lupus fix
TRANSCRIPT
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 1/15
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun
Definisi
Penyakit autoimun berkisar dari penyakit yang mengarahkan respon imun spesifik untuk
melawan satu organ atau tipe sel tertentu dan menimbulkan kerusakan jaringan lokal hingga ke penyakit multisistem yang ditandai dengan autoantibodi dalam jumlah besar atau reaksi selular.
Etiologi
Kegagalan toleransi imun yang didukung oleh faktor genetik dan infeksi pada autoimunitas.
Infeksi pada autoimunitas misalnya, virus atau mikroba, pada streptococci dan organisme
klebsiella yang dapat menyerahkan epitop yng bereaksi silang kepada antigen sendiri.
Mekanisme
Kegagalan toleransi bisa terjadi
y Kegagalan kematian sel yang diinduksi oleh aktivasi. Kelainan pada jalur lligan fas-fas
yang memungkinkan terjadinya proliferasi dan persistensi sel T autoreaktif dalam
jaringan perifer.
y Gangguan pada anergi sel T. Terjadi karean sel normal mengeluarkan konstimulator (B7)
karena adanya infeksi, nekrosis jaringan atau inflamasi ringan.
y Pemintasan kebutuhan selB untuk bantuan sel T. Modifikasi determinan sel T suatu
antigen yang dihasilkan dari pembentukan kompleks dengan obat atau mikroorganisme.
y Kegagalan supresi yang diperantarai oleh sel T , yang memungkinkan berkurangnya
fungsi sel T regulation atau sel T CD4+ yang bisa menekan proliferasi sel T lain.y Mimikri molekular, agen infeksius memberikan epitop kepada antigen-diri, dan respon
imun yang melwan mikroba tersebut akan menghasilkan respon yang serupa terhadap
antigen-diri yang bereaksi silang.
y Aktivasi limfosit poliklonal yang sebelumnya dipertahankan melalui anergi, tetapi anergi
tersebut dirangsang oleh mekanisme yang tidak tergantung antigen . beberapa mikroba
beserta produknya mampu menyebabkan aktivasi poliklonal (yaitu antigen non-spesifik)
sel B, misalnya lipopolisakarida bakteri (endotoksin)
y Pelepasan antigen terasing. Yaitu antigen yang diasingkan selama proses
perkembangannya, antigen spermatozoa (terdapat di testis) dan antigen okular (terdapat
di mata) yang menyebabkan uvelitis pascatrauma dan orkhitis pascavasektomi.
y Pajanan epitop-sendiri yang tersembunyi dan penyebaran epitop. Tiap-tiap protein-sendiri
yang determinan antigenik (epitop) yang relatif sedikit yang diproses secara efektif dan
disajikan. Selam perkembangannya, sebagian besar sel T yang mampu bereaksi dengan
epitop dominan dimusnahkan dalam timus atau menjadi anergik di perifer.
Sebaliknya, sejumlah besar determinan-sendiri tidak diproses sehingga tidak dikenali
oleh sistem imun dan menjadi epitop rahasia yang bersifat imunogenik dan sel T yang
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 2/15
bereaksi dengan epitop rahasia tersebut tidak dimusnahkan, menyebabkan penyakit
autoimun . Induksi sel T autoreaktif seperti itu kadang disebut sebagai penyebaran epitop
karena respon imun menyebar ke determinan yang pada mulanya tidak dikenali.
Macam macam penyakit autoimun
Systemic Lupus Erithematosus (SLE)
Kegaglan mempertahankan toleransi diri akibatnya terdapat autoantibodi dalam jumlah besar
yang dapat merusak jaringan secara langsung atau dalam bentuk endapan kompleks imun. SLE
terutama menyerang kulit, ginjal, membran serosa, sendi dan jantung. Secara imunologis
penyakit ini melibatkan susunan autoabtibodi termasuk antibodi antinuklear (ANA). Penyakit ini
lebih sering diderita oleh perempuan dan lebih berat menyerang oarng kulit hitam amerika.
Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid pada dasarnya menyerang sendi untuk menghasilkan sinovitis proliferarif nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran tulangrawan sendi dan tulang
rawan dibawahnya dan menimbulkan kecacatan akibat artritis.
