mengurangi

laju urbanisasi. Di samping itu, pem-

benahan standar pelayanan infra-

struktur pemukiman pedesaan juga

diterapkan di kawasan peri-urban.

Sebagai perwujudan komitmen

tersebut, lanjut Sri Hartoyo, pihak-

nya menginisiasi program Kota

Tanpa Kumuh (KOTAKU). Program

ini merupakan bagian dari gerakan

100-0-100, yakni 100 persen keter-

sediaan akses air bersih, 0 persen

kawasan kumuh dan 100 persen ke-

tersediaan akses sanitasi sehat. Selain

itu, program penanganan kawasan

kumuh ini juga merupakan upaya

mendukung tercapainya target Sus-

tainable Development Goals (SDGs)

terkait akses terhadap air bersih dan

sanitasi layak.

Penerapan KOTAKU meliputi

National Slum Upgrading Program

(NSUP) dan Neighborhood Upgra-

ding Shelter Project Phase 2 (NUSP-2).

Sedangkan di kawasan peri-urban,

dilaksanakan program Regency Sett-

lement Infrastructure Development

(RSID). “KOTAKU sebagai platform

kolaborasi penanganan kumuh di wi-

layah perkotaan sudah dimulai sejak

2015. Kalau RSID, masih dalam tahap

penyiapan program,” jelas Sri Har-

toyo, di Jakarta, beberapa pekan lalu.

Sesuai dengan arah kebijakan Di-

tjen Cipta Karya, lanjut Sri Hartoyo,

semua pembangunan permukiman

dilakukan dengan membangun sis-

tem, fasilitasi pemerintah daerah

menjadi nakhoda dan pemberdayaan

masyarakat. Dengan begitu, sudah

seharusnya perlu koordinasi untuk

mengimplementasikan kedua pro-

gram tersebut.

Program KOTAKU dilaksanakan

di 11.067 kelurahan/desa di 269 kabu-

paten/kota yang tersebar di 34 pro-

vinsi. Total kawasan permukiman

kumuh yang berada Indonesia seluas

38.431 hektar, terdiri dari 23.473 hek-

tar berada di wilayah perkotaan dan

11.957 hektar di perdesaan. Semen-

tara, kata Sri Hartoyo, luas permu-

kiman kumuh di lokasi sasaran pro-

gram tersebut—berdasarkan Surat

Keputusan (SK) Kumuh yang ditetap-

kan oleh Kepala Daerah masing-ma-

sing kabupaten/kota—seluas 23.656

hektar.

Penanganan kawasan kumuh ini

sebenarnya sudah dilakukan oleh Di-

rektorat Jenderal Cipta Karya sejak

tahun 1999-2006 dengan nama Pro-

yek Penanggulangan Kemiskinan di

Perkotaan (P2KP). Kemudian, pada

tahun 2007-2014 program P2KP ber-

transformasi menjadi Program Na-

sional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri

Perkotaan). Setelah itu, sejak 2014

program tersebut bertransformasi

Page 21: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Tanaman Pot untuk penghijauan sekaligus pengaman di sepanjang

Sungai Cidongkol , Tasikmalaya

21

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

menjadi Program Penanganan Kawa-

san Kumuh Perkotaan (P2KKP).

Dukungan Dana Berdasarkan data yang ada, sum-

ber pembiayaan KOTAKU berasal dari

pinjaman luar negeri lembaga donor,

yaitu Bank Dunia (World Bank) sebe-

sar US$433 juta, Islamic Development

Bank Group (IDB) senilai US$329,76

juta, dan Asian Infrastructure Invest-

ment Bank (AIIB) US$74,4 juta.

Kendati demikian, jumlah ku-

curan dana ketiga bank itu dipastikan

tidak akan mencukupi. Karena itu,

sumber pembiayaan tersebut bukan-

lah satu-satunya. Program ini juga

mewajibkan dukungan dan komit-

men dari daerah melalui alokasi dana

APBD provinsi dan kabupaten/kota.

Selain itu, kebutuhan dana lainnya

dapat diperoleh dengan melibatkan

pihak lainnya yaitu dana swasta me-

lalui Corporate Social Responsibility

(CSR) serta bantuan swadaya masya-

rakat.

Selama periode 2015-2016, komit-

men swadaya untuk program Kota

Tanpa Kumuh (KOTAKU) mencapai

kisaran 10-15 persen. Sementara, ko-

mitmen pemerintah daerah dan pi-

hak swasta mampu mengisi sam-

pai dengan 50 persen pembiayaan

penanganan kumuh, baik untuk ke-

giatan infrastruktur maupun sarana

pendukung lainnya (ekonomi, sosial,

dan pelatihan).

Salah satunya penerapan program

KOTAKU, dilaksanakan di Kelu-

rahan Pisangan Timur, Jakarta Timur.

Kawasan ini memang termasuk dalam

prioritas penanganan kawasan per-

mukiman kumuh perkotaan. Permasa-

lahan kumuh dalam kawasan ini terdi-

ri dari kondisi bangunan, aksesibilitas

kawasan, drainase, layanan air minum,

air limbah, pengolaan persampahan,

serta pengamanan kebakaran.

Saat kunjungan beberapa bulan lalu,

Presiden IDB, Bandar Al Hajjar dan

rombongan melihat secara langsung

usaha dan kegiatan yang dilakukan ke-

lompok masyarakat antara lain PAUD

Anggrek 014, Kelompok Swadaya Ca-

mar Putih. Kegiatan yang dilakukan

di antaranya, memproduksi kerajinan

tangan dari limbah kertas dan plastik,

usaha susu kedelai dan sirup entris.

Adapun kegiatan infrastruktur yang

dikerjakan adalah pembuatan plat pe-

nutup saluran air/selokan dan saluran

hujan tertutup.

“Senang bisa membantu dan bekerja

sama dengan Pemerintah Indonesia di

proyek ini. Ini adalah tugas kami untuk

membina pembangunan sosial eko-

nomi di negara-negara anggota IDB.

Dukungan dana IDB hingga kini men-

capai US$7 miliar. Sedangkan untuk

program KOTAKU, kami siap bantu

sebesar US$800 juta untuk seluruh In-

donesia,” pungkas Bandar. n

Bahu Membahu Menata Kawasan Kumuh Kota

Page 22: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

22

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Program Sanitasi Berbasis MasyarakatTerus DitingkatkanSelama lima tahun, Kementerian PUPR menargetkan akses sanitasi masyarakat yang layak dapat tersedia di 94.454 lokasi. Tahun ini, pencapaiannya ditargetkan sebesar 85 persen.

DALAM Rencana Pem-

bangunan Jangka Mene-

ngah Nasional (RPJMN)

2015-2019, Pemerintah me-

lalui Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat (PUPR) me-

nargetkan tercapainya program 100-0-

100. Program tersebut adalah 100 per-

sen akses aman air minum, 0 persen

kawasan kumuh, dan 100 persen akses

sanitasi layak. Target tersebut bertu-

juan mewujudkan lingkungan permu-

kiman yang baik yang berdampak pada

peningkatan kesehatan masyarakat.

Menteri PUPR, Basuki Hadi-

muljono menjelaskan, masalah sani-

tasi bukanlah masalah pembangunan

infrastruktur semata, namun juga

sangat bergantung pada pola peri-

laku hidup sehat. Namun sayangnya,

persepsi masyarakat untuk menjaga

kesehatan lingkungan masih belum

menjadi kebutuhan. Kondisi itu di-

lihat dari masih banyak ditemuinya

praktek buang air besar (BAB) di

sembarang tempat. Bila berdasar-

kan catatan Kementerian Kesehatan,

ada 32 juta rumah tangga di selu-

ruh Indonesia yang belum memiliki

fasilitas jamban. “Masyarakat harus

diingatkan soal ini. Makanya, saya

minta kerja sama semua stakeholder

untuk menyelesaikan persoalan ini,”

ujarnya di Bali, beberapa pekan lalu.

Upaya untuk mencapai 100 per-

sen akses sanitasi layak di Indonesia

pun sudah dilakukan. Salah satunya

dengan mengadakan sosialisasi dan

perjanjian kerja sama (PKS) Pro-

gram Sanitasi Berbasis Masyarakat

(Sanimas) dan Tempat Pengolahan

Sampah dengan Pola Reduce, Reuse,

Recycle (TPS 3R). Program yang di-

lakukan Direktorat Jenderal Cipta

Karya ini diselenggarakan di Bali de-

ngan mengikutsertakan 46 bupati/

wali kota.

Direktur Jenderal Cipta Karya, Sri

Hartoyo menyampaikan, penanda-

PISEW Desa Gunung Sari, Temanggung, Jawa Tengah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 23: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Pansimas di Kabupaten Pegaf, Papua Barat

23

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Program Sanitasi Berbasis Masyarakat Terus Ditingkatkan

tanganan PKS ini bertujuan untuk

mendukung komitmen bersama an-

tara pemerintah pusat dan pemerin-

tah daerah melalui pembagian tugas

dan tanggung jawab terhadap penge-

lolaan Sanimas dan TPS 3R sehingga

dapat berkelanjutan.

Menurutnya, peran aktif pemerin-

tah daerah dalam melibatkan stake-

holder lainnya sangat penting untuk

mencapai target akses sanitasi layak.

Pada 2016, progres penyediaan sani-

tasi layak sudah mencapai 67,2 per-

sen. Tahun ini, Kementerian PUPR

menargetkan adanya peningkatan

pencapaian akses sanimas tersebut

menjadi 85 persen.

Program Sanimas merupakan pro-

gram pembangunan infrastruktur

air limbah komunal dengan sasar-

annya MBR di perkotaan agar da-

pat memiliki akses air limbah aman.

Sedangkan, TPS-3R merupakan in-

frastruktur yang di bangun untuk

mengurangi sampah. Dengan begitu,

sampah dapat terpilah sehingga akan

memperlama umur TPA.

Tahun ini, Direktorat Jenderal

Cipta Karya melakukan program

Sanimas pada 126 lokasi dan pem-

bangunan TPS-3R di 75 lokasi, yang

tersebar di 31 provinsi di seluruh In-

donesia. Dalam pelaksanaan kegiatan

tersebut, sumber pendanaannya ber-

asal dari APBN, APBD, DAK, serta

melalui sumber pendanaan lainnya.

Sri Hartoyo menambahkan, perlu

keterlibatan beberapa pihak untuk

mendukung kelancaran dan keber-

hasilan program tersebut. Dengan

demikian, kesuksesan program sani-

mas tidak hanya dari pemerintah pu-

sat, tetapi juga karena adanya peran

aktif pemerintah daerah dan peran

serta masyarakat dalam pengopera-

sian dan pemeliharaan infrastruktur

yang telah terbangun.

“Ini semua membutuhkan du-

kungan dan kerja sama berbagai pi-

hak. Kita harapkan peran serta para

pemangku kepentingan lainnya se-

perti Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Kesehatan dan tentu-

nya pemerintah daerah, dalam hal

penyediaan lahan, penganggaran

biaya operasional dan pemeliharaan,

penyiapan kelembagaan Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM), serta

pendampingan dan pengawasan ter-

hadap keberlanjutan infrastruktur

Sanimas dan TPS 3R terbangun,” kata

Sri Hartoyo.

Dalam pembangunan Sanimas

dan TPS-3R, masyarakat berperan

langsung dalam pembangunannya,

sementara pemerintah memfasilitasi

serta memberikan pendampingan

pelaksanaan kegiatan. Beberapa ke-

giatan pembangunan Sanimas di-

antaranya seperti pembangunan

prasarana Mandi Cuci Kakus (MCK),

Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL) Komunal, Instalasi Pengo-

lahan Air Limbah (IPAL) Kombinasi

dengan MCK dan Sambungan Ru-

mah (SR). “Kami akan terus percepat

pembangunan IPAL komunalnya se-

hingga dapat rampung pada tahun

ini,” imbuhnya.

Kementerian PUPR sendiri da-

lam periode 2015-2019 menargetkan

Page 24: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Pemanfaatan air yang dapat digunakan langsung untuk diminum

24

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Sanimas ada di 94.454 lokasi dengan

kebutuhan anggaran Rp1,9 triliun

dan TPS-3R di 5.279 lokasi dengan

kebutuhan anggaran Rp1 triliun. Se-

lain Sanimas yang berskala komu-

nal, Direktorat Jenderal Cipta Karya

juga telah membangun infrastruktur

sanitasi berskala regional, kota, dan

kawasan.

Penyediaan Air MinumSelain Sanimas, Direktorat Jen-

deral Cipta Karya juga membangun

infrastruktur Penyediaan Air Minum

Berbasis Masyarakat (Pamsimas III)

di 15.000 desa baru yang berada di

365 kabupaten dan 33 provinsi pada

periode 2016-2019. Upaya itu me-

lanjutkan capaian Pamsimas I pe-

riode 2008-2012 dan Pamsimas II

2013-2015 yang telah diimplementasi-

kan di 12.000 desa yang berada di 220

kabupaten dan 34 provinsi. Pamsimas

yang dibangun memiliki kapasitas air

minum 47.700 liter/detik, tambahan

akses air minum aman bagi 9 juta jiwa,

dan tambahan akses sanitasi layak un-

tuk 8,4 juta jiwa.

Sri Hartoyo memaparkan, pem-

bangunan pamsimas bertujuan untuk

meningkatkan akses aman air minum

dan sanitasi layak yang berkelanjutan

serta perilaku hidup bersih dan se-

hat. Selain itu, menurunkan buang

air sembarangan dan angka penyakit

serta mengarus-utamakan program

penyediaan akses air minum dan sani-

tasi melalui partisipasi aktif masyara-

kat.

Sementara sebagai sasarannya, lan-

jut Sri Hartoyo, pamsimas diperun-

tukkan bagi Masyarakat Berpengha-

silan Rendah (MBR) di pedesaan yang

mengalami keterbatasan/rawan akses

air minum dan sanitasi layak. Dalam

pelaksanaannya, program tersebut

menggunakan pendekatan berbasis

masyarakat sehingga mereka ikut ter-

libat aktif dalam mendukung keberha-

silan pamsimas, khususnya di daerah

pedesaan.

Hingga saat ini, program pamsimas

telah membantu hampir delapan juta

jiwa penduduk Indonesia untuk me-

miliki akses ke sarana air minum aman

dan lebih dari 7,4 juta jiwa sanitasi la-

yak di sekitar 10.000 desa. Di wilayah-

wilayah dimana Pamsimas diterapkan,

banyak desa yang telah mencapai sta-

tus Stop Buang Air Sembarangan (SBS)

dan melaksanakan program Cuci Ta-

ngan Pakai Sabun (CTPS).

Seiring perubahan perilaku hidup

bersih dan sehat ini, masyarakat desa

kini dapat menikmati perbaikan ke-

sehatan, peningkatan produktivitas,

serta standar hidup layak. Di samping

itu, pamsimas mendorong pemerin-

tah kota/kabupaten untuk menye-

diakan sedikitnya 25 persen dari total

APBN untuk pamsimas yang diterima-

nya guna mengembangkan program

air minum dan sanitasinya sendiri di

desa-desa lainnya. n

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 25: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Program PISEW Atasi Ketimpangan InfrastrukturTahun ini, Direktorat Jenderal Cipta Karya memprioritaskan pengembangan infrastruktur sosial dan ekonomi wilayah (PISEW) di 400 kecamatan.

