luse transpsys model 4 tahap cap los

29
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 1 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D MATERI Pendekatan Sistim Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi A. Pengertian B. Keterkaitan Beberapa Sistim Dalam Masalah Transportasi 1. Sistim Aktivitas 2. Sistim Jaringan 3. Sistim Kelembagaan 4. Catatan Urban Land Use-Transport System A. Pengertian B. Komponen dalam Sistim Transportasi-Tata guna lahan 1. Land Use 2. Transport Supply 3. Traffic Pemodelan Transportasi (Transport Modelling) A. Pengertian B. Urban Transportation Modelling System (UTMS) C. 4-tahap Pemodelan Dalam UTMS 1. Aksesibilitas 2. Bangkitan Pergerakan/ Lalu lintas 2.1 Tipe Land Use 2.2 Aktivitas/ Intensitas Land use 3. Sebaran (Distribusi) Pergerakan 4. Pemilihan Moda 5. Pemilihan Rute 6. Lalu lintas Pada Jaringan Transportasi (trafic on the transport network/ the dynamics of traffic flow) 7. Tingkat Pelayanan (Level of service/ LOS) 7.1 Tingkat pelayanan tergantung arus lalu lintas (flow-dependent level of service) 7.2 Tingkat pelayanan tergantung fasilitas (facility-dependent level of service) Ringkasan

Upload: tyaspramesthi

Post on 08-Feb-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

land use

TRANSCRIPT

Page 1: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 1 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

MATERI Pendekatan Sistim Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi A. Pengertian B. Keterkaitan Beberapa Sistim Dalam Masalah Transportasi

1. Sistim Aktivitas 2. Sistim Jaringan 3. Sistim Kelembagaan 4. Catatan

Urban Land Use-Transport System A. Pengertian B. Komponen dalam Sistim Transportasi-Tata guna lahan

1. Land Use 2. Transport Supply 3. Traffic

Pemodelan Transportasi (Transport Modelling) A. Pengertian B. Urban Transportation Modelling System (UTMS) C. 4-tahap Pemodelan Dalam UTMS

1. Aksesibilitas 2. Bangkitan Pergerakan/ Lalu lintas

2.1 Tipe Land Use 2.2 Aktivitas/ Intensitas Land use

3. Sebaran (Distribusi) Pergerakan 4. Pemilihan Moda 5. Pemilihan Rute 6. Lalu lintas Pada Jaringan Transportasi (trafic on the transport

network/ the dynamics of traffic flow) 7. Tingkat Pelayanan (Level of service/ LOS)

7.1 Tingkat pelayanan tergantung arus lalu lintas (flow-dependent level of service)

7.2 Tingkat pelayanan tergantung fasilitas (facility-dependent level of service)

Ringkasan

Page 2: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 2 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Pendekatan Sistim Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi

A. Pengertian

Pendekatan sistim merupakan pendekatan menyeluruh pada proses

perencanaan transportasi, pendekatan ini mencoba menganalisis keseluruhan

faktor yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan. Sebagai

contoh, jika terjadi kemacetan lalu lintas di suatu tempat tertentu di dalam

kota, umumnya dapat diatasi secara lokal di tempat tersebut (melebarkan

jalan, mengatur dengan lampu lalu lintas dsb.). Akan tetapi solusi tersebut

mungkin akan menimbulkan masalah serupa di tempat lain. Pendekatan sistim

akan mencoba melihat semua aspek yang terkait dengan masalah tersebut dan

mencari penyebab mengapa hal tersebut dapat terjadi. Sebagai contoh, apakah

kemacetan tersebut disebabkan oleh terlalu banyak kendaraan yang

menggunakan jalan tersebut? jika 'ya' maka pertanyaan berikutnya adalah

mengapa terlalu banyak kendaraan? jawabannya mungkin karena terlalu banyak

gedung perkantoran yang dibangun terlalu berdekatan antara satu dengan

yang lain, atau ruas jalan terlalu sempit untuk menampung pergerakan

kendaraan yang ada dan seterusnya. Solusi untuk masalah tersebut tentunya

dapat mencakup beberapa tindakan, di antaranya adalah pengelolaan lalu lintas

secara lokal (Local Traffic Management), pembuatan jalan baru, pengadaan

sarana transportasi/ angkutan umum atau mungkin peninjauan terhadap

perencanaan Land use. Pendekatan sistim akan mencoba mencari solusi terbaik

dengan tetap memperhatikan konflik yang mungkin timbul dari berbagai pihak

dengan tujuan berbeda serta terbatasnya sumberdaya (dana, waktu) yang ada.

Ada beberapa sistim di mana setiap komponen akan saling berhubungan, baik

secara mekanis maupun secara phisik, contohnya adalah mobil/ kendaraan.

Page 3: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 3 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Untuk sistim yang tidak berhubungan secara mekanis, contohnya Land use-

Transport System, masing-masing komponen tidak berhubungan secara

langsung, tetapi perubahan yang terjadi pada salah satu komponen (Land use)

akan menyebabkan perubahan pada komponen yang lain (lalu lintas). Berikut

akan diuraikan contoh keterkaitan sistim beserta komponennya dalam masalah

transportasi.