Penyakit ini tiga hingga limakali lebih sering menyerang perempuan daripada lelaki. Ra muncul
secara khas sebagai artritis simetris yang terutama menyerang sendi kecil pada tangan dan kaki,
pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, siku dan bahu. Sendi yang terserang menunjukan
sinivitis kronis yang ditandai dengan:
1. Hiperplasia dan proliferasi sel sinovial
2. Infiltrat sel peradangan perivaskular padat( seringkali membentuk folikel limfoid) dalam
sinovium yang tersusun atas sel CD4+, sel plasma, dan makrofag
3. Peningkatan vaskularis akibat angiogenesis
4. Neutrofil dan agregat fibrin yang menalami organisasipad permukaan sinovial dan dalam
ruang sendi
5. Peningkatan aktivitas osteoklas pada tulang di bawahnya sehingga terjadi penetrasi
sinovial dan erosi tulang
Terdapatnya panus yang dibentuk oleh sel epitel sinovial yang berproliferasi dan bercampur
dengan sel radang, jaringan granulasi dan jaringan ikat fibrosa. Kemudian panus akan
berkembang dan mengisi rongga sendi dan fibrinosis dan kalsifikasi selanjutnya menyebabkan
ankilosis permanen.
Nodulus subkutan reumatoid juga bisa terjadi di sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah
atau pad atempat lain yang mudah terkena tekanan mekanis. Nodulus ini berbentuk massa yang
kenyal, tidak nyeri tekan, oval atau bulat, berdiameter mencapai 2 cm, secara mikroskopisnya
nodulus ini ditandai dengan suatu fokus sentral nekrosis fibrinoid yang dipagari oleh suatu
palisade makrofag, yang kemudian dikelilingi oleh jaringan garnulasi.
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 3/15
R A merupakan suatu artritis poliartikular simetris, yang muncul pertama kali secara samar
dengan rasa nyeri dan kaku sendi, terutama pada pagi hari. Kemudian sendi membesar, gerakan
sendi menjadi terbatas dan akan muncul ankilosis. Serangan vaskulitis pada ekstremitas dapat
menimbulkan fenomena Raynaud dan ulkus kronis pada kaki.
Artritis Reumatoid Juvenilis (JRA)
Menunjukan artritis idiopatik kronis pada anak anak. RF dan nodulus reumatoid tidak di
temukan. Adanya peradangan ekstraartikular dan sendi yang diserang lebih besar seperti lutut
siku dan pergelangan kaki sehinggga disebut pausiartikular .
Spondiloartropati Seronegatif
Ditandai dengan:
y Perubahan patologis yang lebih sering bermula pada perlekatan ligamentum ke tulang
dari pada dalam sinoviumy Ketrlibatan sendi sakroiliaka, denga atau tanpa artritis dalam sendi perifer lainya
y Tidak ditemukannya RF
y Berhubungan dengan HLA-B27
Sindrom Sjogren
Penyakit autoimun yang target utamanya adalah sel epitel duktus kelenjar eksokrin. Lebih sering
terjadi pada perempuan berusia 35-45 tahun. Pasien mengalami mulut kering, berkurangnya air
mata, kelenjar saliva membesar akibat infiltrat limfosit. Kira-kira60% pasien sjogren disertai
dengan autoimun lain seperti R A
.manifestasi ekstragladularnya yaitu, sinovitis fibrinosis parudan neuropati perifer.
Sklerosis Sistemik (Skleroderma)
Dapat diklasifikasi menjadi 2:
y Skleroderma difus, ditandai awalnya dengan serangan pada kulit yang meluas, dengan
perkembangan cepat dan serangan dini pada organ dalam .
y Skleroderma limitans, dengan serangan pada kulit yang relatif minimal, seringkali hanya
terbatas pada jari-jari tangan dan wajah, serangan pada wajah terjadi secara lambat.
