maemunah, pedagang kecil di depan madrasah kami, perlu bantuan modal

2
MAEMUNAH SANG IBU TANGGUH DAN TABAH Maemunah, janda tiga anak, lahir pada tanggal 01 0ktober 1962. Lima puluh tahunan usianya, cukup tua untuk menanggung resiko hidup sendirian. Tetap tegar berusaha untuk mebiayai ketiga anak dan ibunya yang renta. Tinggal di kampung Cibitung Tengah Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor, di rumah kecil sangat sederhana milik ibunya. Maemunah menikah pada tahun 1986 dengan seorang pria paruh baya. Sebagai istri kedua tentu bukan keinginan tapi resiko hidup teramat berat dijalani sendiri. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, sang suami tercinta dipanggil yang Maha Kuasa pada tahun 1996 karena sakit kronis yang diderita bertahun-tahun, disaat ketiga anaknya masih kecil dan bayi waktu itu Beban resiko hidup sudah pasti untuk ketiga putra yang masih kecil dan ibunya yang renta. Sementara sang almarhum suami tak meninggalkan warisan harta untuk bekal hidup sepeninggalnya, karena memang tak berharta banyak. Bahkan utang bekas biaya pengobatan dulu yang tersisa. Berbekal niat yang tulus dan semangat hidup, Maemunah memulai usaha jualan jajanan untuk anak-anak madrasah yang kebetulan dekat tempat tinggalnya yang dulu pernah dirintisnya. Dengan modal seadanya Maemanah tekun dan gigih melakukan usahanya. Kadang bank keliling dan tukang kreditan jadi langganan utang karena hasil keuntungan berjualan tidak menentu dan tidak mencukupi untuk biaya hidup ketiga anaknya yang masih sekolah. Demikian pula ibunya yang sudah sangat tua dan terkadang sakit-sakitan karena uzur menjadi tanggungannya. Para tetangga dan keluarga tedekat tentunya turut membantu sekedar kemampuan untuk sedikit meringankan beban hidup, tapi tentu tak pasti dan tak bisa diandalkan terus menerus karena keberadaan dan ekonomi mereka tak berbeda jauh, sama-sama berkekurangan. “Saya harus punya usaha sendiri “ ujarnya Meumunah tetap berjualan jajanan di emper madrasah, terkadang jadi pesuruh atau bekerja apa saja untuk menambah penghasilan seperti jadi tukang kebersihan, mencuci pakaian tetangga atau pembantu rumah tangga. Sedikit demi sedikit utang-utang bekas biaya sakit sang suami dulu ia cicil, tapi hidup ternyata tak selalu mulus, jangankan untuk bayar hutang, untuk makan pun sangat kekurangan sehingga kedua anaknya dropt out dari sekolah. Yang Maemunah sangat kawatirkan adalah keberlangsungan usaha andalannya ini, karena selalu saja terganggu oleh biaya tak terduga disaat ada anggota keluarga yang sakit yaitu ketiga anak dan ibunya yang uzur, belum lagi biaya rutin sekolah anaknya. Semua

Upload: aji-furqon

Post on 07-Aug-2015

48 views

Category:

Sports


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Maemunah, pedagang kecil di depan madrasah kami, perlu bantuan modal

MAEMUNAH SANG IBU TANGGUH DAN TABAH

Maemunah, janda tiga anak, lahir pada tanggal 01 0ktober 1962. Lima puluh tahunan usianya, cukup tua untuk menanggung resiko hidup sendirian. Tetap tegar berusaha untuk mebiayai ketiga anak dan ibunya yang renta. Tinggal di kampung Cibitung Tengah Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor, di rumah kecil sangat sederhana milik ibunya. Maemunah menikah pada tahun 1986 dengan seorang pria paruh baya. Sebagai istri kedua tentu bukan keinginan tapi resiko hidup teramat berat dijalani sendiri.

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, sang suami tercinta dipanggil yang Maha Kuasa pada tahun 1996 karena sakit kronis yang diderita bertahun-tahun, disaat ketiga anaknya masih kecil dan bayi waktu itu

Beban resiko hidup sudah pasti untuk ketiga putra yang masih kecil dan ibunya yang renta. Sementara sang almarhum suami tak meninggalkan warisan harta untuk bekal hidup sepeninggalnya, karena memang tak berharta banyak. Bahkan utang bekas biaya pengobatan dulu yang tersisa.

Berbekal niat yang tulus dan semangat hidup, Maemunah memulai usaha jualan jajanan untuk anak-anak madrasah yang kebetulan dekat tempat tinggalnya yang dulu pernah dirintisnya. Dengan modal seadanya Maemanah tekun dan gigih melakukan usahanya. Kadang bank keliling dan tukang kreditan jadi langganan utang karena hasil keuntungan berjualan tidak menentu dan tidak mencukupi untuk biaya hidup ketiga anaknya yang masih sekolah. Demikian pula ibunya yang sudah sangat tua dan terkadang sakit-sakitan karena uzur menjadi tanggungannya.

Para tetangga dan keluarga tedekat tentunya turut membantu sekedar kemampuan untuk sedikit meringankan beban hidup, tapi tentu tak pasti dan tak bisa diandalkan terus menerus karena keberadaan dan ekonomi mereka tak berbeda jauh, sama-sama berkekurangan. “Saya harus punya usaha sendiri “ ujarnya

Meumunah tetap berjualan jajanan di emper madrasah, terkadang jadi pesuruh atau bekerja apa saja untuk menambah penghasilan seperti jadi tukang kebersihan, mencuci pakaian tetangga atau pembantu rumah tangga. Sedikit demi sedikit utang-utang bekas biaya sakit sang suami dulu ia cicil, tapi hidup ternyata tak selalu mulus, jangankan untuk bayar hutang, untuk makan pun sangat kekurangan sehingga kedua anaknya dropt out dari sekolah.

Yang Maemunah sangat kawatirkan adalah keberlangsungan usaha andalannya ini, karena selalu saja terganggu oleh biaya tak terduga disaat ada anggota keluarga yang sakit yaitu ketiga anak dan ibunya yang uzur, belum lagi biaya rutin sekolah anaknya. Semua modal pasti terkuras ludes untuk biaya tersebut sehinga tak bisa belanja untuk jualan esoknya. Bank keliling dan tukang kreditan jadi jalan keluar karena tak ada pilihan lain, tentunya dengan bunga yang selangit.

Di tahun 2012, masih tersisa satu masih sekolah, saat ini tengah hadapi UN, perlu biaya banyak untuk kegiatan akhir tahun dan kelanjutan sekolahnya. Maemunah berharap anaknya yang bungsu tersebut bisa melanjutkan sekolah, terus dan terus bila perlu sampai sarjana. Tidak seperti kedua kakaknya yang terpaksa drop out karena tak ada biaya. “Dengan ijazah sekolah dasar, pekerjaan apa yang bisa saya lakukan dan siapa yang mau menerima saya bekerja ?”, anak tertuanya yang drop out sekolah berujar, tentu dia belum siap untuk berbagi hadapi beban hidup yang ditanggung ibunya sendirian.

Kita mesti bantu mereka, agar dengannya mata rantai kemiskinan terputus cukup sampai di situ, tak terulang ke generasi berikutnya.

Trim’s

Oleh Aji Furqon untuk Program Dompet Dhuafa Republika

Page 2: Maemunah, pedagang kecil di depan madrasah kami, perlu bantuan modal