madekur dan tarkeni ta

16
Madekur dan Tarkeni : Potret Masyarakat Urban 1 Agung Dwi Ertato, 0806353330 Pendahuluan Sastra tidak diciptakan bagitu saja atau dalam bahasa puitik jatuh dari langit. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dipelajari oleh masyarakat. 2 Drama merupakan bagian dari karya sastra. Drama adalah semua teks yang bersifat dialog-dialog yang isinya membentangkan sebuah alur. Kekhasan drama adalah bentuknya yang berupa percakapan atau dialog. Dialog- dialog membentuk sebuah kepribadian sehingga drama sah sebagai karya sastra disamping puisi dan prosa. Karya sastra—drama 3 —pada hakekatnya adalah suatu bentuk 1 Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Pengkajian Drama 2 Sapardi Djoko Damono,Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), 1. 3 Drama dalam hal ini berbentuk naskah sedangkan naskah yang dipentaskan adalah teater. 1

Upload: agung-dwi-ertato

Post on 16-Jun-2015

299 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

Page 1: Madekur Dan Tarkeni TA

Madekur dan Tarkeni : Potret Masyarakat Urban1

Agung Dwi Ertato, 0806353330

Pendahuluan

Sastra tidak diciptakan bagitu saja atau dalam bahasa puitik jatuh dari langit.

Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dipelajari oleh masyarakat.2 Drama

merupakan bagian dari karya sastra. Drama adalah semua teks yang bersifat dialog-

dialog yang isinya membentangkan sebuah alur. Kekhasan drama adalah bentuknya

yang berupa percakapan atau dialog. Dialog-dialog membentuk sebuah kepribadian

sehingga drama sah sebagai karya sastra disamping puisi dan prosa. Karya sastra—

drama3—pada hakekatnya adalah suatu bentuk pengungkapan kehidupan melalui

bahasa. Sastrawan—orang yang menciptakan karya sastra—menggunakan

pengalaman kehidupannya sebagai bahan sastra. Dengan demikian, suatu kehidupan4

tertentu yang dialami oleh sastrawan dengan sendirinya akan melahirkan suatu jenis

karya sastra. Sastra sangat berkaitan dengan masyarakat.

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan disebut sosiologi sastra. Hubungan antara sosiologi dengan sastra

adalah sosiologi menitikberatkan pada unsur luar sebagai latar belakang diri

1 Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Pengkajian Drama2 Sapardi Djoko Damono,Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), 1.3 Drama dalam hal ini berbentuk naskah sedangkan naskah yang dipentaskan adalah teater.4 Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan yang mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan-orang seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

1

Page 2: Madekur Dan Tarkeni TA

pengarang dan karyanya. Masyarakat merupakan faktor yang menentukan apa yang

harus ditulis orang, bagaimana menulisnya, untuk siapa karya sastra ini ditulis, apa

tujuan dan maksudnya. Pendekatan sosiologi sastra inilah yang akan dipakai dalam

mempelajari drama “Madekur dan Tarkeni”.

“Madekur dan Tarkeni” merupakan bagian dari pentalogi Orkes Madun5

karya Arifin C Noer (ACN). “Madekur dan Tarkeni” merupakan cerita—drama—

berbingkai. Drama “Madekur dan Tarkeni”menceritakan rombongan pemain

sandiwara dan orkestra sedang memainkan atau mementeskan cerita. Cerita tersebut

mengisahkan tentang Madekur dan Tarkeni yang sedang jatuh cinta. Mereka adalah

kaum urban yang tinggal di kota besar. Madekur (pencopet) dan Tarkeni (pelacur)

