majalah

12
PENGARUH STIMULUS KUTANEUS: KOMPRES HANGAT TERHADAP SKOR NYERI GOUT ARTRITIS DI PANTI WERDHA GRIYA ASIH LAWANG DAN POSYANDU LANSIA RW 04 WILAYAH KERJA PUSKESMAS DINOYO MALANG Ayu Sisca Prastiwi, Titin Andri W *, Tony Suharsono ** ABSTRAK Penyakit gout artritis adalah gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequate akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah ( hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh .Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi yang akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi . Salah satu cara non farmakologi untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan pemberian stimulasi kulit dengan tehnik kompres hangat. Mekanisme kerja stimulus kutaneus: kompres hangat dalam menurunkan intensitas nyeri menggunakan prinsip teori endorphin. Penelitian pra eksperimen ini dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulus kutaneus: kompres hangat terhadap intensitas nyeri gout artritis. Untuk keperluan tersebut, maka desain yang digunakan adalah pra eksperimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Subyek penelitian adalah lansia yang mengalami gout artritis di Panti Werdha Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang, didapatkan subyek penelitian sebanyak 30 orang yang ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 27 Maret sampai 11 April 2014. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Pre test didapatkan hasil mean 7.86, standart deviasi 0.97, 95%CI (lower 7. 5 dan upper 8. 23), post test didapatkan hasil mean 6.66 standart deviasi 1.15 , 95%CI (lower 6.23 dan upper 7.09) dan berdasarkan uji statistik Paired Sampel T Test dengan α = 0,05 didapatkan p value < α (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulus kutaneus: kompres hangat mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri gout artritis pada lansia di Panti Werdha Griya Asih Lawang Malang dan Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang. Kata-kata kunci: Kompres Hangat, Intensitas Nyeri, Gout Artritis, Lansia.

Upload: ayu-sisca-prastiwi

Post on 17-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Jurnal lansia

TRANSCRIPT

  • PENGARUH STIMULUS KUTANEUS: KOMPRES HANGAT TERHADAP SKOR NYERI GOUT

    ARTRITIS DI PANTI WERDHA GRIYA ASIH LAWANG DAN POSYANDU LANSIA RW 04

    WILAYAH KERJA PUSKESMAS DINOYO MALANG

    Ayu Sisca Prastiwi, Titin Andri W *, Tony Suharsono **

    ABSTRAK

    Penyakit gout artritis adalah gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang

    mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequate akan

    menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (hiperurecemia),

    sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh .Penimbunan ini menimbulkan

    iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi yang akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi

    . Salah satu cara non farmakologi untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan pemberian stimulasi

    kulit dengan tehnik kompres hangat. Mekanisme kerja stimulus kutaneus: kompres hangat dalam

    menurunkan intensitas nyeri menggunakan prinsip teori endorphin. Penelitian pra eksperimen ini

    dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulus kutaneus: kompres hangat terhadap

    intensitas nyeri gout artritis. Untuk keperluan tersebut, maka desain yang digunakan adalah pra

    eksperimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Subyek penelitian adalah lansia

    yang mengalami gout artritis di Panti Werdha Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW 04

    Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang, didapatkan subyek penelitian sebanyak 30 orang yang

    ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 27 Maret

    sampai 11 April 2014. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan

    observasi. Pre test didapatkan hasil mean 7.86, standart deviasi 0.97, 95%CI (lower 7. 5 dan

    upper 8. 23), post test didapatkan hasil mean 6.66 standart deviasi 1.15 , 95%CI (lower 6.23 dan

    upper 7.09) dan berdasarkan uji statistik Paired Sampel T Test dengan = 0,05 didapatkan p

    value < (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulus kutaneus: kompres

    hangat mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri gout artritis pada lansia di Panti Werdha

    Griya Asih Lawang Malang dan Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo

    Malang.

    Kata-kata kunci: Kompres Hangat, Intensitas Nyeri, Gout Artritis, Lansia.

  • ABSTRACT

    Prastiwi, Ayu Sisca. 2014. The Effect of Cutaneus Stimulation: Warm compresses on

    Intensity of Gout Artritiss Pain Of Old People in Panti Werdha Griya Asih Lawang

    and Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang. Final

    Assignment, Nursing Science Department, Medical Faculty. Brawijaya University of Malang.

    Advisors: (1) (1) Titin Andri W., S.Kp.,M.Kes. (2) Ns. Tony Suharsono, S.Kep., M.Kep.

    .

    Gout Artritis disease is a purine metabolism disorder in the body, the intake of materials

    containing high uric acid, and uric acid excretion systems are not adequate to produce excessive

    accumulation of uric acid in the blood plasma (hiperurecemia), thus resulting in uric acid crystals

    accumulate in the body. Hoarding the cause local irritation and cause inflammatory responses that

    would occur lumps around the joints. One of the non pharmacological way to cope with this pain is

    by applying cutaneus stimulation through warm compresses method. The mechanism of cutaneus

    stimulation: warm compresses reduce gout artritiss pain intensity using the principle of endorphin

    theory. This experimental study was conducted to observe the effect of applying cutaneus

    stimulation with warm compresses to gout artritiss pain intensity. For this purpose, the researcher

    used pra experimental design with one group pre test-post test approach. The subject of this study

    were old people who have gout arthritis disease in Panti Werdha Griya Asih Lawang and

    Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang, 30 participants were collected

    using purposive sampling technique. This study began on March 27 th, 2014 until April 11 th,, 2014 .