Disebut juga dengan sindrom CREST (calsinosis, fenomena Raynaud, dismotilitasesofagus, sklerodaktili dan telangiektasia)
Miopati Inflamatoris
Kelompok ganguan yang diperantarai oleh imun menyebabkan cedera pada otot dan
inflamasi. Dikenal ada tiga gangguan yang relatif berbeda, polimiositis, dermatomiositis dan
miositis badan inklusi. Seraca klinis, gangguan ini ditandai dengan kelemahan otot yang
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 4/15
biasanya simetris yang pada mulanya menyerang otot besar pada trunkus, leher, dan
ekstremitas. Pada dermatomiositis, ruam yang menyertainya (ada perubahan warna)
menyerang palpebra superior dan menyebabkan edema periorbita.
Penyakit Jaringan Ikat Campuran
Penyakit jaringan ikat campuran dapat muncul sebagai artritis, pembengkakan tangan,
fenomena Raynaud, dismotilitas esofagus. Miositis, leukopenia dan anemia, demam,
limfadenopati, dan/hipergammaglobulinemia. Istilah penyakit jaringan ikat campuran
digunakan untuk menunjukan beragam gambaran yang memberi petunjuk adanya SLE,
polimiositis dan sklerosis sistemik.
Nodosa Poliarteritis dan Vaskulitis lainya
Nodosa poliarteritis termasuk kedalam kelompok penyakit yang ditandai dengan adanya
inflamasi nekrotikans pada dinding pembuluh darah. Yang kemungkinan besar mempunyai
patogenesis imun.
Istilah umum vaskulitis nekrotikans noninfeksiosa membedakan kondisi ini dengan kondisi
yang disebabkan oleh infeksi pembuluh darah secara langsung dan istilah tersebut berfungsi
untuk menekankan bahwa setiap jenis pembuluh darah dapat terkena (arteri,arteriol, vena
atau kapiler)
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Lupus Eritematosus Sistemik
2.1 Definisi
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai
dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi
sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh.Perjalanan penyakitnya
bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan
akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.
2.2 Etiologi
Faktor pencetus:
Faktor genetik yaitu mutasi pada HLA DR2/3/4/5 yang menyebabkan sistem imun terlalu
reaktifsehingga antigen tubuh sendiri pun dikenal sebagai antigen asing sehingga diserang dan
membentukkomples imun.Selain itu, bisa terjadi karena defisiensi penghancur kompleks imun
sepertikomplemen, mutasi pada perangkat-perangkat dalam sistem imun seperti ligan apoptosis
FasL/Fasyang menyebabkan apoptosis melemah dan pembersihan kompleks imun tidak bersih.
Faktor non genetik berupa pajanan terhadap zat kimia seperti merkuri, sinar UV, konsumsi
obatprobenesid dan hidralazin yang memicu autoimun, maupun faktor hormonal esterogen yang
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 5/15
terlalutinggi sehingga prevalensi LES kebanyakan terdapat pada wanita pada masa produktif 15-
40 tahun.Esterogen menekan Tsupressor sehingga tidak ada perangkat sistem imun yang dapat
menekanterlalu aktifnya sistem imun tubuh
2.3 Patogenesis
Diduga terbentuknya komplek imun (D NA dan anti-D NA) merupakan ciri
imunopatologis lupus.Antibodi yang mengikat nukleosum (D NA dan histon) dapat terjadi di
ginjal dan membentukkompleks imun in situ.Baik komplek imun yangdibentuk dalam sirkulasi
atau insitu berperan dalamterjadinya kerusakan ginjal, kulit, pleksus koroid diotak dan jaringan
lainnya.SLE ditandai oleh terjadinya penyimpangansistem imun yang melibatkan sel T, sel B dan
sel-selmonosit.Akibatnya terjadi aktivasi sel B poliklonal, meningkatnya jumlah sel yang
menghasilkanantibodi, hy pergammaglobulinemia, produksiautoantibodi dan terbentuknya
kompleks imun.
