lupus fix

15
8/6/2019 lupus fix http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 1/15 LI.1 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun Definisi Penyakit autoimun berkisar dari penyakit yang mengarahkan respon imun spesifik untuk melawan satu organ atau tipe sel tertentu dan menimbulkan kerusakan jaringan lokal hingga ke  penyakit multisistem yang ditandai dengan autoantibodi dalam jumlah besar atau reaksi selular. Etiologi Kegagalan toleransi imun yang didukung oleh faktor genetik dan infeksi pada autoimunitas. Infeksi pada autoimunitas misalnya, virus atau mikroba, pada streptococci dan organisme klebsiella yang dapat menyerahkan epitop yng bereaksi silang kepada antigen sendiri. Mekanisme Kegagalan toleransi bisa terjadi y Kegagalan kematian sel yang diinduksi oleh aktivasi. Kelainan pada jalur lligan fas-fas yang memungkinkan terjadinya proliferasi dan persistensi sel T autoreaktif dalam  jaringan perifer. y Gangguan pada anergi sel T. Terjadi karean sel normal mengeluarkan konstimulator (B7) karena adanya infeksi, nekrosis jaringan atau inflamasi ringan. y Pemintasan kebutuhan selB untuk bantuan sel T. Modifikasi determinan sel T suatu antigen yang dihasilkan dari pembentukan kompleks dengan obat atau mikroorganisme. y Kegagalan supresi yang diperantarai oleh sel T , yang memungkinkan berkurangnya fungsi sel T regulation atau sel T CD4+ yang bisa menekan proliferasi sel T lain. y Mimikri molekular, agen infeksius memberikan epitop kepada antigen-diri, dan respon imun yang melwan mikroba tersebut akan menghasilkan respon yang serupa terhadap antigen-diri yang bereaksi silang. y Aktivasi limfosit poliklonal yang sebelumnya dipertahankan melalui anergi, tetapi anergi tersebut dirangsang oleh mekanisme yang tidak tergantung antigen . beberapa mikroba  beserta produknya mampu menyebabkan aktivasi poliklonal (yaitu antigen non-spesifik) sel B, misalnya lipopolisakarida bakteri (endotoksin) y Pelepasan antigen terasing. Yaitu antigen yang diasingkan selama proses  perkembangannya, antigen spermatozoa (terdapat di testis) dan antigen okular (terdapat di mata) yang menyebabkan uvelitis pascatrauma dan orkhitis pascavasektomi. y Pajanan epitop-sendiri yang tersembunyi dan penyebaran epitop. Tiap-tiap protein-sendiri yang determinan antigenik (epitop) yang relatif sedikit yang diproses secara efektif dan disajikan. Selam perkembangannya, sebagian besar sel T yang mampu bereaksi dengan epitop dominan dimusnahkan dalam timus atau menjadi anergik di perifer. Sebaliknya, sejumlah besar determinan-sendiri tidak diproses sehingga tidak dikenali oleh sistem imun dan menjadi epitop rahasia yang bersifat imunogenik dan sel T yang

Upload: eka-septia

Post on 07-Apr-2018

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 1/15

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun

Definisi

Penyakit autoimun berkisar dari penyakit yang mengarahkan respon imun spesifik untuk 

melawan satu organ atau tipe sel tertentu dan menimbulkan kerusakan jaringan lokal hingga ke penyakit multisistem yang ditandai dengan autoantibodi dalam jumlah besar atau reaksi selular.

Etiologi

Kegagalan toleransi imun yang didukung oleh faktor genetik dan infeksi pada autoimunitas.

Infeksi pada autoimunitas misalnya, virus atau mikroba, pada streptococci dan organisme

klebsiella yang dapat menyerahkan epitop yng bereaksi silang kepada antigen sendiri.

Mekanisme

Kegagalan toleransi bisa terjadi

y  Kegagalan kematian sel yang diinduksi oleh aktivasi. Kelainan pada jalur lligan fas-fas

yang memungkinkan terjadinya proliferasi dan persistensi sel T autoreaktif dalam

 jaringan perifer.

y  Gangguan pada anergi sel T. Terjadi karean sel normal mengeluarkan konstimulator (B7)

karena adanya infeksi, nekrosis jaringan atau inflamasi ringan.

y  Pemintasan kebutuhan selB untuk bantuan sel T. Modifikasi determinan sel T suatu

antigen yang dihasilkan dari pembentukan kompleks dengan obat atau mikroorganisme.

y  Kegagalan supresi yang diperantarai oleh sel T , yang memungkinkan berkurangnya

fungsi sel T regulation atau sel T CD4+ yang bisa menekan proliferasi sel T lain.y  Mimikri molekular, agen infeksius memberikan epitop kepada antigen-diri, dan respon

imun yang melwan mikroba tersebut akan menghasilkan respon yang serupa terhadap

antigen-diri yang bereaksi silang.

y  Aktivasi limfosit poliklonal yang sebelumnya dipertahankan melalui anergi, tetapi anergi

tersebut dirangsang oleh mekanisme yang tidak tergantung antigen . beberapa mikroba

 beserta produknya mampu menyebabkan aktivasi poliklonal (yaitu antigen non-spesifik)

sel B, misalnya lipopolisakarida bakteri (endotoksin)

y  Pelepasan antigen terasing. Yaitu antigen yang diasingkan selama proses

 perkembangannya, antigen spermatozoa (terdapat di testis) dan antigen okular (terdapat

di mata) yang menyebabkan uvelitis pascatrauma dan orkhitis pascavasektomi.

y  Pajanan epitop-sendiri yang tersembunyi dan penyebaran epitop. Tiap-tiap protein-sendiri

yang determinan antigenik (epitop) yang relatif sedikit yang diproses secara efektif dan

disajikan. Selam perkembangannya, sebagian besar sel T yang mampu bereaksi dengan

epitop dominan dimusnahkan dalam timus atau menjadi anergik di perifer.