B. Keterkaitan Beberapa Sistim Dalam Masalah Transportasi

1. Sistim Aktivitas

Pergerakan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi ditimbulkan karena

kebutuhan lain (misal kebutuhan bekerja, belajar, belanja, dll). Dalam suatu

kota, kebutuhan akan pergerakan ini berkaitan dengan sistim aktivitas (Land

use, populasi dll) kota tersebut. Penduduk serta kegiatannya merupakan

pembangkit pergerakan (Trip generation).

2. Sistim Jaringan

Pergerakan akan dipengaruhi oleh sistim jaringan (transport network) yang

menghubungkan serta melayani pusat-pusat pergerakan tersebut (misal

prasarana jalan, terminal, parkir, jaringan angkutan umum, jaringan telepon,

dsb). Sistim jaringan (transportasi dan komunikasi) di samping melayani

kebutuhan pergerakan juga mempengaruhi pergerakan serta pada giliran

berikut juga sistim aktivitas (misal pembangunan jalan baru di samping

mengurangi kepadatan lalu lintas juga menimbulkan bangkitan pergerakan baru

karena kemudahan yang diciptakan, serta merupakan daya tarik bagi penduduk

dengan kegiatannya).

Disatu sisi pergerakan dipengaruhi oleh sistim aktivitas dan sistim jaringan, di

sisi lain, pergerakan juga mempengaruhi sistim aktivitas dan sistim jaringan,

Page 4: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 4 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

misalnya: tingginya arus lalu lintas biasanya juga menarik tumbuhnya kegiatan

seperti konsentrasi pedagang kaki-lima pada ruas jalan yang ramai. Dampak

arus lalu lintas pada sistim jaringan juga jelas terlihat, misalnya pengaruhnya

terhadap biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas dan pelayanan transportasi.

3. Sistim Kelembagaan

Disamping sistim aktivitas serta sistim jaringan di atas, pergerakan juga

dipengaruhi oleh sistim pendukung. Sistim pendukung berupa sistim

kelembagaan ini terdiri atas sistim peraturan, sistim organisasi, serta sistim

keuangannya. Contoh: peraturan mengenai larangan terhadap penggunaan ruas

jalan tertentu, lemahnya koordinasi antar lembaga yang menangani masalah

transportasi (terminal bayangan), keterbatasan dana untuk program

peningkatan pelayanan transportasi dll. Sistim kelembagaan juga akan

mempengaruhi sistim aktivitas dan sistim jaringan, contoh: ijin lokasi kegiatan

usaha, larangan operasi bagi moda tertentu (becak) yang pada gilirannya akan

mempengaruhi pula pergerakan.

Dalam era revolusi bidang informasi saat ini, ketiga sistim di atas makin

terbuka dengan makin kuatnya pengaruh sistim yang lebih luas. Sebagai contoh

perkembangan teknologi transportasi di negara maju akan mempengaruhi pula

pemilihan teknologi moda transportasi di Indonesia, demikian pula dengan

perkembangan teknologi informasi yang dapat berpengaruh jumlah perjalanan.

4. Catatan

Secara singkat masalah lalu lintas merupakan akibat yang terlihat dipermukaan

saja. Terdapat berbagai sistim terkait yang mendasari sistim transportasi

tersebut. Dengan demikian, perumusan masalah transportasi, pemilihan

rencana pemecahan serta pengelolaannya tidak lepas dari berbagai sistim di

atas. Dibutuhkan koordinasi antar instansi dan berbagai keahlian untuk

Page 5: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 5 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

menangani masalah transportasi, misalnya ahli perkotaan, ahli transportasi, ahli

lalu lintas, ahli jalan raya, ahli manajemen, ahli hukum, dsb.

Disamping proses perencanaan oleh berbagai ahli tersebut, keputusan akhir

ditentukan lewat proses pengambilan keputusan atau proses pengambilan

kebijaksanaan (Decision Making Process). Proses ini melibatkan berbagai

lembaga pemerintah serta swasta, melibatkan pula kepentingan masyarakat

umum. Dibutuhkan forum/ wadah komunikasi untuk menyelaraskan berbagai

kepentingan yang ada.

Diagram Keterkaitan Antar Sistim dalam Transportasi

Sistim Aktivitas: Tata ruang/ Land use,

Populasi

Sistim Jaringan: Sarana & prasarana transportasi,

Komunikasi dll

Sistim Pergerakan: Lalu lintas

Sistim Institusi/ Kelembagaan:

Organisasi, Peraturan, Keuangan

Page 6: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 6 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Urban Land Use-Transport System

A. Pengertian

Aktivitas di suatu tempat/ lokasi menempati ruang atau bagian dari ruang

dengan peruntukan tertentu, misalnya: kantor, pabrik, pertokoan, perumahan

dll, dan bagian dari ruang tersebut dinamakan tata ruang (Land use). Untuk

menampung aktivitas (pergerakan di antara Land use), digunakan/ disediakan

jaringan transportasi (jaringan jalan, kereta api dll).

Pergerakan manusia, barang dan kendaraan merupakan hasil interaksi dari

berbagai kegiatan. Terjadi interaksi antara para pekerja dan pekerjaannya,

antara anak sekolah dan tempat sekolah, antara pabrik dan material serta

pemasarannya. Pada umumnya interaksi tersebut melibatkan perjalanan dan

akhirnya menimbulkan arus lalu lintas. Salah satu tujuan perencanaan

transportasi adalah membuat interaksi ini menjadi mudah dan efisien.

