majalah
DESCRIPTION
Jurnal lansiaTRANSCRIPT
-
PENGARUH STIMULUS KUTANEUS: KOMPRES HANGAT TERHADAP SKOR NYERI GOUT
ARTRITIS DI PANTI WERDHA GRIYA ASIH LAWANG DAN POSYANDU LANSIA RW 04
WILAYAH KERJA PUSKESMAS DINOYO MALANG
Ayu Sisca Prastiwi, Titin Andri W *, Tony Suharsono **
ABSTRAK
Penyakit gout artritis adalah gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequate akan
menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (hiperurecemia),
sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh .Penimbunan ini menimbulkan
iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi yang akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi
. Salah satu cara non farmakologi untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan pemberian stimulasi
kulit dengan tehnik kompres hangat. Mekanisme kerja stimulus kutaneus: kompres hangat dalam
menurunkan intensitas nyeri menggunakan prinsip teori endorphin. Penelitian pra eksperimen ini
dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulus kutaneus: kompres hangat terhadap
intensitas nyeri gout artritis. Untuk keperluan tersebut, maka desain yang digunakan adalah pra
eksperimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Subyek penelitian adalah lansia
yang mengalami gout artritis di Panti Werdha Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW 04
Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang, didapatkan subyek penelitian sebanyak 30 orang yang
ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 27 Maret
sampai 11 April 2014. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan
observasi. Pre test didapatkan hasil mean 7.86, standart deviasi 0.97, 95%CI (lower 7. 5 dan
upper 8. 23), post test didapatkan hasil mean 6.66 standart deviasi 1.15 , 95%CI (lower 6.23 dan
upper 7.09) dan berdasarkan uji statistik Paired Sampel T Test dengan = 0,05 didapatkan p
value < (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulus kutaneus: kompres
hangat mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri gout artritis pada lansia di Panti Werdha
Griya Asih Lawang Malang dan Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo
Malang.
Kata-kata kunci: Kompres Hangat, Intensitas Nyeri, Gout Artritis, Lansia.
-
ABSTRACT
Prastiwi, Ayu Sisca. 2014. The Effect of Cutaneus Stimulation: Warm compresses on
Intensity of Gout Artritiss Pain Of Old People in Panti Werdha Griya Asih Lawang
and Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang. Final
Assignment, Nursing Science Department, Medical Faculty. Brawijaya University of Malang.
Advisors: (1) (1) Titin Andri W., S.Kp.,M.Kes. (2) Ns. Tony Suharsono, S.Kep., M.Kep.
.
Gout Artritis disease is a purine metabolism disorder in the body, the intake of materials
containing high uric acid, and uric acid excretion systems are not adequate to produce excessive
accumulation of uric acid in the blood plasma (hiperurecemia), thus resulting in uric acid crystals
accumulate in the body. Hoarding the cause local irritation and cause inflammatory responses that
would occur lumps around the joints. One of the non pharmacological way to cope with this pain is
by applying cutaneus stimulation through warm compresses method. The mechanism of cutaneus
stimulation: warm compresses reduce gout artritiss pain intensity using the principle of endorphin
theory. This experimental study was conducted to observe the effect of applying cutaneus
stimulation with warm compresses to gout artritiss pain intensity. For this purpose, the researcher
used pra experimental design with one group pre test-post test approach. The subject of this study
were old people who have gout arthritis disease in Panti Werdha Griya Asih Lawang and
Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang, 30 participants were collected
using purposive sampling technique. This study began on March 27 th, 2014 until April 11 th,, 2014 .
The data were collected by interview and observation. According to the result of pre test mean
7.86, standart deviasi 0.97, 95%CI (lower 7. 5 dan upper 8. 23), post test mean 6.66 standart
deviasi 1.15 , 95%CI (lower 6.23 dan upper 7.09) and Paired Sampel T Test with = 0,05, p value
< (0,000 < 0,05). It was revealed that the warm compresses intervention significantly affect the
old peoples level of gout artritis pain in Panti Werdha Griya Asih Lawang and Posyandu Lansia
RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang.
Keywords: Warm Compresses, Pain Intensity,Gout Artritis, Old People
-
PENDAHULUAN
Lansia adalah seseorang yang berusia
65 tahun atau lebih, sedangkan dari 65
melalui 74 tahun yang disebut sebagai awal
tua dan tua mereka lebih dari 75 tahun
sebagai akhir tua23. Terdapat beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
tentang definisi lanjut usia , salah satunya
yaitu lanjut usia menurut WHO ada empat
tahap batasan umur yaitu usia pertengahan
(middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut
(elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut
usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun19.