    The data were collected by interview and observation. According to the result of pre test mean

    7.86, standart deviasi 0.97, 95%CI (lower 7. 5 dan upper 8. 23), post test mean 6.66 standart

    deviasi 1.15 , 95%CI (lower 6.23 dan upper 7.09) and Paired Sampel T Test with = 0,05, p value

    < (0,000 < 0,05). It was revealed that the warm compresses intervention significantly affect the

    old peoples level of gout artritis pain in Panti Werdha Griya Asih Lawang and Posyandu Lansia

    RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang.

    Keywords: Warm Compresses, Pain Intensity,Gout Artritis, Old People

  • PENDAHULUAN

    Lansia adalah seseorang yang berusia

    65 tahun atau lebih, sedangkan dari 65

    melalui 74 tahun yang disebut sebagai awal

    tua dan tua mereka lebih dari 75 tahun

    sebagai akhir tua23. Terdapat beberapa

    pendapat yang dikemukakan oleh para ahli

    tentang definisi lanjut usia , salah satunya

    yaitu lanjut usia menurut WHO ada empat

    tahap batasan umur yaitu usia pertengahan

    (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut

    (elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut

    usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia

    sangat tua (very old) di atas 90 tahun19.

    Penduduk Lanjut usia 4 tahun terakhir

    mengalami peningkatan yang signifikan pada

    tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia

    sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat

    menjadi 20.547.541 pada tahun 200936

    jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah

    China, India dan Jepang. Badan kesehatan

    dunia WHO bahwa penduduk lansia di

    Indonesia pada tahun 2020 mendatang

    sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat

    28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang

    menyebabkan jumlah penduduk lansia

    terbesar di dunia. Menurut data BPS

    Indonesia tahun 2011 jumlah Lansia

    sebanyak 2.989.927 lansia, sedangkan

    menurut data BPS Kota Malang 2011 jumlah

    Lansia di Jawa Timur mencapai 49.924

    lansia. Saat ini tahun 2012 jumlah lansia

    sudah mencapai 28 juta jiwa atau sekitar

    delapan persen dari jumlah penduduk

    Indonesia.

    Masalah-masalah kesehatan akibat

    penuaan terjadi pada berbagai sistem tubuh

    yaitu gangguan jantung dan sirkulasi darah,

    gangguan sistem anggota gerak gangguan

    penglihatan, ganggauan psikologis, infeksi

    telinga, gangguan adaptasi gelap, vertigo,

    arthritis lutut, sinkope dan pusing serta

    penyakit-penyakit sistemik, perubahan pada

    tulang (osteomalasia), gangguan

    pencernaan, kelainan metabolisme, ganguan

    ginjal dengan uremia atau gangguan faal hati

    dan gangguan peredaran darah serta

    jantung, nyeri pinggang atau punggung

    (osteomalasia, osteoporosis, osteoartrosis),

    gout artritis, gangguan pancreas, kelainan

    ginjal (batu ginjal), gangguan pada kelenjar

    prostat, gangguan pada otot-otot badan,

    gangguan pada sendi pinggul (misalnya;

    radang sendi (arthritis), dan sendi yang

    kropos (osteoporosis)). Kelainan tulang-

    tulang sendi (misalnya; patah tulang (fraktur)

    dan dislokasi25. Salah satu masalah fisik yang

    terbanyak di Indonesia adalah masalah

    radang sendi. Radang sendi yang

    dikarenakan kelebihan asam urat dalam

    darah (artritis gout) merupakan jenis artritis

    nomor dua setelah osteoartritis37.

    Prevalensi gout meningkat dengan

    peningkatan usia pada pria dan wanita. Gout

    biasanya menyerang pria berusia antara 30

    dan 50 tahun, dan wanita yang lebih tua dari

    60 tahun, peningkatan kadar asam urat

    biasanya hadir selama 20 tahun sebelum

    terjadinya gout6. Berdasarkan penelitian

    bagian keperawatan keluarga dan komunitas

    FIK UM Surabaya, di Indonesia, arthritis pirai

    (asam urat) menduduki urutan kedua setelah

    osteoartritis. Prevalensi artritis pirai pada

    populasi di USA diperkirakan 13,6/100.000

    penduduk, sedangkan di Indonesia sendiri

    diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang,

    prevalensi ini meningkat seiring dengan

    meningkatnya umur24. Berdasarkan hasil

    penelitian Putra (2009) di RS Saiful Anwar

    yaitu sebanyak 11 pasien dalam sebulan

    mengalami serangan akut gout artritis kurang

    dari tiga kali. Dari hasil studi pendahuluan

    yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa

    jumlah lansia yang menderita gout artritis di

    panti werdha griya asih berjumlah 10 orang

    dari jumlah total 19 lansia dan di Posyandu

    Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas

    Dinoyo Malang sebanyak 23 lansia dari total

    72 lansia.

    Artritis Gout muncul sebagai serangan

    yang timbul berulang-ulang akibat kelebihan

    asam urat di dalam darah yang mengendap

    di dalam sendi. Asam urat berasal dari

    metabolisme protein37. Gejala khas dari

    serangan artritis gout adalah nyeri hebat

  • pada persendian Sendi yang paling sering

    mengalami nyeri karena asam urat adalah

    pada daerah lutut, ibu jari, panggul, tulang

    belakang dan jari tangan25.

    Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak

    menyenangkan dan individual tidak dapat

    membagi dengan orang lain23. Adanya nyeri

    sendi membuat penderitanya seringkali takut

    untuk bergerak sehingga mengganggu

    aktifitas sehari-harinya dan dapat

    menurunkan produktifitasnya, karenanya

    terapi utama diarahkan untuk menangani

    nyeri 26.

    Penanganan nyeri dapat dilakukan

    dengan terapi farmakologi dan terapi non

    farmakologi. Terapi farmakologi seperti

    penggunaan NSAID untuk mengurangi rasa

    nyeri menimbulkan efek samping 4 . Efek

    samping NSAID adalah gastritis, tukak

    lambung, atau perdarahan Dengan

    demikian, terapi non farmakologi kiranya

    patut menjadi salah satu alternatif 8.

    Stimulus kutaneus termasuk terapi non

    farmakologi, stimulasi kutaneus adalah

    stimulasi kulit yang dilakukan untuk

    menghilangkan nyeri. Massase, mandi air

    hangat, kompres dingin atau kompres hangat

    merupakan langkah-langkah sederhana

    dalam upaya menurunkan persepsi nyeri 16.

    Stimulus kutaneus bekerja dengan cara

    mendorong pelepasan endorfin, sehingga

    memblok transmisi stimulus nyeri 25

    Salah satu jenis Stimulus kutaneus

    adalah kompres hangat. Tujuan dari kompres

    hangat yaitu memperlancar sirkulasi darah,

    mengurangi rasa sakit, merangsang

    peristaltik usus, memperlancar pengeluaran

    getah radang (cairan eksudat), memberikan

    rasa hangat dan nyaman 16. Beberapa

    penelitian mengatakan bahwa pemberian

    kompres hangat memberikan efek untuk

    mengurangi nyeri seperti meningkatkan aliran

    darah ke bagian yang terinflamasi atau

    terinjuri 11 16 selain itu penggunaan terapi

    panas permukaan pada tubuh kita dapat

    memperbaiki fleksibilitas tendon dan ligamen,

    mengurangi spasme otot, meredakan nyeri,

    meningkatkan aliran darah, dan

    meningkatkan metabolisme. Mekanismenya

    dalam mengurangi nyeri tidak diketahui

    dengan pasti, walaupun para peneliti yakin

    bahwa panas dapat menonaktifkan serabut

    saraf yang menyebabkan spasme otot dan

    panas tersebut dapat menyebabkan

    pelepasan endorfin, opium yang sangat kuat,

    seperti bahan kimia yang memblok transmisi

    nyeri 34

    Efek samping pemberian kompres

    hangat yang berkelanjutan berbahaya

    terhadap sel epitel karena dapat

    menyebabkan kemerahan, kelemahan lokal

    dan bisa terjadi kelepuhan 11, selain itu

    didalam jurnal yang lain juga disebutkan

    bahwa efek samping kompres hangat jika

    diberikan pada klien dengan alergi kulit

    terhadap panas akan menimbulkan rasa tidak

    nyaman bahkan nyeri karena akan terjadi

    pengelupasan kulit akibat melepuh. Namun

    pemberian kompres hangat relatif sangat

    aman asal sebagai perawat mampu untuk

    melakukan anamnesa terhadap alergi kulit

    klien dan memperhatikan hal-hal yang harus

    dikaji sebelum, selama, dan sesudah

    pemberian kompres hangat.

    Keamanan dalam pemberian kompres

    hangat yaitu perhatikan suhu, frekuensi

    pemberian, cara pemberian dan alergi

    terhadap kompres hangat pada klien.

    Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

    suhu yang tepat untuk pemberian kompres

    hangat ada beberapa yaitu rentang 34 C -

    37 C dengan lama pemberian selama 20

    menit (pengukuran intensitas nyeri dari menit

    ke 15 hingga menit ke 20), frekuensi

    pemberian 1x dalam 1 hari dan bisa diberikan

    2-3 kali dalam 1 minggu. Untuk mengetahui

    hasil yang lebih baik melakukan kompres

    hangat minimal 1 minggu dan maksimal 1

    bulan 11

    Salah satu Penelitian yang terkait yaitu

    Pengaruh Kompres Hangat Dalam

    Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Yang

    Mengalami Nyeri Rematik Di Panti Sosial

  • Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun

    2012 oleh Merry Fanada kompres hangat

    dilakukan selama 20-30menit, pengukuran

    nyeri dilakukan pada menit ke 15-20., suhu

    air 34 C. Sebelum teknik kompres hangat ,

    dilakukan terlebih dahulu pengukuran nyeri

    dan identifikasi terhadap kontra indikasi

    pemakaian air hangat.

    Prosedur pemberian kompres hangat

    menurut Perry dan Potter (2005) kompres

    hangat dilakukan dengan mempergunakan

    buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu

    secara konduksi dimana terjadi pemindahan

    panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga

    akan menyebabkan pelebaran pembuluh

    darah dan akan terjadi penurunan

    ketegangan otot sehingga nyeri sendi yang

    dirasakan pada pasien asam urat (gout

    artritis) akan berkurang/ hilang. Namun dari

    beberapa jurnal ada beberapa cara dalam

    pemberian kompres hangat selain

    menggunakan buli-buli panas, juga bisa

    menggunakan kasa atau handuk dan terjadi

    proses konduksi pemindahan panas yang

    menyebabkan pelebaran pembuluh darah

    dan penurunan spasme otot. Cara yang

    paling efektif menggunakan buli-buli panas

    karena didalam buli-buli, panas yang

    diberikan tidak mudah terpengaruh oleh

    lingkungan, buli-buli juga lebih memberikan

    rasa nyaman saat digunakan untuk kompres

    hangat.