Sebaliknya, sejumlah besar determinan-sendiri tidak diproses sehingga tidak dikenali

oleh sistem imun dan menjadi epitop rahasia yang bersifat imunogenik dan sel T yang

Page 2: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 2/15

  bereaksi dengan epitop rahasia tersebut tidak dimusnahkan, menyebabkan penyakit

autoimun . Induksi sel T autoreaktif seperti itu kadang disebut sebagai penyebaran epitop

karena respon imun menyebar ke determinan yang pada mulanya tidak dikenali.

Macam macam penyakit autoimun

Systemic Lupus Erithematosus (SLE)

Kegaglan mempertahankan toleransi diri akibatnya terdapat autoantibodi dalam jumlah besar 

yang dapat merusak jaringan secara langsung atau dalam bentuk endapan kompleks imun. SLE

terutama menyerang kulit, ginjal, membran serosa, sendi dan jantung. Secara imunologis

 penyakit ini melibatkan susunan autoabtibodi termasuk antibodi antinuklear (ANA). Penyakit ini

lebih sering diderita oleh perempuan dan lebih berat menyerang oarng kulit hitam amerika.

Artritis Reumatoid

Artritis reumatoid pada dasarnya menyerang sendi untuk menghasilkan sinovitis proliferarif nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran tulangrawan sendi dan tulang

rawan dibawahnya dan menimbulkan kecacatan akibat artritis.

Penyakit ini tiga hingga limakali lebih sering menyerang perempuan daripada lelaki. Ra muncul

secara khas sebagai artritis simetris yang terutama menyerang sendi kecil pada tangan dan kaki,

  pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, siku dan bahu. Sendi yang terserang menunjukan

sinivitis kronis yang ditandai dengan:

1.  Hiperplasia dan proliferasi sel sinovial

2.  Infiltrat sel peradangan perivaskular padat( seringkali membentuk folikel limfoid) dalam

sinovium yang tersusun atas sel CD4+, sel plasma, dan makrofag

3.  Peningkatan vaskularis akibat angiogenesis

4.   Neutrofil dan agregat fibrin yang menalami organisasipad permukaan sinovial dan dalam

ruang sendi

5.  Peningkatan aktivitas osteoklas pada tulang di bawahnya sehingga terjadi penetrasi

sinovial dan erosi tulang

Terdapatnya panus yang dibentuk oleh sel epitel sinovial yang berproliferasi dan bercampur 

dengan sel radang, jaringan granulasi dan jaringan ikat fibrosa. Kemudian panus akan

 berkembang dan mengisi rongga sendi dan fibrinosis dan kalsifikasi selanjutnya menyebabkan

ankilosis permanen.

 Nodulus subkutan reumatoid juga bisa terjadi di sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah

atau pad atempat lain yang mudah terkena tekanan mekanis.  Nodulus ini berbentuk massa yang

kenyal, tidak nyeri tekan, oval atau bulat, berdiameter mencapai 2 cm, secara mikroskopisnya

nodulus ini ditandai dengan suatu fokus sentral nekrosis fibrinoid yang dipagari oleh suatu

 palisade makrofag, yang kemudian dikelilingi oleh jaringan garnulasi.

Page 3: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 3/15

R A merupakan suatu artritis poliartikular simetris, yang muncul pertama kali secara samar 

dengan rasa nyeri dan kaku sendi, terutama pada pagi hari. Kemudian sendi membesar, gerakan

sendi menjadi terbatas dan akan muncul ankilosis. Serangan vaskulitis pada ekstremitas dapat

menimbulkan fenomena Raynaud dan ulkus kronis pada kaki.

Artritis Reumatoid Juvenilis (JRA)

Menunjukan artritis idiopatik kronis pada anak anak. RF dan nodulus reumatoid tidak di

temukan. Adanya peradangan ekstraartikular dan sendi yang diserang lebih besar seperti lutut

siku dan pergelangan kaki sehinggga disebut  pausiartikular .

Spondiloartropati Seronegatif 

Ditandai dengan:

y  Perubahan patologis yang lebih sering bermula pada perlekatan ligamentum ke tulang

dari pada dalam sinoviumy  Ketrlibatan sendi sakroiliaka, denga atau tanpa artritis dalam sendi perifer lainya

y  Tidak ditemukannya RF

y  Berhubungan dengan HLA-B27

Sindrom Sjogren

Penyakit autoimun yang target utamanya adalah sel epitel duktus kelenjar eksokrin. Lebih sering

terjadi pada perempuan berusia 35-45 tahun. Pasien mengalami mulut kering, berkurangnya air 

mata, kelenjar saliva membesar akibat infiltrat limfosit. Kira-kira60% pasien sjogren disertai

dengan autoimun lain seperti R A

.manifestasi ekstragladularnya yaitu, sinovitis fibrinosis parudan neuropati perifer.