Penduduk Lanjut usia 4 tahun terakhir
mengalami peningkatan yang signifikan pada
tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia
sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat
menjadi 20.547.541 pada tahun 200936
jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah
China, India dan Jepang. Badan kesehatan
dunia WHO bahwa penduduk lansia di
Indonesia pada tahun 2020 mendatang
sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat
28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang
menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia. Menurut data BPS
Indonesia tahun 2011 jumlah Lansia
sebanyak 2.989.927 lansia, sedangkan
menurut data BPS Kota Malang 2011 jumlah
Lansia di Jawa Timur mencapai 49.924
lansia. Saat ini tahun 2012 jumlah lansia
sudah mencapai 28 juta jiwa atau sekitar
delapan persen dari jumlah penduduk
Indonesia.
Masalah-masalah kesehatan akibat
penuaan terjadi pada berbagai sistem tubuh
yaitu gangguan jantung dan sirkulasi darah,
gangguan sistem anggota gerak gangguan
penglihatan, ganggauan psikologis, infeksi
telinga, gangguan adaptasi gelap, vertigo,
arthritis lutut, sinkope dan pusing serta
penyakit-penyakit sistemik, perubahan pada
tulang (osteomalasia), gangguan
pencernaan, kelainan metabolisme, ganguan
ginjal dengan uremia atau gangguan faal hati
dan gangguan peredaran darah serta
jantung, nyeri pinggang atau punggung
(osteomalasia, osteoporosis, osteoartrosis),
gout artritis, gangguan pancreas, kelainan
ginjal (batu ginjal), gangguan pada kelenjar
prostat, gangguan pada otot-otot badan,
gangguan pada sendi pinggul (misalnya;
radang sendi (arthritis), dan sendi yang
kropos (osteoporosis)). Kelainan tulang-
tulang sendi (misalnya; patah tulang (fraktur)
dan dislokasi25. Salah satu masalah fisik yang
terbanyak di Indonesia adalah masalah
radang sendi. Radang sendi yang
dikarenakan kelebihan asam urat dalam
darah (artritis gout) merupakan jenis artritis
nomor dua setelah osteoartritis37.
Prevalensi gout meningkat dengan
peningkatan usia pada pria dan wanita. Gout
biasanya menyerang pria berusia antara 30
dan 50 tahun, dan wanita yang lebih tua dari
60 tahun, peningkatan kadar asam urat
biasanya hadir selama 20 tahun sebelum
terjadinya gout6. Berdasarkan penelitian
bagian keperawatan keluarga dan komunitas
FIK UM Surabaya, di Indonesia, arthritis pirai
(asam urat) menduduki urutan kedua setelah
osteoartritis. Prevalensi artritis pirai pada
populasi di USA diperkirakan 13,6/100.000
penduduk, sedangkan di Indonesia sendiri
diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang,
prevalensi ini meningkat seiring dengan
meningkatnya umur24. Berdasarkan hasil
penelitian Putra (2009) di RS Saiful Anwar
yaitu sebanyak 11 pasien dalam sebulan
mengalami serangan akut gout artritis kurang
dari tiga kali. Dari hasil studi pendahuluan
yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa
jumlah lansia yang menderita gout artritis di
panti werdha griya asih berjumlah 10 orang
dari jumlah total 19 lansia dan di Posyandu
Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas
Dinoyo Malang sebanyak 23 lansia dari total
72 lansia.
Artritis Gout muncul sebagai serangan
yang timbul berulang-ulang akibat kelebihan
asam urat di dalam darah yang mengendap
di dalam sendi. Asam urat berasal dari
metabolisme protein37. Gejala khas dari
serangan artritis gout adalah nyeri hebat
-
pada persendian Sendi yang paling sering
mengalami nyeri karena asam urat adalah
pada daerah lutut, ibu jari, panggul, tulang
belakang dan jari tangan25.
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak
menyenangkan dan individual tidak dapat
membagi dengan orang lain23. Adanya nyeri
sendi membuat penderitanya seringkali takut
untuk bergerak sehingga mengganggu
aktifitas sehari-harinya dan dapat
menurunkan produktifitasnya, karenanya
terapi utama diarahkan untuk menangani
nyeri 26.
Penanganan nyeri dapat dilakukan
dengan terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi. Terapi farmakologi seperti
penggunaan NSAID untuk mengurangi rasa
nyeri menimbulkan efek samping 4 . Efek
samping NSAID adalah gastritis, tukak
lambung, atau perdarahan Dengan
demikian, terapi non farmakologi kiranya
patut menjadi salah satu alternatif 8.
