machiavelli, pemikir amoralis
TRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
A. LATAR BELAKANG
Niccolo Machiavelli seorang pelopor ilmu politik modern, lahir pada tahun 1469
dimana saat itu merupakan zaman renaisans. Kondisi negara Italia sedang dalam masa
perpecahan, lima kotanya yang menjadi pusat kekusaan Italia kemudian membentuk Liga
Italia demi mempertahankan keamanan dan perdagangan di Italia pada saat itu. Dan
Machiavelli lahir dan dibesarkan di Florence yang merupakan satu dari lima kota Liga
Italia tersebut.
Ayahnya, Bernardo Machiavelli, merupakan seseorang yang banyak dipengaruhi
oleh para tokoh-tokoh Humanis. Di zamannya tersebut, ilmu-ilmu kemanusiaan
merupakan syarat penting yang harus dimiliki seorang calon pemimpin negara. Pada usia
12 tahun, Machiavelli belajar ilmu-ilmu kemanusiaan di bawah asuhan salah seorang
sahabat ayahnya, Paulo Ronsiglione,
Di usianya yang menjelang 30 tahun, Machiavelli diangkat menjadi Sekretaris
Dewan Republik sekaligus merangkap Kanselir Republik Florence. Machiavelli kemudin
banyak melakukan serangkaian diplomatik ke berbagai negara tetangga. Dari seluruh
tokoh yang ditemuinya selama bertugas, yang paling dikaguminya adalah Cesare Borgia,
putra Paus Alexander VI. Seluruh percakapan dan pengamatannya terhadap Cesare
dicatat secara rinci. Dan kemudian catatan inilah yang menjadi bahan-bahan pokok dalam
penulisan karyanya Il Principe, yang menggambarkan sepak terjang sang penguasa1.
Cesare itu sendiri merupakan seorang penguasa yang menghalalkan perbuatan kejam dan
licik untuk memperoleh kekuasaan.
Il Principe sempat termasuk dalam daftar buku terlarang. Karena dalam bukunya
tersebut dianggap mengajarkan tindakan licik yang kejam dan penuh tipu daya. Sehingga
kemudian ajaran Machivelli dianggap mengesampingkan nilai moral dan mengahalalkan
segala cara. Hingga timbulah istilah ‘Machiavellianism’ yang diidentikkan dengan
tindakan kotor, kejam dan tak kenal kasihan. Hal ini membuat Machiavelli dikenal
sebagai seorang pemikir yang amoralis.
B. POKOK PERMASALAHAN
Dalam makalah ini sedikit banyak akan mengangkat Il Principe yang sempat
menjadi sebuah karya Machiavelli yang terlarang. Dengan mengungkap pokok-pokok
dari Il Principe, akan diketahui bagaimana Machiavelli bisa banyak dikenal sebagai
seorang pemikir amoralis, dan apakah benar pemikiran - pemikirannya tersebut
mengajarkan kelicikan dan menghalalkan segala cara.
1 KPG, Politik Kekuasaan Menurut Machivelli, Il Principe, Jakarta: KPG, 1999, hal. 24
BAB II
Pembahasan
A. LATAR BELAKANG IL PRINCIPE
Saat Republik Florence mulai runtuh, Machiavelli diasingkan ke sebuah pedesaan
bersama keluarganya. Terinspirasi oleh negaranya yang hampir runtuh, Machiavelli
menjadi bertanya-tanya ’mengapa kekuasaan mudah runtuh’ dan ’bagaimana cara agar
kekuasaan abadi’.
Buku itu juga ditujukan pada Lorenzo Medici, yang merupakan penguasa Italia
pada saat itu. Ada yang berpendapat bahwa buku tersebut dikirimkan pada Medici untuk
menarik perhatiannya agar kemudian Machiavelli dapat diangkat kembali menjadi
penasihat istana. Machiavelli ingin menunjukkan bahwa dirinya taat dan loyal kepada
kekuasaan Medici, bukan seorang pemberontak. Ditegaskannya pula bahwa dirinya
berharga, maka sebuah kerugian jika tidak dimanfaatkan oleh penguasa. Jadi ada tujuan
kepentingan politik pribadi Machiavelli dengan penulisan buku itu2.
Il Principe merupakan karya Machiavelli yang tercipta karena ia merindukan
negara Italia yang bersatu, seperti ketika masa kejayaan Roma. Obsesinya adalah
bagaimana membentuk Italia menjadi suatu negara nasional yang bersatu dan kuat.
2 Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia. 2004, hal. 130
Karena itu secara garis besar Il Principe berisi tentang bagaimana cara-cara memperoleh
kekuasaan dan mempertahankannya.