Jadi, tiga komponen Land use-Transport system adalah: Land use, Transport

supply dan Traffic.

B. Komponen dalam Sistim Transportasi-Tata guna lahan 1. Land Use

Land use, merupakan bagian dari ruang yang digunakan untuk berbagai

aktivitas (perumahan, industri, pertokoan, perkantoran dll). Untuk keperluan

analisis, daerah kajian biasanya dibagi menjadi beberapa zona, di mana

intensitas Land use diukur dari apa yang ada pada zona tersebut. Contohnya,

suatu zona tertentu mempunyai populasi 5000 penduduk yang bertempat

tinggal, 1500 macam pekerjaan serta tempat perbelanjaan seluas 200,000 M2.

Page 7: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 7 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

2. Transport Supply

Transport Supply, mencakup jaringan transportasi secara keseluruhan

(jaringan jalan, parkir, angkutan umum dll), termasuk tingkat pelayanan/

kapasitasnya (kinerja), serta fasilitas penyeberangan untuk pejalan kaki dsb.

3. Traffic

Traffic, merupakan hasil kombinasi/ perpaduan (interaksi) antara land use dan

transport supply. Hal ini dapat berupa arus kendaraan, orang dan barang pada

jaringan transportasi.

Para perencana transportasi hendaknya dapat melakukan analisis Land use-

Transport system untuk tujuan berikut:

Memahami bagaimana sistim tersebut bekerja

Menggunakan hubungan analitis diantara komponen dalam sistim (model),

untuk memprediksi pergerakan (volume maupun pola) yang ditimbulkan.

Akhirnya, tata letak Land use serta pelayanan transportasi diantara Land use

akan menjadi saling terkait dalam suatu sistim yang harus dilihat secara

terpadu. Keterpaduan ini akhirnya akan memberikan efisiensi (biaya dan waktu)

yang tinggi bagi mobilitas masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan

pendapatan per kapita masyarakat serta mendorong pertumbuhan sektor

lainnya (ekonomi). Untuk itu, seorang perencana transportasi harus

memperhatikan dua hal yaitu:

a. Land use

Perencanaan Land use yang baik (lokasi yang tepat untuk belanja, sekolah,

perumahan, perkantoran dsb), dapat mengurangi terjadinya perjalanan yang

jauh serta mengurangi kebutuhan perjalanan dan akhirnya membuat

pergerakan menjadi lebih efisien.

Page 8: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 8 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

b. Transport Supply

Menyangkut tindakan jangka pendek (pengelolaan/ pengaturan lalu lintas),

jangka menengah (penambahan fasilitas transportasi yang lebih baik, pelebaran

jalan dll) serta jangka panjang (penyediaan jaringan transportasi baru).

Jadi:

Kombinasi antara distribusi Land use secara geografis dan jaringan

transportasi akan menentukan volume dan pola pergerakan (lalu lintas) yang

terjadi.

Volume dan pola lalu lintas dapat menjadi masukan/ pertimbangan dalam

perencanaan/perbaikan jaringan transportasi dan Land use.

Keterkaitan Land Use–Transport Supply-Traffic

Jaringan Transportasi/ Sarana dan Prasarana

Land use/ Tata

Ruang

Lalu lintas/

Traffic

Page 9: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 9 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Pemodelan Transportasi (Transport Modelling)

A. Pengertian

Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk menjelaskan

ataupun menyederhanakan suatu realita secara terukur. Dalam perencanaan

transportasi, model dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara

komponen dalam land use-transport system. Dengan menggunakan beberapa

seri fungsi atau persamaan (model matematik), sebuah model dapat

menerangkan hubungan/ keterkaitan antar komponen dalam sistem secara

terukur.

Salah satu tujuan pemodelan transportasi adalah membantu para perencana

untuk memahami keterkaitan antar komponen dalam sistem, contohnya:

meramalkan perubahan pada pergerakan kendaraan (arus lalu lintas) sebagai

akibat perubahan dari Land use (tata ruang) dan atau transport supply

(jaringan transportasi)

B. Urban Transportation Modelling System (UTMS)

Pendekatan standar yang umum digunakan oleh para perencana transportasi

untuk pemodelan kebutuhan perjalanan telah diwujudkan dalam suatu sistim

model yang disebut “urban transportation modelling system” (UTMS).

UTMS digunakan untuk memprediksi jumlah pergerakan/ perjalanan yang

terjadi pada sebuah wilayah perkotaan menurut tipe (bekerja, non-bekerja

dll), waktu terjadinya (periode puncak, harian dll), pasangan zona asal dan

tujuan (O-D pair), jenis moda yang digunakan (mobil, bus, kereta api dll) dan

rute yang digunakan untuk pergerakan di dalam jaringan transportasi. Hasil

akhir dari UTMS adalah berupa prediksi arus menurut moda yang digunakan di

dalam sebuah jaringan transportasi. UTMS memperlihatkan sebuah prosedur

Page 10: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 10 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

di mana kebutuhan (demand) transportasi/ pergerakan (diperlihatkan oleh

pergerakan antar zona asal dan tujuan) “dibebankan” pada sistim jaringan

(karakteristik dan kinerja) sebagai penyediaan (supply). Hasil pembebanan

“demand” terhadap “supply” ini selanjutnya di gunakan keperluan analisis yang

diinginkan.