Stimulus kutaneus termasuk terapi non
farmakologi, stimulasi kutaneus adalah
stimulasi kulit yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri. Massase, mandi air
hangat, kompres dingin atau kompres hangat
merupakan langkah-langkah sederhana
dalam upaya menurunkan persepsi nyeri 16.
Stimulus kutaneus bekerja dengan cara
mendorong pelepasan endorfin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri 25
Salah satu jenis Stimulus kutaneus
adalah kompres hangat. Tujuan dari kompres
hangat yaitu memperlancar sirkulasi darah,
mengurangi rasa sakit, merangsang
peristaltik usus, memperlancar pengeluaran
getah radang (cairan eksudat), memberikan
rasa hangat dan nyaman 16. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa pemberian
kompres hangat memberikan efek untuk
mengurangi nyeri seperti meningkatkan aliran
darah ke bagian yang terinflamasi atau
terinjuri 11 16 selain itu penggunaan terapi
panas permukaan pada tubuh kita dapat
memperbaiki fleksibilitas tendon dan ligamen,
mengurangi spasme otot, meredakan nyeri,
meningkatkan aliran darah, dan
meningkatkan metabolisme. Mekanismenya
dalam mengurangi nyeri tidak diketahui
dengan pasti, walaupun para peneliti yakin
bahwa panas dapat menonaktifkan serabut
saraf yang menyebabkan spasme otot dan
panas tersebut dapat menyebabkan
pelepasan endorfin, opium yang sangat kuat,
seperti bahan kimia yang memblok transmisi
nyeri 34
Efek samping pemberian kompres
hangat yang berkelanjutan berbahaya
terhadap sel epitel karena dapat
menyebabkan kemerahan, kelemahan lokal
dan bisa terjadi kelepuhan 11, selain itu
didalam jurnal yang lain juga disebutkan
bahwa efek samping kompres hangat jika
diberikan pada klien dengan alergi kulit
terhadap panas akan menimbulkan rasa tidak
nyaman bahkan nyeri karena akan terjadi
pengelupasan kulit akibat melepuh. Namun
pemberian kompres hangat relatif sangat
aman asal sebagai perawat mampu untuk
melakukan anamnesa terhadap alergi kulit
klien dan memperhatikan hal-hal yang harus
dikaji sebelum, selama, dan sesudah
pemberian kompres hangat.
Keamanan dalam pemberian kompres
hangat yaitu perhatikan suhu, frekuensi
pemberian, cara pemberian dan alergi
terhadap kompres hangat pada klien.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
suhu yang tepat untuk pemberian kompres
hangat ada beberapa yaitu rentang 34 C -
37 C dengan lama pemberian selama 20
menit (pengukuran intensitas nyeri dari menit
ke 15 hingga menit ke 20), frekuensi
pemberian 1x dalam 1 hari dan bisa diberikan
2-3 kali dalam 1 minggu. Untuk mengetahui
hasil yang lebih baik melakukan kompres
hangat minimal 1 minggu dan maksimal 1
bulan 11
Salah satu Penelitian yang terkait yaitu
Pengaruh Kompres Hangat Dalam
Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Yang
Mengalami Nyeri Rematik Di Panti Sosial
-
Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun
2012 oleh Merry Fanada kompres hangat
dilakukan selama 20-30menit, pengukuran
nyeri dilakukan pada menit ke 15-20., suhu
air 34 C. Sebelum teknik kompres hangat ,
dilakukan terlebih dahulu pengukuran nyeri
dan identifikasi terhadap kontra indikasi
pemakaian air hangat.
Prosedur pemberian kompres hangat
menurut Perry dan Potter (2005) kompres
hangat dilakukan dengan mempergunakan
buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu
secara konduksi dimana terjadi pemindahan
panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga
akan menyebabkan pelebaran pembuluh
darah dan akan terjadi penurunan
ketegangan otot sehingga nyeri sendi yang
dirasakan pada pasien asam urat (gout
artritis) akan berkurang/ hilang. Namun dari
beberapa jurnal ada beberapa cara dalam
pemberian kompres hangat selain
menggunakan buli-buli panas, juga bisa
menggunakan kasa atau handuk dan terjadi
proses konduksi pemindahan panas yang
menyebabkan pelebaran pembuluh darah
dan penurunan spasme otot. Cara yang
paling efektif menggunakan buli-buli panas
karena didalam buli-buli, panas yang
diberikan tidak mudah terpengaruh oleh
lingkungan, buli-buli juga lebih memberikan
rasa nyaman saat digunakan untuk kompres
hangat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dan
dikaji saat melakukan kompres hangat yaitu:
pastikan klien tidak mempunyai alergi
terhadap air hangat, kain kasa harus diganti
pada waktunya, jika menggunakan buli-buli
panas perhatikan kebersihan buli-buli dan
suhu kompres di pertahankan tetap hangat,
cairan jangan terlalu panas, hindarkan agar
kulit jangan sampai kulit terbakar, kain
kompres harus lebih besar dari pada area
yang akan dikompres, untuk kompres hangat
pada luka terbuka, peralatan harus steril.