bertemu di pelacuran kota besar. Madekur ingin menikah dengan Tarkeni namun

Tarkeni tidak mau menikah tanpa persetujuan orangtuanya. Madekur dan Tarkeni

pulang ke desa untuk meminta restu kepada orangtua mereka. Baik orang tua

Madekur maupun Tarkeni tidak mengijinkan anak mereka menikah dengan

pencopet/pelacur. Bahkan, orangtua Madekur akan memutuskan ikatan keluarga jika

Madekur menikah dengan Tarkeni. Madekur tetap menikah dengan Tarkeni dan

memilih untuk memutuskan tali keluarga dengan orangtuanya. Setelah menikah,

Madekur mencukupi kebutuhan keluarganya dengan tetap mencopet dan Tarkeni

tetap melacur. Orangtua Madekur yang sebelumnya hidup dari uang hasil copetan

Madekur akhirnya menyesal. Mereka memutuskan untuk pergi ke kota mencari

Madekur. Mereka menuju kantor gubernur karena d.ulu Madekur mengaku sebagai

5 Orkes Madun karya Arifin C. Noer merupakan pentalogi. Orkes Madun terdiri dari Madekur dan Tarkeni, Umang-umang, Ozone, dan Sandek, Pemuda Pekerja.

2

Page 3: Madekur Dan Tarkeni TA

gubernur. Mereka tidak diterima dengan baik oleh penerima tamu di kantor Gubernur.

Orangtua Madekur akhirnya hidup menggelandang karena tidak punya uang lagi

sambil mencari anaknya. Tarkeni akhirnya menderita penyakit kelamin karena

profesinya sebagai pelacur. Madekur tetap menerima istrinya apa adanya. Bahkan

Madekur menunjukkan kesetiannya dengan berhubungan suami-istri walaupun sudah

tahu istrinya menderita penyakit kelamin. Madekur dan Tarkeni meninggal dunia

karena penyakit tersebut. Orangtua Madekur akhirnya menemukan anaknya

meninggal dunia di dalam tumpukan sampah.

Madekur dan Tarkeni : Potret Masyarakat Urban

Karya sastra—baik prosa maupun drama—mempunyai unsur penunjang

yaitu tokoh, alur, dan tema. Dalam drama “Madekur dan Tarkeni” tokoh sentral

adalah Madekur dan Tarkeni. Kedua tokoh ini membentuk cerita yang

menggambarkan kehidupan masyarakat urban di kota besar. Struktur sosial di kota

menjadi fragmen besar yang diangkat ke permukaan oleh ACN.

Kota merupakan daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan penduduk

yang tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar

pertanian.6 Di dalam kota terdapat masyarakat yang membentuk struktur sosial.

Dalam ilmu sosiologi struktur sosial adalah pola-pola nyata hubungan atau interaksi

6 KBBI ed.3, 2007, hal 597.

3

Page 4: Madekur Dan Tarkeni TA

antara berbagai komponen masyarakat—pola-pola yang relatif bertahan lama karena

interaksi-interaksi tersebut dengan cara yang kurang lebih terorganisir.7

Dalam drama “Madekur dan Tarkeni”, gambaran struktur sosial masyarakat

kota sangat jelas terlihat. Gambaran masyarakat kota yang terdiri dari berbagai

lapisan masyarakat. Gambaran yang paling jelas ditampilkan adalah masyarakat kecil

—pemulung, pencopet, pelacur, dan gelandangan. Perhatikan kutipan berikut ini.

BADUT PERTAMA : […] Nah, sekarang silahkan mengacungkan tangan siapa-siapa yang berhati lara.

SERENTAK SEMUANYA MENGACUNGKA TANGAN, KECUALI YANG BUNTUNG TADI TENTU DAN SEORANG YANG TULI DAN BISU (BARU KEMUDIAN TIRU-TIRU). SI BUNTUNG TAMPAK BETAPA IA MENDERITA LANTARAN TIDAK MAMPU MENYATAKAN IHWAL DERITANYA. KELIHATAN IA MAU PROTES TAPI KETIKA IA INGAT AKAN ‘LANGIT ITU’ IA KEMUDIAN HANYA LANGAK LONGOK GERAK SETENGAH MENANGIS, SEMENTARA SI BISU SESEKALI MEMPERHATIKAN TERSENYUM (SEBELUMNYA IA JUGA MENDERITA KETIKA ORANG-ORANG MENERIAKAN SUARANYA). AKHIRNYA SI BUNTUNG NGGAK TAHAN DAN BICARALAH HATI-HATI KEPADA ORANG DI DEKATNYA.