    Hal-hal yang harus diperhatikan dan

    dikaji saat melakukan kompres hangat yaitu:

    pastikan klien tidak mempunyai alergi

    terhadap air hangat, kain kasa harus diganti

    pada waktunya, jika menggunakan buli-buli

    panas perhatikan kebersihan buli-buli dan

    suhu kompres di pertahankan tetap hangat,

    cairan jangan terlalu panas, hindarkan agar

    kulit jangan sampai kulit terbakar, kain

    kompres harus lebih besar dari pada area

    yang akan dikompres, untuk kompres hangat

    pada luka terbuka, peralatan harus steril.

    Pada luka tertutup seperti memar atau

    bengkak, peralatan tidak perlu steril karena

    yang penting bersih, buli-buli panas tidak

    boleh diberikan pada klien pendarahan,

    pemakaian buli-buli panas ada bagian

    abdomen, tutup buli-buli mengarah ke atas

    atau ke samping, pada bagian kaki, tutup

    buli-buli mengarah ke bawah atau ke

    samping,buli-buli harus di periksa dulu atau

    tidak cicin karet pada penutupnya 7

    Berdasarkan fenomena diatas maka

    perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh

    stimulus kutaneus: kompres hangat terhadap

    skor nyeri gout artritis pada lansia di panti

    werdha Griya Asih Lawang dan di Posyandu

    Lansia RW 04 Wilayah Kerja Puskesmas

    Dinoyo Malang.

    Penelitian ini bertujuan Mengetahui

    pengaruh stimulus kutaneus: kompres hangat

    terhadap intensitas nyeri gout artritis pada

    lansia, mengidentifikasi intensitas nyeri gout

    artritis sebelum pemberian stimulus

    kutaneus: kompres hangat terhadap

    intensitas nyeri gout artritis pada lansia,

    mengidentifikasi intensitas nyeri gout artritis

    setelah pemberian pemberian stimulus

    kutaneus: kompres hangat terhadap

    intensitas nyeri gout artritis pada lansia dan

    menganalisa perbedaan sebelum dan

    sesudah pemberian stimulus kutaneus:

    kompres hangat terhadap intensitas nyeri

    gout artritis pada lansia di panti werdha Griya

    Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW 04

    Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang.

    Penelitian ini bermanfaat dapat

    memberikan tambahan informasi terhadap

    ilmu keperawatan tentang pengaruh

    pemberian stimulus kutaneus: kompres

    hangat terhadap intensitas nyeri gout artritis

    pada lansia, dapat meningkatkan

    pengetahuan masyarakat dan lansia tentang

    kompres hangat dalam mengatasi nyeri gout

    artritis sehingga lansia termotivasi untuk

    melakukan kompres hangat secara mandiri

    jika memungkinkan, memperkaya dan

    memperluas ilmu pengetahuan terutama bagi

    keperawatan terhadap terapi-terapi non

    farmakologi.

  • METODE PENELITIAN

    Penelitian dilakukan di Panti Werdha

    Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW

    04 Wilayah Kerja Dinoyo Malang. Populasi

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    semua Lansia yang mengalami gout artritis di

    Panti Werdha Griya Asih Lawang dan

    Posyandu Lansia RW 04 Wilayah Kerja

    Puskesmas Dinoyo Malang. Jumlah sampel

    dalam penelitian ini 30 lansia.

    Instrumen yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah skala NRS untuk

    mengukur skala nyeri dan instrument untuk

    kompres hangat yaitu Air hangat dengan

    suhu 36,5C, handuk mandi/ Handuk kecil,

    buli-buli panas, stopwatch,

    sphigmomanometer, temperatur raksa besar.

    Analisa data dilakukan dengan menggunakan

    teknik menggunakan Paired Sample T Test

    dengan interval kepercayaan 95 % atau

    dengan nilai = 0,05. Jika probabilitas lebih

    kecil dari 0,05 atau statistik hitung (angka p

    output) lebih kecil dari statistik tabel maka

    hubungan antara dua variabel yang diukur

    signifikan atau HO ditolak H1 diterima.

    Pengumpulan data dilakukan pada bulan 27

    Maret 2014 11 April 2014.

    HASIL PENELITIAN

    A. Data Variabel

    Pengaruh Stimulus Kutaneus:

    Kompres Hangat Terhadap Skor Nyeri

    Analisis Perbedaan Sebelum dan Sesudah Pemberian Stimulus Kutaneus: Kompres Hangat Terhadap Nyeri Gout Artritis Pada Lansia di Panti Werdha Griya Asih Lawang dan Posyandu Lansia RW.04 Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Malang

    Tabel 2 Data Penunjang Skor Nyeri Gout Artritis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pemberian Stimulus Kutaneus: kompres hangat

    Kelompok

    Data Penunjang

    (Rata-Rata)

    TD(mmHg) N (x/mnt) RR (x/mnt)