Pada luka tertutup seperti memar atau
bengkak, peralatan tidak perlu steril karena
yang penting bersih, buli-buli panas tidak
boleh diberikan pada klien pendarahan,
pemakaian buli-buli panas ada bagian
abdomen, tutup buli-buli mengarah ke atas
atau ke samping, pada bagian kaki, tutup
buli-buli mengarah ke bawah atau ke
samping,buli-buli harus di periksa dulu atau
tidak cicin karet pada penutupnya 7
Berdasarkan fenomena diatas maka
perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
stimulus kutaneus: kompres hangat terhadap
skor nyeri gout artritis pada lansia di panti
werdha Griya Asih Lawang dan di Posyandu
Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas
Dinoyo Malang.
Penelitian ini bertujuan Mengetahui
pengaruh stimulus kutaneus: kompres hangat
terhadap intensitas nyeri gout artritis pada
lansia, mengidentifikasi intensitas nyeri gout
artritis sebelum pemberian stimulus
kutaneus: kompres hangat terhadap
intensitas nyeri gout artritis pada lansia,
mengidentifikasi intensitas nyeri gout artritis
setelah pemberian pemberian stimulus
kutaneus: kompres hangat terhadap
intensitas nyeri gout artritis pada lansia dan
menganalisa perbedaan sebelum dan
sesudah pemberian stimulus kutaneus:
kompres hangat terhadap intensitas nyeri
gout artritis pada lansia di panti werdha Griya
Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW 04
Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang.
Penelitian ini bermanfaat dapat
memberikan tambahan informasi terhadap
ilmu keperawatan tentang pengaruh
pemberian stimulus kutaneus: kompres
hangat terhadap intensitas nyeri gout artritis
pada lansia, dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat dan lansia tentang
kompres hangat dalam mengatasi nyeri gout
artritis sehingga lansia termotivasi untuk
melakukan kompres hangat secara mandiri
jika memungkinkan, memperkaya dan
memperluas ilmu pengetahuan terutama bagi
keperawatan terhadap terapi-terapi non
farmakologi.
-
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Panti Werdha
Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW
04 Wilayah Kerja Dinoyo Malang. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semua Lansia yang mengalami gout artritis di
Panti Werdha Griya Asih Lawang dan
Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja
Puskesmas Dinoyo Malang. Jumlah sampel
dalam penelitian ini 30 lansia.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala NRS untuk
mengukur skala nyeri dan instrument untuk
kompres hangat yaitu Air hangat dengan
suhu 36,5C, handuk mandi/ Handuk kecil,
buli-buli panas, stopwatch,
sphigmomanometer, temperatur raksa besar.
Analisa data dilakukan dengan menggunakan
teknik menggunakan Paired Sample T Test
dengan interval kepercayaan 95 % atau
dengan nilai = 0,05. Jika probabilitas lebih
kecil dari 0,05 atau statistik hitung (angka p
output) lebih kecil dari statistik tabel maka
hubungan antara dua variabel yang diukur
signifikan atau HO ditolak H1 diterima.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan 27
Maret 2014 11 April 2014.
HASIL PENELITIAN
A. Data Variabel
Pengaruh Stimulus Kutaneus:
Kompres Hangat Terhadap Skor Nyeri
Analisis Perbedaan Sebelum dan Sesudah Pemberian Stimulus Kutaneus: Kompres Hangat Terhadap Nyeri Gout Artritis Pada Lansia di Panti Werdha Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW.04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang
Tabel 2 Data Penunjang Skor Nyeri Gout Artritis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pemberian Stimulus Kutaneus: kompres hangat
Kelompok
Data Penunjang
(Rata-Rata)
TD(mmHg) N (x/mnt) RR (x/mnt)
Sistole Diastole
Pre 1 137,67 91,67 67 15,53
Post 1 132,56 89,20 60 15,23
Pre 2 135,65 90,56 65 15,50
Post 2 133.30 88,56 60 14,70
Pre 3 132,45 90,23 60 15,43
Post 3 131,34 88,56 60 14,50
Pre 4 132.30 89,50 62 14,40
Pre 4 130,30 86,65 60 13,65
Grafik 2 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Intensitas Nyeri Gout Artritis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pemberian Stimulus Kutaneus: kompres hangat
-
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Subyek
Penelitian Berdasarkan
Intensitas Nyeri Gout Artritis
Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Pemberian Stimulus
Kutaneus: kompres hangat
Dari grafik dan tabel di atas dapat
diketahui adanya penurunan pada
penggunaan kompres hangat untuk
intensitas nyeri gout artritis. Grafik diatas
menggunakan data rata-rata intensitas nyeri
pre post tes dari treatment 1 sampai dengan
treatment 4.