Informasi utama yang diperlukan dalam UTMS adalah: a) spesifikasi dari

sistim aktivitas yang telah membangkitkan pergerakan dan b) karakteristik

dari sistim transportasi yang “melayani” pergerakan tersebut. UTMS terdiri

dari empat langkah pemodelan secara berurutan yang umumnya disebut model

transportasi empat langkah/tahap. UTMS seperti diperlihatkan pada gambar

berikut.

Activity System Forecast

Trip Generation

Trip Distribution

Modal Split

Trip Assignment

Link (route) Flows by Mode

Transport System Network and Performance

Characteristics

UTMS

Page 11: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 11 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

C. 4-tahap Pemodelan Dalam UTMS

Dari penjelasan pada bagian B, 4-tahap pemodelan yang dibuat secara

berurutan yaitu:

Model Bangkitan Pergerakan (Trip/Traffic Generation Model)

Model Sebaran Pergerakan (Trip/Traffic Distribution Model)

Model Pemilihan Moda (Mode Choice/Modal Split Model)

Model Pemilihan Rute (Route Choice/ Trip Assignment Model)

G - MS G G G

D D D - MS D

A A A A

MS

MS

G = Bangkitan pergerakan

A = Pemilihan rute

MS = Pemilihan moda

D = Sebaran pergerakan

Dalam perkembangannya, tahapan UTMS dapat menjadi seperti pada gambar di

atas, di mana model pemilhan moda (MS) dapat berada di antara tahapan

pembuatan 3 model lainnya.

Page 12: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 12 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Sebelum penjelasan singkat tentang model 4-tahap, perlu dipahami dulu sebuah

konsep yang terkait dengan analisis urban land use-transport system yaitu

aksesibilitas.

1. Aksesibilitas

Salah satu “ukuran” yang perlu diketahui dalam pemodelan transportasi adalah

aksesibilitas. Aksesibilitas dalam transportasi merupakan ukuran kemudahan

atau potensi ataupun kesempatan untuk melakukan suatu perjalanan atau

kemudahan/ kesulitan untuk pencapaian suatu tempat tertentu. Aksesibilitas

dapat membantu memecahkan masalah tata letak Land use serta untuk evaluasi

alternatif pemecahan masalah transportasi.

Land use yang berbeda mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula, hal ini

disamping karena aktivitas maupun intensitas Land use yang berbeda, juga

jaringan transportasi yang menghubungkan diantara Land use tersebut juga

berbeda baik kuantitas (jumlah jaringan dan kapasitasnya) maupun kualitas

(tingkat pelayanan/ kenyamanan). Beberapa Land use tersebar secara luas

(perumahan), beberapa yang lain saling berdekatan (pusat perbelanjaan). Juga

sering dijumpai kualitas maupun kuantitas pelayanan transportasi yang

berbeda antara tempat satu (pusat kota) dan tempat lainnya (pinggiran

kota).

Far A

part

Low

Accessibility

Medium

Accessibility

LAN

D U

SE

Clo

se

Toge

ther

Medium

Accessibility

High

Accessibility

Very Poor Very Good TRANSPORT CONNECTIONS

Klasifikasi Tingkatan Aksesibilitas (Black, 1981)

Page 13: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 13 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Dari diagram nampak bahwa:

Jika Land use saling berdekatan dan pelayanan transportasi (transport

connections) baik maka dapat dikatakan aksesibilitas tinggi

Apabila Land use saling berjauhan dan pelayanan tranportasi jelek maka

aksesibilitas rendah.

Kombinasi diantaranya memberikan nilai aksesibilitas sedang (medium).

Transport connections dapat diekspresikan sbb:

Suatu tempat (Land use) dikatakan “accessible” jika saling berdekatan satu

dengan lainnya, dan “inaccessible” jika saling berjauhan Transport

connections diukur berdasarkan “JARAK”

Suatu tempat (Land use) tidak dapat didekatkan dengan tempat lainnya,

namun, waktu pencapaiannya dapat dipercepat melalui perbaikan transport

system Transport connections diukur berdasarkan “WAKTU”

Dua tempat telah mempunyai pelayanan public transport (bus service) yang

baik, tidak semua orang dapat menikmatinya karena tidak mampu membayar

ongkos Transport connections diukur berdasarkan “BIAYA”

Jadi tersedianya moda transportasi (cepat/lambat dan mahal/murah) untuk

melakukan perjalanan akan mempengaruhi aksesibilitas dari sebuah Land use,

beberapa moda lebih cepat dari yang lain, juga beberapa moda lebih mahal dari

yang lain. Oleh karena itu, waktu dan biaya adalah yang lebih menentukan untuk

mengukur “transport connection”. Hal ini yang mendasari lahirnya konsep

Generalized Cost (GC).