KEMENTERIAN Pekerjaan

Umum dan Perumahan

Rakyat (PUPR) melaku-

kan berbagai upaya untuk

mengatasi masalah kesenjangan

antar wilayah, kemiskinan, dan

pengangguran. Salah satu pende-

katan yang dilakukan adalah de-

ngan melakukan pembangunan

Infrastruktur Berbasis Masyarakat

(IBM). Program ini diselenggarakan

melalui bentuk pemberdayaan dan

partisipasi masyarakat sehingga

memberikan kontribusi dalam pen-

gentasan kemiskinan dan penye-

diaan lapangan kerja.

Salah satu program IBM ada-

lah Pengembangan Infrastruktur

Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),

yang merupakan pembangunan

infrastruktur terutama jalan akses

penghubung antar desa guna

menunjang kegiatan sosial eko-

nomi masyarakat sebagai pelaku

utama dari proses perencanaan, pe-

laksanaan serta pemeliharaan ber-

dasarkan potensi wilayah.

Jalan Akses Desa Lalang Baru Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

25

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Program PISEW Atasi Ketimpangan Infrastruktur

Page 26: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

26

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

PISEW Kabupaten Muntilan,

Magelang, Jawa Tengah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Menteri PUPR Basuki Hadi-

muljono menyampaikan, pem-

bangunan infrastruktur yang di-

lakukan Kementerian PUPR tidak

hanya menghasilkan infrastruktur

fisik, tetapi juga mengurangi kesen-

jangan antar wilayah dalam upaya

pemerataan pembangunan. “Pem-

bangunan infrastruktur nantinya

juga harus berkontribusi pada pe-

nyediaan lapangan pekerjaan un-

tuk mengurangi angka kemiskinan

di Indonesia,” tutur Basuki dalam

keterangan resminya, beberapa

waktu lalu.

Direktur Jenderal Cipta Karya,

Kementerian PUPR, Sri Hartoyo

memaparkan, PISEW bertujuan un-

tuk mengurangi kesenjangan antar

wilayah, pengentasan kemiskinan,

memperbaiki tata kelola pemerin-

tah daerah (kabupaten, kecamatan,

dan desa) serta memperkuat kelem-

bagaan masyarakat di tingkat desa.

Pada 2016, implementasi PISEW

dilakukan di 364 kecamatan. To-

tal penerima manfaat sebanyak

1.354.080 kepala keluarga (KK) de-

ngan alokasi anggaran sebesar

Rp426 miliar. Sedangkan pada ini,

program tersebut dilaksanakan

di 400 kecamatan dengan pene-

rima manfaat sebanyak 1.488.000

kepala keluarga (KK) dan alokasi

anggarannya sebesar Rp240 mi-

liar. Artinya, masing-masing keca-

matan mendapatkan alokasi sebe-

sar Rp600 juta.

Meskipun melanjutkan dari ta-

hun sebelumnya, Sri Hartoyo me-

nuturkan program PISEW tahun

ini menggunakan mekanisme yang

baru dengan beberapa penyesuaian

konsepsi, justifikasi teknis, dan

pengiriman program yang meng-

andalkan proses partisipatif oleh

masyarakat. Salah satu perubahan

yang signifikan di dalam proses

pelaksanaannya adalah beralihnya

konsep awal akun belanja modal

menjadi belanja barang.

Perubahan lainnya yaitu meka-

nisme pencairan dana, perubahan

mekanisme pelaksanaan, dan pene-

kanan pada pendekatan partisipasi

masyarakat dalam skala kawasan.

“Semua perubahan tersebut diha-

rapkan dapat meningkatkan sosial

ekonomi di wilayah,” jelasnya.

Di samping itu, terang Sri Har-

Page 27: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

toyo, penerima programnya harus

memiliki potensi sebagai kawasan

pusat pertumbuhan, pertumbuhan

ekonomi, dan dapat menciptakan

lapangan kerja, serta sudah sesuai

dengan RTRW yang bersangkutan.

Adapun penggunaan dananya

untuk pembangunan infrastruktur

yang mencakup jalan dan jembatan

desa, tambatan perahu, prasarana

irigasi kecil penunjang produksi

pertanian/industri, prasarana per-

tanian, peternakan, perikanan, in-

dustri dan pendukung kegiatan pa-

riwisata berupa pasar, gudang, dan

lantai jemur. Pembangunan lainnya

adalah prasarana air minum berupa

sumur gali, tangkapan mata air, pe-

nampungan air hujan dan hidran

umum serta prasarana sanitasi be-

rupa drainase permukiman, air lim-

bah komunal dan persampahan.

Dalam proses perencanaannya,

PISEW dilakukan secara partisi-

patif, diarahkan sebagai wujud

pelaksanaan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN) se-

bagaimana tertuang dalam UU No.

25 Tahun 2004 tentang SPPN. U-

sulan kegiatan partisipatif PISEW

akan dapat mengisi dan merupa-

kan bagian dari pelaksanaan Ren-

cana Strategis Daerah (Renstrada)

dari masing-masing kecamatan dan

kabupaten peserta. Dengan demi-

kian diharapkan kegiatan PISEW

dapat bersinergi dengan kegiatan

lainnya dari program pembagu-

nan daerah terkait, dan memi-

liki kontribusi dalam pelaksanaan

Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) yang

merupakan penjabaran dari RPJM

Nasional.

Sementara, saat pelaksanaan-

nya, proses penetapan lokasi dan

perencanaan dilakukan oleh para

konsultan (Fasilitator dan Ahli)

yang mengenal dekat konteks adat

dan budaya lokal. Hal ini dilakukan

dengan melibatkan tim pelaksana

di kabupaten dan kecamatan serta

masyarakat setempat selama ku-

rang lebih empat bulan. Sedangkan

konsep pelaksanaan infrastruktur-

nya dilakukan secara kontraktual

dengan pendekatan pembangunan

kawasan perdesaan yang meng-

utamakan padat karya selama ku-

rang lebih tiga bulan.

Adapun pemilihan dan penun-

jukan penyedia jasa konstruksi di-

lakukan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

terkait pengadaan barang dan jasa

pemerintah. Penyedia Jasa kons-

truksi diinstruksikan untuk meng-

optimalkan penggunaan material

lokal yang memenuhi spesifikasi

dalam kontrak, serta mendayagu-

nakan tenaga kerja lokal yang se-

suai dengan kemampuan teknis

jenis pekerjaannya.

Secara khusus, PISEW merupa-

kan satu dari beberapa program

bidang infrastruktur permukiman

yang dilaksanakan oleh Direktorat

Jenderal Cipta Karya. Tahun ini,

Direktorat Jenderal Cipta Karya

mendapatkan alokasi Rp15,935 tri-

liun (15,7 persen). Anggaran ter-

sebut diperuntukkan untuk pem-

bangunan dan penataan kawasan

di tujuh Pos Lintas Batas Negara

(PLBN), pengembangan infrastruk-

tur permukiman di sembilan Kawa-

san Perbatasan, pembangunan

SPAM (Sistem Pengembangan Air

Minum) 3.603 liter perdetik yang

terdiri dari sepuluh SPAM Regio-

nal, delapan SPAM Kota dan tiga

SPAM pulau terluar.

Selain itu, pekerjaan lainnya

meliputi pembangunan Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) untuk

sampah regional di tiga kawasan,

instalasi Pengolahan Air Limbah,

dukungan infrastruktur kampung

nelayan di enam kawasan, du-

kungan wisata di lima kawasan dan

penataan kawasan kumuh. n

27

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Aksi Pembersihan Drainase Lingkungan, Tarakan, Kalimantan Utara

Program PISEW Atasi Ketimpangan Infrastruktur

Page 28: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

KEMENTERIAN Pekerjaan

Umum dan Perumahan

Rakyat (PUPR) terus men-

dorong program 100-0-100

dapat terwujud pada 2019 mendatang.

Gerakan yang dimaksud adalah 100

persen ketersediaan akses air bersih, 0

persen kawasan kumuh dan 100 per-

sen ketersediaan akses sanitasi sehat.

Hingga saat ini, pelaksanaannya terus

dilakukan di berbagai daerah di selu-

ruh penjuru nusantara.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljo-

no meyakini program tersebut dapat

dicapai dalam dua tahun mendatang.

Hingga saat ini, capaian akses air mi-

num baru mencapai 67 persen, akses

sanitasi layak 60 persen, dan menyisa-

kan 12 persen kawasan permukiman

kumuh. “Kalau ingin mewujudkan

kawasan yang layak huni dan berke-

lanjutan, harus didukung beberapa

aspek, terutama pelayanan air bersih

dan akses sanitasi yang layak,” papar-

nya beberapa pekan lalu di Jakarta.

Berdasarkan catatan Kementerian

Kesehatan, dari sekitar 75 juta ke-

luarga di Indonesia, baru 68,05 per-

sen yang memiliki sanitasi layak. Di

Jakarta misalnya, meski sebagai kota

metropolitan yang maju, masih ada

26,31 persen keluarga belum memi-

liki sanitasi yang bersih. Sementara

itu, kondisi itu juga ditambah dengan

perilaku buang air besar (BAB) sem-

barangan yang masih tinggi. Baru

8.429 dari sekitar 82.000 desa atau

kelurahan di Indonesia yang stop BAB

sembarangan.

Belum lagi, kondisi sanitasi yang

buruk juga disebabkan persoalan

28

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Kejar Asa Meraih 100-0-100

PDAM Tirta Khatulistiwa, Kalimantan Barat

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Pelayanan air bersih dan akses sanitasi yang layak menjadi syarat untuk mendukung kawasan yang sehat dan layak huni. Pemerintah pun gencar mendorong implementasi gerakan 100-0-100.

Page 29: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Sanimas Desa Laugumba, Kabupaten Karo, Sumatera Utara

sungai-sungai di Indonesia. Sebagai

salah satu sumber air, sekitar 68 per-

sen sungai di Indonesia mengalami

pencemaran berat. Dari sungai-sungai

tersebut, 70 persennya tercemar oleh

limbah rumah tangga.

“Kalau kita tidak mempunyai akses

air bersih dan sanitasi, subsidi kita

pasti ke Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) terus. Daripada ke BPJS,

lebih baik orang harus sehat,” celetuk

Basuki.

Dalam hal penyediaan infrastruk-

tur air minum, berdasarkan data Di-

rektorat Jenderal Cipta Karya Kemen-

terian PUPR, capaian di awal tahun

2016 sebesar 71,05 persen dari target

100 persen pada tahun 2019. Target

tersebut dicapai melalui berbagai

program, antara lain pembangunan

SPAM regional, pembangunan SPAM

perkotaan, SPAM berbasis masyara-

kat, SPAM di kawasan khusus, SPAM

PDAM terfasilitasi, dan SPAM non-

PDAM terfasilitasi.

Direktur Bina Program, Direktorat

Jenderal Cipta Karya, Kementerian

PUPR, Antonius Budiono menjelas-

kan, sampai tahun lalu, pengadaan

SPAM regional telah dilakukan di

lima kawasan, SPAM perkotaan se-

besar 9.295 liter/detik untuk 929.450

sambungan rumah, SPAM berbasis

masyarakat sebesar 1.929 liter/detik

untuk 937.280 sambungan rumah.

Pengerjaan lainnya meliputi SPAM di

kawasan khusus sebesar 2.056 liter/

detik untuk 515.640 sambungan ru-

mah, PDAM terfasilitasi sebanyak 56

PDAM dan 788 kawasan, dan non-

PDAM di 262 kawasan.

Untuk penyediaan infrastruktur

sanitasi, capaian hingga tahun lalu se-

besar 62 persen. Sementara untuk me-

menuhi target sisanya, Kementerian

PUPR memfokuskan pada program

pengolahan air limbah skala regio-

nal, skala kota, dan skala kawasan,

pengolahan air limbah khusus, pem-

bangunan tempat pembuangan akhir

(TPA) sampah, dan pembangunan

drainase lingkungan.

Pada 2015, pembangunan pengo-

lahan air limbah skala regional telah

tercapai bagi 172.510 kepala keluarga.

Selain itu, pencapaian lainnya yakni

pengolahan air limbah skala kota bagi

489.220 kepala keluarga, pengolahan

air limbah skala kawasan bagi 448.320

kepala keluarga, pengolahan air lim-

bah khusus bagi 39.500 kepala ke-

luarga, dan pembangunan TPA di 123

kabupaten/kota, serta pembangunan

drainase dengan total seluas 2.650

hektar.

Sementara tahun lalu, target pem-

bangunan pengolahan air limbah

skala regional untuk 2.350 kepala ke-

luarga, pengolahan air limbah skala

kota bagi 604.930 kepala keluarga,

pengolahan air limbah skala kawasan

untuk 60.185 kepala keluarga, pengo-

lahan air limbah khusus untuk 2.825

kepala keluarga, dan pembangunan

drainase lingkungan dengan total se-

luas 427 hektar.

Penanganan lainnya adalah kawa-

san permukiman kumuh. Kawasan

kumuh yang ada di Indonesia men-

capai 38.431 hektar, terdiri dari 23.473

hektar berada di wilayah perkotaan

dan 11.957 hektar di wilayah perde-

saan. Untuk itu, khusus untuk wilayah

perkotaan, Ditjen Cipta Karya Kemen-

terian PUPR melaksanakan berbagai

program penanganan permukiman

kumuh antara lain, sinergi penyu-

sunan perencanaan penanganan ku-

muh dengan pemerintah daerah atau

Rencana Pencegahan dan Pening-

katan Kualitas Permukiman Kumuh

Perkotaan (RP2KP-KP) di 93 kabu-

paten/kota dan Rancangan Peraturan

Daerah tentang Peningkatan Kualitas

Perumahan Kumuh dan Permukiman

Kumuh di 68 kabupaten/kota melalui

sumber pendanaan APBN.

Program tersebut dilaksanakan

melalui pendanaan pinjaman luar ne-

geri (World Bank dan Islamic Deve-

lopment Bank), APBN, dan APBD

dilaksanakan kegiatan National Slum

Upgrading Program (NSUP)-Program

Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dan

Neighborhood Upgrading and Shelter

Project 2 (NUSP-2).

Penanganan kawasan kumuh ini,

menurut Antonius, memang tidak

bisa hanya menjadi pekerjaan peme-

rintah pusat saja. Peran pemerintah

daerah dan pelibatan swasta serta

masyarakat tentu akan menjadi du-

kungan kuat untuk menciptakan nol

persen kawasan kumuh di Indonesia

pada 2019 mendatang. “Tentu semua-

nya dapat terwujud dengan dukungan

seluruh pihak,” pungkasnya. n

29

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Kejar Asa Meraih 100-0-100

Page 30: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

30

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Penataan Kota dan Sanitasi Demi Mencapai SDG’sKementerian PUPR terus berupaya memenuhi dua tujuan utama pembangunan berkelanjutan (SDG’s) yang menjadi lingkup kerjanya. Sejumlah program pencapaiannya diterapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional hingga 2019 mendatang.