SI BUNTUNG : Saya lara.

(Noer : 5-7)

Kemiskinan menjadikan orang-orang seperti “Si Buntung” kehilangan harapan.

Mereka hanya bisa memaki-maki semesta atau bahkan Tuhan. Kekesalan terhadap

kehidupan, semesta, dan Tuhan dapat dilihat dalam kutipan berikut.

KEMUDIAN SEMUANYA MEMPERDENGARKAN SUARANYA YANG MENURUT MASING-MASING ADALAH BAHASA KELUH DAN PENGADUAN. […]

BADUT PERTAMA: Kau saksikan sendiri, Tuhan saya tidak mempengaruhi sedikit pun mereka dalam demonstrasi dan pengaduan ini. Mereka

7 Achmad Fedyani, Ph.D, Antropologi Kontemporrer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta : Pranada Media, 2005), 156.

4

Page 5: Madekur Dan Tarkeni TA

berkumpul di sini karena di sini biasa mereka berkumpul, maklum ini pasar. Mereka mengacungkan tangan mereka karena mereka ingin mengacungkannya. Dan sesuai dengan anjuranMu dalam semua buku-buku karanganMu, saya bersama-sama mereka setiap kali menghadap kepadaMu mengadu sambil mengadu untung kalau-kalau kejatuhan reze…..rezekiMu. Kau sendiri yang memanggil kami, dan kami memenuhi panggilanMu.

Kalau sekarang mereka telah menurunkan tangan mereka, itupun, saya yakin, lantaran kemauan mereka sendiri. Selama ini saya hanya sekedar bertanya. Coba. (KEPADA SESEORANG) Kenapa kamu menurunkan tangan?

BADUT KEDUA : Karena saya cape.

BADUT PERTAMA: Kau dengar sendiri, Tuhan, apa katanya. Cape. Coba lagi (KEPADA SEMUA) Siapa yang merasa cape acungkan tangan!

(Noer : 9-7)

Realita lain yang ditampilkan dalam drama ini adalah ketertarikan

masyarakat rural (desa) yang ingin mencari nafkah ke kota. Masyarakat desa

umumnya tidak mempunyai keahlian tertentu. Mereka hanya menjadi bagian kecil

dari kota yang jika tidak kuat akan dianggap sebagai sampah masyarakat. Perhatikan

kutipan berikut.

Satu

Ada seorang pemuda / Madekur namanyaAsal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di JakartaSebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannyaCacat muka tidak / tampan tidak / sedeng namanya

Ada seorang pemudi Tarkeni namanyaAsal dari desa, tinggal dan cari nafkah di JakartaSebagai normalnya orang Jakarta bagus dandanannyaCacat muka tidak, cantik tidak, sedeng namanya

[…](Noer : 18-19)

5

Page 6: Madekur Dan Tarkeni TA

Tiga

Madekur seorang pencopetLantaran di Jakarta ia tergencetBulan dari Jatibarang yang ia kepitBersama kertas ijasah di ketiaknyaLusuh dan kehilangan cahaya

[…]

Adapun Tarkeni seoarng pelacurLantaran di Jakarta tak mau dikuburBulan dari Jatibarang yang ia bawaBersama kertas ijasah dalam kertas plastiknyaLusuh dan kehilangan cahaya

[…](Noer : 23-24)

Kehidupan percintaan masyarakat kelas bawah juga digambarkan dalam

drama ini. Kisah cinta yang sederhana dan tidak dilebih-lebihkan. Perhatikan kutipan

berikut ini.

MADEKUR : Sekarang jawab. Bagaimana kalau kita kawin saja?

TARKENI : Jangan kayak anak-anak, ah.

MADEKUR : Saya serius dan umur saya sudah duapuluhlima, neng.

TARKENI : Saya duasatu.