Aktivasi sel B poliklonal tersebut akan membentukantibodi yang tidak spesifik yangdapat bereaksiterhadap berbagai jenis antigen termasuk antigentubuh sendiri. Terdapat bukti
bahwa sel B pasienSLE lebih sensitif terhadap stimulasi sitokin seperti IL-6. Jumlah sel B
didapatkan meningkat di darahtepi pada setiap tahapan aktivasinyaSintesis dan sekresi
autoantibodi pada pasienSLE diperantarai oleh interaksi antara CD4+ danCD8+ sel T hel per, dan
duoble negative T cells(CD4- CD8-) dengan sel B. Terjadi kegagalanfungsi dari aktivitas supresi
CD8+ sel T su ppressor dan sel NK terhadap aktivitas sel B. CD8+ sel T dan sel NK pada pasien
SLE tidak mampu mengatursintesis dari imunoglobulin poliklonal dan produksiautoantibodi.
Gagalnya supresi terhadap sel Bmungkin merupakan salah satu faktor yangmenyebabkan
penyakit berlangsung terus.
Pembersihan (clearance) dari kompleksimun oleh sistem fagosit-makrofag juga
mengalamigangguan pada SLE sehingga akan menghambat eliminasi kompleks imun dari
sirkulasi dan jaringan. Hal ini diduga akibat dari penurunan jumlah CR1 yang merupakan
reseptor untuk komplemen dan terjadi gangguan fungsi dari reseptor pada permukaan sel.
Gangguan clearance ini juga diduga akibat dari ketidakadekuatan fagositosis IgG2 dan
IgG3.Pada pasien SLE juga ditemukan defek pada produksi sitokin. Penurunan produksi IL-1
dan IL-2 dapat berpengaruh terhadap fungsi sel T dan sel B. Di samping itu ditemukan pula
penurunan respon sel Ts terhadap IL-2 yang mengakibatkan fungsinya menurun sehingga fungsi
sel Th seakan lebih meningkat. Sebaliknya hiperreaktivitas sel B dapat disebabkan oleh
hipersensitivitas sel Th terhadap IL-2.Saat ini ditemukan bahwa IL-10 juga memegang peranan penting dalam patogenesis
SLE.IL-10 merupakan sitokin dari Th2 yang bekerja sebagai stimulasi yang kuat dari proliferasi
dan diferensiasi sel B dan mediator yang penting dari aktivasi sel B poliklonal pada
SLE.Produksi IL-10 dan konsentrasi IL-10 plasma lebih tinggi pada pasien SLE dan ini
berkorelasi dengan aktivitas penyakit.
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 6/15
Pada pasien SLE juga terjadi kegagalan dalam produksi IL-12.Sehingga diduga adanya
disregulasi dari keseimbangan IL-10 dan IL-12 memegang peranan penting terhadap gagalnya
respon imun selular pada pasien SLE.Meningkatnya apoptosis pada SLE menyebabkan
meningkatnya kebocoran antigen intraseluler yang dapat merangsang respon autoimun dan
berpartisipasi dalam pembentukan kompleks imun. Dalam keadaan normal sel-sel yang
mengalami apoptosis akan dimakan oleh makrofag pada fase awal dari apoptosis tanpa
merangsang terjadinya inflamasi dan respon imun. Terjadinya defek pada clearance dari sel-sel
apoptosis diduga akibat dari defek dalam jumlah dan kualitas dari protein komplemen seperti C2,
C4 atau C1q.
Beberapa studi menunjukkan bahwa terjadinya autoantibodi pada SLE akibat 2
perubahan mayor yaitu meningkatnya apoptosis limfosit dan monosit dalam sirkulasi dan
kesalahan dalam pengenalan autoantigen yang dilepaskan selama apoptosis.
2.4 Manifestasi klinis
Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi.Penyakit dapat timbul
mendadak disertai tanda-tanda terkenanyaberbagai sistem dalam tubuh.Dapat juga menahun
dengan gejalapada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanyasistem imun.Pada
tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbasi.Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktorpresipitasi seperti kontak dengan
sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan
dantrauma fisis/psikis.Setiap serangan biasanya disertai gejala umumyang jelas seperti demam,
malaise, kelemahan, nafsu makanberkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas.Yang
palingmenonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.
a. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang sering pada SLE ialah gejalamuskuloskeletal, berupa artritis atau artralgia (93 %)
danacapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling seringterkenal ialah sendi
interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut,pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan
pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan nyeri mungkin juga terdapatefusi sendi yang
biasanya termasuk kelas I (non-inflamasi) ;kadang-kadang termasuk kelas II (inflamasi). Kaku
pagi hari jarang ditemukan.Mungkin juga terdapat nyeri otot dan miositis.Artritis biasanya
simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau reumatoid. Nekrosis avaskular dapat
terjadi pada berbagai tempat, dan terutama ditemukan pada pasien yang mendapat pengobatandengan steroid dosis tinggi.Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
b. Gejala mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus SLE.Lesi kulit
yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid dan
lividoretikularis.Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 7/15
diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak
edematous pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat,kelainan ini dapat
sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yangterkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang
terjadi karena hipersensitivitas ( photo-hy persensitivity).Lesi initermasuk lesi kulit akut. Lesi kulit
subakut yang khas berbentu kanular.Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema,
hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup
sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lamaakan terbentuk
sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang
besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis, suatu bentuk
vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah
bulla (dapat menjadi hemoragik), ekimosis, petekie dan purpura.Kadang-kadang terdapat
urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan antihistamin.Biasanya menghilang
perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang secara klinis dan serologis.
Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi.Ulserasi selaput lendir
paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri.Terjadi perbaikan spontan kalau
penyakit mengalami remisi. Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi
dengan aktivitaspenyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda.
c. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE.Manifestasi paling sering ialah
proteinuria dan atau hematuria .Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi;hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan
nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelainan yang paling
berat.Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal
sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan.Ditandai dengan
sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang
mungkinberlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLEialah pielonefritis kronik,
tuberkulosis ginjal dan sebagainya.Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematianSLEkronik.
d. Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampaiberat (efusi perikard), iskemia
miokard dan endokarditisverukosa (Libman Sacks).
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 8/15
e. Paru
Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripadayang bilateral.Mungkin
ditemukan sel LE (lamp. dalam cairanpleura.Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi
yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain
seperti infeksi virus, jamur,tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan.
f. Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang)
dan diare.Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan
adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan olehperitonitis steril atau arteritis pembuluh
darah keci lmesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus.Arteritis dapat juga
menimbulkan pankreatitis.
g. Hati dan Limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang disertai ikterus.
Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/ kembali normal.
h.Kelenjer Getah Bening
Pembesaran kelenjer getah bening sering ditemukan (50%).Biasanya berupa limfa
denopati difus dan lebih sering pada anak-anak.Limfadenopati difus ini kadang-kadang disangka
sebagai limfoma.
i. Kelenjer Parotis
Kelenjer parotis membesar pada 6 % kasus SLE.
j. Susunan Saraf Tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorikdan motorik.Biasanya bersifat
sementara.
k. Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan
kejang-kejang.Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE
pada sistem-sistem lainnya.Pasien menunjukkan gejala delusi/halusinasi disamping gejala khas
kelainan organik otak seperti disorientasi, sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat
kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat
dibedakan dengan psikosis penyakit SLE.Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui denga
nmenurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai.Psikosis penyakit SLE membaik jika
dosis steroid dinaikkan, sedangkan psikosis steroid sebaliknya.
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 9/15
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipegrandmal. Kelainan lain yang mungkin
ditemukan ialah korea ,kejang tipe Jackson, paraplegia karena mielitis transversal, hemiplegia,
afasia dan sebagainya.Mekanisme terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas
Faktor-faktor yang memegang peran antara lain vaskulitis, deposit gamaglobulin di pleksus
koroideus.
l. Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitis, edemaperiorbital, perdarahan subkonjungtival,
uveitis dan adanyabadan sitoid di retina.
LI. 3. Mampu Menjelaskan Pemeriksaan Laboratorium Untuk Diagnosis Penyakit
Autoimun
3.1 Diagnnosis
Pada tahun 1982, American Rheumatism Association(A
R A
) menetapkan kriteria baruuntuk klasifikasi penyakit SLE eritematosus sistemik. Kriteria ini merupakan perbaikan dari
kriteria yang lama, yang diajukan pada tahun 1971.
Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika pada salah satu periode pengamatan ditemukan 4
kriteria atau lebih dari 11 kriteria dibawah ini, baik secara berturut-turut maupun serentak.
1. Ruam (rash) di daerah malar
Ruam berupa eritema terbatas, rata atau meninggi,letaknya di daerah malar, biasanya
tidak mengenai lipatnasolabialis.
2. Lesi diskoid
Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggidengan sisik keratin yang melekatdisertai penyumbatanfolikel.Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks.
3. Fotosensitivitas
Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormalterhadap cahaya matahari.Hal ini
diketahui melaluianamnesis atau melalui pengamatan dokter.
4. Ulserasi mulut
Ulserasi di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri, diketahui melalui
pemeriksaan.
5. Artritis
Artritis non-erosit yang mengenai 2 sendi periferditandai oleh nyeri, bengkak atau
efusi.
6. Serositis
a. Pleuritis adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura oleh
dokter atau adanya efusi pleura.
b. Perikarditis Diperoleh dari gambaran EK G atau terdengarnya bunyi gesekan perikard
atau adanya efusi perikard.
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 10/15
7. Kelainan ginjal
a. Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau > 3+.atau
b. Ditemukan silinder sel, mungkin eritrosit, hemoglobulingranular, tubular atau campuran.
8. Kelainan neurologis
a. Kejang yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yangdapat menyebabkan atau
kelainan metabolik sepertiuremia, ketosidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.
b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obatyang dapat menyebabkannya atau
kelainan metabolikseperti uremia, ketosidosis dan gangguan keseimbanganelektrolit.
9. Kelainan hematologik
a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis atau
b. Leukopenia, kurang dari 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih
c. Limfopenia, kurang dari 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih
d. Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3, tanpa adanya obat yang mungkin
menyebabkannya.
10.Kelainan imunologia. Adanya sel LE
b. Anti D NA : antibodi terhadap native D NA (anti-dsD NA)dengan titer abnormal.
c. Anti-Sm : adanya antibodi terhadap antigen inti ototpolos.
d. Uji serologi untuk sifilis yang positif semu selama palingsedikit 6 bulan dan diperkuat
oleh uji imobilisasi Treponema palidum atau uji fluoresensi absorpsi antibody treponema.
11.Antibodi antinuklear
Titer abnormal antibodi antinuklear yang diukurdengan cara imunofluoresensi atau cara
lain yang setarapada waktu yang sama dan dengan tidak adanya obat-obatyang berkaitan dengan
sindrom penyakit SLE karena obat.
3.2 Pemeriksaan Penunjang
Autoantibodi merupakan bagian integral dari proses klasifikasi dan deteksi beberapa
penyaki tyang diperantarai oleh autoimun. Antibodi antinuklear (ANA) ditemukan 40 tahun yang
lalu dan diduga terdapat kaitan yang erat dengan SLE.Antibodi antinuklear bukan hanya
merupakan satu jenis antibodi, tetapi terdapat berbagai antibodi yang berbeda yang berkaitan
dengan penyakit dan manifestasinya.ANA adalah antibodi terhadap inti sel baik membran inti
maupun D NA.Target antigen sangat heterogen dan bervariasi dalam satu penyakit.
ANA tes merupakan penapisan awal yang efektif pada pasien dengan gambaran klinis
SLE.Lebih lanjut pada pasien dengan ANA positif perlu dilakukan pemeriksaan jenis
autoantibodi yang lebih spesifik seperti anti-dsD NA.Pada criteria diagnosis SLE menurut ACR
1982 disebutkan titer abnormal ANA tetapi tidak disebutkan nilai batas tersebut.Secara umum
bisa dikatakan semakin tinggi titer ANA semakin berarti terutama pada pasien muda.A pabila
ANA negatif maka kemungkinan SLE sangat kecil. Pada pasien SLE dengan ANA negative ini
ternyata apabila diperiksa dengan ELISA yang sensitif didapatkan anti Ro dan La positif hampir
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 11/15
100% .Pada SLE yang sebelumnya ANA positif bisa menjadi negatif saat remisi.Hal ini
didapatkan pada 10-20 kasus terutama pasien yang mengalami gagal ginjal.