AGENDA untuk pem-

bangunan berkelanjutan

meliputi 17 tujuan pem-

bangunan berkelanjutan

atau Sustainable Development Goals

(SDG’s) dengan 169 kelompok sasaran

yang terintegrasi dan tak terpisahkan

satu sama lain. Seluruh pencapaian-

nya ditargetkan hingga 2030 men-

datang. Dua tujuan pembangunan

berkelanjutan di antaranya terus

diupayakan Kementerian Peker-

jaan Umum dan Perumahan Rakyat

(PUPR) tercapai pada 2019. Tujuan

6 tentang Menjamin ketersediaan

dan pengelolaan berkelanjutan air

dan sanitasi bagi semua. Selanjutnya,

poin 11 tentang mewujudkan perko-

taan dan kawasan permukiman yang

inklusif, aman, berketahanan, dan

berkelanjutan.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljo-

no memaparkan bahwa kedua tujuan

tersebut telah disesuaikan dengan

Rencana Pembangunan Jangka Me-

nengah Nasional 2015-2019. Me-

nurutnya, saat ini perencanaan pe-

ngembangan perkotaan di Indonesia

telah menerapkan prinsip-prinsip

membangun kota dan permukiman

yang inklusif, aman, berketahanan,

dan berkelanjutan. Selain itu, penye-

diaan air minum dan sanitasi yang la-

yak juga terus ditingkatkan. “Semua-

nya masih terus berjalan sesuai target

yang dicapai,” terangnya di Jakarta,

September lalu.

Salah satunya pencapaiannya yaitu

melalui program 100-0-100. Program

ini menargetkan terpenuhinya 100

persen penyediaan air minum, 0 per-

sen kawasan kumuh perkotaan, dan

100 persen tersedianya sanitasi masya-

rakat yang menyangkut sampah, lim-

bah, dan drainase lingkungan. Hingga

saat ini, capaian akses air minum baru

mencapai 71,05 persen, akses sanitasi

layak 62 persen, dan menyisakan ku-

rang dari 10 persen kawasan permu-

kiman kumuh.

Dalam hal penyediaan infrastruk-

tur air minum, berdasarkan data

Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta

Sanimas Bulakwaru, Tegal, Jawa Tengah

Page 31: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Sanimas di Tabanan, Bali

31

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Penataan Kota dan Sanitasi Demi Mencapai SDG’s

Karya Kementerian PUPR, capaian

di awal tahun 2016 sebesar 71,05 per-

sen dari target 100 persen pada tahun

2019. Target tersebut dicapai me-

lalui berbagai program, antara lain

pembangunan SPAM regional, pem-

bangunan SPAM perkotaan, SPAM

berbasis masyarakat, SPAM di kawa-

san khusus, SPAM PDAM terfasilitasi,

dan SPAM non-PDAM terfasilitasi.

Hingga akhir 2016, pengadaan

SPAM regional telah dilakukan di

lima kawasan, SPAM perkotaan se-

besar 9.295 liter/detik untuk 929.450

sambungan rumah, SPAM berbasis

masyarakat sebesar 1.929 liter/detik

untuk 937.280 sambungan rumah.

Pengerjaan lainnya meliputi SPAM di

kawasan khusus sebesar 2.056 liter/

detik untuk 515.640 sambungan ru-

mah, PDAM terfasilitasi sebanyak 56

PDAM dan 788 kawasan, dan non-

PDAM di 262 kawasan.

Untuk penyediaan infrastruktur

sanitasi, capaian hingga tahun lalu se-

besar 62 persen. Sementara untuk me-

menuhi target sisanya, Kementerian

PUPR memfokuskan pada program

pengolahan air limbah skala regio-

nal, skala kota, dan skala kawasan,

pengolahan air limbah khusus, pem-

bangunan tempat pembuangan akhir

(TPA) sampah, dan pembangunan

drainase lingkungan.

Pada 2015, pembangunan pengo-

lahan air limbah skala regional telah

tercapai bagi 172.510 kepala keluarga.

Selain itu, pencapaian lainnya yakni

pengolahan air limbah skala kota bagi

489.220 kepala keluarga, pengolahan

air limbah skala kawasan bagi 448.320

kepala keluarga, pengolahan air lim-

bah khusus bagi 39.500 kepala ke-

luarga, dan pembangunan TPA di 123

kabupaten/kota, serta pembangunan

drainase dengan total seluas 2.650

hektar.

Sementara tahun lalu, target pem-

bangunan pengolahan air limbah

skala regional untuk 2.350 kepala ke-

luarga, pengolahan air limbah skala

kota bagi 604.930 kepala keluarga,

pengolahan air limbah skala kawasan

untuk 60.185 kepala keluarga, peng-

olahan air limbah khusus untuk 2.825

kepala keluarga, dan pembangunan

drainase lingkungan dengan total se-

luas 427 hektar.

Penanganan lainnya adalah kawa-

san permukiman kumuh. Kawasan

kumuh yang ada di Indonesia men-

capai 38.431 hektar, terdiri dari 23.473

hektar berada di wilayah perkotaan

dan 11.957 hektar di wilayah perde-

saan. Untuk itu, khusus untuk wi-

layah perkotaan, Ditjen Cipta Karya

melaksanakan berbagai program pe-

nanganan permukiman kumuh an-

tara lain, sinergi penyusunan peren-

canaan penanganan kumuh dengan

pemerintah daerah atau Rencana

Pencegahan dan Peningkatan Kuali-

tas Permukiman Kumuh Perkotaan

(RP2KP-KP) di 93 kabupaten/kota dan

Rancangan Peraturan Daerah tentang

Peningkatan Kualitas Perumahan Ku-

muh dan Permukiman Kumuh di 68

kabupaten/kota melalui sumber pen-

danaan APBN.

Sementara itu, Kepala Badan Pe-

ngembangan Infrastruktur Wilayah

(BPIW), Kementerian PUPR, Rido

Matari Ichwan menuturkan, pengem-

bangan infrastruktur perkotaan di

Indonesia serta penyediaan air dan sa-

nitasi yang layak telah diadopsi dalam

agenda nasional. “Dalam hal ini, salah

satu buktinya pendekatan wilayah pe-

ngembangan strategis atau WPS seba-

gai basis perencanaan keterpaduan in-

frastruktur di Indonesia,” terangnya.

Rido menerangkan, seluruh wila-

yah di Indonesia terkelompokkan ke-

pada 35 WPS. Konsep WPS tersebut

menstimulasi pembangunan infra-

struktur, agar secara bersamaan klus-

ter industri dan perkotaan, lumbung

pangan serta transportasi dapat tum-

buh mengangkat daya saing masyara-

kat yang lebih tinggi.

Dalam WPS, lanjutnya, ada koneksi

antara infrastruktur yang dipadukan

dengan infrastruktur lainnya. “De-

ngan demikian, perencanaan pengem-

bangan infrastruktur saling sinergi dan

mendukung kawasan semua kawasan,”

pungkasnya. n

Page 32: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Peningkatan Kawasan Permukiman Kumuh, Tabanan Bali

32

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Terus Lakukan Penataan Kawasan di Penjuru NusantaraHingga kini, Kementerian PUPR terus melakukan sejumlah pembangunan dan penataan kawasan di berbagai daerah. Mulai dari penataan kawasan perbatasan, pesisir, hingga ruang terbuka hijau dan permukiman kumuh.

KEMENTERIAN Pekerjaan

Umum dan Perumahan

Rakyat (PUPR) terus ber-

upaya untuk menata ber-

bagai kawasan yang tersebar di selu-

ruh penjuru nusantara. Caranya ialah

dengan mempercepat pembangunan

infrastruktur PUPR secara terpadu

dari pinggiran untuk keseimbangan

pembangunan antardaerah, terutama

di kawasan tertinggal, kawasan per-

batasan, dan kawasan perdesaan.

Sejak dua tahun terakhir, berbagai

pembangunan gencar dilakukan. Sa-

lah satunya di kawasan perbatasan.

Presiden RI, Joko Widodo memahami

kawasan ini jauh tertinggal dari dae-

rah perbatasan negara tetangga. Ka-

rena itu, Kementerian PUPR sebagai

leading sector memprioritaskan pem-

bangunan kawasan beranda negara.

Total ada tujuh pos perbatasan

yang menjadi prioritas untuk segera

dibenahi. Seluruhnya terletak di tiga

provinsi, yaitu Kalimantan Barat,

Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Di Kalimantan Barat meliputi PLBN

(Pos Lintas Batas Negara) Entikong

di Kabupaten Sanggau, PLBN Ter-

padu Aruk di Kabupaten Sambas,

dan PLBN Terpadu Nanga Badau di

Kabupaten Kapuas Hulu. Tiga PLBN

berikutnya terletak di Nusa Tenggara

Timur. PLBN Terpadu Mota’ain di

Kabupaten Belu, PLBN Terpadu Wini

di Kabupaten Timor Tengah Utara,

dan PLBN Terpadu Motamasin,

Kabupaten Malaka. Sementara, satu

Page 33: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

33

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Terus Lakukan Penataan Kawasan di Penjuru Nusantara

pos prioritas yang harus dibangun ada

di Papua, yaitu PLBN Skouw di Kota

Jayapura.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljo-

no menerangkan, pembangunan

kawasan perbatasan sebagian besar

sudah selesai. Bahkan kawasan ini

sudah bisa difungsikan. Menurut-

nya, kawasan perbatasan ini tidak lagi

hanya sekadar pos lintas perbatasan

saja, namun fungsinya juga diting-

katkan menjadi pusat perekenomian

daerah. “Bahkan, berpotensi menjadi

kawasan daya tarik wisata bagi ba-

nyak orang,” katanya di Jakarta, bebe-

rapa pekan lalu.

Tak hanya itu saja, Kementerian

PUPR juga mendorong percepatan

pembangunan Kawasan Strate-

gis Pariwisata Nasional (KSPN) Se-

jak tahun lalu, ada 10 KSPN yang

digadang-gadang menjadi ‘Bali Baru’.

Destinasi tersebut adalah Tanjung

Kelayang (Bangka Belitung), Candi

Borobudur (Jawa Tengah), Morotai

(Maluku Utara), Pulau Komodo-La-

buan Bajo (NTT), Taman Nasional

Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Ke-

pulauan Seribu (DKI Jakarta), Danau

Toba (Sumatra Utara), Bromo-Teng-

ger-Semeru (Jawa Timur), Mandalika

Lombok (NTB) dan Tanjung Lesung

(Banten).

Direktur Jenderal Cipta Karya, Ke-

menterian PUPR, Sri Hartoyo me-

ngatakan, hingga saat ini pihaknya

masih terus membangun berbagai in-

frastruktur publik seperti jalan ling-

kungan, drainase, penataan kawasan,

sarana air minum, persampahan, air

limbah dan ruang terbuka hijau. Ter-

kait penempatan, kata dia, akan dise-

suaikan dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) daerah.

Dia menambahkan, program

penataan lainnya difokuskan pada

kawasan kumuh di pesisir dan pem-

bangunan rumah khusus untuk

nelayan. “Hal ini perlu agar kawasan

pesisir menjadi daerah pemukiman

yang lebih manusiawi, layak huni dan

tertata baik lingkungannya,” ungkap

Sri Hartoyo secara terpisah, di Jakarta.

Penataan kawasan permukiman

nelayan dan tepi air ini mencakup

11 lokasi. Seluruh kawasan tersebut

yakni Kampung Beting (Kota Ponti-

anak), Kampung Sumber Jaya (Kota

Bengkulu), Kawasan Nelayan Indah

(Kota Medan), Kampung Kuin (Kota

Banjarmasin), Kampung Karangsong

(Kota Indramayu), Kampung Tegal-

sari (Kota Tegal), Kampung Tambak

Lorok (Kota Semarang), Kampung

Moro Demak (Kabupaten Demak),

Kampung Untia (Kota Makassar),

Kampung Oesapa (Kota Kupang) dan

Kawasan Hamadi (Kota Jayapura).

Tiga di antaranya, Kampung Beting

(Kota Pontianak), Kampung Tegalsari

(Kota Tegal) dan Kampung Sumber

Jaya (Kota Bengkulu) telah dikerjakan.

Delapan sisanya masih dalam tahap

pengerjaan. “(Pengerjaannya) sudah

dimulai sejak tahun lalu sampai 2019,

tapi dipercepat dan mudah-mudahan

tuntasnya akhir 2018. Indonesia me-

miliki jumlah kawasan pesisir yang

banyak. Dengan penataan 11 kawasan

ini diharapkan akan menjadi contoh

pembenahan kawasan pesisir,” kata

Sri Hartoyo.

Umumnya, pengerjaan meliputi

penataan jalan, jembatan, pem-

Revitalisasi Istana Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali

Page 34: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

34

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Taman Fatmawati, Wonosobo, Jawa Tengah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

bangunan rusun, revitalisasi Ruang

Terbuka Hijau (RTH), penanganan

turap, peningkatan drainase, pem-

bangunan unit MCK (mandi, cuci,

kakus) komunal, penyediaan akses air

minum, dan fasilitas listrik.

Penataan lainnya juga dilaku-

kan di kawasan lingkungan pendi-

dikan, khususnya pondok pesantren

(ponpes). Sejak 2015, Kementerian

PUPR melakukan penataan dengan

membangun rusun dan kawasan

ponpes untuk menunjang kegiatan

pendidikan. Kala itu, sebanyak 25

tower dengan 770 unit berhasil di-

bangun di 25 titik lokasi dengan ang-

garan pembangunan rusun sebesar

Rp231,7 miliar. Setahun berikutnya,

pembangunan 20 tower dengan 600

unit di 20 lokasi dengan anggaran

Rp169.6 miliar. Sedangkan untuk ta-

hun ini, penataan kawasan ponpes

diwujudkan dengan membangun 22

tower rusun di 22 lokasi ponpes di

seluruh Indonesia. Total 660 unit hu-

nian yang menelan anggaran sebesar

Rp214,8 miliar.

Di samping itu, Kementerian

PUPR sejak 2016 juga melakukan

banyak penataan lingkungan hijau.

Programnya meliputi proyek RTH

dan penanganan kawasan kumuh.

Program ini mencakup area seluas

2.162 hektar yang tersebar di berba-

gai kota di Indonesia. Selanjutnya,

tahun ini penanganan kawasan per-

mukiman kumuh semakin diting-

katkan. Kawasan kumuh yang ada

di Indonesia mencapai 38.431 hektar,

terdiri dari 23.473 hektar berada di wi-

layah perkotaan dan 11.957 hektar di

wilayah perdesaan.

Untuk itu, khusus untuk wilayah

perkotaan, Ditjen Cipta Karya me-

laksanakan berbagai program pena-

nganan permukiman kumuh antara

lain, sinergi penyusunan perenca-

naan penanganan kumuh dengan

pemerintah daerah atau Rencana

Pencegahan dan Peningkatan Kuali-

tas Permukiman Kumuh Perkotaan

(RP2KP-KP) di 93 kabupaten/kota dan

Rancangan Peraturan Daerah tentang

Peningkatan Kualitas Perumahan

Kumuh dan Permukiman Kumuh di

68 kabupaten/kota melalui sumber

pendanaan APBN.