ANALISIS DATA
Pengaruh stimulus kutaneus: kompres
hangat terhadap skor nyeri gout artritis dapat
diketahui dengan dilakukannya Uji Paired
Sample T Test (Uji T Berpasangan) Test
dengan tingkat kemaknaan p 0,05. Hasil uji
Paired Sample T Test didapatkan nilai p =
0,00 pada tingkat kemaknaan p = 0,05 ( =
0,05). Bila dibandingkan dengan tingkat
kemaknaan yaitu 0,00 < 0,05, berarti Ho
ditolak, sehingga dapat disimpulkan tolak Ho
yang berarti terdapat perbedaan intensitas
nyeri gout artritis yang signifikan sebelum
dan sesudah diberi dikompres hangat. Atau
dengan kata lain, dengan melakukan
kompres hangat dapat menurunkan
intensitas nyeri gout artritis.
PEMBAHASAN
A. Nyeri Gout Artritis Sebelum Dilakukan
Pemberian Stimulus Kutaneus:
Kompres Hangat
Pemberian stimulus kutaneus:
kompres hangat pada nyeri gout arthritis
yaitu untuk melihat adakah pengaruhnya
terhadap intensitas nyeri. Cara yang efektif
untuk mengetahui ambang nyeri dapat
dilakukan pengukuran intensitas nyeri
dengan menggunakan skala nyeri pada NRS
dengan nilai absolute yaitu 0-10 pada seluruh
subyek penelitian.
Pada penyakit gout terdapat
gangguan metabolisme purin dalam tubuh,
intake bahan yang mengandung asam urat
tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang
tidak adequate akan menghasilkan akumulasi
asam urat yang berlebihan di dalam plasma
darah (hiperurecemia), sehingga
mengakibatkan kristal asam urat menumpuk
dalam tubuh 27. Penimbunan ini menimbulkan
iritasi lokal dan menimbulkan respon
inflamasi yang akan terjadi benjolan-benjolan
di sekitar sendi yang sering meradang yang
disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa
benjolan keras yang berisi serbuk seperti
kapur yang merupakan deposit dari kristal
monosodium urat. Tofus ini akan
mengakibatkan kerusakan pada sendi dan
tulang di sekitarnya 13.
Tabel 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar 20 orang subyek penelitian
merasakan nyeri dengan sifat nyeri hilang
timbul, karena serangan sering kali terjadi
pada malam hari. Biasanya sehari
sebelumnya pasien tampak segar bugar
tanpa keluhan, namun tiba-tiba tengah
malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat
sekali 38 .
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa sebagian
besar 26 orang subyek penelitian tidak
pernah melakukan kompres hangat untuk
mengatasi nyeri yang dirasakan. Nyeri pada
gout arthritis diakibatkan karena adanya
penimbunan purin yang berlebihan dalam
tubuh, sehingga akan mengakibatkan rasa
Kel. Mean SD Min Maks 95% CI Low Upp
Pre
7.86
0.97
6.00
9.00
7.50
8.23
Post 6.66 1.15 4.00 8.00 6.23 7.09
-
nyeri sebagai respon dari inflamasi.
Kompres air hangat dapat mempengaruhi
tubuh karena panas (diatermi) memiliki fungsi
yaitu memperlebar pembuluh darah
(Vasodilatasi), memberi tambahan nutrisi dan
oksigen untuk sel dan membuang sampah-
sampah tubuh meningkatkan suplai darah ke
area-area tubuh, mempercepat
penyembuhan, mengatasi peradangan dan
dapat menyejukkan2.
Pemberian kompres hangat pada
daerah tubuh akan memberikan sinyal ke
hypothalamus melalui sumsum tulang
belakang. Ketika reseptor yang peka
terhadap panas dihypotalamus dirangsang,
system efektor mengeluarkan sinyal yang
memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur
oleh pusat vasomotor pada medulla
oblongata dari tangkai otak, dibawah
pengaruh hypotalamik bagian anterior
sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan
pembuangan/kehilangan energi/panas
melalui kulit meningkat 40.
Ambang skor nyeri yang berbeda-beda
dari 1-9, menunjukkan adanya perbedaan
persepsi nyeri meskipun stimulusnya sama.