Sklerosis Sistemik (Skleroderma)

Dapat diklasifikasi menjadi 2:

y  Skleroderma difus, ditandai awalnya dengan serangan pada kulit yang meluas, dengan

 perkembangan cepat dan serangan dini pada organ dalam .

y  Skleroderma limitans, dengan serangan pada kulit yang relatif minimal, seringkali hanya

terbatas pada jari-jari tangan dan wajah, serangan pada wajah terjadi secara lambat.

Disebut juga dengan sindrom CREST (calsinosis, fenomena Raynaud, dismotilitasesofagus, sklerodaktili dan telangiektasia)

Miopati Inflamatoris

Kelompok ganguan yang diperantarai oleh imun menyebabkan cedera pada otot dan

inflamasi. Dikenal ada tiga gangguan yang relatif berbeda,  polimiositis, dermatomiositis dan

miositis badan inklusi. Seraca klinis, gangguan ini ditandai dengan kelemahan otot yang

Page 4: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 4/15

  biasanya simetris yang pada mulanya menyerang otot besar pada trunkus, leher, dan

ekstremitas. Pada dermatomiositis, ruam yang menyertainya (ada perubahan warna)

menyerang palpebra superior dan menyebabkan edema periorbita.

Penyakit Jaringan Ikat Campuran

Penyakit jaringan ikat campuran dapat muncul sebagai artritis, pembengkakan tangan,

fenomena Raynaud, dismotilitas esofagus. Miositis, leukopenia dan anemia, demam,

limfadenopati, dan/hipergammaglobulinemia. Istilah penyakit jaringan ikat campuran

digunakan untuk menunjukan beragam gambaran yang memberi petunjuk adanya SLE,

 polimiositis dan sklerosis sistemik.

Nodosa Poliarteritis dan Vaskulitis lainya

 Nodosa poliarteritis termasuk kedalam kelompok penyakit yang ditandai dengan adanya

inflamasi nekrotikans pada dinding pembuluh darah. Yang kemungkinan besar mempunyai

 patogenesis imun.

Istilah umum vaskulitis nekrotikans noninfeksiosa membedakan kondisi ini dengan kondisi

yang disebabkan oleh infeksi pembuluh darah secara langsung dan istilah tersebut berfungsi

untuk menekankan bahwa setiap jenis pembuluh darah dapat terkena (arteri,arteriol, vena

atau kapiler)

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Lupus Eritematosus Sistemik 

2.1 Definisi

Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai

dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi

sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh.Perjalanan penyakitnya

 bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan

akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.

2.2 Etiologi

Faktor pencetus:

Faktor genetik yaitu mutasi pada HLA DR2/3/4/5 yang menyebabkan sistem imun terlalu

reaktifsehingga antigen tubuh sendiri pun dikenal sebagai antigen asing sehingga diserang dan

membentukkomples imun.Selain itu, bisa terjadi karena defisiensi penghancur kompleks imun

sepertikomplemen, mutasi pada perangkat-perangkat dalam sistem imun seperti ligan apoptosis

FasL/Fasyang menyebabkan apoptosis melemah dan pembersihan kompleks imun tidak bersih.

Faktor non genetik berupa pajanan terhadap zat kimia seperti merkuri, sinar UV, konsumsi

obatprobenesid dan hidralazin yang memicu autoimun, maupun faktor hormonal esterogen yang

Page 5: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 5/15

terlalutinggi sehingga prevalensi LES kebanyakan terdapat pada wanita pada masa produktif 15-

40 tahun.Esterogen menekan Tsupressor sehingga tidak ada perangkat sistem imun yang dapat

menekanterlalu aktifnya sistem imun tubuh

2.3 Patogenesis

Diduga terbentuknya komplek imun (D NA dan anti-D NA) merupakan ciri

imunopatologis lupus.Antibodi yang mengikat nukleosum (D NA dan histon) dapat terjadi di

ginjal dan membentukkompleks imun in situ.Baik komplek imun yangdibentuk dalam sirkulasi

atau insitu berperan dalamterjadinya kerusakan ginjal, kulit, pleksus koroid diotak dan jaringan

lainnya.SLE ditandai oleh terjadinya penyimpangansistem imun yang melibatkan sel T, sel B dan

sel-selmonosit.Akibatnya terjadi aktivasi sel B poliklonal, meningkatnya jumlah sel yang

menghasilkanantibodi, hy pergammaglobulinemia,   produksiautoantibodi dan terbentuknya

kompleks imun.

Aktivasi sel B poliklonal tersebut akan membentukantibodi yang tidak spesifik yangdapat bereaksiterhadap berbagai jenis antigen termasuk antigentubuh sendiri. Terdapat bukti

  bahwa sel B pasienSLE lebih sensitif terhadap stimulasi sitokin seperti IL-6. Jumlah sel B

didapatkan meningkat di darahtepi pada setiap tahapan aktivasinyaSintesis dan sekresi

autoantibodi pada pasienSLE diperantarai oleh interaksi antara CD4+ danCD8+ sel T hel  per, dan

duoble negative T cells(CD4- CD8-) dengan sel B. Terjadi kegagalanfungsi dari aktivitas supresi

CD8+ sel T su ppressor dan sel  NK terhadap aktivitas sel B. CD8+ sel T dan sel  NK pada pasien

SLE tidak mampu mengatursintesis dari imunoglobulin poliklonal dan produksiautoantibodi.