Upaya untuk mengatasi masalah

kesenjangan antar wilayah, kemis-

kinan, dan pengangguran. Salah satu

Page 35: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

35

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

pendekatan yang dilakukan adalah de-

ngan melakukan pembangunan Infra-

struktur Berbasis Masyarakat (IBM).

Program ini diselenggarakan melalui

bentuk pemberdayaan dan partisipasi

masyarakat sehingga memberikan

kontribusi dalam pengentasan kemis-

kinan dan penyediaan lapangan kerja.

Konsepnya diimplementasikan da-

lam wujud pengembangan infrastruk-

tur sosial ekonomi wilayah (PISEW).

Fokus utamanya mencakup pem-

bangunan infrastruktur terutama ja-

lan akses penghubung antar desa guna

menunjang kegiatan sosial ekonomi

masyarakat sebagai pelaku utama dari

proses perencanaan, pelaksanaan serta

pemeliharaan berdasarkan potensi wi-

layah.

Sri Hartoyo menyampaikan, pem-

bangunan infrastruktur yang dilaku-

kan Kementerian PUPR tidak hanya

menghasilkan infrastruktur fisik, te-

tapi juga mengurangi kesenjangan an-

tar wilayah dalam upaya pemerataan

pembangunan. Dalam hal ini, PISEW

ditujukan untuk mengurangi kesen-

jangan antar wilayah, pengentasan

kemiskinan, memperbaiki tata kelola

pemerintah daerah (kabupaten, keca-

matan, dan desa) serta memperkuat

kelembagaan masyarakat di tingkat

desa.

“Pembangunan infrastruktur

nantinya juga harus berkontribusi

pada penyediaan lapangan pekerjaan

untuk mengurangi angka kemiskinan

di Indonesia,” tutur Sri Hartoyo bebe-

rapa waktu lalu.

Pada 2016, implementasi PISEW

dilakukan di 364 kecamatan. Total pe-

nerima manfaat sebanyak 1.354.080

kepala keluarga (KK) dengan alo-

kasi anggaran sebesar Rp426 miliar.

Sedangkan pada ini, program ter-

sebut dilaksanakan di 400 kecamatan

dengan penerima manfaat sebanyak

1.488.000 kepala keluarga (KK) dan

alokasi anggarannya sebesar Rp240

miliar. Artinya, masing-masing keca-

matan mendapatkan alokasi sebesar

Rp600 juta.

Meskipun melanjutkan dari tahun

sebelumnya, Sri Hartoyo menuturkan

program PISEW tahun ini menggu-

nakan mekanisme yang baru dengan

beberapa penyesuaian konsepsi, justi-

fikasi teknis, dan pengiriman program

yang mengandalkan proses partisipatif

oleh masyarakat. Salah satu perubahan

yang signifikan di dalam proses pelak-

sanaannya adalah beralihnya konsep

awal akun belanja modal menjadi be-

lanja barang.

Perubahan lainnya yaitu meka-

nisme pencairan dana, perubahan me-

kanisme pelaksanaan, dan penekanan

pada pendekatan partisipasi masya-

rakat dalam skala kawasan. “Semua

perubahan tersebut diharapkan dapat

meningkatkan sosial ekonomi di wila-

yah,” jelasnya.

Di samping itu, kata Sri Hartoyo,

penerima programnya harus memiliki

potensi sebagai kawasan pusat per-

tumbuhan, pertumbuhan ekonomi,

dan dapat menciptakan lapangan

kerja, serta sudah sesuai dengan

RTRW yang bersangkutan.

Adapun penggunaan dananya un-

tuk pembangunan infrastruktur yang

mencakup jalan dan jembatan desa,

tambatan perahu, prasarana irigasi

kecil penunjang produksi pertanian/

industri, prasarana pertanian, pe-

ternakan, perikanan, industri dan

pendukung kegiatan pariwisata be-

rupa pasar, gudang, dan lantai jemur.

Pembangunan lainnya adalah prasa-

rana air minum berupa sumur gali,

tangkapan mata air, penampungan air

hujan dan hidran umum serta prasa-

rana sanitasi berupa drainase permu-

kiman, air limbah komunal dan per-

sampahan. n

PISEW Desa Gunung Sari, Temanggung, Jawa Tengah

Terus Lakukan Penataan Kawasan di Penjuru Nusantara

Page 36: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

36

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

PEMERINTAH pusat tentu tidak bisa bekerja sendiri dalam meng-atasi persoalan akses air bersih yang terjadi di berbagai penjuru Indonesia. Peran pemerintah dae-rah memang diperlukan. Karena itu, Pemerintah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, Nusa Teng-gara Timur menjalin kerja sama mengatasi krisis air bersih di dae-rah. Kerja sama ini memungkinkan PDAM Kabupaten Kupang memak-simalkan pasokan air ke pelanggan di Kota Kupang untuk mencegah krisis air kian meluas.

Kalau ingin mewujudkan 100 persen tersedianya akses air bersih,

SELAMA ini, hampir sebagian besar

kawasan nelayan atau tepi air masih

terlihat kumuh. Salah satunya Kam-

pung Beting. Namun dengan diban-

gunnya kawasan Beting ini sejak tahun

lalu, kawasan ini mulai tertata rapi.

Komitmen pemerintah, baik pu-

sat maupun daerah, penuh memang

diperlukan untuk mendukung penuh

program ini. Semuanya demi mema-

jukan pembangunan kota. Meskipun

desain pembangunan kawasan Beting

ini langsung dikerjakan oleh Pemerin-

tah Kota Pontianak, kami berterima

kasih kepada Kementerian PUPR atas

sumbangsihnya ikut menata kawasan

kumuh pesisir.

Awalnya targetnya penyelesaian

2019 mendatang. Tapi setelah meli-

hat hasilnya, Kementerian PUPR akan

kami percepat dengan target penye-

tentu baik pemerintah pusat, dae-rah, masyarakat dan pihak lainnya harus sama-sama terlibat. Hingga saat ini beberapa poin-poin kerja sama sudah dibahas bersama de-ngan sekretaris daerah. Saat ini sedang mendekati persetujuan un-tuk win-win solution. Yang penting dari kerjasama ini ialah ada air ber-sih untuk masyarakat. n

lesaian pada tahun depan. Ini sebuah

kerja nyata Pemerintah yang perlu

didukung penuh pemerintah daerah

dan tentunya masyarakat.

Dengan tertatanya kawasan ini,

Kampung Beting siap menjadi per-

contohan dalam pengembangan

kawasan tepi air. Karena sebenarnya,

kawasan tepi air atau pesisir ini tidak

akan kumuh kalau bisa ditata dengan

baik. n

Jefirstson Riwu Kore, Wali Kota Kupang

Krisis Air Masalah Bersama

Semuanya demi memajukan pembangunan kota. Meskipun desain pembangunan kawasan Beting ini langsung dikerjakan oleh Pemerintah Kota Pontianak, kami berterima kasih kepada Kementerian PUPR atas sumbangsihnya ikut

menata kawasan kumuh pesisir.

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Sutarmidji, Wali Kota Pontianak

Kawasan Kumuh Bisa Ditata Baik

Kerja sama semua pihak menjadi kunci untuk mengatasi darurat air bersih. Namun hal itu tetap perlu didukung dengan pengadaan infrastruktur air bersih. Disinilah

peran bersama dibutuhkan.

Page 37: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

37

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

PEMERINTAH mengeluarkan dua ke-

bijakan untuk mengatasi permasalahan

sulitnya lahan dalam program penye-

diaan perumahan. Pertama, penye-

diaan rumah bukan program yang inde-

penden melainkan terintegrasi dengan

program penanganan kawasan permu-

kiman kumuh. Integrasi tersebut terkait

masih banyaknya Masyarakat Berpeng-

hasilan Rendah (MBR) yang tinggal di

kawasan kumuh dan tidak layak huni.

Kebijakan lainnya, Pemerintah

mendorong kota-kota dengan pendu-

duk lebih dari 2 juta jiwa menyediakan

perumahan dengan vertical housing,

bukan rumah tapak lagi. Kalau di bawah

2 juta jiwa boleh dengan rumah tapak.

Penyediaan rumah tidak bankable

membuat kalangan MBR sulit men-

dapatkan akses pembiayaan dari per-

bankan. Data Bappenas merilis angka

70 persen penduduk Indonesia memi-

liki rumah dengan swadaya, 12 persen

dengan akses Kredit Pemilikan Rumah

(KPR) dan 18 persen dengan cicilan se-

lain KPR. Banyaknya rumah swadaya

masyarakat berpotensi munculnya ba-

nyak kawasan permukiman kumuh. n

DALAM beberapa tahun terakhir, arus urbanisasi semakin

tinggi. Data penduduk Indonesia yang dikeluarkan Bank

Dunia (World Bank), tahun ini jumlahnya diperkirakan men-

capai sekitar 255 juta jiwa. Sebanyak 54 persn populasi di an-

taranya tinggal di perkotaan. Angka itu diperkirakan naik

menjadi 305 juta penduduk pada 2035 mendatang dengan

sekitar 67 persen di antaranya tinggal di perkotaan.

Inilah fenomena yang harus segera diantisipasi dengan

formula yang tepat sasaran. Apalagi, tingginya kenaikan dan

laju urbanisasi disinyalir mengakibatkan pelayanan prasa-

rana dan sarana tidak seimbang dengan jumlah penduduk.

Permasalahan ini pada akhirnya menimbulkan permasa-

lahan kumuh di perkotaan. Kondisi demikian mendorong

Pemerintah untuk menangani perkotaan dan perdesaan

harus menggunakan pendekatan hubungan antar kawasan

perkotaan dan perdesaan (urban-rural linkage).

Meskipun bentuknya vertical housing, setidaknya itu

menjawab salah satu kebutuhan dasar bidang ‘papan’ yang

diperlukan masyarakat, khususnya kalangan MBR. n

Nusyirwan Soejono, Anggota Komisi V DPR RI

Yayat Supriatna,Pengamat Perkotaan

Apa Kata Mereka

Rumah untuk Kalangan MBR

Harus Siap Hadapi Laju Urbanisasi

Langkah pemerintah sudah benar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa penyediaan perumahan

merupakan tanggung jawab pemerintah

Program 100-0-100 yang didalamnya 0 persen kawasan kumuh memang harus terus dioptimalkan. Mau tidak mau untuk mengatasi kawasan kumuh, Pemerintah

menyediakan infrastruktur dasar permukiman dengan membangun perumahan.

Page 38: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

38

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

38

Page 39: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

39

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

39

Page 40: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Gender friendly parkPhotograph by : Ismail Abd. Muttalib, Champion 3 of National Habitat Day

Photo Contest

40

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

CHALLENGES for the

needs fulfillment of livable

housing and settlements

are not only faced by

Indonesia, but also other countries

in the world. Facing that fact, the

United Nations (UN) stipulates every

first Monday of October as World

Habitat Day (WHD). The appoint-

ment was made by the UN General

Assembly through Resolution 40/202

of 17 December 1985.

This WHD commemoration is

aimed to remind the world about the

importance of needs fulfillment over

livable housing and settlements for

all communities, as well as increasing

joint responsibility for the future of

better human habitat.

In his speech at the opening of a

Preserving the World Habitat to Become Livable

The pace of urbanization is increasingly high and

inevitable. Better and adaptive governance

is expected to create a comfortable, safe, livable,

and sustainable city for its population.

Page 41: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

41

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Menjaga Habitat Dunia menjadi Layak Huni

panel discussion in order to comme-

morate World Habitat Day and World

City Day 2017, in October, Minister

of Public Works and Housing, Basuki

Hadimuljono said that in the concept

of ‘open city’, according to Institute

fot The Future, there are 5 important

strategies. The first strategy is partici-

pation where access to data and phy-

sical space will create great opportu-

nities for all elements of community.

Second, Share ability, the city allows

community to share data. Third,

open city creates an adaptable space,

changing in city demographics will

change the community value. Fourth,

Equity, it means able to create space,

services, and opportunity, which can

be accessed by all community as the

main core. And finally, the bottom-

up Co-Creation and not top-down in

future city design and planning.

“The population shift activity

from rural to urban area is expected

to continue. UN is predicting that 60

percent of the world’s population will

live in urban areas by 2060,” Basuki

said.

Similar to it, Director General of

Human Settlements, Ministry of Pu-

blic Works and Housing, Sri Hartoyo

also said that today more than half

the world’s population live in urban

areas, which means there has been

an activity transformation from rural

to urban in most parts of the world .

The population shift of rural to urban

activity is expected to continue. “The

UN predicts that 60 percent of the

world’s population will live in urban

areas by 2060,” Sri Hartoyo said after

the commemoration of World Habi-

tat Day and World City Day at the

Ministry of Public Works and Hou-

sing some time ago.

Population growth and urbaniza-

tion will directly affect on the increa-

sing of needs for shelter. Settlement

is one of the basic elements in urba-

nization, at least half of urban land

is used as residential for urban com-

munity. Failure in providing livable

housing for the citizens will certainly

have an impact on the sustainability

of urban development and lead to

various urban issues such as traffic

congestion to slums.

The celebration of Habitat Day

and World City Day 2017 is one of

the commitments and contributions

from the Ministry of Public Works

and Housing in implementing the

New Urban Agenda (NUA). An in-

tegrated and holistic approach in

housing will contribute to poverty

alleviation and welfare improvement.

“We hope that the series of activities

on celebrating the World Habitat Day

and World City Day 2017 consisting

of photography contest exhibition

and discussion can contribute to the

realization of a tough, inclusive and

sustainable urban development,” said

Sri Hartoyo.

Several programs have been initia-

ted. For community-based program,

the Directorate General of Human

Settlements has several programs,

namely City without Slums (KOTA-

KU), Community Based Sanitation

(Sanimas), Drinking Water Provision

and Community Based Sanitation

(PAMSIMAS), and Regional Socio-

Economic Infrastructure Develop-

ment (PISEW).

“Because there are also urban

areas that can not be reached by the

infrastructure managed by the for-

mal institutions and therefore, we

Jakarta residents homecoming

Page 42: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

42

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

are trying to build community-based

infrastructure, for example with KO-

TAKU program, in core to have a city

without slums,” he added.

Beside the program, Ministry of

Public Works and Housing in the 2015-

2019 Strategic Plan also has target

to build settlement areas and urban

development. The building target of

settlement areas is realized in the 100-

0-100 movement that is 100 percent

target for safe drinking water access, 0

percent of slum areas, and 100 percent

access to proper sanitation in 2019.

The implementation until this

year has reached 71,14 percent of safe

drinking water access, the arrange-

ment of urban slum areas has rea-

ched 21 percent from the total area

of 38.431 hectares. While for natio-

nal achievement, proper sanitation

consisting of waste water as much as

67,20 percent, waste 86,73 percent,

and drainage 58,85 percent.

Sri Hartoyo considers that in

order to manage the urban area ma-

nagement as expected, it is necessary

to have commitment from Local Go-

vernment and involvement or active

participation from community and

other stakeholders to help succeed

every implementation step. “Because

without any community awareness,

this program will not be able to run

optimally,” he concluded.