Hal ini dimungkinkan karena secara alami,
nyeri adalah pengalaman yang bersifat
sangat pribadi/personal 12 sehingga masing-
masing individu akan mempersepsikan
nyerinya dengan berbeda pula tergantung
pada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
nyeri. Faktor-faktor penyebab nyeri
diantaranya pengalaman masa lalu dengan
nyeri, usia, budaya, ansietas, makna nyeri
dan gaya koping 8.
Melihat hasil penelitian pada tabel 1
mengenai karakteristik usia subyek
penelitian, dapat disimpulkan bahwa kejadian
nyeri gout artritis meningkat seiring dengan
peningkatan usia. Usia merupakan salah satu
faktor resiko untuk penyakit gout artritis. Hal
ini berhubungan dengan . Meningkatnya
produksi asam urat akibat metabolisme
purine abnormal dan menurunnya ekskresi
asam urat pada wanita post menopouse usia
60 tahun keatas, juga dapat menyerang laki-
laki usia pubertas dan atau usia di atas 30
tahun 27.
B. Nyeri Gout Artritis Sesudah Dilakukan
Pemberian Stimulus Kutaneus:
kompres hangat.
Pemberian stimulus kutaneus: kompres hangat selama 20 menit pada subyek penelitian memperlihatkan hasil seperti yang tercantum pada grafik 1, terdapat perbedaan dari awal treatment hingga di akhir treatment. Terjadi penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan treatment. Pengukuran sebelum dilakukan treatment kompres hangat, pada tabel 5.3.2.2 rata-rata menunjukkan skor nyeri 7.86 dari 30 responden, namun setelah dilakukan kompres hangat terjadi penurunan nyeri dengan rata-rata skor nyeri rata-rata skor nyeri 6.66 dari 30 responden. Nilai rata-rata dari setiap treatment diambil karena nilai absolut nyeri pada NRS yang dirasakan individu berbeda-beda walaupun stimulus yang menyebabkan nyeri dan perlakuan yang diberikan sama, hal ini berhubungan dengan salah satu atribut pasti dalam pengalaman nyeri yaitu bahwa nyeri bersifat individu (Kenworthy et al, 2002) sehingga respon yang terjadi setelah perlakuan tidak dapat disamakan dengan orang lain.
Perbedaan skor nyeri yang didapat saat Pre test dan Post test kecenderungan sama walaupun pengukuran yang dilakukan dalam waktu yang berbeda (jarak 3 hari dalam seminggu), hal ini dipengaruhi oleh mekanisme dari kompres hangat dalam menurunkan nyeri dan proses terjadinya peradangan pada gout arthritis.
Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori gate control, yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan teori endorphin, yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya kadar endorphin dalam tubuh. Stimulus kutaneus adalah stimulus kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri 25.
-
Terjadinya mekanisme diatas juga
menyebabkan adanya percepatan
penyembuhan, mengatasi peradangan.
Peradangan pada serangan ringan gout
arthritis mungkin berhenti setelah beberapa
jam atau berlangsung selama 2 sampai 4
hari, sehingga saat post test diadakan
pengukuran nyeri dengan nilai 5, dengan
jarak 3 hari dilakukan pretest dengan
pengukuran nyeri tetap didapatkan skor 5 hal
itu sangat mungkin terjadi karena adanya
proses peradangan yang baru akan terjadi
setelah 2-4 hari, yang sebelumnya
peradangan telah dapat dikurangi dengan
adanya treatment kompres hangat.
Cara lainnya adalah dengan
mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori
A-beta yang lebih besar dan lebih cepat,
sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan A-delta berdiameter kecil
sekaligus menutup gerbang sinap untuk
transmisi impuls nyeri. Stimulus kutaneus
terdiri dari beberapa jenis yaitu: massase,
mandi air hangat, kompres menggunakan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik
(TENS) merupakan langkah sederhana
dalam upaya menurunkan persepsi nyeri 25.
Jadi intensitas nyeri yang dirasakan dapat
mengalami penurunan.
C. Pengaruh Stimulus Kutaneus:
kompres hangat Terhadap Intensitas
Nyeri Gout Artritis Pada Lansia
Tabel 5.3.2.2 menunjukkan bahwa
sebelum dilakukan pemberian stimulus
kutaneus: kompres hangat, rata-rata nyeri
yang didapat yaitu pada nilai absolut NRS
7,86 , yang diakibatkan oleh bagian-bagian
sendi yang mengalami pengkristalan purin..
Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan
menimbulkan respon inflamasi 27. Pemberian
stimulus kutaneus: kompres hangat dapat
memberi efek pada serabut saraf A beta
yang banyak terdapat di kulit akan
terangsang sehingga pintu gerbang tertutup
dan stimulus nyeri tidak diteruskan ke otak.