Gagalnya supresi terhadap sel Bmungkin merupakan salah satu faktor yangmenyebabkan

 penyakit berlangsung terus.

Pembersihan (clearance) dari kompleksimun oleh sistem fagosit-makrofag juga

mengalamigangguan pada SLE sehingga akan menghambat eliminasi kompleks imun dari

sirkulasi dan jaringan. Hal ini diduga akibat dari penurunan jumlah CR1 yang merupakan

reseptor untuk komplemen dan terjadi gangguan fungsi dari reseptor pada permukaan sel.

Gangguan clearance ini juga diduga akibat dari ketidakadekuatan fagositosis IgG2 dan

IgG3.Pada pasien SLE juga ditemukan defek pada produksi sitokin. Penurunan produksi IL-1

dan IL-2 dapat berpengaruh terhadap fungsi sel T dan sel B. Di samping itu ditemukan pula

 penurunan respon sel Ts terhadap IL-2 yang mengakibatkan fungsinya menurun sehingga fungsi

sel Th seakan lebih meningkat. Sebaliknya hiperreaktivitas sel B dapat disebabkan oleh

hipersensitivitas sel Th terhadap IL-2.Saat ini ditemukan bahwa IL-10 juga memegang peranan penting dalam patogenesis

SLE.IL-10 merupakan sitokin dari Th2 yang bekerja sebagai stimulasi yang kuat dari proliferasi

dan diferensiasi sel B dan mediator yang penting dari aktivasi sel B poliklonal pada

SLE.Produksi IL-10 dan konsentrasi IL-10 plasma lebih tinggi pada pasien SLE dan ini

 berkorelasi dengan aktivitas penyakit.

Page 6: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 6/15

Pada pasien SLE juga terjadi kegagalan dalam produksi IL-12.Sehingga diduga adanya

disregulasi dari keseimbangan IL-10 dan IL-12 memegang peranan penting terhadap gagalnya

respon imun selular pada pasien SLE.Meningkatnya apoptosis pada SLE menyebabkan

meningkatnya kebocoran antigen intraseluler yang dapat merangsang respon autoimun dan

  berpartisipasi dalam pembentukan kompleks imun. Dalam keadaan normal sel-sel yang

mengalami apoptosis akan dimakan oleh makrofag pada fase awal dari apoptosis tanpa

merangsang terjadinya inflamasi dan respon imun. Terjadinya defek pada clearance dari sel-sel

apoptosis diduga akibat dari defek dalam jumlah dan kualitas dari protein komplemen seperti C2,

C4 atau C1q.

Beberapa studi menunjukkan bahwa terjadinya autoantibodi pada SLE akibat 2

  perubahan mayor yaitu meningkatnya apoptosis limfosit dan monosit dalam sirkulasi dan

kesalahan dalam pengenalan autoantigen yang dilepaskan selama apoptosis.

2.4 Manifestasi klinis

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi.Penyakit dapat timbul

mendadak disertai tanda-tanda terkenanyaberbagai sistem dalam tubuh.Dapat juga menahun

dengan gejalapada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanyasistem imun.Pada

tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbasi.Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktorpresipitasi seperti kontak dengan

sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan

dantrauma fisis/psikis.Setiap serangan biasanya disertai gejala umumyang jelas seperti demam,

malaise, kelemahan, nafsu makanberkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas.Yang

 palingmenonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.

a. Gejala Muskuloskeletal

Gejala yang sering pada SLE ialah gejalamuskuloskeletal, berupa artritis atau artralgia (93 %)

danacapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling seringterkenal ialah sendi

interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut,pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan

 pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan nyeri mungkin juga terdapatefusi sendi yang

 biasanya termasuk kelas I (non-inflamasi) ;kadang-kadang termasuk kelas II (inflamasi). Kaku

 pagi hari jarang ditemukan.Mungkin juga terdapat nyeri otot dan miositis.Artritis biasanya

simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau reumatoid. Nekrosis avaskular dapat

terjadi pada berbagai tempat, dan terutama ditemukan pada pasien yang mendapat pengobatandengan steroid dosis tinggi.Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris. 

 b. Gejala mukokutan

Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus SLE.Lesi kulit

yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid dan

lividoretikularis.Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan

Page 7: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 7/15

diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak 

edematous pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat,kelainan ini dapat

sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yangterkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang

terjadi karena hipersensitivitas ( photo-hy persensitivity).Lesi initermasuk lesi kulit akut. Lesi kulit

subakut yang khas berbentu kanular.Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema,

hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup

sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lamaakan terbentuk 

sikatriks.

Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang

  besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis, suatu bentuk 

vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah

  bulla (dapat menjadi hemoragik), ekimosis, petekie dan purpura.Kadang-kadang terdapat

urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan antihistamin.Biasanya menghilang

 perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang secara klinis dan serologis.

Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi.Ulserasi selaput lendir 

  paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri.Terjadi perbaikan spontan kalau

 penyakit mengalami remisi. Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi

dengan aktivitaspenyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda.

c. Ginjal

Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE.Manifestasi paling sering ialah

 proteinuria dan atau hematuria .Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi;hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.

Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan

nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelainan yang paling

 berat.Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal

sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan.Ditandai dengan

sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang

mungkinberlangsung cepat atau lambat tapi progresif.

Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLEialah pielonefritis kronik,

tuberkulosis ginjal dan sebagainya.Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematianSLEkronik.

d. Kardiovaskular 

Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampaiberat (efusi perikard), iskemia

miokard dan endokarditisverukosa (Libman Sacks).

Page 8: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 8/15

e. Paru

Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripadayang bilateral.Mungkin

ditemukan sel LE (lamp. dalam cairanpleura.Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi

yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain

seperti infeksi virus, jamur,tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan.

f. Saluran Pencernaan

 Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang)

dan diare.Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan

adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan olehperitonitis steril atau arteritis pembuluh

darah keci lmesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus.Arteritis dapat juga

menimbulkan pankreatitis.

g. Hati dan Limpa

Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang disertai ikterus.

Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/ kembali normal.

h.Kelenjer Getah Bening

Pembesaran kelenjer getah bening sering ditemukan (50%).Biasanya berupa limfa

denopati difus dan lebih sering pada anak-anak.Limfadenopati difus ini kadang-kadang disangka

sebagai limfoma.

i. Kelenjer Parotis

Kelenjer parotis membesar pada 6 % kasus SLE.

 j. Susunan Saraf Tepi

 Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorikdan motorik.Biasanya bersifat

sementara.

k. Susunan Saraf Pusat

Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan

kejang-kejang.Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE

 pada sistem-sistem lainnya.Pasien menunjukkan gejala delusi/halusinasi disamping gejala khas

kelainan organik otak seperti disorientasi, sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat

kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.

Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat

dibedakan dengan psikosis penyakit SLE.Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui denga

nmenurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai.Psikosis penyakit SLE membaik jika

dosis steroid dinaikkan, sedangkan psikosis steroid sebaliknya.

Page 9: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 9/15

Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipegrandmal. Kelainan lain yang mungkin

ditemukan ialah korea ,kejang tipe Jackson, paraplegia karena mielitis transversal, hemiplegia,

afasia dan sebagainya.Mekanisme terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas

Faktor-faktor yang memegang peran antara lain vaskulitis, deposit gamaglobulin di pleksus

koroideus.

l. Mata

Kelainan mata dapat berupa konjungtivitis, edemaperiorbital, perdarahan subkonjungtival,

uveitis dan adanyabadan sitoid di retina.

LI. 3. Mampu Menjelaskan Pemeriksaan Laboratorium Untuk Diagnosis Penyakit

Autoimun

3.1 Diagnnosis

Pada tahun 1982, American Rheumatism Association(A

R A

) menetapkan kriteria baruuntuk klasifikasi penyakit SLE eritematosus sistemik. Kriteria ini merupakan perbaikan dari

kriteria yang lama, yang diajukan pada tahun 1971.

Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika pada salah satu periode pengamatan ditemukan 4

kriteria atau lebih dari 11 kriteria dibawah ini, baik secara berturut-turut maupun serentak.

1.  Ruam (rash) di daerah malar 

Ruam berupa eritema terbatas, rata atau meninggi,letaknya di daerah malar, biasanya

tidak mengenai lipatnasolabialis.

2.  Lesi diskoid

Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggidengan sisik keratin yang melekatdisertai penyumbatanfolikel.Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks.

3.  Fotosensitivitas

Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormalterhadap cahaya matahari.Hal ini

diketahui melaluianamnesis atau melalui pengamatan dokter.

4.  Ulserasi mulut

Ulserasi di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri, diketahui melalui

 pemeriksaan.

5.  Artritis

Artritis non-erosit yang mengenai 2 sendi periferditandai oleh nyeri, bengkak atau

efusi.

6.  Serositis

a.  Pleuritis adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura oleh

dokter atau adanya efusi pleura.

 b.  Perikarditis Diperoleh dari gambaran EK G atau terdengarnya bunyi gesekan perikard

atau adanya efusi perikard.

Page 10: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 10/15

7. Kelainan ginjal

a.  Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau > 3+.atau

 b.  Ditemukan silinder sel, mungkin eritrosit, hemoglobulingranular, tubular atau campuran.

8. Kelainan neurologis

a.  Kejang yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yangdapat menyebabkan atau

kelainan metabolik sepertiuremia, ketosidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.

 b.  Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obatyang dapat menyebabkannya atau

kelainan metabolikseperti uremia, ketosidosis dan gangguan keseimbanganelektrolit.

9. Kelainan hematologik 

a.  Anemia hemolitik dengan retikulositosis atau

 b.  Leukopenia, kurang dari 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih

c.  Limfopenia, kurang dari 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih

d.  Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3, tanpa adanya obat yang mungkin

menyebabkannya.

10.Kelainan imunologia.  Adanya sel LE

 b.  Anti D NA : antibodi terhadap native D NA (anti-dsD NA)dengan titer abnormal.

c.  Anti-Sm : adanya antibodi terhadap antigen inti ototpolos.

d.  Uji serologi untuk sifilis yang positif semu selama palingsedikit 6 bulan dan diperkuat

oleh uji imobilisasi Treponema palidum atau uji fluoresensi absorpsi antibody treponema.