Organization Center Reflecting from its history, the

first Habitat Day was held in 1986,

centered in Nairobi, Kenya, with the

theme “Shelter is My Right”. Further-

more, this commemoration is held

annually with different themes in

each country. United Nation Habitat

itself organizes Global Observance,

which is a global observation to the

initiative of settlements quality en-

hancement in the selected city and

appreciation through Habitat Scroll

of Honour to the meritorious indivi-

dual or organization that can serve as

example of settlement development.

Indonesia itself has been appointed

twice to be the organization center of

Habitat Day. In 1989 with the theme

“Home, Health and Family” and then

in 2005 with the theme “Millennium

Development Goals and City”.

Not only commemoration, the

world also discuss about the deve-

lopment of housing, settlement and

city which are increasingly changing.

These issues are subsequintly dis-

cussed at a world meeting namely

Habitat Conference. It is a forum for

countries that have concern in urban

issues.

The Habitat I Conference was

held in 1976 in Vancouver, Canada

with the theme “Feasible Shelters For

All”. Then, in 1996, Habitat II Confe-

rence was held in Istanbul Turkey

with the theme “Sustainable Settle-

ments in an Increasingly Urbanized

World”. While, Habitat III Confe-

rence was held in Quito, Ecuador on

17 - 20 October 2016 and the theme is

‘Housing at The Center’. Meanwhile,

for 2017, the theme of World Habitat

Day is “Housing Policies: Affordable

Homes”. n

Urban slums at Jakarta rail edges.

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 43: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

a village at Kelurahan Ngampilan, Yogyakarta

43

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Collaboration Creates Livable City

Collaboration Creates Livable City

POPULATION Population

density in urban areas in

Indonesia becomes higher.

The rapid flow of urbaniza-

tion contributes in transforming the

city face with numbers of residential

buildings. As a result, the crowded

life of the city culminates in creating

the discomfort of its citizens. Slow

but sure, the phenomenon raises

new challenges such as the emer-

gence of slum areas, environmen-

tal degradation, social inequality to

high crime rates.

Based on the five-yearly estima-

tion from the Central Bureau of Sta-

tistics, by 2015 at least 53,3 percent

of Indonesians prefered to live in

the city. The rate is slowly rising.

It is expected to increase to 56,7

The central government is collaborating with the regions to present habitable and sustainable

settlements. The main idea is through the provision of affordable housing, drinking water services, proper

sanitation, and access to public space.

Page 44: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

44

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

percent by 2020. Facing such risk

and challenge, the Government has

developed strategies to reduce the

impact of increasing urbanization.

Minister of Public Works and

Housing (PUPR), Basuki Hadi-

muljono said that the collaboration

between central and local govern-

ment must be strongly established

in order to anticipate the impact of

urbanization. The main objective

is to jointly realize the liveable city

based on innovative, creative, and

integrated development concept

in accordance with the spatial plan

(RTRW).

There are several efforts consi-

dered to be the key to answer the

challenge according to Mr. Basuki.

“The efforts are through improving

basic infrastructure services for sett-

lements, drinking water and proper

sanitation,” Basuki said in Jakarta.

Related to that, Ministry of Public

Works and Housing conducts the

celebration of World Habitat Day

2017 with a theme “Providing Affor-

dable Houses” and World City Day

2017 under a theme “Governance

Innovation Towards Realization of

City For All” in Jakarta, earlier this

November.

Associated with this celebration,

the Ministry of Public Works and

Housing continues to push ahead

the housing construction for Low

Income Community. One of the

efforts is by encouraging the deve-

lopers to be more active in building

subsidized houses as a part of One

Million Houses Program.

Basuki explained that the avai-

lability of livable and affordable

housing in urban areas becomes a

challenge faced by cities in Indone-

sia. The narrowness of land in urban

areas leads to high land price, so that

the urban residents choose to live in

the suburbs located far from where

they work.

Therefore, the availability of af-

fordable housing becomes one of the

solutions to the problem of urban

settlement. According to Basuki,

from the three basic needs (clothing,

food and shelter), only clothing that

is well fulfilled. As for food and shel-

ter, not yet can be fulfilled maxi-

mally.

In the provision of a “shelter”

requirement, Government has

launched a One Million Houses Pro-

gram aiming in accelerating housing

development through deregulation

in the form of licensing process sim-

plification, house construction and

house ownership financing support

for Low Income Community (LIC).

Through the One Million Houses

Program, Government targets 70

percent of the houses for LIC and

30 percent for Non LIC. Data per

October 23, 2017, the achievement

of One Million Houses Program has

reached 663,314 units or increases

39,970 units compare to September

achievement of 623,344 units. From

this number, the majority of houses

are built for LIC as much as 544,870

units, while non ILC houses are

118,444 units.

Garbage processing

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 45: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

45

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Jumlah itu ditambah lagi dengan

rumah MBR yang dibangun Peme-

rintah Daerah sebanyak 148.180

unit, aksi sosial perusahaan (CSR)

118 unit, Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) sebanyak 40.038 unit, masya-

rakat sebanyak 75.451 unit, dan yang

dibangun oleh para pengembang se-

banyak 96.968 unit.

The LIC houses built and rehabi-

litated with the budget from Public

Works and Housing Ministry are

182.549 units. The provision is obtai-

ned through the development pro-

gram of rental flats (Rusunawa), spe-

cial housing, stimulant assistance on

independent housing, and special

allocation fund for housing.

The number is also added to the

LIC houses built by the Local Go-

vernment as much as 148.180 units,

thorugh action of corporate social

responsibility (CSR) as much as

118 units, Building Permit (IMB) as

many as 40.038 units, by the com-

munity itselfs as much as 75.451

units, and built by the developers of

96.968 units.

Ready to CommitSustainable and livable urban

development is not only the res-

ponsibility of central government.

The role of local government be-

comes also a reference to the success

of development. Therefore, commit-

ment is binded to strengthen the

synergy of both.

Director General of Human Sett-

lements, Directorate General of Hu-

man Settlements, Ministry of Public

Works and Housing, Sri Hartoyo,

said that he has invited 27 regional

heads in Indonesia from 24 cities

and 3 districts. The cities are Sura-

baya, Balikpapan, Bogor, Pekanbaru,

Tanjung Pinang, Padang, Medan,

Malang, Palu, Kupang, Jayapura,

Banjarmasin, Ternate, Banda Aceh,

Yogyakarta, Palembang, Semarang,

Pekalongan, Palangkaraya, Mana-

do, Kendari, Tarakan, Ambon , and

Sorong. While the three districts

namely Nunukan, West Sumbawa,

and Sumbawa.

Sri Hartoyo explained that the

core of this commitment is a form

of mandate implementation of Law

No. 1 year 2011 about Housing and

Settlement Area, as well as conduc-

ting world agreement on Sustai-

nable Development and Urban New

Agenda aimed at realizing an inclu-

sive, safe, resilient and sustainable

city.

There are five main points in the

Collaboration Creates Livable City

Pelangi Village, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Page 46: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

road guide way for difabelPhotograph by : Ismail ABD. Muttalib ,

champion 1 of National Habitat Day photo contest

46

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

agreement. First, together with all

the communities will conduct urban

development with transparent plan-

ning and budgeting to create secure,

resilient and sustainable settlements

for all without exception.

Secondly, in collaboration with

the central, provincial, district/city

and entire communities in order

to provide innovative, creative and

integrated urban and regional deve-

lopment, in accordance with the

Spatial Plan.

Third, proactively and innova-

tively, providing livable and affor-

dable housing as well as improving

the quality and preventing slums,

through the provision of settlement

basic infrastructure, such as safe

drinking water services, proper sa-

nitation, access to public space and

connect communities into public

facilities and also other facilities to

carry out productive activities.

Fourthly, proactively and inno-

vatively together with all citizens

implements the building regulation

in orderly and reliable, as well as

all regulations for the realization of

feasible settlement, through streng-

thening the capacity of settlement

services management unit for sus-

tainable urban development.

Fifth, statement about leading all

efforts to reduce poverty in the fra-

mework of equitable development

through productive and responsive

sustainable urban development,

based on the characteristic, region

potential, and preservation of local

culture.

Sri Hartoyo said that all the areas

have been committed and ready in

conducting urban planning if com-

pared with other regions. The readi-

ness is in term of programs in each

region and budget for urban plan-

ning.

“The handling efforts on slum

areas are conducted with commit-

ment or initiatives, management

budget availability, up to commu-

nity assistance so that they can par-

ticipate actively. Without it all, slum

areas handling activities can not be

done.” He said.

Sri Hartoyo added that other

regions can participate in commit-

ment of feasible urban planning

implementation. Provided that lo-

cal governments are ready with the

concept and its implementation.

Therefore, the central government

will conduct supervision related to

the program implementation. “Local

governments should become leader

to create livable and comfortable

urban planning, because they have

a better understanding to their own

region and culture,” He concluded.

n

Page 47: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

47

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Neck and neck in Structuring the Urban Slum

Help each other to Upgrading the Urban Slum

THE current urbanization

is out of control. Looking

at Indonesian population

data from World Bank, this

year the number is around 255 million

people. As many as 54 percent of the

population is in urban areas. In fact,

that figure is expected to rise into 305

million people by 2035 with about 67

percent lives in urban areas.

The high increase and the urbani-

zation rate are allegedly causing the

un-balanced infrastructure and facili-

ties services with the population. This

problem ultimately leads to urban

slums. Such condition encourages

the Government to handle urban and

rural areas with urban-rural linkage

approach.

Director General of Human Sett-

lements, Sri Hartoyo explained that

the Government is committed during

the period 2015-2019 in reducing slum

areas and providing livable, produc-

tive and sustainable settlements. Pro-

grams and activities in urban area la-

ter will be focused on preventing and

improving the quality of slums.

In addition, prevention efforts

are also conducted to suppress the

growth of slum areas in urban and

surrounding areas, including reducing

the rate of urbanization. In addition,

the upgrading of rural settlement in-

frastructure service standards is also

applied in peri-urban areas.

The government encourages the

arrangement of slum areas throughout the archipelago through

KOTAKU. There are tens of thousands of villages

/ villages targeted by the program.

Fatmawati Park, Wonosobo, Jawa Tengah

Page 48: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Village at Temanggung District, Jawa Tengah

48

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

As the commitment embodiment,

Sri Hartoyo said that his team initiates

the City Without Slum (KOTAKU)

program. This program is part of the

100-0-100 movement, ie 100 percent

availability of clean water access, 0

percent of slums and 100 percent avai-

lability of healthy sanitation access. In

addition, the slum handling program

is also an effort to support the achie-

vement of Sustainable Development

Goals (SDGs) related to clean water

and proper sanitation accesses.

KOTAKU application includes

National Slum Upgrading Program

(NSUP) and Neighborhood Upgra-

ding Shelter Project Phase 2 (NUSP-2).

While in the peri-urban area, Regency

Settlement Infrastructure Develop-

ment (RSID) Program is implemented.

“KOTAKU as a slum handling colla-

boration platform in urban area has

started since 2015. While RSID is still

in the program preparation stage,” Sri

Hartoyo explained, in Jakarta, a few

weeks ago.

In accordance with the policy di-

rection of Directorate General of Hu-

man Settlements, Sri Hartoyo conti-

nued that all settlement development

is conducted by building the system,

facilitation of local government to

become the leader and community

empowerment. Therefore, coordina-

tion is necessary to implement both

programs.

KOTAKU program is implemented

in 11.067 villages in 269 districts / ci-

ties spread over 34 provinces. Total of

slum area in Indonesia is 38.431 hec-

tares, consisting of 23.473 hectares in

urban area and 11.957 hectares in rural

area. Meanwhile, Sri Hartoyo said that

the slum area in the program targeted

location - based on Slum Pronounce-

ment Letter (Decree) appointed by the

Region Head of each district/city – is

23.656 hectares.

The handling of this slum area has

been conducted by the Directorate

General of Human Settlements since

1999-2006 under the name of Poverty

Alleviation Project (P2KP) in urban

area. Then, in 2007-2014 the P2KP

program transformed into National

Program of Urban Community Em-

powerment (PNPM Mandiri). After

that, since 2014 the program is trans-

formed into Urban Slum Area Han-

dling Program (P2KKP).

Fund SupportBased on the available data, KO-

Page 49: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Pot plant for greening and safety along Cidongkol River Banks,

Tasikmalaya, Jawa Barat

49

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

TAKU financing source comes from

foreign loans, namely World Bank

as much as US $ 433 million, Islamic

Development Bank Group (IDB) as

much as US $ 329,76 million and Asian

Infrastructure Investment Bank (AIIB)

as much as US $ 74,4 million.

Nevertheless, the amount of three

banks funding will not be sufficient.

Therefore, those sources of the finan-

cing are not the only one. The pro-

gram also requires support and com-

mitment from the regions through

the fund allocation from Regional

Budget of provincial and district / city.

In addition, other funding needs can

be obtained by involving other parties,

such as private funds through Corpo-

rate Social Responsibility (CSR) and

non-governmental aid.

During the period of 2015-2016,

self-help commitment for City Wit-

hout Slum (KOTAKU) program

reached the range of 10-15 percent.

Meanwhile, the commitment of local

government and private parties filled

up to 50 percent of slum handling

financing, both for infrastructure acti-

vities and other supporting facilities

(economic, social, and training).

One of the implementation of

KOTAKU program, is conducted in

East Pisangan Village, East Jakarta.

This area is included in the handling

priority of urban slum area. Slum pro-

blems in this area consist of building

condition, area accessibility, drainage,

drinking water services, wastewater,

waste management, and fire safety.

During the visit several months

ago, the President of IDB, Bandar Al

Hajjar and entourage directly saw the

efforts and activities of community

groups such as PAUD Anggrek 014,

and Camar Putih Non-Government

Organization. Activities conducted

are such as producing handicrafts

from paper and plastic waste, soy

milk business and entris syrup. The

infrastructure activities conducted

are the manufacture of covering

plate for drains/ditches and closed

rain cannal.

“Pleased to be able to help and coo-

perate with the Government of In-

donesia in this project. It is our duty to

foster socio-economic development

in IDB member countries. IDB fund

support until now has reached US $ 7

billion. As for the program KOTAKU,

we are ready to help as much as US $

800 million for all of Indonesia,” Ban-

dar said. n

Neck and neck in Structuring the Urban Slum

Page 50: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

50

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Community-Based Sanitation Program Continues to ImproveFor five years, Ministry of Public Works and Housing is targeting access for feasible community sanitation in 94,454 locations. This year, the achievement is targeted at 85 percent.

IN the National Medium-Term

Development Plan (NMTDP)

2015-2019, Government through

the Ministry of Public Works

and Housing targets the achievement

of 100-0-100 program. The program

aims in 100 percent safe access to

drinking water, 0 percent of slums,

and 100 percent access to proper

sanitation. The target has a purpose

to realize a good residential environ-

ment that has an impact on improving

public health.

Minister of Public Works and

Housing, Basuki Hadimuljono ex-

plained that sanitation problem is not

only a matter of infrastructure deve-

lopment, but also very dependent on

healthy behavior pattern. But unfor-

tunately, public perception to main-

tain environmental health is still not

a requirement. The condition can

be seen from the many activities of

defecation (BAB) in any place. Based

on the record from Health Ministry,

there are 32 million households

throughout Indonesia who do not

have a latrine facility. “People should

be reminded about this. Therefore, I

ask all stakeholders to work together

to solve this problem,” he said in Bali,

a few weeks ago.

