mahasiswa akademis vs mahasiswa aktivis

Upload: bastian-calvin-derangga

Post on 15-Jul-2015

197 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

MAHASISWA AKADEMIS VS MAHASISWA AKTIVIS Berbicata tentang mahasiswa memang cukup menarik. Pasalnya mereka mempunyai keunikan tersendiri dalam masa perkembangannya. Mereka mempuyai pola pikir yang berbeda beda meski sudah banyak tercampuri dengan pandangan sekuler maupun islam. Semangat yang kuat untuk melakukan perubahan menjadi keseharian mereka. Berpikir kritis , pragmatis, dan idealis adalah suatu hal yang dianggap biasa oleh mereka, karena mereka hidup di lingkungan yang memang benar benar menjadikan mereka seperti itu. Mahasiswa dalam keseharianya pastilah belajar dan terus belajar, berbagai model mereka dalam belajar, karena media yang ada dalam dunia kampus juga cukup lebih untuk memfasilitasi para mahasiswa dalam belajarnya tapi hanya unutkkampus yang maju. Untuk kamapus yang swasta juga ada beberapa yang sudah terpenuhi fasilitasnya, Ada juga kampus yang notabenenya Negeri tapi belum bisa mencukupi segala kebutuhan pengembangan belajar mahasiwa ya harap maklum Indonesia.

Mahasiswa yang didefinisikan sebagai mahasiswa akademis adalah mereka yang memepunyai model belajar dengan mebaca buku dan menghafal isi buku,jika mendapatkan pengarahan atau bibimbingan dari orang atau dosen langsung diterapkan dalam dirinya, tidak dipahami dulu apakah sudah sesuai dengan dirinya atau belum.

Cukup baik sekali model belajar ini karena mahasiswa bisa lebih banyak menghabiskan waktunya dengan buku-buku dan selalu

mengembangkan dirinya dengan keilmuan-keilmuan yang tertulis dalam jilidan-jilidan buku. Metode membaca kemudian menghafalnya adalah metode yang paling baik untuk menghancurkan argumen-argumen

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

mahasiswa yang asal bunyi dalam berargumen. Ketika mereka berargumen pasti menyebutkan menurut pendapatnya ini dalam buku ini, halaman sekian, mengatakan demikian dan demikian. Mendengar kata akademis secara langsung kita sudah tahu bahwa mahasiswa yang mendapat predikat akademis adalah yang rajin kuliah, cerdas, aktif dalam diskusi, suka membaca buku, dan indeks

prestasinyacumlaude. Orang tua bila diberi pertanyaan, Mau gak punya putra atau putri yang mendapat predikat akademis sebagaimana criteria di atas?. Pasti mereka secara kompak akan menjawab, Mau. Memang orang tua yang membiayai kuliah pasti berharap putra putrinya akan menjadi manusia yang cerdas, baik cerdas otaknya dan juga hatinya alias shaleh. Menjadi akademis sejati memang perlu perjuangan yang tidak mudah. Di samping harus rajin kuliah, juga rajin berdiskusi agar dirinya terbiasa mengeluarkan pendapat dan mengasah ide-ide yang ada dalam otaknya. Orang yang biasa berdiskusi akan memiliki mental berani dan cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan. Nah, dalam berdiskusi juga harus punya modal, yakni pengetahuan yang luas. Jangan jadi tong kosong nyaring bunyinya, bersuara tapi gak ada isinya. Oleh karena itu, membaca buku itu sangat penting. Apalagi kampus sudah menyediakan fasilitas perpustakaan yang cukup memadai. Selain itu, media pengetahuan bukan hanya buku, ada surat kabar, majalah, internet, televisi, e-book, dan lain-lain. Mahasiswa akademis cenderung untuk bersikap secara individualis . artinya , mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan golongan . apapun aspek permasalahan yang ada di sekitar mereka akan mereka anggap sebagai persaingan yang harus dimenangkan .