B. PENGUASA DAN CARA MEMPEROLEH KEKUASAAN
Menurut Machiavelli, besar kecilnya kesulitan yang dihadapi dalam sebuah
negara tergantung pada mampu tidaknya seorang pemimpin dalam negara tersebut
memerintah. Sehingga dalam konteksnya, penguasa yang disanjung umpamanya adalah
orang yang sanggup memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dan kemasyhuran,
terlepas dari soal cara-cara yang dipergunakan. Ia juga mengakui bahwa agama mendidik
manusia untuk menjadi patuh, dan oleh sebab kepatuhan ini perlu untuk suksesnya
seoeang yang berkuasa, maka perlulah agama itu3. Bagi Machiavelli segala kebajikan,
agama, moralitas justru harus dijadikan alat untuk memperolah dan memperbesar
kekuasaan4.
Machiavelli mengungkapkan bahwa seseorang penguasa terpaksa harus
mengetahui cara betindak seperti binatang, ia harus bisa meniru rubah dan singa. Kuat
seperti singa, dan cerdik seperti rubah. Karena itu orang harus bersikap seperti rubah
untuk mengetahui adanya perangkap, dan seperti singa untuk menakuti serigala5.
Seorang pemimpin dapat memperoleh kekuasaanya bisa dikarenakan oleh nasib
mujur. Namun ada juga yang memang mengandalkan kemampuan, dipilih rakyat, dan ada
juga yang menggunakan cara licik dan kejam. Sekilas Machiavelli memang seperti
membenarkan jalan kekejaman dan kelicikan. Namun menurutnya persoalannya adalah
apakah kekejaman itu digunakan secara baik atau tidak. Machiavelli mengambil contoh
3 Deliar Noor, Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Bandung: Mizan. hal. 88-894 Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia. 2004, hal. 1325 Niccolo Machiavelli, Sang Penguasa, Jakarta: Gramedia. 1987, hal. 72
Agathocles yang berhasil menjadi pemimpin dengan mengumpulkan rakyat dan senat
Syracuse, seolah-olah akan membahas masalah-maslah yang menyngkut negara republik
tersebut, dan kemudian dengan serdadunya yang sudah bersiap di belakang ia membunuh
semua senator dan semua warga kota yang terkaya. Cara - cara seperti ini hanyalah akan
menjadikan sang pangeran berkuasa tetapi tidak menjadikannya terhormat6.
C. MACHIAVELLIANISM
Paham machiavellianism ini kemudian timbul setelah buku Il Principe beredar
luas di masyarakat. Tafsiran yang timbul di masyarakat adalah bahwa Machiavelli dalam
filsafat politik ingin memisahkan kekuasaan dari moralitas. Hal ini terlihat pada bab
terakhir buku Il Principe yang membiakan terjadinya pemerkosaan pedoman-edoman
morl untuk mencapai tujuan etis yang lebih luhur lagi.
6 Ibid. hal. 35
BAB II
Kesimpulan
Sosok “amoral” politik yang ada dalam Il Principe adalah wujud dari kegundahan
Machiavelli yang melihat kondisi Itali di zamannya. Italia pada masa itu adalah negara
yang terpecah-pecah menjadi beberapa bagaian, termasuk Florence, tempat lahir
politikus ini. Dari buku Il Principe, Machiavelli menganjurkan agar Medici menjadi
seorang pemimpin yang handal dengan perlambang, segarang harimau, secerdik rubah.
Pemimpin yang baik harus cerdas dalam segala tindakannya.
Persatuan dan ketertiban harus didapatkan dan diperjuangkan meskipun dengan
menempuh cara apapun, pembantaian sekalipun diperbolehkan dalam koridor ini, namun
selebihnya tidak. Jika kondisi tertib dan masyarakat sudah bersatu maka segala kekerasan
dan kekejaman adalah hal-hal yang harus dihindari oleh seorang penguasa. Secara garis
besar, gagasan dalam Il Principe adalah bagaimana menjadi seniman dalam ranah politik.
Untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan diperlukannlah keahlian-keahlian
untuk menerapkan strategi yang pas dalam semua tindakan.
Penerapan gagasan dalam Il Principe cocok untuk sebuah negara yang sedang
benar-benar mengalami kekacauan. Kemudian, untuk menangani sebuah negara yang
telah damai tentunya seseorang tak harus hanya melihat Il Principe, lihatlah Discorsi.
Discorsi merupakan pemikiran Machiavelli yang sebenarnya tentang seperti apa yang
seharusnya, sementara Il Principe merupakan pemikiran Machiavelli terhadap situasi
yang terjadi.
Jadi sebenarnya yang disebut bersifat Machiavellianism adalah buka Machiavelli
sendiri, melainkan para penguasa yang ditelitinya. Dan pemikiran-pemikiran Machiavelli
yang disebut amoralis itu hanya boleh dipergunakan jika negara benar-benar dalam
keadaan kacau. Sementara Machiavelli sendiri dengan tegas memilih kekuasaan rakyat
yang manusiawi dan tulus.