Efforts to achieve 100 percent of

access to feasible sanitation in In-

donesia already been done. One of

them is by conducting dissemination

and cooperation agreement of Com-

munity-Based Sanitation Program

(Sanimas) and Waste Treatment Faci-

lity with Reduce, Reuse, Recycle (TPS

3R) pattern. The program undertaken

by Directorate General of Human

Settlements is conducted in Bali by

involving 46 regents / mayors.

Director General of House Sett-

lements, Sri Hartoyo said that the

signing of this cooperation agree-

ment aims to support the joint com-

mitment between central govern-

PISEW at Gunung Sari Village, Temanggung, Jawa Tengah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 51: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Pansimas at Pegaf District, Papua Barat

51

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Community-Based Sanitation Program Continues to Improve

ment and local government through

division of tasks and responsibilities

towards management of Communi-

ty-Based Sanitation Program (Sani-

mas) and Waste Treatment Facility

with Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R)

pattern, so that it can be sustainable.

According to him, the active role

of local government in involving

other stakeholders is very important

to achieve the target of feasible sani-

tation access. By 2016, the procure-

ment of feasible sanitation has rea-

ched 67,2 percent. This year, Ministry

of Public Works and Housing targets

an increase in access to Community-

Based Sanitation Program in to 85

percent.

The Community-Based Sanitation

Program is a communal wastewater

infrastructure development pro-

gram targeting LIC in urban areas

to have access to safe waste water.

Meanwhile, TPS-3R is an infrastruc-

ture built to reduce waste. That way,

the waste can be sorted so that it will

prolong the life of the landfill.

This year, Directorate General

of Human Settlements has conduc-

ted Sanimas program on 126 loca-

tions and construction of TPS-3R

in 75 locations, spread over 31 pro-

vinces throughout Indonesia. In the

implementation of these activities,

the source of funding comes from

State Budget (APBN), Regional Bud-

get (APBD), Special Allocation Fund

(DAK), as well as through other fun-

ding sources.

Sri Hartoyo added that it needs

the involvement of several parties to

support the smoothness and success

of the program. Therefore, the suc-

cess of sanimas program is not only

from the central government, but

also because of the active role of local

government and community partici-

pation in the operation and mainte-

nance of infrastructure that has been

built.

“This requires the support and

cooperation from various parties.

We expect the participation of other

stakeholders such as Home Affairs

MInistry, Health Ministry and of

course the local government, in

terms of land provision, operational

budgeting and maintenance cost,

NGO preparation, as well as assis-

tance and supervision towards the

sustainability of Sanimas and TPS 3R

infrastructure,” said Sri Hartoyo.

In the construction of Sanimas

and TPS-3R, community plays a direct

role in the construction, while the

government facilitates and provides

assistance in the activity implemen-

tation. Some of Sanimas construction

activities are including the construc-

tion of toilet facilities (MCK), com-

munal Wastewater Treatment Plant

(WWTP), Wastewater Treatment

Plant (WWTP) combination with toi-

let and Home Connection. “We will

continue to accelerate the develop-

ment of communal WWTP so that

it can be completed this year,” he

added.

The Ministry of Public Works and

Housing itself in the period of 2015-

2019 has targeted Sanimas at 94.454

Page 52: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Water ready for drinking

52

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

locations with budget needs of Rp1,9

trillion and TPS-3R at 5.279 locations

with budget needs of Rp1 trillion. In

addition to the communal-scale Sani-

mas, Directorate General of Human

Settlements has also built sanitation

infrastructure in regional, municipal,

and area scale.

Drinking Water ProvisionIn addition to Sanimas, Directo-

rate General of Human Settlements

also builds Community-Based Drin-

king Water infrastructure (Pamsimas

III) in 15.000 new villages located

in 365 districts and 33 provinces in

the period of 2016-2019. This effort

continues PAMSIMAS I achievement

in the period of 2008-2012 and PAM-

SIMAS II in period of 2013-2015 which

has been implemented in 12.000 vil-

lages located in 220 districts and 34

provinces. The builded PAMSIMAS

has drinking water capacity of 47.700

liters / sec, additional access to safe

drinking water for 9 million people,

and additional access to feasible sani-

tation for 8,4 million people.

Sri Hartoyo explained that the

PAMSIMAS construction aims to im-

prove access for safe drinking water

and sustainable feasible sanitation as

well as clean and healthy living beha-

vior. In addition, lowering the indis-

criminate defecation and disease

rate as well as mainstreaming the

program of providing drinking water

and sanitation access through the ac-

tive participation of community.

While the target, Sri Hartoyo ad-

ded that pamsimas is earmarked for

Low-Income Community (LIC) in ru-

ral areas experiencing limited /prone

to feasible access of drinking water

and sanitation. In the implementa-

tion, the program uses a community-

based approach so that the commu-

nity is actively involved in supporting

the success of PAMSIMAS, especially

in rural areas.

Until today, PAMSIMAS program

has assisted nearly eight million In-

donesians to have access to safe drin-

king water and more than 7,4 million

feasible sanitation in approximately

10,000 villages. In the areas where

PAMSIMAS is implemented, many

villages have achieved the status of

Stop Indiscriminate Defecation and

implement the Hand Washing With

Soap Program.

As these clean and healthy li-

ving behavior transformation, rural

people can now enjoy improvement

in health, productivity, and standard

of feasible living. In addition, PAM-

SIMAS encourages municipalities/

districts to provide at least 25 percent

of the total state budget that they re-

ceive for the pamsimas to develop its

own drinking water and sanitation

program in other villages. n

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Page 53: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Program of Regional Socio-Economic Infrastructure Development (RSEID/PISEW) Overcomes Infrastructure InequalityThis year, Directorate General of Human Settlements prioritizes the Regional Socio-Economic Infrastructure Development (RSEID/PISEW) in 400 sub-districts.

MINISTRY of Public Works and Housing (PUPR)

has made various efforts to address problems

such as regional disparity, poverty and unem-

ployment. One of the approaches is to conduct

development of Community Based Infrastructure (CBI). The

program is organized through empowerment and commu-

results of PISEW at Lalangbaru Village, Kalimantan Barat

53

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Program of Regional Socio-Economic Infrastructure Development (RSEID/PISEW) Overcomes Infrastructure Inequality

Page 54: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

54

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

PISEW at Muntilan District,

Magelang, Jawa Tengah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

nity participation in order to give

contribution in poverty alleviation

and employment provision.

One of CBI’s programs is Regio-

nal Socio-Economic Infrastructure

Development (RSEID), which is an in-

frastructure development, especially

road connecting access between vil-

lages to support the socio-economic

activities of the community as the

main actor of the planning, imple-

mentation and maintenance process

based on the region potential.

Minister of Public Works and

Housing, Basuki Hadimuljono said

that infrastructure development

conducted by the Public Works and

Housing Ministry not only produces

physical infrastructure, but also

reduces the gap between regions in

the effort of equitable development.

“Infrastructure development will also

have to contribute to the employ-

ment provision to reduce poverty

number in Indonesia,” said Basuki in

his official statement, some time ago.

Director General of Human Sett-

lements, Ministry of Public Works

and Housing, Sri Hartoyo explained

that RSEID aims to reduce regio-

nal disparity, poverty alleviation,

improve local governance (districts,

sub-districts and villages) and also

strengthen community institution at

the village level.

In 2016, the implementation of

RSEID was conducted in 364 sub-

districts. Total beneficiaries were

1,354,080 households with a budget

allocation of Rp. 426 billion. While

today, the program is implemented

in 400 sub-districts with beneficia-

ries of 1.488.000 households and its

budget allocation of Rp. 240 billion.

That means, each sub-district gets an

allocation of Rp. 600 million.

Despite of continuing from the

previous year, Sri Hartoyo said that

the RSEID program this year uses a

new mechanism with some concep-

tion adjustments, technical justifi-

cations, and program deliveries that

rely on participatory process by the

community. One of the significant

changes on its implementation pro-

cess is the shifting of initial concept

of capital expenditure account into

goods purchase.

Other changes are disbursement

mechanism, implementation me-

Page 55: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

chanism, and an emphasis on com-

munity participation approach on a

regional scale. “All these changes are

expected to improve socio-economic

in the region,” he explained.

In addition, Sri Hartoyo explai-

ned that the program recipient must

have the potential as a central area of

development, economic growth, can

create employment, and in accor-

dance with the relevant spatial plan.

The use of funds for infrastructure

development including roads and

village bridges, boat moorings, small

irrigation infrastructure to support

agricultural production/industry,

agricultural infrastructure, animal

husbandry, fishery, industry and sup-

porting tourism activities such as

market, warehouse and drying floor.

Other developments include drinking

water infrastructure in the form of

dug well, wellspring catchment, rain

water catchment and public hydrant

as well as sanitation infrastructure in

the form of settlement drainage, com-

munal wastewater and garbage.

In the planning process, RSEID is

conducted in a participative manner,

and it is directed as a form of Natio-

nal Development Planning System

(NDPS) as stated in Law no. 25 year

2004 about NDPS. The proposal of

RSEID participatory activities will be

able to fill out and part of the imple-

mentation of Regional Strategic Plan

(Renstrada) from each sub-district

and district participants. It is hoped

that RSEID’s activities can synergize

with other activities from related

regional development program, and

contribute to the implementation

of Regional Medium-Term Develop-

ment Plan (RMTDP) which is the ela-

boration of National MTDP.

Meanwhile, during its implemen-

tation, the process of location and

planning establishment are conduc-

ted by consultants (Facilitators and

Experts) who are familiar with the

context of local custom and culture.

This is conducted by involving the

implementing team in the district

and sub-district as well as local

community for approximately four

months. While the concept of infras-

tructure implementation is carried

out contractually with the approach

of rural area development prioriti-

zing labor intensive for approxima-

tely three months.

The selection and designation

of construction service provider is

conducted based on prevailing laws

and regulations related to the pro-

curement of government goods and

services. The Construction Service

Provider is instructed to optimize the

use of local materials that meet the

specifications in contract, as well as

to utilize local labor in accordance

with the technical capabilities of its

type of work.

In particular, RSEID is one of se-

veral settlement infrastructure pro-

grams implemented by the Directo-

rate General of Human Settlements.

This year, Directorate General of

Human Settlements has received an

allocation of Rp 15.935 trillion (15,7

percent). The budget is devoted for

area construction and structuring

in seven State Border Posts (SBP/

PLBN), development of settlement

infrastructure in nine Border Areas,

construction of Drinking Water Sup-

ply System of 3.603 liters per second

consisting of ten Regional DWSS,

eight City DWSS and three outer

islands DWSS.

In addition, other works include

the construction of Landfills (TPA) for

regional waste in three areas, installa-

tion of Wastewater Treatment, infras-

tructure support in fisherman village

in six areas, tourism support in five

areas and slum area management. n

55

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Cleaning drainage at Tarakan, Kalimantan Timur

Program of Regional Socio-Economic Infrastructure Development (RSEID/PISEW) Overcomes Infrastructure Inequality

Page 56: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

THE Ministry of Public

Works and Housing conti-

nues to push the 100-0-100

program to be realized by

2019. The movement is 100 percent

availability of access to clean water, 0

percent of slum areas and 100 percent

availability of access to healthy sani-

tation. Until now, the implementa-

tion continues to be done in various

regions throughout the archipelago.

Minister of Public Works and Hou-

sing, Basuki Hadimuljono believes the

program can be achieved within the

next two years. Until now, the achie-

vement of drinking water access has

only reached 67 percent, 60 percent of

feasible sanitation access, and leaving

12 percent of slum area. “If we want to

realize a sustainable and livable area,

it should be supported by several as-

pects, especially clean water services

and feasible sanitation access,” he said

several weeks ago in Jakarta.

Based on the record of Health

Ministry, from approximately 75 mil-

lion families in Indonesia, only 68,05

percent that has feasible sanitation.

In Jakarta for example, although as an

advanced metropolitan city, there are

still 26,31 percent of family that does

not have clean sanitation. Meanwhile,

the condition is also added to the

high behavior of carelessly defecation

56

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Chasing the Hope to Reach 100-0-100

PDAM Tirta Khatulistiwa, Kalimantan Barat

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Clean water services and access to feasible sanitation are a prerequisite for supporting healthy and livable areas. The government is incentive to push the implementation of 100-0-100 movement.

Page 57: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Sanimas at Laugumba Village, Karo District, Sumatera Utara

(BAB). Only 8.429 from approxima-

tely 82.000 villages or sub-districts in

Indonesia that are already stop care-

lessly defecation (BAB).

Not to mention, poor sanitation

condition is also caused by the pro-

blem of rivers in Indonesia. As one

of water sources approximately 68

percent of rivers in Indonesia are

severely polluted. From the rivers, 70

percent are polluted by household

waste.

“If we do not have access to clean

water and sanitation, our subsidies

will surely go to the Social Security

Administering Agency (BPJS). Rather

than using BPJS, it is better if people

becomes healthy,” said Basuki.

In terms of drinking water infras-

tructure provision, based on data

from Directorate General of Human

Settlements, Ministry of Public

Works and Housing, the achieve-

ment in early 2016 amounted to 71,05

percent of the 100 percent target

by 2019. This target was achieved

through various programs, inclu-

ding Drinking Water Supply System

(DSWW) construction in regional,

and urban, as well as construction of

Community-based Drinking Water

Supply System, special area DWSS,

facilitated LWC DSWW, and facilita-

ted non-LWC DSWW.

Director of Program Develop-

ment, Directorate General of Hu-

man Settlements, Ministry of Public

Works and Housing, Antonius Bu-

diono explained that until last year,

procurement of regional DSWW

has been done in five areas, urban

DSWW as much as 9.295 liters / se-

cond for 929.450 home connections,

community-based DSWW as much

as 1.929 liters / sec for 937.280 home

connections. Other activities include

DSWW in a special area as much as

2.056 liters / second for 515.640 home

connections, facilitated LWC for

about 56 LWCs and 788 districts, as

well as non-LWCs in 262 areas.

For the provision of sanitation

infrastructure, the achievement up to

last year was 62 percent. Meanwhile,

to meet the remaining target, the Mi-

nistry of Public Works and Housing

focuses on wastewater treatment pro-

gram in regional scale, city scale, and

area scale, as well as special wastewa-

ter treatment, construction of Land-

fills (TPA), and environmental drai-

nage construction.

In 2015, regional scale wastewa-

ter treatment construction has been

achieved for 172.510 households. In

addition, other achievements were

city-scale wastewater treatment for

489.220 households, regional scale

wastewater treatment for 448.320

households, special wastewater treat-

ment for 39.500 households, and

landfills construction in 123 districts

/cities, as well as drainage construc-

tion with a total area of 2.650 hec-

tares.

Last year, wastewater treatment

construction targe in regional scale

was for 2.350 households, in city scale

was for 604.930 households, and in

area scale was for 60.185 households,

as well as special wastewater treat-

ment for 2.825 families, and environ-

mental drainage development with a

total area of 427 hectares.