MADEKUR : Nah, apalagi? Pekerjaan saya sudah punya.

TARKENI : Saya juga punya.

MADEKUR : Lebih bagus lagi. Dan lebih dari itu ketika kita kecil kita pernah jadi pengantin-pengantinan. Dan saya kira saya masih cinta sama kamu.

TARKENI : Kalau saya tidak?

MADEKUR : Belakangan ‘kan bisa?

(Noer : 22-23)

6

Page 7: Madekur Dan Tarkeni TA

Penolakan-penolakan terhadap pencopet/pelacur merupakan hal yang biasa.

Anggapan masyarakat tentang buruknya pencopet/pelacur tergambar jelas. Drama ini

memperlihatkan realitas sosial tentang masyarakat urban. Drama ini juga mengkritik

pemerintah tentang kebijakan-kebijakan yang diambil untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan sampah masyarakat. Perhatikan kutipan berikut.

BARU SAJA SATU LANGKAH MEREKA PORAK-PORANDA LANTARAN DIKEPUNG OLEH POLISI DAN TEAM PENERTIB KEINDAHAN KOTA. DAN AKHIRNYA SEMUA EKSIT. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN SECARA MENGENDAP-ENDAP MEREKA MUNCUL LAGI.

SESEORANG : Ada apa tadi?

SESEORANG : Pembersihan.

SESEORANG : Saya kira gempa.

SESEORANG : Pembersihan apa?

SESEORANG : Pembersihan sampah.

SESEORANG : Sampah?

(Noer : 102)

Penolakan juga terjadi pada keluarga Madekur dan Tarkeni di desa.

Orangtua Madekur dan Tarkeni tidak setuju jika anak mereka menikah dengan

pencopet/pelacur. Penyebabnya adalah sama, pencopet/pelacur merupakan sampah

masyarakat.

AYAH & AYAH : Persetan ! (KEPADA PENONTON) Pernahkah anda membayangkan anak anda kawin dengan seoarang pencopet/pelacur? Sudah tentu anda pernah skali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau pikiran anda sedang gurem. Tapi saya percaya pikiran anda cukup jernih untuk merundingkan soal ini. Anda punya seorang

7

Page 8: Madekur Dan Tarkeni TA

anak. Bukan main senang bahagia kita melayani dia ketika kecil sebab banyak boneka. Siang malam kita melayani dia. Lalu kita sekolahkan dengan harapan kelak menggantikan kita., kelak menjadi kebanggaan kita, jadi raja kek kalau bisa. Tiba-tiba setelah dewasa, punya pekrjaan, punya penghasilan lumayan dia datang mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pelacur/pencopet! Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal ini tidak membahayakan jiwa, dan saya bisa secara jernih menimbang dan merundingkan dan meyakinkan, tapi buat yang berpenyakit jantung? (KEPADA ISTRINYA) Tidak, tidak – kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa saya mengambil keputusan gila.

(Noer : 26)

Apa yang ditampilkan dalam drama “Madekur dan Tarkeni” merupakan

potret masyarakat urban. Kota terlalu angkuh terhadap masyarakat yang tinggal di

dalamnya. Banyak orang yang ingin menaklukkan kota namun pada akhirnya

masyarakat tersebut terjebak dalam keangkuhan kota. Orang yang kuat akan terjebak

arus keangkuhan kota. Mereka merasa dapat menaklukan kota namun sebenarnya

mereka hanya diperalat oleh kota. Orang atau masyarakat yang kuat akan merasa

angkuh. Mereka menganggap orang atau masyarakat yang lemah—yang tidak bisa

berkompromi dengan keangkuhan kota—sebagai sampah. Sampah yang harus

disingkirkan untuk menjaga kota agar tetap indah—angkuh.