11.Antibodi antinuklear 

Titer abnormal antibodi antinuklear yang diukurdengan cara imunofluoresensi atau cara

lain yang setarapada waktu yang sama dan dengan tidak adanya obat-obatyang berkaitan dengan

sindrom penyakit SLE karena obat.

3.2 Pemeriksaan Penunjang

Autoantibodi merupakan bagian integral dari proses klasifikasi dan deteksi beberapa

 penyaki tyang diperantarai oleh autoimun. Antibodi antinuklear (ANA) ditemukan 40 tahun yang

lalu dan diduga terdapat kaitan yang erat dengan SLE.Antibodi antinuklear bukan hanya

merupakan satu jenis antibodi, tetapi terdapat berbagai antibodi yang berbeda yang berkaitan

dengan penyakit dan manifestasinya.ANA adalah antibodi terhadap inti sel baik membran inti

maupun D NA.Target antigen sangat heterogen dan bervariasi dalam satu penyakit.

ANA tes merupakan penapisan awal yang efektif pada pasien dengan gambaran klinis

SLE.Lebih lanjut pada pasien dengan ANA positif perlu dilakukan pemeriksaan jenis

autoantibodi yang lebih spesifik seperti anti-dsD NA.Pada criteria diagnosis SLE menurut ACR 

1982 disebutkan titer abnormal ANA tetapi tidak disebutkan nilai batas tersebut.Secara umum

 bisa dikatakan semakin tinggi titer ANA semakin berarti terutama pada pasien muda.A pabila

ANA negatif maka kemungkinan SLE sangat kecil. Pada pasien SLE dengan ANA negative ini

ternyata apabila diperiksa dengan ELISA yang sensitif didapatkan anti Ro dan La positif hampir 

Page 11: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 11/15

100% .Pada SLE yang sebelumnya ANA positif bisa menjadi negatif saat remisi.Hal ini

didapatkan pada 10-20 kasus terutama pasien yang mengalami gagal ginjal.

Menghilangnya ANA pada pasien yang sebelumnya positif tidak bisa diasumsikan

 bahwaperjalanan SLE sudah selesai.Hingga saat ini belum diketahui kaitan antara tingginya titer 

ANA denganmanifestasi klinis, aktivitas penyakit maupunkecendrungan untuk terjadi

kekambuhan.Metodepemeriksaan yang sering digunakan untukpemeriksaan ANA adalah

indirectimmunofluorescence dan ELISA.ANA yang palingmemiliki makna klinis adalah IgG.

Antibodi antinuklear juga positif padasebagian kasus sindrom sjogren, scleroderma ,

mixedconnective-tissue disease dan SLE yang diakibatkanoleh obat.Beberapa penyakit non

rheumatik yangjuga sering menunjukkan tes yang positif terhadap antibodi antinuklear meliputi

 penyakit infeksiseperti HIV, hepatitis virus. Penyakit tiroid olehkarena autoimun misalnya

 graves disease,hashimoto thyroiditis. 

ANA tes yang positif pada pasien tanpa gejala klinis SLE memerlukan interpretasi

yanghati-hati.Dilakukannya skrening asimptomatik lebih sering memberi hasil yang false

 positif daripada true  positif dan tidak memberikanperbaikan outcome klinis dan sebagian besar darimereka ternyata tidak pernah menjadi SLE.

1.  Antibodi anti DNA untai ganda (anti ds-DNA)

Jadi pemeriksaan antidsD NA memiliki dua kegunaan klinis penting yaitupertama untuk 

diagnosis (titer tinggi anti dsD NAmemiliki spesifisitas lebih dari 90% pada SLE),yang kedua

untuk kewaspadaan terhadap terjadinyakekambuhan apabila terjadi peningkatan titer 

danmeningkatnya risiko lupus nefritis bila didapatkananti dsD NA kadar tinggi terutama bila

disertai kadarkomplemen serum yang rendah. Antibodi antidsD NA dapat menyebabkan kelainan

ginjal(glomerulonefritis) melalui beberapa cara yaitupertama anti dsD NA membentuk kompleks

denganD NA yang kemudian secara pasif terjebak dalamglomerulus dan kedua secara langsunganti dsD NAmenempel pada struktur glomerolus. Anti dsD NAyang yang berhubungan dengan

aktivitas penyakitadalah isotipe IgG.

2. Antibodi antihistone

Antibodi antihistone didapatkan pada 24-95% pasien SLE.Belum didapatkan bukti

kuatkaitan antara titer antihistone dengan gambaranklinik dan aktivitas penyakit

SLE.Antihistondidapatkan pada 67-100% pasien lupus imbas obat.Pada lupus imbas obat

ditandai oleh adanyaantihiston IgG anti H2AH2B/D NA kompleks,sedang antibodi terhadap

dsD NA, Sm, U1-R  NP,Ro, La antigen yang merupakan karakteristikkeadaan autoimun umumnya

negatif pada lupusimbas obat. Hal inilah yang membedakan antaralupus imbas obat dan SLE.