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

sehingga tidak jarang diantara mereka yang serng merendahkan dan menganggap remeh orang orang di sekitar mereka. Selain tipe mahasiswa akademis, ada juga tipe mahasiswa aktivis. Mendengar kata aktivis pasti kita tahu bahwa mahasiswa yang mendapat predikat ini adalah orang yang aktif di organisasi, baik di kampus maupun di luar kampus. Kesehariannya sibuk dengan organisasi, mulai rapat, membuat acara, mengurus proposal, seminar, diskusi, bahkan melakukan aksi bila dibutuhkan. Menjadi aktivis memang hal yang membanggakan, selain akan memiliki banyak teman, pasti akan banyak pengalaman yang tidak dAidapatkan di bangku perkuliahan. Akan tetapi, pemaknaan aktivis di sini selain yang telah disebutkan dia atas, bisa juga dikatakan aktif berbicara, menulis, dan sebagainya.

Tidak semua mahasiswa mau menjadi aktivis. Alasannya tidak diizinkan orang tua, takut kuliah terlantar, takut indeks prestasi berantakan, atau bahkan malas karena masih senang jalan-jalan, hura-hura, dan menikmati masa muda untuk senang-senang. Apakah benar pendapat sebagian orang bila menjadi mahasiswa aktivis, kuliah akan terlantar dan indeks prestasi berantakan? Bisa tidak menjadi aktivis sekaligus menjadi akademis?

Pendapat sebagian orang bahwa mahasiswa aktivis itu kuliahnya terlantar dan indeks prestasinya berantakan, memang benar dan salah. Benar karena ada sebagian aktivis yang jarang masuk kuliah dan indeks prestasinya hancur berantakan. Salah karena ada juga aktivis yang tetap rajin kuliah dan indeks prestasinya baik, bahkan ada yang cumlaude. Jadi, benar atau salahnya pendapat tadi tergantung pribadi masing-masing aktivis, apakah ia bisa mengatur kesibukan di organisasi dengan waktu kuliah atau tidak?

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

Mahasiswa aktivis bisa menjadi akademis sekaligus. Aktivis dan akademis bukanlah kedua hal yang saling bertentangan, justru keduanya bisa saling berjalan beriringan dan saling mengisi kekurangan. Nah, yang bahaya adalah mahasiswa no aktivis or akademis, yakni sudah tidak mau aktif di organisasi juga kuliahnya malas, tidak suka diskusi apalagi membaca buku di perpustakaan. Mahasiswa seperti ini yang harus lenyap dari muka bumi. Oleh karena itu, menjadi aktivis yang aktif di organisasi sekaligus menjadi akademis yang cerdas, rajin, dan memiliki indeks prestasi tinggi bukanlah keniscayaan. Kemampuan mengatur waktu adalah kunci suksesnya seorang aktivis akademis. Pasang surut eksistensi gerakan mahasiswa merupakan suatu kewajaran. Namun tidak wajar ketika mahasiswa tidak mampu membaca keadaan zaman yang menjadikan mereka sulit untuk bergerak. Mahasiswa

terkondisikan oleh para perekayasa yang senantiasa membunuhnya untuk tidak kritis. Tragis ketika permasalahan berkembang baik di tatanan kampus, daerah, negara, maupun dunia internasional namun mahasiswa tidak memberikan konstribusi dalam upaya perbaikan. Kerja-kerja dari para aktivis mahasiswa yang biasa saja atau hanya sekedarnya saja, tidak akan mampu menjawab tantangan yang ada. Apalagi tantangan yang semakin besar, gerakan mahasiswa yang seadanya hanya menjadikan negara ini semakin hancur.

Oleh karenanya mahasiswa hari ini harus selesai pada perdebatan yang tidak esensi. Tidak penting mahasiswa itu disebut seorang akademis yang senantiasa rajin kuliah atau aktivis yang senantiasa rajin berorganisasi. Namun tidak mampu memberi peran signifikan untuk perbaikan bangsa.