Di samping itu, endorphin juga dilepaskan
sehingga kadarnya meningkat. Kedua hal
tersebut menyebabkan terjadinya penurunan
intensitas dan nilai skala nyeri yang
dirasakan oleh subyek penelitian. Hal ini
dapat dilihat pada grafik 2 bahwa dari setiap
treatment yang dilakukan, nyeri yang
dirasakan oleh responden menjadi
berkurang.
Berdasarkan hasil uji statistik Paired
Sample T Test dengan interval kepercayaan
95 % atau dengan nilai = 0,05 didapatkan
nilai p lebih kecil dari taraf nyata = 0,05
(0,000 < 0,05). Dengan demikian p value <
(0,000 < 0,05), maka Ho ditolak dan H1
diterima. Dari hasil analisa di atas dapat
disimpulkan bahwa pemberian stimulusi
kutaneus: kompres hangat memiliki pengaruh
terhadap intensitas nyeri gout artritis pada
lansia.
Pemberian stimulus kutaneus:
kompres hangat terbukti dapat menurunkan
intensitas nyeri lansia dengan nyeri gout
artritis. Dengan demikian pemberian stimulusi
kutaneus: kompres hangat dapat dijadikan
sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan
intensitas nyeri gout artritis pada lansia
secara non farmakologis yang relatif tidak
menimbulkan efek samping bila digunakan
dengan tepat.
KETERBATASAN PENELITIAN
Peneliti menghadapi keterbatasan
dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
nyeri antara lain pengalaman masa lalu,
ansietas, makna nyeri dan gaya koping tidak
dapat dikontrol sepenuhnya dalam kriteria
inklusi, karena keterbatasan waktu, tenaga
dan biaya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, bisa diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan NRS dengan nilai absolute 0-10 pada subyek penelitian sebelum dilakukan pemberian stimulus kutaneus:
-
kompres hangat diperoleh hasil rata-rata skor nyeri yaitu 7.86 dari 30 responden.
2. Hasil pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan NRS dengan nilai absolut 0-10 setelah dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: kompres hangat terjadi penurunan nyeri dengan rata-rata skor nyeri 6.66 dari 30 responden.
3. Uji Paired Sample T Test dengan interval kepercayaan 95 % atau dengan nilai = 0,05 didapatkan p-Value 0,00 lebih kecil dari taraf nyata = 0,05 (0,00 < 0,05). Dengan demikian p value < (0,00 < 0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulusi kutaneus: kompres hangat memiliki pengaruh terhadap skor nyeri gout artritis pada lansia.
SARAN
1. Stimulus kutaneus: kompres hangat
terbukti memiliki pengaruh terhadap skor
nyeri gout artritis pada lansia sehingga
perawat dapat memberikan stimulasi
kutaneus dengan tehnik kompres hangat
sebagai salah satu alternatif intervensi
keperawatan secara non farmakologis
untuk membantu klien dengan nyeri gout
artritis.
2. Pemberian stimulus kutaneus: kompres
hangat terbukti memiliki pengaruh
terhadap skor nyeri gout artritis pada
lansia disamping juga merupakan tindakan
yang mudah, aman, tidak memerlukan
banyak alat dan biaya sehingga perawat
dapat mensosialisasikan cara melakukan
stimulasi kutaneus ini kepada keluarga
dan masyarakat luas khususnya lansia.
3. Dengan memperhatikan keterbatasan
yang ada pada penelitian ini, maka
penelitian berikutnya sebaiknya
menggunakan sampel yang lebih
representatif dan lebih banyak, diambil
secara acak, menggunakan kelompok
kontrol dan persiapan waktu, biaya dan
tenaga yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural
Keperawatan : Konsep dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta : Salemba Medika.
2. Barbara,K. 2003. Asuhan Keperawatan:
Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC
3. Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B., Erb,
G. 2009. Buku Ajar Praktik
keperawatan Klinis. Jakarta:
EGC.
4. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.
2008. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, 6th
edition. New York: McGraw-Hill.
5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus
Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta: EGC.
6. Teng, Gim Ge. Pathophysiology Clinical
Presentation and Treatment of
Gout. 2006: 66 (12): 1547-1563.
Departement of Medicine.
7. Handoyo, 2008. Pengaruh Pemberian
Kompres Hangat terhadap
Intensitas Nyeri Pasien Pasca
Bedah Sesar dengan Spinal
Anesthesia di RS. PKU
Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta: UMS
8. Harvey, Simon. Gout: Joint Pain and
Move vol.12. 2012: 445-51.
Boston: Harvard Medical School.