3. Anti Ro/SSA dan anti La/SSB

Anti Ro dan La didapatkan kurang dariseparuh pasien SLE dan hanya

seperlimanyamemiliki titer yang mampu membentuk presipitin.Anti Ro pada SLE

 berkaitandengan ruam kulit fotosensitif, interstisiil  pneumonitis dan trombositopenia.Dilaporkan

Page 12: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 12/15

antiRo dan ANA positif pada pasien dengan immunetrombositopenia mendahului 14 tahun

sebelumpasien memenuhi kriteria untuk SLE. Anti Ro jugaberkaitan dengan neonatal lu pus

dermatitis, subacute cutaneus lu pus dan com plete congenitalheart block . Pada penelitian lebih

lanjut didapatkanbahwa yang berperan terhadap terjadinya com pletecongenital heart block ini

adalah anti-52-kdRo/SSA antibodi, sedang anti-60-kd Ro/SSAantibodi mengakibatkan ganguan

konduksi yanglebih ringan. Dilaporkan bahwa dari pasien-pasienSLE dengan anti Ro positif,

kelainan ginjal akan terjadi hanya pada pasien yang tanpa disertai anti La. Antibodi isotipe IgG 

memiliki relevansi klinikyang lebih bear dibanding isotipe lainnya.

4. Antibodi anti-Sm dan anti RNP

Anti-Sm dan anti-R  NP merupakanautoantibodi terhadap small nuclearribonucleo protein

(snR  NP).Antibodi anti-SMmerupakan petanda diagnostik penting dari SLE dan merupakan satu

dari sebelas kriteria diagnosis SLEmenurut ACR 1982.Anti SM titer tinggi sangatspesifik untuk 

SLE.Anti-SM jarang ditemukantanpa anti-R  NP.Anti R  NP lebih sering ditemukantetapi kurang

spesifik pada SLE.

5. Antibodi anti-ribosomal P

Antibodi anti-ribosom dikaitkan denganmanifestasi neuropsikiatri SLE terutama dengan

lupus psikosis.

6. Antibodi antifosfolipid

Antibodi antifospolipid merupakan antibody yang ditujukan terhadap fospolipid

 bermuatannegatif dari membran sel. Autoantibodi ini dikaitkandengan trombosis arteri dan vena,

abortus berulangdan trombositopenia yang lebih dikenal dengansindrom antifospolipid (APS).Pada awalnyaterdapat tiga serangkaian antibodi antifospolipidyaitu false  positif test for sy philis,

antikoagulanlupus (LA) dan antibodi antikardiolipin (ACA).Pasien-pasien dengan false  positif 

test for sy philis berisiko untuk terjadinya lupus dan penyakitjaringan ikat lainnya (5-19%) tetapi

tidak jelasmeningkatkan risiko terjadinya trombosis dan keguguran.ACA dapat ditemukan pada

30-50%sedang LA hanya didapatkan pada sekitar 20%penderit SLE.

Adanya antibodi antifospolipidini meningkatkan risiko trombosis. Pada saat ini

antibodi antifospolipid yang digunakan sebagaikriteria laboratorium sindrom antifospolipid

adalahantibodi antikardiolipin IgG dan atau IgM dalamdarah dengan kadar sedang atau kadar 

tinggi padadua kali pemeriksaan atau lebih dengan interval waktu 6 minggu.

7. Antibodi antieritrosit

Antibodi antieritrosit yang dideteksi dengantest antiglobulin (Combs test) terdiri dari dua

 jenisyaitu antibodi yang berikatan dengan permukaancirculating erythrocyt e (dideteksi dengan

directcombs test ) dan free anti red blood cell antibodyyang dideteksi dengan indirect combs

test .Pemeriksaan lain dapat digunakan untuk deteksiautoantibodi ini adalah ELISA dan

Page 13: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 13/15

radioassay,tetapi pada sebagian besar laboratorium combs testmasih merupakan pemeriksaan

standar untukantibodi antieritrosit.

Autoantibodi inidikelompokan menjadi dua tipe utama yaitu warmty pe antibody dancold 

ty pe antibody.Pada SLE danAIHA idiopatik terutama adalah warm ty pe.Warmty pe antibody ini

 biasanya adalah IgG, sedang coldty pe antibody biasanya IgM. Pada hasil pemeriksaandirect 

Combs test terdapat tiga pola reaktivitasyaitu: tipe I: IgG, IgM dan IgA baik sendiri

maupunkombinasi terdapat pada permukaan eritrosit. TipeII: immunoglobulin dan komponen

komplementerikat pada permukaan eritrosit dan tipe III : hanya didapatkan komponen

komplemen pada permukaaneritrosit. Tipe I ini biasanya didapatkan pada AIHAidiopatik, tipe II

dan III adalah tipe yang biasanyadidapatkan pada SLE.

3.3 Tatalaksana dan Rehabilitasi

1.  Pasien lupus dapat di beri pendidikan, mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan

 penyakit, komplikasi, prognosis dan sebagainya), sehinggadapat bersikap positif.2.  Beberapa prinsip dasar tindakan untuk meningkatkan kulaitas hidup pasien SLE

y  Monitoring kesehatan yang teratur 

y  Lakukan latihan atau kegiatan yang menggunakan tenaga sedikit seperti jalan kaki,

 berenang dan bersepeda

y  .Istirahat yang cukup

y  Makan makanan yang sehat, bergizi dan seimbang, kurang imakanan tinggi lemak 

 jenuh dan makanan yang mengandun gmengandung L-Canavantine dan pristane

seperti taoge dan rebung.