Dalam sudut pandang masyarakat lemah, kota adalah harapan. Mereka akan

terus berusaha berkompromi dengan kota—dengan cara mereka sendiri. Harapan-

harapan hidup layak di kota yang mereka bawa dari daerah asal—desa—lambat laun

akan sirna. Keterbatasan keahlianlah yang membawa masyarakat lemah ini menyerah

8

Page 9: Madekur Dan Tarkeni TA

pada keangkuhan kota. Masyarakat lemah ini kemudian hanya menjadi sampah

masyarakat—gelandangan, pencopet, pelacur, pemulung, dan lain sebagainya.

Sebenarnya mereka tidak menginginkan menjadi sampah namun kota memaksa

mereka untuk menyerah.

Permasalahan ekonomi adalah masalah paling pelik yang menimbulkan

struktur ekonomi. Struktur ekonomi mempengaruhi hubungan antarindividu dalam

bermasyarakat. Hubungan-hubungan antarindividu tersebut akan menghasilkan

struktur sosial.

Drama “Madekur dan Tarkeni” adalah kritik sosial terhadap realitas sosial

saat ini. “Madekur dan Tarkeni” mengkritik kota, terutama tatana sosial masyarakat

kota.

Orkes Madun, potret Indonesia yang menggeliat dan geliash. Berjuta jiwa mengembara resah, terseok-seok di bumi. Begitulah Arifin C Noer mengibaratka Indonesia 1970-an bagai “tong sampah besar, kiburan bagi banyak impian dan harapan”. Rentetan dongeng penuh makna dan perenungan.8

Drama “Madekur dan Tarkeni” mencoba mendekonstruksi dan

merekonstruksi tatanan sosial masyarakat kota. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan

drama berikut.

IBM : […] Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu mengais-ngais, tapi tong itu kosong tong itu kosong. Tapi ibu itu terus mengais dan mengais lantaran percaya di bawah tong sampah itulah Madekur dan Tarkeni

8 N. Riantarno, Komentar mengenai Pentalogi Orkes Madun, tertulis pada sampul belakang buku Orkes Madun.

9

Page 10: Madekur Dan Tarkeni TA

terkubur. Dan benar perempuan tua itu menemukan Madekur dan Tarkeni sedang nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu, diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan Tarkeni gaib menjelma dua daun kering yang siap menjadi abu.Para penonton yang bahagia, —semoga, amien.Kemudian ibu itu berbisik pada daun-daun kering itu :“Bagaimana pun kalian adalah putra-putriku yang terbesar bagiku……”

Kutipan tersebut menggambarkan keinginan tersirat drama “Madekur dan

Tarkeni” untuk merekonstruksi tatanan masyarakat kota. Kutipan tersbut juga

menggambarkan keikhlasan dan kebesaran hati untuk menerima seseorang yang

merupakan sampah mayarakat. Sikap tersebut memang jarang sekali terjadi namun

dalam drama “Madekur dan Tarkeni” dimunculkan untuk member harapan-harapan

dalam merekonstruksi tatana masyarakat kota.

Penutup

Drama “Madekur dan Tarkeni” merupakan potret masyarakat urban saat ini.

Dalam drama ini banyak menggambarkan tatanan sosial masyarakat kota. Tatanan

sosial tersebut membuat kota menjadi angkuh. Masyarakat yang kuat semakin

angkuh sedangkan masyarakat lemah hanya bisa pasrah dan ingin marah dengan

semesta maupun Tuhan. “Madekur dan Tarkeni” ingin mendekonstruksi tatanan

masyarakat kota dan merekonstruksi tatanan tersebut agar lebih baik. Kritik sosial

banyak disampaikan dalam drama “Madekur dan Tarkeni”.

10

Page 11: Madekur Dan Tarkeni TA

Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra Sebagai Pengantar. Jakarta : Gramedia.

Marhaeni, Ni Made Tuti. 1991. Analisis Deskriptif, Alur, Latar dan Tema “Orkes

Madun”. Skripsi

Noer, Arifin C. 2000. Orkes Madun. Jakarta : Pustaka Firdaus.

Saifuddin, Achmad Fedyani, Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritsi

Mengenai Paradigma. Jakarta : Prenada Media.

11