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

Seorang akademis yang hanya duduk manis diruang kelas itu percuma jadi mahasiswa. Pun aktivis yang berkoar-koar tanpa subtansi hanya menunjukan eksistensi diri itu tidak berguna. Idealnya mahasiswa sebagai insan akademis itu berjiwa aktivis yang waktunya habis oleh kerja-kerja sosial. Jangan terjebak pada sikap individualistik karena itu benih dari watak egois bahkan materialistik. Sebenarnya harus dihapus dikotomi istilah mahasiswa

akademis dan mahasiswa aktivis. Oleh karena bisa inklud, tanggung jawab intelektual sekiranya bisa menyalakan nurani untuk bertindak secara sosial. Saya sangat miris ketika ada beberapa mahasiswa yang aktif di organisasi mahasiswa (ormawa) tidak maksimal karena alasan kuliah. Pun mereka yang mengaku aktivis banget menunda-nunda untuk lulus kuliah. Sehingga ada kesan menjadi aktivis itu hanya buang-buang waktu. Dan menjadi pembenaran aktivis mahasiswa melakukan aktivitas organisasi hanya sebatas waktu-waktu sisa kuliah dan urusan pribadi. Semoga kita tersadarkan akan hal ini agar gerakan dari bangku kuliah ke negara, kadar intelektual menjawab permasalahan bangsa dan tidak ada lagi pola pikir mahasiswa hanya mengejar IPK, cepat lulus tapi kosong kapasitas dan tidak pandai berkomunikasi secara sosial. Pun tidak ada para aktivis yang meninggalkan lama kuliah sehingga ia lama lulus. Oleh karena pada hakikatnya orang sibuk itu mampu menyelesaikan amanahnya dimanapun.

Mari kita berusaha menjadi mahasiswa akademis yang berjiwa aktivis. Sehingga ruang kampus menjadi luas ke dunia bukan sempit diruang kelas. Saya pikir mahasiswa terlalu cerdas hanya untuk mendengar perkataan dosen. Mahasiswa adalah calon pemimpin negeri ini, dimanapun ia berada nantinya. Maka dari itu, mereka harus kritis dan dinamis dalam bergerak. Mereka tahu kapan waktunya kuliah, kajian, audiensi, demonstrasi dan

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

aktivitas lainya. Jangan sampai ada pertanyaan kenapa mahasiswa harus demo atau kenapa mahasiswa tidak mau demo? Sehingga mereka harus menjawab pertanyaan dasar, apa itu demo? Gawat juga kalau mahasiswa memiliki paradigma seperti ini, kesannya mereka hasil dari pendidikan sekuler. Masukan dari saya untuk mahasiswa yang tidak mau (anti) demo, bisa melakukan aksinya dengan cara lain. Mereka bisa menulis dengan memanfaatkan media atau apa saja yang bisa menunjukan tanggung jawab intelektualnya menjawab permasalahan sosial. Begitupun dengan mereka yang gemar berdemo harus tetap bisa menunjukan kemampuan ketika berdiskusi diruang kuliah. Oleh karena bisa jadi fitnah kalau aktivis tidak pandai dikelas. Harapan saya adalah sekiranya mahasiswa dewasa dan bertanggung jawab atas amanahnya. Mahasiswa memiliki amanah pribadi untuk

mengembangkan kapasitas. Ia juga memiliki amanah orang tua untuk tidak sebatas pintar secara pribadi namun bisa memberi amal atas ilmunya. Sekaligus juga ia bertanggung jawab atas bangsa dan negaranya. Kita mesti ingat pendidikan yang kita peroleh tidak terlepas dari subsidi rakyat. Kalau saja ketika jadi mahasiswa tidak bisa berbuat dengan mengobarkan waktu untuk rakyat !! maka akan sulit kedepannya karena mereka tidak terbiasa. Saya sepakat dengan akselerasi (percepatan) pendidikan ketika mahasiswa tidak meninggalkan perannya secara organisasional dan sosial-politik. Sangat sepakat mahasiswa segera lulus karena memang termasuk beban negara. Namun mereka harus keluar matang secara intelektual dan spiritualnya di kampus. Negara ini tidak butuh manusia pintar tapi manusia soleh yang pintar. Kita harus mencegah mahasiswa yang hanya memanfaatkan kelulusan untuk kerja atau calon guru (konteks UPI) yang berpikir gajinya untuk hidup, karena pola pikir seperti ini terlalu ekonomis bahkan

NAMA : GUSTIAN DERANGGA NO BP : 1010452024 JURUSAN : SISTEM KOMPUTER DEPARTEMEN EKSTERNAL

menjadikan mereka bermental pekerja bukan pemimpin. Bangsa ini akan sulit untuk besar, kalau saja pola pikir manusianya tidak jujur atas intelektualnya dan spiritualnya.