y  Hindari rokok, tembakau memberikan efek negativeterhadap jantung, paru-paru dan

lambung.

y  Hindari alcohol: alkohol dapat berinteraksi dengan obat-obatan yangdikonsumsi yang

mengakibat masalah serius pada lambung danusus bahkan bisa mengakibatkan ulkus

y  Mengatasi infeksi, missal: demam

y  Jadilah teman yang baik yang dapat membangun rasa percaya

y  Cari tahu tentang penyakit , menyimpan catatan tenteng penyakit dari bagian tubuh

mana yang dipenaruhi SLE

y  Minta pertolongan

y  Fotoproteksi

3.  Obat-obatan:

NSAID dan Salisilat

 NSAID terutama dipakai pada SLE dengan gejala ringan.Sering juga dipakai

  bersama-sama dengan kortikosteroid untukmengurangi dosis kortikosteroid. Dapat

dipakai sebagai terapisimtomatis pada artritis/artralgia, mialgia dan demam :

Preparatsalisilat atau preparat lain seperti indometasin (3 x 25 mg/hari),asetaminofen (6 x

Page 14: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 14/15

650 mg/hari) dan ibuprofen (4 x 300-400 mg/hari).Ini harus disertai dengan istirahat yang

cukup. Terapi simtomatis lainmisalnya diperlukan pada ::

- Eritema : Terapi lokal dengan krem atau salep kortikosteroid

-Ulserasi mulut dan nasofaring diberi terapi lokal

- Fenomen Raynoud

Pencegahan timbulnya fenomen ini diusahakan dengan  protective clothing .

K ortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang sangat penting dalam pengobatan SLE.Dapat

digunakan secara topikal untuk manifestasi kulit, dalam dosis rendah untuk aktivitas minor dan

dalam dosis tinggi untuk aktivitas mayor.

Pada keadaan yang berat, terutama gangguan susunan saraf pusat dengan kejang-kejang

dan psikosis, diberikan prednison dosistinggi (100-200 mg/hari atau 2 mg/kg berat badan/hari).

Setelah kelainan klinis menjadi tenang, dosis kortikosteroid diturunkan (ta pering ) dengan

kecepatan 2,5-5,0 mg/minggu sampai dicapai dosis pemeliharaan yang diberikan selang sehari.Jika terdapat kelainan ginjal, perlu dilakukan biopsi ginjal untuk memastikan jenis

kerusakan ginjal.Glomerulus nefritis penyakit SLE fokal memberikan respon yang baik terhadap

  pengobatan atau dapat sembuh spontan. Biasanya diberikan prednison atau prednisolon 40-60

mg/ hari selama beberapa minggu sampai gejala klinis menghilang,diteruskan dengan dosis

 pemeliharaan.

Pada kerusakan fokal yang berat, glomerulonefritis difus atau membranosa, pemberian

dosis tinggi (prednison atau prednisolon 150-200 mg/hari) ternyata dapat memberikan perbaikan

 pada beberapa pasien.

Obat AntimalariaObat antimalaria efektif dalam mengatasi manifestasi kulit,muskuloskeletal dan kelainan

sistemik ringan pada SLE. Kadang-kadang juga terdapat adenopati hilus serta kelainan paru

ringan dan artralgia ringan.Preparat yang paling sering dipakai ialah klorokuin atau

hidroksiklorokuin dengan dosis 200-500 mg/hari.Selama pemakaian obat ini pasien harus kontrol

ke Ahli Mata setiap 3-6bulan, karena adanya efek toksik berupa degenerasi makula.Mekanisme

kerjanya belum diketahui, tetapi beberapa kemungkinan telah diajukan seperti antiinflamasi,

imunosupresif, fotoprotektif dan stabilisasi nukleprotein.Klorokuin mengikat D NA, sehingga

tidakdapat bereaksi dengan anti-D NA.

Obat imunosupresif 

Biasanya obat imunosupresif diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.Pemakaiannya

didasarkan atas efeknya terhadap fungsi imun.Penggunaan obat imunosupresif sebenarnya masih

diperdebatkan.Umumnya hanya dianjurkan pada kasus gawat atau lesi difus dan membranosa

 pada ginjal yang tidak memberika nrespons baik terhadap kortikosteroid dosis tinggi.

Page 15: lupus fix

8/6/2019 lupus fix

http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 15/15

Yang paling sering dipakai ialah azatioprin dan siklofosfamid.Dosis awal azatioprin

adalah 3-4 mg/hari, kemudian diturunka nmenjadi 1-2 mg/kg berat badan/hari jika timbul gejala

toksik.Siklofosfamid diberikan dengan dosis 100-150 mg/hari.Diduga efek kedua obat ini pada

SLE lebih bertindak sebagai antivirus daripada sebagai obat imunosupresif.

Lain-lain

� Metrotreksat 

� Siklosporin A : mungkin diperlukan pada wanita hamil 

� Imunoglobulin intravena : untuk trombositopenia 

Infus plasma : untuk SLE yang disertai defisensi C2

� Retinoid dan metabolitnya : untuk lesi kulit diskoid dan subakut yang refraketer terhadap

 pengobatan biasa 

� Dapson dan talidomid : untuk lesi kulit yang berat 

Sumber :

Robin.2010. patologi anatomi ed.7

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/8_lupus%20eritematosus.pdf  

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/7_edited.pdf