9. Herdman, Heather. 2005. NANDA.
(2005). Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2005-
2006. Philadelphia: NANDA
International.
10. Hutapea, Ronald. 2005. Sehat dan Ceria
Diusia Senja. Jakarta: PT
Rhineka Cipta.
11. Istiqomah. 2007. Pengaruh Teknik
Pemberian Kompres terhadap
Perubahan Skala Nyeri pada
Klien Kontusio di RSUD Sleman.
Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Teknologi. Yogyakarta,
24 Nopember 2007.
-
12. Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002.
Common Foundation Studies in
Nursing, Third Edition, Churchill
Livingstone, USA
13. Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
14. Maryam, S. 2008. Mengenal Usia Lanjut
dan Perawatannya. Salemba
Medika:Jakarta
15. Maryam, S. 2012. Mengenal Usia Lanjut
dan Perawatannya .Salemba
Medika:Jakarta
16. Merry, Fanada. 2012. Pengaruh
Kompres Hangat dalam
Menurunkan Skala Nyeri pada
Lansia yang Mengalami Nyeri
Rematik di Panti Sosial Tresna
Werdha Teratai Palembang.
Sumatra Selatan: Badan Diklat
Provinsi Sumatra Selatan.
17. Nasir. 2011. Buku Ajar Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta
: Muha Medika
18. Notoatmojo, S. 2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
19. Nugroho, W.2000. Keperawatan
Gerontik & Geriatric. Edisi 3.
EGC. Jakarta
20. Nugroho, W. 2008. Gerontik dan
Geriatik. EGC: Jakarta
21. Nursalam.2003. Konsep & Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
22. Nursalam.2008. Konsep & Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
23. Orimo, H., Hideki, I., Suzuki, T.
Reviewing the Definition of
Elderly. 2006: 6 : 149-158. Tokyo:
University of Health Science.
24. Pipit, V., Anik, R. 2010. Hubungan antara
Pola Makan dengan Kadar Asam
Urat Darah pada Wanita Post
Menopause di Posyandu Lansia
Wilayah Kerja Puskesmas Dr.
Soetomo Surabaya. Surabaya:
UM Surabaya.
25. Potter, P.A, Perry, A.G. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep,
26. Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume
2.Jakarta:EGC.2005
27. Poltekkes Kemenkes Malang. 2012
Problem Fisik pada Orang Lanjut
Usia. Malang: Poltekkes
Kemenkes Malang
28. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
29. Sari, Ermala. 2010. Pengaruh
Penggunaan Kompres Hangat
dalam Pengurangan Nyeri
Persalinan Kala I Fase Aktif di
Klinik Hj. Hamidah Nasution
Medan Tahun 2010. Diakses
tanggal 23 September 2013. Jam
21.00 WIB.
30. Setiyohadi, B. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
31. Shery. 2012.
http://consultgerirn.org/resources/
?tt_request=issue06_1.pdf.
Diakses Diakses tanggal 23
September 2013. Jam 21.00 WIB.
32. Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
33. Sudoyo AW. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Jakarta: Buku Kedokteran IPD
FK UI.
34. Suryana, Putra. 2009. Hubungan antara
Konsumsi Makanan Tinggi Purin
dan Serangan Gout di Rumah
-
Sakit Umum Saiful Anwar.
Malang: Universitas Brawijaya.
35. Syarifah, Aini. 2010. Pengaruh Kompres
Hangat terhadap Perubahan
Tingkat Nyeri Pasien Rematik.
Padang: Universitas Andalas.
36. Tamher,Noorkasiani. 2011. Kesehatan
Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
37. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan
Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta :
EGC
38. U.S. Cencus Bureau. 2009. International
Data Base, (Online),
(http://www.census.gov/populatio
n/international/data/idb/estandproj
.pdf, diakses pada tanggal 15
Oktober 2013).
39. Utomo, Prayogo. 2005. Apresiasi
Penyakit Pengobatan Secara
Tradisional dan Modern. Jakarta:
Penerbit: Rineka Cipta
40. Yatim, Faisal. 2006. Penyakit Tulang dan
Persendian (Arthritis dan
Arthralgia). Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
41. Yohmi, E. (2008). Kompres Hangat.
http://nursingbegin.com/kompres-
hangat/. Diakses pada tanggal 13
September 2013
42. Zuliani. 2010. Pemanfaatan Stimulasi
Kutaneus (Slow Stroke Back
Massage) terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Haid
(Dismenorea). Jombang :
Fakultas Ilmu Kesehatan
UNIPDU
Telah disetujui oleh,
Pembimbing I
Dr. Titin Andri W, S.Kp, M.Kes. NIP. 19770226 200312 2001