Another handling is slum area.

Slum area in Indonesia reaches 38.431

hectares consisting of 23.473 hectares

in urban area and 11.957 hectares in

rural area. Therefore, specifically

for urban area, Directorate Gene-

ral of Human Settlements conducts

various slum handling programs,

among others, the synergy of slum

handling plans preparation with local

government or the Prevention and

Improvement Plan of Urban Slum

Quality (RP2KP-KP) in 93 districts /

cities and Draft of Local Government

Regulation on Improving the Quality

of Slum and Housing in 68 districts

/ cities through state budget as fun-

ding source.

The program is implemented

through funding from foreign loans

(World Bank and Islamic Develop-

ment Bank), State Budget, and Regio-

nal Budget. The programs is imple-

mented through activities such as

National Slum Upgrading Program

(NSUP) –City Without Slum (KOTA-

KU) Program and Neighborhood Up-

grading and Shelter Project 2 (NUSP-

2) .

The handling of this slum area, ac-

cording to Antonius, can not only be

the work of central government alone.

The role of local government, private

parties and community will certainly

be a strong support in creating zero

percent of slum area in Indonesia in

2019. “Of course everything can be

realized with the support of all par-

ties,” he concluded. n

57

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Chasing the Hope to Reach 100-0-100

Page 58: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

58

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Urban and Sanitation Planning to Achieve SDG’s

The Ministry of Public Works and Housing continues to meet two main goals of sustainable development (SDG’s) which become the scope of its work. A number of achievements are implemented in the national medium-term development plan until 2019.

AGENDA for sustainable

development are covering

17 Sustainable Develop-

ment Goals (SDG’s) with

169 target groups that are integrated

and inseparable from one another.

All achievements are targeted until

2030. Two sustainable development

goals will continue to be pursued in

2019 by the Ministry of Public Works

and Housing (PUPR). One of the

goals is point 6 about ensuring the

availability and sustainable manage-

ment of water and sanitation for all.

The other is point 11 about realizing

urban and settlement areas that are

inclusive, secure, resilient, and sus-

tainable.

Minister pf Public Works and Hou-

sing, Basuki Hadimuljono explained

that the two goals have been adjusted

to the National Medium Term Deve-

lopment Plan 2015-2019. According to

him, the current urban development

planning in Indonesia has applied the

principles of building cities and sett-

lements that are inclusive, safe, resi-

lient, and sustainable. In addition, the

provision of drinking water and fea-

sible sanitaon are also continuously

improved. “Everything is still running

according to the target achieved,” he

explained in Jakarta, last September.

One of the achievements is through

the program 100-0-100. The program

targets 100 percent of drinking water

provision, 0 percent of urban slum

areas, and 100 percent of community

sanitation provision involving waste,

sewage and environmental drainage.

Until today, access to drinking water

has reached 71,05 percent, access to

feasible sanitation has reached 62

percent, and it leaves less than 10

percent of slum areas.

In terms of drinking water infras-

tructure provision, based on data

from the Directorate General of Hu-

Sanimas at Bulakwaru, Tegal, Jawa Tengah

Page 59: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

Sanimas at Tabanan, Bali

59

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Urban and Sanitation Planning to Achieve SDG’s

man Settlements, the achievement in

early 2016 was 71,05 percent from the

target of 100 percent in 2019. The tar-

get is achieved through various pro-

grams, including the development of

regional Drinking Water Supply Sys-

tem (DWSS), development of urban

DWSS, community-based DWSS,

DWSS in special areas, facilitated

DWSS from Local Water Company,

and facilitated DWSS from non-Local

Water Company.

By the end of 2016, the procure-

ment of regional DWSS has been

conducted in five areas, urban DWSS

of 9.295 liters / second for 929.450

home connections, community-

based DWSS of 1.929 liters / second

for 937.280 home connections. Other

constructions include DWSS in spe-

cial areas of 2.056 liters / second for

515.640 home connections, facilitated

Local Water Company as much as

56 Local Water Companies and 788

areas, and non-Local Water Company

in 262 areas.

For the provision of sanitation in-

frastructure, the achievement up to

last year was 62 percent. Meanwhile,

to meet the remaining target, Mi-

nistry of Public Works and Housing

focuses on wastewater treatment

program in regional scale, city scale,

and area scale, other than that are

special wastewater treatment, land-

fills construction, and environmental

drainage construction.

In 2015, the construction of

wastewater treatment in regional

scale has reached 172.510 households.

In addition, other achievements

are city-scale wastewater treatment

for 489.220 households, area scale

wastewater treatment for 448.320

households, special wastewater treat-

ment for 39.500 households, and

landfills construction in 123 districts

/ municipalities, as well as drainage

construction with a total area of

2.650 hectares.

Meanwhile last year, construction

target of regional scale wastewater

treatment is for 2.350 heads of house-

holds, city scale wastewater treat-

ment for 604.930 households, regio-

nal scale wastewater treatment for

60.185 households, special wastewater

treatment for 2.825 households, and

environmental drainage construction

with a total area of 427 hectares.

Another handling is slum area.

Slum area in Indonesia reaches 38.431

hectares, consisting of 23.473 hectares

in urban area and 11.957 hectares in

rural area. Therefore, specifically for

urban area, Directorate General of

Human Settlements conducts various

slum area handling programs, among

others, the synergy to draft the slum

area handling planning with local

government or Prevention Plan and

Improving Quality of Urban Slum

(RP2KP-KP) in 93 districts /cities and

Draft of Local Regulation on Impro-

ving the Quality of Slum Housing and

Area in 68 districts/cities through the

state budget as funding sources.

Meanwhile, Head of Regional

Infrastructure Development Board

(BPIW), Ministry of Public Works and

Housing, Rido Matari Ichwan said

that the development of urban infras-

tructure in Indonesia as well as water

provision and feasible sanitation have

been adopted in the national agenda.

“In this case, as the proof approach

of Strategic Development Area (SDA)

becomes basis of infrastructure inte-

gration planning in Indonesia,” he

explained.

Rido explained that all regions in

Indonesia are grouped into 35 SDA.

The SDA concept stimulates the

development of infrastructure, so

that at the same time industrial and

urban clusters, food barns and trans-

portation can grow to lift higher com-

munity competitiveness.

He continued, that in SDA there

is a connection between one another

infrastructures. “Therefore, infras-

tructure development planning is

synergy and supports all regions,” he

concluded. n

Page 60: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

urban slums improvement at Tabanan, Bali

60

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Continues in Conducting Regional Structuring Throughout the ArchipelagoUntil now, the Ministry of Public Works and Housing continues to conduct a number of regional development and structuring in various regions. It is starting from the structuring of border areas, coastal areas, to green open spaces and slums.

THE Ministry of Public

Works and Housing conti-

nues to strive in structu-

ring various areas spread

throughout the archipelago. The

method is to accelerate integratecally

the development of Public Works and

Housing Infrastructure from the pe-

riphery areas for the balance of inter-

regional development, especially in

underdeveloped areas, border areas

and rural areas.

Since the last two years, various

incessant developments have been

done. One of them is in the border

area. President of Indonesia, Joko

Widodo understands that this area

is far behind from the border area

of neighboring countries. Therefore,

the Ministry of Public Works and

Housing as the leading sector prio-

ritizes the development of country’s

porch area.

In total there are seven border

posts that become priority to be ad-

dressed immediately. All of them are

located in three provinces i.e West

Kalimantan, East Nusa Tenggara

and Papua. In West Kalimantan, the

areas are Entikong Cross Country

Border Post in Sanggau District, Aruk

Integrated Cross Country Border

Post in Sambas District, and Nanga

Badau Integrated Cross Country

Border Post in Kapuas Hulu District.

The next three Cross Country Bor-

der Posts are located in East Nusa

Tenggara. Mota’ain Integrated Cross

Page 61: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

61

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Continues in Conducting Regional Structuring Throughout the Archipelago

Country Border Post in Belu Dis-

trict, Wini Integrated Cross Country

Border Post in North Central Timor

District, and Motamasin Integrated

Cross Country Border Post in Mala-

ka District. Meanwhile, one priority

post that must be built is in Papua,

namely Skouw Cross Country Border

Post in Jayapura City.

Minister of Public Works and

Housing, Basuki Hadimuljono ex-

plained that border area develop-

ment has been largely completed. In

fact, those areas can already be func-

tioned. According to him, those bor-

der areas are no longer just an usual

cross-border post, but its function is

also increased to become a regional

economic center. “In fact, it has the

potential to become a tourist attrac-

tion for many people,” he said in Ja-

karta, a few weeks ago.

Not only that, Ministry of Public

Works and Housing also encourages

the acceleration of National Tourism

Strategic Area (NTSA) Development

since last year. There are 10 NTSAs

mentioned as ‘New Bali’. The destina-

tions are Tanjung Kelayang (Bangka

Belitung), Borobudur (Central Java),

Morotai (North Maluku), Komodo

Island-Labuan Bajo (East Nusa Teng-

gara), Wakatobi National Park (Sou-

theast Sulawesi), Seribu Islands (DKI

Jakarta), Lake Toba (North Suma-

tra), Bromo-Tengger-Semeru (East

Java), Mandalika Lombok (West Nusa

Tenggara) and Tanjung Lesung (Ban-

ten).

Director General of Human Sett-

lements, Ministry of Public Works

and Housing, Sri Hartoyo said that

until now his team is still building

various public infrastructures such

as roads, drainage, structuring, drin-

king water, garbage, waste water

and green open space. Related to

the placement, he said that it will be

adjusted to the Regional Spatial Plan.

He added that other structuring

programs are focused on slum areas

on the coast and construction of spe-

cial houses for fishermen. “It is neces-

sary that coastal areas become more

humane, livable and well-organized

areas,” said Sri Hartoyo separately, in

Jakarta.

This structuring of fishermen sett-

lement and waterfront area covers 11

locations. The entire areas are Beting

Village (Pontianak), Sumber Jaya Vil-

lage (Bengkulu), Nelayan Indah area

(Medan), Kuin Village (Banjarmasin),

Karangsong Village (Indramayu), Te-

galsari Village (Tegal), Tambak Lorok

Village (Semarang), Moro Demak Vil-

lage (Demak), Untia Village (Makas-

sar), Oesapa Village (Kupang) and

Hamadi Area (Jayapura).

Three of the villages, such as

Beting Village (Pontianak), Tegal-

sari Village (Tegal) and Sumber Jaya

Village (Bengkulu) have been res-

tructured. The remaining eight are

still in progress. “(The execution)

has been started since last year until

2019, but it is accelerated and hope-

fully will be completed by the end of

2018. Indonesia has a large number of

coastal areas. With the arrangement

of this 11 areas, it is expected to be an

example of restructuring the coastal

areas,” said Sri Hartoyo.

Generally, the work includes

Revitalization of Tampak Siring Palace, Kabupaten Gianyar, Bali

Page 62: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

62

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Fatmawati Park, Wonosobo, Jawa Tengah

LAPORAN UTAMA | HABITAT

structuring of roads, bridges, flat

construction, revitalization of Green

Open Space (GOS), plaster handling,

drainage improvement, communal

toilet unit construction, access to

drinking water and electricity facility.

Another structuring is also

conducted in the area of educatio-

nal environment, especially boarding

school (ponpes). Since 2015, Ministry

of Public Works and Housing has

conducted structuring by building

flat and boarding school area to sup-

port educational activities. At that

time, as many as 25 towers with 770

units had been successfully built

in 25 locations with a budget of Rp

231,7 billion. The following year, the

construction of 20 towers with 600

units had been successfully built in

20 locations with a budget of Rp169,6

billion. While for this year, the struc-

turing of boarding school area is

conducted by building 22 towers in

22 boarding school locations throu-

ghout Indonesia. It is a total of 660

residential units which cost the bud-

get amounted to Rp 214,8 billion.

In addition, Ministry of Public

Works and Housing since 2016 also

conducts a lot of structuring in green

environment. Its program covers

GOS project and the handling of

slum area. The program covers an

area of 2.162 hectares spread across

various cities in Indonesia. Fur-

thermore, this year the handling of

slum area is increasing. Slum area

in Indonesia reaches 38.431 hectares,

consisting of 23.473 hectares in urban

area and 11.957 hectares in rural area.

Therefore, specifically for urban

area, DG of Human Settlements

conducts various programs of slum

handling, among others, the synergy

of drafting of slum handling planning

with local government or Prevention

Plan and Improving Quality of Urban

Slum (RP2KP-KP) in 93 districts / ci-

ties and Draft of Regional Regulation

on Improving Quality of Slum Area

and Housing in 68 districts / cities

through the funding source of state

budget.

Several efforts to address the pro-

blem of regional disparity, poverty,

and unemployment are conducted.

One of the approaches is to conduct

Community Based Infrastructure

(CBI) development. The program is

Page 63: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

63

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

conducted through empowerment

and community participation so that

it gives contribution to poverty re-

duction and employment provision.

Its concept is implemented in the

form of regional socio-economic

infrastructure development (RSEID).

Its main focus includes the develop-

ment of infrastructure, especially

access roads between villages to sup-

port the socio-economic activities of

the community as the main actors of

planning, implementation and main-

tenance process based on the regio-

nal potential.

Sri Hartoyo said that the infras-

tructure development undertaken

by the Ministry of Public Works and

Housing produces not only physical

infrastructure, but also reduces the

gap between regions in the effort

of equitable development. In this

regard, RSEID is aimed to reduce

regional disparity, reducing poverty,

improving governance of local go-

vernment (districts, sub-districts and

villages) and strengthening commu-

nity institution at the village level.

“Infrastructure development will

also have to contribute to the em-

ployment provision to reduce pover-

ty rate in Indonesia,” said Sri Hartoyo

some time ago.

In 2016, the implementation of

RSEID was conducted in 364 sub-

districts. Total beneficiaries were

1.354.080 households with a budget

allocation of Rp 426 billion. In the

meantime, the program is imple-

mented in 400 sub-districts with

beneficiaries of 1.488.000 households

and budget allocation of Rp 240 bil-

lion. It means, each district gets an

allocation of Rp 600 million.

Despite it is continuing from the

previous year, Sri Hartoyo said the

RSEID program this year uses a new

mechanism with some conception

adjustments, technical justifications,

and program deliveries that rely on

participatory process by the commu-

nity. One of the significant changes

in the implementation process is the

shifting of the initial concept of capi-

tal expenditure account into goods

purchase.

Other changes are disbursement

mechanism, changes in implementa-

tion mechanism, and an emphasis on

community participation approach

on regional scale. “All these changes

are expected to improve socio-eco-

nomic in the region,” he explained.

In addition, Sri Hartoyo said that

the program recipient must have the

potential as a central area of growth,

economic growth, and can create

employment, and it is in accordance

with the related spatial plan.