GC terdiri dari 3 komponen: uang/ biaya (M), waktu perjalanan (T) dan nilai

waktu/ monetary value of time (ρ)

GC = M + ρ.T

Page 14: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 14 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Untuk perjalanan menggunakan angkutan umum (public transport),

GC = θ.D + ρ.Ta + ρ.Tb + ρ.Tc + ς

D : Jarak perjalanan Ta : Waktu untuk sampai ke lokasi angkutan umum (halte/ terminal) Tb : Waktu untuk menunggu angkutan umum Tc : Waktu selama berada di dalam angkutan umum θ : Ongkos/ tarif angkutan umum per unit jarak (km) ρ : Nilai waktu (Rp. /jam atau menit) ς : Biaya-biaya tak terduga

Analogi dengan rumus di atas, untuk perjalanan menggunakan kendaraan

pribadi:

GC = ψ.D + ρ.Tc + C

Tc : Waktu selama berada di dalam kendaraan pribadi ψ : Biaya operasi kendaraan per unit jarak (Rp./Km) C : Biaya toll, parkir dll Dalam perencanaan transportasi, kemudahan/ kesulitan dalam melakukan

perjalanan di antara dua tempat dinyatakan dalam bentuk travel friction/

transport impedance, yang diukur dengan: JARAK, WAKTU dan BIAYA.

Akhirnya tata letak Land use serta pelayanan transportasi di antara Land use

tersebut akan menjadi saling terkait dalam suatu sistim yang harus dilihat

secara terpadu.

2. Bangkitan Pergerakan (Trip Generation)

Bangkitan pergerakan merupakan fungsi dari Land use. Aktivitas dan intensitas

Land use akan menentukan besar kecilnyanya bangkitan pergerakan (lalu

lintas). Bangkitan perjalanan terdiri dari:

a. Pergerakan yang meninggalkan/ keluar dari suatu tempat atau zona (trip

production) dan,

b. Pergerakan yang datang/ masuk ke suatu tempat atau zona (trip

attraction).

Page 15: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 15 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Trip Production Trip Attraction

Bangkitan Pergerakan

Untuk keperluan pemodelan, daerah kajian biasanya dibagi menjadi beberapa

zona. Batas zona dapat berupa ruas jalan, sungai atau batas wilayah

administrasi pemerintahan (kota, kecamatan dll) atau batas tata guna lahan/

peruntukan (perumahan, industri dll). Dalam satu zona dapat terdiri dari

beberapa tipe dan intensitas land use. Idealnya di dalam satu zona hanya

terdiri dari satu macam land use, namun untuk negara berkembang seperti

Indonesia, hal ini sulit dilakukan. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah

membagi daerah kajian menjadi beberapa zona dengan tipe dan intensitas land

use yang tidak terlalu berbeda. Hal ini mengingat seperti yang telah dijelaskan

bahwa karakteristik bangkitan pergerakan dipengaruhi oleh tipe dan intensitas

land use. Semakin besar variasi land use di dalam satu zona maka akurasi

prediksi pergerakan oleh model semakin lemah. Sebaliknya, semakin banyak

jumlah zona dengan land use yang homogen maka hasil pemodelan akan semakin

baik. Gambar berikut memperlihatkan pembagian zona untuk sebuah daerah

kajian.

Zona 1

Zona 2

Page 16: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 16 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Pembagian zona dalam daerah kajian

Trip production dan trip attraction pada suatu zona (piece of land) dapat

dengan mudah dihitung setiap hari atau jam. Besar kecilnya bangkitan ini

dipengaruhi oleh tipe dan aktivitas/ intensitas Land use.

2.1. Tipe Land Use

Tipe Land use (peruntukan tata ruang) yang berbeda (pemukiman, pendidikan,

perdagangan) akan memberikan karakteristik bangkitan lalu lintas yang

berbeda pula. Perbedaan tersebut dapat berupa jumlah/ besarnya pergerakan,

macam serta waktu bangkitan (kantor: pagi dan sore, pertokoan: sepanjang

hari) yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Jumlah dan tipe pergerakan

yang dibangkitkan oleh setiap land use juga merupakan refleksi dari kondisi

sosio-ekonomi masyarakat yang ada di dalamnya. Tabel berikut memperlihatkan

pergerakan yang dibangkitkan oleh beberapa tipe land use.

Page 17: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 17 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Tabel 1. Jumlah pergerakan yang dibangkitkan oleh berbagai tipe Land use

Description of Land Use Activity Average Number of

Weekday Vehicle Trips per 1000 square feet

Number of Studies

Consulted Supermarkets

Local Shopping Centers*

Regional Shopping Centers**

Fast food Restaurants

Quality Restaurants

General Office Buildings

Hospitals

Libraries

Industrial Premises

126

79

35

553

56

12

17

42

5

3

21

38

6

3

22

12

2

98

* : 50,000 to 100,000 sq ft ** : 500,000 to 1,000,000 sq ft

2.2. Aktivitas/ Intensitas Land use

Selain dipengaruhi oleh tipe Land use, bangkitan pergerakan juga dipengaruhi

oleh perbedaan tingkat aktivitas Land use. Land use yang lebih intense

(aktivitas tinggi) akan menghasilkan bangkitan pergerakan yang semakin besar.

Tabel berikut memperlihatkan bangkitan pergerakan satu tipe Land use

(perumahan) tetapi dengan tingkat kepadatan hunian (intensitas) yang

berbeda.