    Sistole Diastole

    Pre 1 137,67 91,67 67 15,53

    Post 1 132,56 89,20 60 15,23

    Pre 2 135,65 90,56 65 15,50

    Post 2 133.30 88,56 60 14,70

    Pre 3 132,45 90,23 60 15,43

    Post 3 131,34 88,56 60 14,50

    Pre 4 132.30 89,50 62 14,40

    Pre 4 130,30 86,65 60 13,65

    Grafik 2 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Intensitas Nyeri Gout Artritis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pemberian Stimulus Kutaneus: kompres hangat

  • Tabel 3 Distribusi Frekuensi Subyek

    Penelitian Berdasarkan

    Intensitas Nyeri Gout Artritis

    Sebelum dan Sesudah

    Dilakukan Pemberian Stimulus

    Kutaneus: kompres hangat

    Dari grafik dan tabel di atas dapat

    diketahui adanya penurunan pada

    penggunaan kompres hangat untuk

    intensitas nyeri gout artritis. Grafik diatas

    menggunakan data rata-rata intensitas nyeri

    pre post tes dari treatment 1 sampai dengan

    treatment 4.

    ANALISIS DATA

    Pengaruh stimulus kutaneus: kompres

    hangat terhadap skor nyeri gout artritis dapat

    diketahui dengan dilakukannya Uji Paired

    Sample T Test (Uji T Berpasangan) Test

    dengan tingkat kemaknaan p 0,05. Hasil uji

    Paired Sample T Test didapatkan nilai p =

    0,00 pada tingkat kemaknaan p = 0,05 ( =

    0,05). Bila dibandingkan dengan tingkat

    kemaknaan yaitu 0,00 < 0,05, berarti Ho

    ditolak, sehingga dapat disimpulkan tolak Ho

    yang berarti terdapat perbedaan intensitas

    nyeri gout artritis yang signifikan sebelum

    dan sesudah diberi dikompres hangat. Atau

    dengan kata lain, dengan melakukan

    kompres hangat dapat menurunkan

    intensitas nyeri gout artritis.

    PEMBAHASAN

    A. Nyeri Gout Artritis Sebelum Dilakukan

    Pemberian Stimulus Kutaneus:

    Kompres Hangat

    Pemberian stimulus kutaneus:

    kompres hangat pada nyeri gout arthritis

    yaitu untuk melihat adakah pengaruhnya

    terhadap intensitas nyeri. Cara yang efektif

    untuk mengetahui ambang nyeri dapat

    dilakukan pengukuran intensitas nyeri

    dengan menggunakan skala nyeri pada NRS

    dengan nilai absolute yaitu 0-10 pada seluruh

    subyek penelitian.

    Pada penyakit gout terdapat

    gangguan metabolisme purin dalam tubuh,

    intake bahan yang mengandung asam urat

    tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang

    tidak adequate akan menghasilkan akumulasi

    asam urat yang berlebihan di dalam plasma

    darah (hiperurecemia), sehingga

    mengakibatkan kristal asam urat menumpuk

    dalam tubuh 27. Penimbunan ini menimbulkan

    iritasi lokal dan menimbulkan respon

    inflamasi yang akan terjadi benjolan-benjolan

    di sekitar sendi yang sering meradang yang

    disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa

    benjolan keras yang berisi serbuk seperti

    kapur yang merupakan deposit dari kristal

    monosodium urat. Tofus ini akan

    mengakibatkan kerusakan pada sendi dan

    tulang di sekitarnya 13.

    Tabel 1 menunjukkan bahwa

    sebagian besar 20 orang subyek penelitian

    merasakan nyeri dengan sifat nyeri hilang

    timbul, karena serangan sering kali terjadi

    pada malam hari. Biasanya sehari

    sebelumnya pasien tampak segar bugar

    tanpa keluhan, namun tiba-tiba tengah

    malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat

    sekali 38 .

    Tabel 1 juga menunjukkan bahwa sebagian

    besar 26 orang subyek penelitian tidak

    pernah melakukan kompres hangat untuk

    mengatasi nyeri yang dirasakan. Nyeri pada

    gout arthritis diakibatkan karena adanya

    penimbunan purin yang berlebihan dalam

    tubuh, sehingga akan mengakibatkan rasa

    Kel. Mean SD Min Maks 95% CI Low Upp

    Pre

    7.86

    0.97

    6.00

    9.00

    7.50

    8.23

    Post 6.66 1.15 4.00 8.00 6.23 7.09

  • nyeri sebagai respon dari inflamasi.

    Kompres air hangat dapat mempengaruhi

    tubuh karena panas (diatermi) memiliki fungsi

    yaitu memperlebar pembuluh darah

    (Vasodilatasi), memberi tambahan nutrisi dan

    oksigen untuk sel dan membuang sampah-

    sampah tubuh meningkatkan suplai darah ke

    area-area tubuh, mempercepat

    penyembuhan, mengatasi peradangan dan

    dapat menyejukkan2.

    Pemberian kompres hangat pada

    daerah tubuh akan memberikan sinyal ke

    hypothalamus melalui sumsum tulang

    belakang. Ketika reseptor yang peka

    terhadap panas dihypotalamus dirangsang,

    system efektor mengeluarkan sinyal yang

    memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.

    Perubahan ukuran pembuluh darah diatur

    oleh pusat vasomotor pada medulla

    oblongata dari tangkai otak, dibawah

    pengaruh hypotalamik bagian anterior

    sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya

    vasodilatasi ini menyebabkan

    pembuangan/kehilangan energi/panas

    melalui kulit meningkat 40.