The use of fund for infrastructure

construction including roads and vil-

lage bridges, boat moorings, small irri-

gation infrastructure as agricultural/

industry production support, agricul-

tural infrastructure, animal husban-

dry, fisheries, industry and tourism

activities supports such as markets,

warehouses and drying floors. Other

construction is drinking water infras-

tructure in the form of dug wells,

water catchments, rain water catch-

ments and public hydrants as well as

sanitation infrastructure in the form

of settlement drainage, communal

wastewater and garbage. n

PISEW at Gunung Sari Village, Temanggung, Jawa Tengah

Continues in Conducting Regional Structuring Throughout the Archipelago

Page 64: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

64

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

THE central government certainly can not work alone in overco-ming the problem of clean water access occurred in various parts of Indonesia. The role of local go-vernment is necessary. Therefore, Kupang City Government and Ku-pang District, East Nusa Tenggara are working together to overcome the clean water crisis in the region. This partnership allows Kupang District Local Water Company to maximize water supply to custo-mers in Kupang City to prevent widespread water crisis.

If we want to realize 100 percent access availability to clean water, then the central govern-

ALL this time, almost all of the fishing

or waterfront areas still look slum.

One of them is Beting Village. Howe-

ver, with the construction of this

Beting area since last year, this area

begins to be organized neatly.

Full commitment from central

and local government are required to

fully support the program. All in order

to advance the city development. Al-

though the design of this Beting area

development is directly conducted by

Government of Pontianak City, we are

grateful to Ministry of Public Works

and Housing for its contribution to

organize coastal slum area.

Initially the completion target is

in 2019. But after seeing the result,

Ministry of Public Works and Hou-

sing will accelerate the process and

ment, local government, commu-nity and other stakeholders should be equally involved. Until today, several points of cooperation have been discussed together with the regional secretary. Currently, it is approaching to a win-win solution. The important thing of this coope-ration is clean water availability for the community. n

sets new completion target into next

year. This is a real Government work

that needs to be fully supported by the

local government and of course the

community.

With this structurized region, Be-

ting Village is ready to become a pilot

in the waterfront area development.

Because actually, this waterfront or

coastal area will not be slum if it can

be structurized/organized properly. n

Jefirstson Riwu Kore, Major of Kupang

Water Crisis is a Collective Problem

It is all for urban development. Although the design of this Beting area development is directly conducted

by Government of Pontianak City, we are grateful to the Ministry of Public Works and Housing for its

contribution to organize coastal slum area.

LAPORAN UTAMA | HABITAT

Sutarmidji, Major of Pontianak

Slum Area Can Be Well-Organized

Cooperation of all parties is key to overcome clean water emergency. But

it still needs to be supported by the procurement of clean water infrastructure.

This is where a shared role is needed.

Page 65: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

65

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

THE Government has issued two poli-

cies to overcome the difficulties of land

in the housing provision program. First,

the housing provision is not an inde-

pendent program but rather integrated

with the handling program of slum sett-

lement. The integration is related to the

large number of Low Income Commu-

nity (LIC) who lives in slums and un-li-

vable.

Other policy, the Government

encourages cities with population of

more than 2 million people to provide

housing with vertical housing system,

and not landed house. Landed house is

allowed if the population is under 2 mil-

lion people.

Un-bankable housing provision

makes the LIC having difficulty to get

financing access from banks. Bappe-

nas data releases that 70 percent of

the Indonesia population has a house

independently, 12 percent with access

to Housing Loans (KPR) and 18 percent

with installments other than Housing

Loans. The large number of community

that has a house independently, leads to

potential emmerging of slumareas. n

IN the last few years, the urbanization rate is getting higher.

Data of the Indonesian population released by the World

Bank, this year the number is estimated to reach about 255

million inhabitants. A total of 54 percent population lives

in urban areas. That figure is expected to rise to 305 million

people by 2035 with about 67 percent lives in urban areas.

This is a phenomenon that must be immediately antici-

pated with the right formula. Moreover, the high increase of

urbanization rate is allegedly resulting un-balanced infras-

tructure and facilities services with the population. This pro-

blem ultimately leads to urban slums. Such condition encou-

rages the Government to handle urban and rural areas with

urban-rural linkage approach.

Despite the shape of vertical housing, at least it answers

one of the basic needs namely shelter needed by the commu-

nity, especially among the LIC. n

Nusyirwan Soejono, Member of Komisi V DPR RI

Yayat Supriatna,Urban Observer

What they say

Home for Low Income Community

Must be Ready to Face the Urbanization Rate

Government steps are already in accordance with Law No. 1 year 2011 on Housing and

Settlement Area that the housing provision is government responsibility.

100-0-100 program in which 0 percent of slum area is definitely should be continuously optimized. Inevitably to overcome slums, Government provides

settlements basic infrastructure by building housing.

Page 66: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

66

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI Ke Sulawesi Utara

Oleh: Setyono Adi

KEDATANGAN Komisi V

DPR RI yang dipimpin oleh

Ketua Komisi V DPR RI,

Michael Wattimena beserta

mitra kerja Kementerian PUPR disam-

but oleh Bupati Bolaang Mongondow

(Bolmong), Yasti Soepredjo Mokoagow

dalam rangka melakukan peninjauan

pada ruas Jalan Nasional Kaiya Maelang

yang terkena abrasi di sepanjang 135 ki-

lometer panjang Pantai Kaiya Maelang,

untuk itu Kementerian PUPR melalui

Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN)

XV Manado dan Balai Wilayah Sungai

(BWS) Sulawesi I bekerjasama dalam

penanganan tersebut.

Menurut Direktur Pembangunan

Jalan A. Gani Ghazali Akman, dalam

waktu dekat penanganan jalan Nasio-

nal Kaiya Maelang akan segera dilaku-

kan. Diperkirakan paling lambat pada

penyusunan anggaran tahun 2018

ruas jalan tersebut dapat dibangun.

Kepala BPJN XV, Manado Riel

Jemmy Mantik mengatakan, “kami

sedang melakukan survei detail dari

beberapa ruas jalan yang terkena

dampak abrasi Pantai Kaiya Maelang

bekerjasama dengan BWS Sulawesi

I untuk memproteksi agar kami bisa

memperbaiki jalan tersebut.”

Dalam kesempatan tersebut, Ke-

pala BWS Sulawesi I, Djidon Watania

mengatakan pihaknya sedang mela-

kukan pemeriksaan di beberapa ruas

pantai sepanjang 135 kilometer yang

terkena abrasi. Menurutnya, ada bebe-

rapa desain yang sudah dibuat untuk

mengantisipasi kerusakan tersebut,

namun masih ada di beberapa ruas ha-

rus diperiksa kembali karena ada per-

lakuan khusus dalam penanganannya.

Rombongan melanjutkan penin-

jauan ke Waduk Lolak yang berada di

Desa Pindol. Menurut Direktur Pe-

ngembangan Jaringan Sumber Daya

Air (PJSDA), Trisasongko Widianto,

saat ini, proyek bernilai Rp850 miliar

itu sedang dalam proses pengerjaan-

nya. Pada September 2017, progres

Keuangan 45 persen dan Fisik 39 per-

sen. Secara teknis, waduk ini akan

membendung Sungai Lolak dan

mampu menampung air sebanyak 16

juta m3 dan memiliki menara ben-

dung setinggi 58 meter.

“Ke depan, untuk menjaga waduk

Lolak, Pemerintah Kabupaten Bol-

mong membuat peraturan untuk

tidak membuat kerambah di sekitar

waduk. Nantinya air baku akan di-

manfaatkan untuk air minum di Lolak

dan Pinogaluman 500 liter per detik,

untuk irigasi seluas 2.214 hektar, dan

untuk PLTMH sebesar 2,43 MW,” jelas

Widianto.

Terkait Infrastruktur, menurut

Yasti, Infrastruktur dibutuhkan un-

tuk percepatan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi Bolaang Mon-

gondow dengan potensi yang ada,

Bolaang Mongondow bisa menjadi

daerah yang lebih berkembang. n

Untuk percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Bolaang Mongondow dengan potensi yang ada, Bolaang

Mongondow bisa menjadi daerah yang lebih berkembang.

Komisi V melihat maket pembangunan jalan

Page 67: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

67

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Komisi V DPR RI Lakukan Kunjungan Kerja Ke Sidoarjo

Komisi V DPR RI Lakukan Kunjungan Kerja Ke Sidoarjo

Dalam waktu dekat ini, Komisi V akan berkoordinasi dengan pihak terkait, mulai dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) hingga Kementerian Keuangan,

untuk penuntasan masalah ini

Oleh: Setyono Adi

KOMISI V DPR RI melakukan

Kunjungan Kerja (kunker)

spesifik ke Kabupaten Si-

doarjo pada tanggal 7-9 Sep-

tember 2017 dalam rangka peninjauan

Lumpur Sidoarjo dipimpin oleh Sigit

Sosiantomo. Hadir dalam kunker ter-

sebut Inspektur Jenderal Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat (PUPR), Rildo Ananda Anwar,

Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber

Daya Air, Lolly Martina Martif, Kepala

PPLS, Dwi Sugiyanto. Kunjungan kerja

ini dilakukan untuk membantu penye-

lesaian permasalahan ganti rugi aset

tanah dan bangunan 30 pengusaha

korban luapan lumpur Sidoarjo da-

lam Peta Area Terdampak (PAT) akan

diselesaikan secara Bussines to Bussines

(B to B) melalui PT. Minarak Lapindo

Jaya.

Terkait permasalahan dampak

sosial, realisasi jual beli tanah dan ba-

ngunan di dalam PAT 22 Maret 2017

yang menjadi tanggung jawab PT.

Minarak Lapindo Jaya telah terbayar

12.993 berkas senilai Rp3,82 triliun

dari kewajiban 13.237 berkas senilai

Rp3,87 triliun, sehingga tersisa 244

berkas senilai Rp54,33 miliar.

Selanjutnya, realisasi jual beli tanah

dan bangunan di luar PAT yang meng-

gunakan dana APBN melalui PPLS

progresnya saat ini dari total 9.181 ber-

kas untuk pembayaran tanah dan ba-

ngunan warga, fasum/fasos dan tanah

waqaf dengan nilai Rp3,87 triliun su-

dah terbayar senilai Rp3,13 triliun atau

80 persen, sehingga tersisa Rp746 mi-

liar. Berkas tersebut terdiri dari1.843

berkas di tiga desa sesuai Perpres

48/2008 yakni Desa Besuki, Desa Pen-

jarakan dan Desa Kedungcangkring

di Kecamatan Jabon, 833 berkas di 9

(sembilan) Rukun Tetangga (RT) sesuai

Perpres 40/2009, dan 6.505 berkas di 65

RT sesuai Perpres 33/2013.

Rildo Ananda Anwar mengatakan,

para pengusaha yang aset tanah dan

bangunan pengusaha yang masuk da-

lam PAT 22 Maret 2017 akan dilakukan

langkah-langkah penyelesaian seperti

halnya jual beli tanah dan bangunan

milik masyarakat.

Bendung Darurat lumpur Sidoardjo

Page 68: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

68

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

“Aset pengusaha yang didalam PAT

22 Maret 2007 akan segera saya konsul-

tasikan kepada Bapak Menteri, untuk

bisa dibahas pada Rapat Terbatas ka-

rena harus diputuskan dalam Sidang

Kabinet dengan Presiden,” jelasnya.

Jumlah pengusaha yang terdampak

semburan lumpur berjumlah sedi-

kitnya 30 pengusaha dari pelbagai jenis

usaha seperti kerajinan tas, kulit, furni-

ture, makanan kecil, gudang, jasa pro-

perti, pengolahan plastik dan industri

rumah tangga.

Kepala PPLS, Dwi Sugiyanto me-

ngatakan, Sejak tahun 2007 hingga

2017 pemerintah telah melakukan

pelbagai penanganan teknis dan in-

frastruktur akibat terjadinya luapan

lumpur Sidoarjo. Diantaranya adalah

pembuatan tanggul pengaman luapan

lumpur sepanjang 20,86 kilometer,

Penanganan luapan lumpur dan in-

frastruktur sekitar semburan (per-

baikan sistem drainase 17,45 kilometer

perbaikan jalan lingkungan 6,34 kilo-

meter, jalan alternatif 7,15 kilometer,

pengamanan banjir Kali Porong be-

rupa revetment 12,09 kilometer, pena-

nganan endapan Muara Kali Porong,

pembangunan relokasi Jalan Arteri Si-

ring-Porong (Jembatan/fly over 1,3 kilo-

meter), overpass 1,29 kilometer, jalan at

grade 11 kilometer) dan pembangunan

relokasi pipa air baku PDAM sepanjang

18,9 kilometer.

“Kementerian PUPR melalui PPLS

memastikan penanganan infrastruk-

tur dan pengendaliannya di daerah

yang terkena dampak serta menjamin

infrastruktur tersebut tetap berfungsi

dan berjalan sesuai rencana,” ujar Dwi.

Dalam waktu dekat ini, Komisi V

akan segera berkoordinasi dengan pi-

hak terkait, mulai dari Badan Peren-

canaan Pembangunan Nasional (Bap-

penas) hingga Kementerian Keuangan,

untuk penuntasan masalah ini. De-

ngan harapan ada langkah kongkret

dari Pemerintah untuk membantu

para korban dalam hal ganti rugi. Mi-

sal dana talangan yang dikucurkan dari

APBN atau mendesak pihak PT Mina-

rak untuk memberikan ganti rugi. n

Rapat Kunjungan Kerja

Page 69: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

69

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

ManfaatkanDari AlamSekitar

Tasya Kamila

LINGKUNGAN sudah menjadi bagian

yang lekat dalam diri sejak masih kecil.

Tak ayal jika gelar Duta Lingkungan

Hidup telah disandang mantan penya-

nyi cilik ini. Bahkan, kepeduliannya terhadap

lingkungan untuk mendirikan Green Movement

Indonesia sejak awal 2015. Tujuannya untuk

memajukan Indonesia yang bersih dan hijau.

“Itu salah satu caraku untuk mendorong

kesadaran kita semua agar tetap menjaga ling-

kungan hidup dengan baik. Misinya sih agar bisa

menginspirasi orang untuk peduli lingkungan

hidup agar tercipta keseimbangan antara hidup

manusia dengan alam sekitarnya. Tapi sekarang

awareness masyarakat juga sudah semakin baik.

Apalagi dukungan Pemerintah juga kan dengan

membuat kawasan kota ramah lingkungan dan

sebagainya,” katanya dara yang telah lulus me-

nempuh pendidikan S2 dari Columbia Univer-

sity, Amerika Serikat ini. Di sana, ia memilih ju-

rusan Public Administration dengan konsentrasi

bidang Enviromental Policy and Management.

Salah satu yang tengah jadi konsentrasinya

di Indonesia saat ini adalah pengerjaan proyek

pembangunan desa swadaya energi di Sumba,

Nusa Tenggara Timur. Ia mengaku senang bisa

membantu masyarakat sekitar untuk meman-

faatkan energi dari alam sekitar. Meski diketa-

huinya, persebaran energi masih kurang merata

di Indonesia. Menurutnya, kondisi ini menjadi

pekerjaan rumah bersama yang harus dipikirkan

semua masyarakat Indonesia. n

Jendela

Page 70: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

70

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

OPINI

MENUJU KOTA LAYAK HUNI

Page 71: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

71

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017

Page 72: MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017 · Berbasis Masyarakat (Sanimas), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), SDG’s (Sustainable Development Goals)

72

MAJALAH KIPRAH Vol 83 th XVII | September 2017