Tabel 2. Bangkitan Perjalanan oleh satu Tipe Land use dengan intensitas

berbeda Daily Person Trip Generation

Housing Type Residential Density (dwellings/hectare) per dwellings per hectare

1. Suburban Cottage 2. Inner City Terrace 3. Home Units 4. High-rise Flat

15

45

80 100

10

7

5 5

150

315

400 500

Page 18: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 18 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Contoh lain (USA): 1-ha perumahan yang dibangun terpisah: 60-70 pergerakan

kendaraan/hari; 1-ha perkantoran: 700 pergerakan kendaraan/hari; 1-ha taman

parkir: 12 pergerakan kendaraan/hari

3. Sebaran (Distribusi) Pergerakan (Trip Distribution)

Interaksi diantara dua Land use melibatkan pergerakan manusia dan barang.

Sebagai contoh adalah pergerakan dari rumah (perumahan) dan tempat kerja

(kantor, industri dsb) setiap hari.

Distribusi pergerakan juga dipengaruhi oleh pemisahan dalam ruang antara

Land use (jarak semakin jauh membuat perjalanan antara Land use menjadi

semakin sulit). Sebaliknya pergerakan semakin mudah dan cenderung semakin

meningkat apabila Land use saling berdekatan. Untuk tujuan yang sama, orang

akan memilih jarak yang lebih pendek (ingat konsep aksesibilitas).

Selain dipengaruhi oleh jarak, distribusi pergerakan juga dipengaruhi oleh

intensitas Land use. Lebih tinggi intensitasnya, maka cenderung semakin kuat

menarik pergerakan/ lalu lintas. Land use dengan intensitas tinggi juga semakin

kuat mendorong/ menghasilkan pergerakan. Oleh karena itu, besar kecilnya

jumlah pergerakan antara dua Land use tergantung pada intensitas serta

pemisahannya dalam ruang (jarak, waktu atau biaya perjalanan) di antara

keduanya. Dengan kata lain, pola penyebaran pergerakan dalam ruang (spatial

pattern of trips) atau distribusi pergerakan merupakan fungsi dari intensitas

Land use penghasil pergerakan, intensitas land use penarik pergerakan dan

transport friction (jarak, waktu atau biaya) diantara satu land use dan land

use lainnya. Jadi distribusi pergerakan merupakan hasil kombinasi dari dua hal

yang terjadi bersamaan, yaitu:

1. Lokasi dan intensitas Land use yang membangkitkan perjalanan (production

and attraction), dan

Page 19: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 19 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

2. Pemisahan dalam ruang antara Land use satu dan lainnya (kemudahan atau

kesulitan dalam pencapaian antara keduanya/aksesibilitas).

Distribusi/ sebaran pergerakan antar Zona

Gambar di atas memperlihatkan distribusi pergerakan di antara zona.

Ketebalan garis menunjukkan besar kecilnya pergerakan sesuai dengan

permintaan/ kebutuhan, sedangkan panjang garis memperlihatkan jarak

tempuh (jarak lurus). Bentuk ini juga dikenal sebagai diagram garis keinginan

(desire line diagram). Pada tahap ini distribusi pergerakan (jumlah perjalanan)

antara zona/ land use satu dan lainnya sudah diketahui, yang belum diketahui

adalah moda atau sarana dan rute yang digunakan.

4. Pemilihan Moda (Mode Choice)

Interaksi di antara dua Land use menyebabkan timbulnya pergerakan, untuk

melakukan pergerakan, seseorang harus memutuskan penggunaan jenis moda

transportasi, atau kalau tidak ingin melakukan perjalanan maka dapat

menggunakan telepon atau surat-menyurat. Tetapi pada umumnya, sebagian

besar orang memerlukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhannya.

Page 20: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 20 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Umumnya, moda atau sarana transportasi yang menjadi pilihan adalah adalah

kendaraan pribadi atau umum. Kalau angkutan umum, dapat dipilih bis, kereta

api, becak atau jenis lainnya. Pada kenyataannya sebagian orang atau

masyarakat ada yang tidak mampu untuk memiliki kendaraan pribadi, ataupun

membayar ongkos angkutan umum, sehingga jalan kaki adalah pilihan satu-

satunya. Ada pula masyarakat yang tidak mampu memiliki kendaraan pribadi,

sehingga menggunakan angkutan umum adalah pilihan terbaik mereka (captive

road user).

Apabila terdapat lebih dari satu pilihan moda, maka biasanya yang dipilih

adalah yang memberikan waktu tercepat atau biaya paling murah atau

kombinasi keduanya. Faktor lain yang juga menentukan pemilihan moda

transportasi adalah kenyamanan dan keamanan ataupun keselamatan. Beberapa

studi telah mencoba memasukkan faktor-faktor ini dalam model pemilihan

moda, namun faktor ini sulit diukur, sehingga model yang dihasilkan tidak dapat

digeneralisasikan untuk mewakili kondisi umumnya.

: Kendaraan pribadi : Angkutan umum

Pemilihan Moda Transportasi antara dua Zona

5. Pemilihan Rute (Route Choice)

Pemilihan rute untuk melakukan pergerakan tergantung pada jaringan

transportasi yang ada, ketersediaan kendaraan pribadi maupun angkutan umum.