    Ambang skor nyeri yang berbeda-beda

    dari 1-9, menunjukkan adanya perbedaan

    persepsi nyeri meskipun stimulusnya sama.

    Hal ini dimungkinkan karena secara alami,

    nyeri adalah pengalaman yang bersifat

    sangat pribadi/personal 12 sehingga masing-

    masing individu akan mempersepsikan

    nyerinya dengan berbeda pula tergantung

    pada faktor-faktor lain yang mempengaruhi

    nyeri. Faktor-faktor penyebab nyeri

    diantaranya pengalaman masa lalu dengan

    nyeri, usia, budaya, ansietas, makna nyeri

    dan gaya koping 8.

    Melihat hasil penelitian pada tabel 1

    mengenai karakteristik usia subyek

    penelitian, dapat disimpulkan bahwa kejadian

    nyeri gout artritis meningkat seiring dengan

    peningkatan usia. Usia merupakan salah satu

    faktor resiko untuk penyakit gout artritis. Hal

    ini berhubungan dengan . Meningkatnya

    produksi asam urat akibat metabolisme

    purine abnormal dan menurunnya ekskresi

    asam urat pada wanita post menopouse usia

    60 tahun keatas, juga dapat menyerang laki-

    laki usia pubertas dan atau usia di atas 30

    tahun 27.

    B. Nyeri Gout Artritis Sesudah Dilakukan

    Pemberian Stimulus Kutaneus:

    kompres hangat.

    Pemberian stimulus kutaneus: kompres hangat selama 20 menit pada subyek penelitian memperlihatkan hasil seperti yang tercantum pada grafik 1, terdapat perbedaan dari awal treatment hingga di akhir treatment. Terjadi penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan treatment. Pengukuran sebelum dilakukan treatment kompres hangat, pada tabel 5.3.2.2 rata-rata menunjukkan skor nyeri 7.86 dari 30 responden, namun setelah dilakukan kompres hangat terjadi penurunan nyeri dengan rata-rata skor nyeri rata-rata skor nyeri 6.66 dari 30 responden. Nilai rata-rata dari setiap treatment diambil karena nilai absolut nyeri pada NRS yang dirasakan individu berbeda-beda walaupun stimulus yang menyebabkan nyeri dan perlakuan yang diberikan sama, hal ini berhubungan dengan salah satu atribut pasti dalam pengalaman nyeri yaitu bahwa nyeri bersifat individu (Kenworthy et al, 2002) sehingga respon yang terjadi setelah perlakuan tidak dapat disamakan dengan orang lain.

    Perbedaan skor nyeri yang didapat saat Pre test dan Post test kecenderungan sama walaupun pengukuran yang dilakukan dalam waktu yang berbeda (jarak 3 hari dalam seminggu), hal ini dipengaruhi oleh mekanisme dari kompres hangat dalam menurunkan nyeri dan proses terjadinya peradangan pada gout arthritis.

    Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori gate control, yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan teori endorphin, yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya kadar endorphin dalam tubuh. Stimulus kutaneus adalah stimulus kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri 25.

  • Terjadinya mekanisme diatas juga

    menyebabkan adanya percepatan

    penyembuhan, mengatasi peradangan.

    Peradangan pada serangan ringan gout

    arthritis mungkin berhenti setelah beberapa

    jam atau berlangsung selama 2 sampai 4

    hari, sehingga saat post test diadakan

    pengukuran nyeri dengan nilai 5, dengan

    jarak 3 hari dilakukan pretest dengan

    pengukuran nyeri tetap didapatkan skor 5 hal

    itu sangat mungkin terjadi karena adanya

    proses peradangan yang baru akan terjadi

    setelah 2-4 hari, yang sebelumnya

    peradangan telah dapat dikurangi dengan

    adanya treatment kompres hangat.

    Cara lainnya adalah dengan

    mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori

    A-beta yang lebih besar dan lebih cepat,

    sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui

    serabut C dan A-delta berdiameter kecil

    sekaligus menutup gerbang sinap untuk

    transmisi impuls nyeri. Stimulus kutaneus

    terdiri dari beberapa jenis yaitu: massase,

    mandi air hangat, kompres menggunakan

    kantong es dan stimulasi saraf elektrik

    (TENS) merupakan langkah sederhana

    dalam upaya menurunkan persepsi nyeri 25.

    Jadi intensitas nyeri yang dirasakan dapat

    mengalami penurunan.

    C. Pengaruh Stimulus Kutaneus:

    kompres hangat Terhadap Intensitas

    Nyeri Gout Artritis Pada Lansia

    Tabel 5.3.2.2 menunjukkan bahwa

    sebelum dilakukan pemberian stimulus

    kutaneus: kompres hangat, rata-rata nyeri

    yang didapat yaitu pada nilai absolut NRS

    7,86 , yang diakibatkan oleh bagian-bagian

    sendi yang mengalami pengkristalan purin..

    Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan

    menimbulkan respon inflamasi 27. Pemberian

    stimulus kutaneus: kompres hangat dapat

    memberi efek pada serabut saraf A beta

    yang banyak terdapat di kulit akan

    terangsang sehingga pintu gerbang tertutup

    dan stimulus nyeri tidak diteruskan ke otak.

    Di samping itu, endorphin juga dilepaskan

    sehingga kadarnya meningkat. Kedua hal

    tersebut menyebabkan terjadinya penurunan

    intensitas dan nilai skala nyeri yang

    dirasakan oleh subyek penelitian. Hal ini

    dapat dilihat pada grafik 2 bahwa dari setiap

    treatment yang dilakukan, nyeri yang

    dirasakan oleh responden menjadi

    berkurang.

    Berdasarkan hasil uji statistik Paired

    Sample T Test dengan interval kepercayaan

    95 % atau dengan nilai = 0,05 didapatkan

    nilai p lebih kecil dari taraf nyata = 0,05

    (0,000 < 0,05). Dengan demikian p value <

    (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak dan H1

    diterima. Dari hasil analisa di atas dapat

    disimpulkan bahwa pemberian stimulusi

    kutaneus: kompres hangat memiliki pengaruh

    terhadap intensitas nyeri gout artritis pada

    lansia.

    Pemberian stimulus kutaneus:

    kompres hangat terbukti dapat menurunkan

    intensitas nyeri lansia dengan nyeri gout

    artritis. Dengan demikian pemberian stimulusi

    kutaneus: kompres hangat dapat dijadikan

    sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan

    intensitas nyeri gout artritis pada lansia

    secara non farmakologis yang relatif tidak

    menimbulkan efek samping bila digunakan

    dengan tepat.

    KETERBATASAN PENELITIAN

    Peneliti menghadapi keterbatasan

    dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu

    mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

    nyeri antara lain pengalaman masa lalu,

    ansietas, makna nyeri dan gaya koping tidak

    dapat dikontrol sepenuhnya dalam kriteria

    inklusi, karena keterbatasan waktu, tenaga

    dan biaya.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang

    dilakukan, bisa diambil kesimpulan sebagai

    berikut:

    1. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan NRS dengan nilai absolute 0-10 pada subyek penelitian sebelum dilakukan pemberian stimulus kutaneus:

  • kompres hangat diperoleh hasil rata-rata skor nyeri yaitu 7.86 dari 30 responden.

    2. Hasil pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan NRS dengan nilai absolut 0-10 setelah dilakukan pemberian stimulasi kutaneus: kompres hangat terjadi penurunan nyeri dengan rata-rata skor nyeri 6.66 dari 30 responden.

    3. Uji Paired Sample T Test dengan interval kepercayaan 95 % atau dengan nilai = 0,05 didapatkan p-Value 0,00 lebih kecil dari taraf nyata = 0,05 (0,00 < 0,05). Dengan demikian p value < (0,00 < 0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulusi kutaneus: kompres hangat memiliki pengaruh terhadap skor nyeri gout artritis pada lansia.

    SARAN

    1. Stimulus kutaneus: kompres hangat

    terbukti memiliki pengaruh terhadap skor

    nyeri gout artritis pada lansia sehingga

    perawat dapat memberikan stimulasi

    kutaneus dengan tehnik kompres hangat

    sebagai salah satu alternatif intervensi

    keperawatan secara non farmakologis

    untuk membantu klien dengan nyeri gout

    artritis.

    2. Pemberian stimulus kutaneus: kompres

    hangat terbukti memiliki pengaruh

    terhadap skor nyeri gout artritis pada

    lansia disamping juga merupakan tindakan

    yang mudah, aman, tidak memerlukan

    banyak alat dan biaya sehingga perawat

    dapat mensosialisasikan cara melakukan

    stimulasi kutaneus ini kepada keluarga

    dan masyarakat luas khususnya lansia.

    3. Dengan memperhatikan keterbatasan

    yang ada pada penelitian ini, maka

    penelitian berikutnya sebaiknya

    menggunakan sampel yang lebih

    representatif dan lebih banyak, diambil

    secara acak, menggunakan kelompok

    kontrol dan persiapan waktu, biaya dan

    tenaga yang lebih banyak.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural

    Keperawatan : Konsep dan

    Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.

    Jakarta : Salemba Medika.

    2. Barbara,K. 2003. Asuhan Keperawatan:

    Suatu Pendekatan Proses

    Keperawatan. Jakarta: EGC

    3. Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B., Erb,

    G. 2009. Buku Ajar Praktik

    keperawatan Klinis. Jakarta:

    EGC.

    4. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.

    2008. Pharmacotherapy A

    Pathophysiologic Approach, 6th

    edition. New York: McGraw-Hill.

    5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus

    Kedokteran Dorland Edisi 29.

    Jakarta: EGC.

    6. Teng, Gim Ge. Pathophysiology Clinical

    Presentation and Treatment of

    Gout. 2006: 66 (12): 1547-1563.

    Departement of Medicine.

    7. Handoyo, 2008. Pengaruh Pemberian

    Kompres Hangat terhadap

    Intensitas Nyeri Pasien Pasca

    Bedah Sesar dengan Spinal

    Anesthesia di RS. PKU

    Muhammadiyah Surakarta.

    Surakarta: UMS

    8. Harvey, Simon. Gout: Joint Pain and

    Move vol.12. 2012: 445-51.

    Boston: Harvard Medical School.

    9. Herdman, Heather. 2005. NANDA.

    (2005). Nursing Diagnoses:

    Definitions & Classification 2005-

    2006. Philadelphia: NANDA

    International.

    10. Hutapea, Ronald. 2005. Sehat dan Ceria

    Diusia Senja. Jakarta: PT

    Rhineka Cipta.

    11. Istiqomah. 2007. Pengaruh Teknik

    Pemberian Kompres terhadap

    Perubahan Skala Nyeri pada

    Klien Kontusio di RSUD Sleman.