Untuk angkutan umum (bis, kereta api dll), umumnya rute telah ditetapkan

(fixed route), untuk kasus ini maka pemilihan moda dan rute dapat dilakukan

bersamaan. Untuk perjalanan menggunakan kendaraan pribadi, biasanya orang

Zona 1

Zona 2

Page 21: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 21 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

menetukan atau memilih moda terlebih dahulu, kemudian memilih rute. Seperti

pada pemilihan moda, maka rute dipilih berdasarkan jarak terpendek, waktu

tercepat dan biaya termurah atau dengan kata lain merupakan rute terbaik

: Rute kendaraan pribadi (terbaik); : Angkutan umum (fixed route)

Pemilihan Rute di antara 2 Zona

Pergerakan kendaraan hasil model pemilihan rute di suatu daerah kajian di Australia

Zona 1

Zona 2

Page 22: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 22 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Gambar di atas memperlihatkan hasil model pemilihan rute, di mana akan cukup

mudah untuk memperoleh informasi berupa arus lalu lintas pada jaringan

transportasi. Hasil ini selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan analisis

berikutnya seperti rencana pengembangan prasarana, evaluasi kinerja,

pengaturan dll.

6. Lalu lintas Pada Jaringan Transportasi (trafic on the transport

network/ the dynamics of traffic flow) Meningkatnya arus lalu lintas pada jaringan jalan (jam puncak) dapat

menyebabkan perubahan rute terbaik. Hal ini dapat terjadi karena pemakai

jalan mengalami peningkatan waktu tempuh/ perjalanan secara signifikan.

Meningkatnya waktu tempuh disebabkan karena menurunnya kecepatan

kendaraan. Hal ini dapat dilihat pada grafik hubungan antara kecepatan

kendaraan ataupun arus lalu lintas dan waktu tempuh yang banyak ditemukan

dalam buku-buku referensi.

Travel time Capacity

Traffic flow

Nampak bahwa ketika arus lalu lintas mendekati kapasitas, penambahan

beberapa kendaraan pada arus lalu lintas telah meyebabkan travel time rata-

rata naik secara signifikan. Pada kondisi ini, arus lalu lintas mulai tidak stabil,

kendaraan bergerak dengan kecepatan yang rendah dan saling berdekatan

Page 23: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 23 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

antara satu dengan lainnya (min. headway), dan apabila jumlah kendaraan terus

bertambah, maka kerapatan (density) akan meningkat sampai terjadi kondisi

yang dinamakan “jam density atau traffic jam”. Pada kondisi ini kendaraan

tidak dapat bergerak (arus=0), kondisi yang tidak diinginkan oleh pemakai jalan

pada umumnya.

Apabila menjumpai kondisi seperti ini, umumnya pemakai jalan merubah pilihan

rute mereka untuk menghindarinya, dengan kata lain, pilihan rute oleh pemakai

jalan menjadi berubah, atau terjadi perubahan rute terbaik karena kondisi

arus lalu lintas. Contoh hasil kajian hubungan volume kendaraan

(kendaraan/jam/lajur) dan waktu tempuh untuk 3-klasifikasi jalan (perkotaan,

luar kota dan jalan bebas hambatan) ditunjukkan seperti pada gambar berikut.

Hubungan volume-travel time pada ruas jalan

Page 24: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 24 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

7. Tingkat Pelayanan (Level of service/ LOS)

7.1 Tingkat pelayanan tergantung arus lalu lintas (flow-dependent level of service

Pada pendekatan ini, penilaian LOS (A F) didasarkan pada hubungan antara

kecepatan operasi kendaraan dan rasio volume/kapasitas ruas jalan. LOS

semakin baik apabila rasio volume/kapasitas semakin kecil di mana kecepatan

operasi kendaraan semakin tinggi. Hubungan semacam ini banyak dijumpai di

buku-buku referensi ataupun hasil penelitian. Gambar berikut memperlihatkan

hubungan antara kecepatan operasi kendaraan dan rasio volume/kapasitas

serta nilai LOS yang sesuai. Gambar berikutnya, nilai LOS sesuai dengan

hubungan antara arus lalu lintas dan kerapatan kendaraan (density) dalam

jumlah kendaraan/mile/lajur. Kondisi arus lalu lintas pada setiap nilai LOS

ditampilkan pada gambar ke 3.

Hubungan antara kecepatan operasi dan rasio volume/ kapasitas

Page 25: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 25 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Hubungan antara kecepatan operasi dan rasio volume/ kapasitas

Kondisi arus lalu lintas untuk berbagai tingkat pelayanan

LOS A LOS D

LOS B LOS E

LOS C LOS F

Page 26: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 26 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Nampak perbedaan kondisi arus lalu lintas untuk setiap nilai LOS. Mulai dari

kondisi kendaraan yang bergerak dengan kecepatan sesuai yang diinginkan

pengendaranya tanpa terganggu dengan kendaraan lainnya (LOS A) sampai

dengan kondisi arus lalu lintas dipaksakan/tidak stabil (LOS F).

Sebagai arahan, karakteristik arus lalu lintas pada masing-masing LOS untuk

ruas jalan adalah sebagai berikut:

Tingkat

Pelayanan Karakteristik lalu lintas Ruang Lingkup Q/C

A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan.

0,00 – 0,20

B Arus stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan (untuk perencanaan jalan antar kota).

0,21 – 0,44

C Masih dalam batasan arus stabil, operasi/ gerak kendaraan mulai dipengaruhi kendaraan lain. Pengemudi terbatas dalam memilih kecepatan (untuk perencanaan jalan perkotaan).

0,45 – 0,74

D Kerapatan kendaraan tinggi, arus masih stabil, kecepatan dan gerak kendaraan telah dipengaruhi kendaraan lain, kenyamanan rendah.

0,75 – 0,84

E Operasi lalu lintas mendekati/ berada pada kapasitas. Arus kadang tidak stabil, kecepatan rendah tapi masih relatif seragam. Gerakan minta jalan (to give way) harus dipaksakan.

0,85 – 1,00

F Arus dipaksakan, tidak stabil, terjadi antrian, kendaraan bergerak dan berhenti secara bergantian, bertambahnya beberapa kendaraan mengakibatkan macet total.

> 1,00

7.2 Tingkat pelayanan tergantung fasilitas (facility-dependent level of

service) Tingkat pelayanan diukur berdasarkan tipe fasilitas, bukan pada kondisi arus

lalu lintas. Jalan bebas hambatan (expressway) tentunya memiliki tingkat

pelayanan yang tinggi, sedangkan tingkat pelayanan rendah adalah untuk jalan

Page 27: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 27 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

sempit di wilayah perkotaan dengan beberapa perimpangan. Gambar berikut

memperlihatkan tiga fasilitas transportasi dengan tingkat pelayanan berbeda.

Nampak bahwa tingkat pelayanan terbaik diberikan oleh fasilitas dengan nilai

rasio arus/kapasitas (Q/C) tertinggi untuk ratio waktu tempuh/waktu tempuh

arus bebas (TQ/T0) yang sama, atau sebaliknya fasilitas dengan TQ/T0 yang

terendah untuk nilai Q/C yang sama.

Untuk keperluan pemodelan, hubungan antara waktu tempuh, arus lalu lintas

dan kapasitas perlu diketahui. Persamaan yang telah banyak digunakan dalam

pemodelan adalah sebagai berikut:

1 – (1 – a) Q/C

TQ = To. 1 – Q/C TQ : waktu tempuh rata-rata saat arus lalu lintas = Q To : waktu tempuh rata-rata saat arus lalu lintas = 0 (bebas hambatan) Q : arus lalu lintas C : kapasitas a : indek tingkat pelayanan; merupakan indek yang terkait dengan kualitas pelayanan; indek yang kecil menunjukkan tingkat pelayanan baik

Page 28: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 28 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Nampak dari persamaan di atas bahwa apabila nilai a=0, maka TQ=To, hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada antrian dalam sistim, pemakai jalan dapat bebas

memilih kecepatan tanpa ada hambatan apapun. Nilai “a” dapat diperoleh

melalui observasi lapangan.

Dengan mengolah rumus di atas, maka:

(C – Q)(TQ – To)

a = To . Q

di mana nilai-nilai TQ dan Q didapat dari observasi di lapangan. Untuk arahan, nilai “a” seperti ditunjukkan tabel berikut:

Conditions To (minute/mile) a value Saturation flow

(vehicles/hr) Expressways/ motorways Multi-lane urban arterials Collector roads

0.8 - 1.0

1.5 - 2.0

2.0 - 3.0

0 - 0.2

0.4 - 1.6

1.0 - 1.5

2000/lane

1800/lane

1800/total width

Ringkasan

Sistim terdiri dari satu set obyek (komponen) yang berhubungan antara satu

dengan lainnya. Land use – transport system mempunyai tiga komponen utama:

1. Tata guna lahan/ tata ruang (land use)

2. Sarana dan prasarana transportasi (transport networks), dan

3. Lalu lintas (traffic)

Page 29: LUse TranspSys Model 4 Tahap Cap LOS

Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 29 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D

Hubungan antara tiga komponen di atas diperlihatkan oleh 6 (enam) konsep

dasar berikut:

1. Aksesibilitas Land use activity dan jaringan transportasi (transport connection)

2. Bangkitan pergerakan (trip generation) Tipe land use; Intensitas land use; Transport facility?

3. Sebaran pergerakan (trip distribution) Kombinasi antara: Lokasi + tipe/ intensitas land use + kemudahan/ kesulitan pencapaiannya

4. Pemilihan moda (mode choice) Tersedianya moda transportasi mudah, murah, cepat, aman dan nyaman

5. Pemilihan rute (route choice) Jaringan transportasi jarak terpendek, waktu tercepat, biaya termurah

best route

6. Arus lalu lintas pada jaringan jalan/ arus dinamis (traffic flow on the transport network/ the dynamic of traffic flow) Elemen terkait: arus lalu lintas, waktu tempuh, kapasitas jaringan dan indek tingkat pelayanan

Secara ringkas, keterkaitan 6 konsep dasar terhadap 3 komponen land use –

transport system (land use – transport – traffic) adalah sebagai berikut:

1. Aksesibility Land use; transport

2. Trip generation Land use; transport?

3. Trip distribution Land use; transport

4. Mode choice Transport; traffic

5. Route choice Transport; traffic

6. Traffic flow on Transport; traffic the transport network