    Makalah disajikan dalam Seminar

    Nasional Teknologi. Yogyakarta,

    24 Nopember 2007.

  • 12. Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002.

    Common Foundation Studies in

    Nursing, Third Edition, Churchill

    Livingstone, USA

    13. Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta

    Kedokteran. Jakarta: Media

    Aesculapius.

    14. Maryam, S. 2008. Mengenal Usia Lanjut

    dan Perawatannya. Salemba

    Medika:Jakarta

    15. Maryam, S. 2012. Mengenal Usia Lanjut

    dan Perawatannya .Salemba

    Medika:Jakarta

    16. Merry, Fanada. 2012. Pengaruh

    Kompres Hangat dalam

    Menurunkan Skala Nyeri pada

    Lansia yang Mengalami Nyeri

    Rematik di Panti Sosial Tresna

    Werdha Teratai Palembang.

    Sumatra Selatan: Badan Diklat

    Provinsi Sumatra Selatan.

    17. Nasir. 2011. Buku Ajar Metodologi

    Penelitian Kesehatan. Yogyakarta

    : Muha Medika

    18. Notoatmojo, S. 2005. Metodologi

    Penelitian Kesehatan. Jakarta:

    Rineka Cipta

    19. Nugroho, W.2000. Keperawatan

    Gerontik & Geriatric. Edisi 3.

    EGC. Jakarta

    20. Nugroho, W. 2008. Gerontik dan

    Geriatik. EGC: Jakarta

    21. Nursalam.2003. Konsep & Penerapan

    Metodologi Penelitian Ilmu

    Keperawatan. Jakarta : Salemba

    Medika

    22. Nursalam.2008. Konsep & Penerapan

    Metodologi Penelitian Ilmu

    Keperawatan. Jakarta : Salemba

    Medika

    23. Orimo, H., Hideki, I., Suzuki, T.

    Reviewing the Definition of

    Elderly. 2006: 6 : 149-158. Tokyo:

    University of Health Science.

    24. Pipit, V., Anik, R. 2010. Hubungan antara

    Pola Makan dengan Kadar Asam

    Urat Darah pada Wanita Post

    Menopause di Posyandu Lansia

    Wilayah Kerja Puskesmas Dr.

    Soetomo Surabaya. Surabaya:

    UM Surabaya.

    25. Potter, P.A, Perry, A.G. Buku Ajar

    Fundamental Keperawatan :

    Konsep,

    26. Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume

    2.Jakarta:EGC.2005

    27. Poltekkes Kemenkes Malang. 2012

    Problem Fisik pada Orang Lanjut

    Usia. Malang: Poltekkes

    Kemenkes Malang

    28. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi. Edisi 6.

    Jakarta : EGC.

    29. Sari, Ermala. 2010. Pengaruh

    Penggunaan Kompres Hangat

    dalam Pengurangan Nyeri

    Persalinan Kala I Fase Aktif di

    Klinik Hj. Hamidah Nasution

    Medan Tahun 2010. Diakses

    tanggal 23 September 2013. Jam

    21.00 WIB.

    30. Setiyohadi, B. 2009. Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

    Publishing.

    31. Shery. 2012.

    http://consultgerirn.org/resources/

    ?tt_request=issue06_1.pdf.

    Diakses Diakses tanggal 23

    September 2013. Jam 21.00 WIB.

    32. Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar

    Keperawatan Medikal Bedah

    Brunner Suddarth. Volume 2

    Edisi 8. Jakarta : EGC.

    33. Sudoyo AW. 2006. Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.

    Jakarta: Buku Kedokteran IPD

    FK UI.

    34. Suryana, Putra. 2009. Hubungan antara

    Konsumsi Makanan Tinggi Purin

    dan Serangan Gout di Rumah

  • Sakit Umum Saiful Anwar.

    Malang: Universitas Brawijaya.

    35. Syarifah, Aini. 2010. Pengaruh Kompres

    Hangat terhadap Perubahan

    Tingkat Nyeri Pasien Rematik.

    Padang: Universitas Andalas.

    36. Tamher,Noorkasiani. 2011. Kesehatan

    Usia Lanjut dengan Pendekatan

    Asuhan Keperawatan. Jakarta:

    Salemba Medika.

    37. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan

    Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta :

    EGC

    38. U.S. Cencus Bureau. 2009. International

    Data Base, (Online),

    (http://www.census.gov/populatio

    n/international/data/idb/estandproj

    .pdf, diakses pada tanggal 15

    Oktober 2013).

    39. Utomo, Prayogo. 2005. Apresiasi

    Penyakit Pengobatan Secara

    Tradisional dan Modern. Jakarta:

    Penerbit: Rineka Cipta

    40. Yatim, Faisal. 2006. Penyakit Tulang dan

    Persendian (Arthritis dan

    Arthralgia). Jakarta: Pustaka

    Populer Obor.

    41. Yohmi, E. (2008). Kompres Hangat.

    http://nursingbegin.com/kompres-

    hangat/. Diakses pada tanggal 13

    September 2013

    42. Zuliani. 2010. Pemanfaatan Stimulasi

    Kutaneus (Slow Stroke Back

    Massage) terhadap Penurunan

    Intensitas Nyeri Haid

    (Dismenorea). Jombang :

    Fakultas Ilmu Kesehatan

    UNIPDU

    Telah disetujui oleh,

    Pembimbing I

    Dr. Titin Andri W, S.Kp, M.Kes. NIP. 19770226 200312 2001