Menghilangnya ANA pada pasien yang sebelumnya positif tidak bisa diasumsikan
bahwaperjalanan SLE sudah selesai.Hingga saat ini belum diketahui kaitan antara tingginya titer
ANA denganmanifestasi klinis, aktivitas penyakit maupunkecendrungan untuk terjadi
kekambuhan.Metodepemeriksaan yang sering digunakan untukpemeriksaan ANA adalah
indirectimmunofluorescence dan ELISA.ANA yang palingmemiliki makna klinis adalah IgG.
Antibodi antinuklear juga positif padasebagian kasus sindrom sjogren, scleroderma ,
mixedconnective-tissue disease dan SLE yang diakibatkanoleh obat.Beberapa penyakit non
rheumatik yangjuga sering menunjukkan tes yang positif terhadap antibodi antinuklear meliputi
penyakit infeksiseperti HIV, hepatitis virus. Penyakit tiroid olehkarena autoimun misalnya
graves disease,hashimoto thyroiditis.
ANA tes yang positif pada pasien tanpa gejala klinis SLE memerlukan interpretasi
yanghati-hati.Dilakukannya skrening asimptomatik lebih sering memberi hasil yang false
positif daripada true positif dan tidak memberikanperbaikan outcome klinis dan sebagian besar darimereka ternyata tidak pernah menjadi SLE.
1. Antibodi anti DNA untai ganda (anti ds-DNA)
Jadi pemeriksaan antidsD NA memiliki dua kegunaan klinis penting yaitupertama untuk
diagnosis (titer tinggi anti dsD NAmemiliki spesifisitas lebih dari 90% pada SLE),yang kedua
untuk kewaspadaan terhadap terjadinyakekambuhan apabila terjadi peningkatan titer
danmeningkatnya risiko lupus nefritis bila didapatkananti dsD NA kadar tinggi terutama bila
disertai kadarkomplemen serum yang rendah. Antibodi antidsD NA dapat menyebabkan kelainan
ginjal(glomerulonefritis) melalui beberapa cara yaitupertama anti dsD NA membentuk kompleks
denganD NA yang kemudian secara pasif terjebak dalamglomerulus dan kedua secara langsunganti dsD NAmenempel pada struktur glomerolus. Anti dsD NAyang yang berhubungan dengan
aktivitas penyakitadalah isotipe IgG.
2. Antibodi antihistone
Antibodi antihistone didapatkan pada 24-95% pasien SLE.Belum didapatkan bukti
kuatkaitan antara titer antihistone dengan gambaranklinik dan aktivitas penyakit
SLE.Antihistondidapatkan pada 67-100% pasien lupus imbas obat.Pada lupus imbas obat
ditandai oleh adanyaantihiston IgG anti H2AH2B/D NA kompleks,sedang antibodi terhadap
dsD NA, Sm, U1-R NP,Ro, La antigen yang merupakan karakteristikkeadaan autoimun umumnya
negatif pada lupusimbas obat. Hal inilah yang membedakan antaralupus imbas obat dan SLE.
3. Anti Ro/SSA dan anti La/SSB
Anti Ro dan La didapatkan kurang dariseparuh pasien SLE dan hanya
seperlimanyamemiliki titer yang mampu membentuk presipitin.Anti Ro pada SLE
berkaitandengan ruam kulit fotosensitif, interstisiil pneumonitis dan trombositopenia.Dilaporkan
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 12/15
antiRo dan ANA positif pada pasien dengan immunetrombositopenia mendahului 14 tahun
sebelumpasien memenuhi kriteria untuk SLE. Anti Ro jugaberkaitan dengan neonatal lu pus
dermatitis, subacute cutaneus lu pus dan com plete congenitalheart block . Pada penelitian lebih
lanjut didapatkanbahwa yang berperan terhadap terjadinya com pletecongenital heart block ini
adalah anti-52-kdRo/SSA antibodi, sedang anti-60-kd Ro/SSAantibodi mengakibatkan ganguan
konduksi yanglebih ringan. Dilaporkan bahwa dari pasien-pasienSLE dengan anti Ro positif,
kelainan ginjal akan terjadi hanya pada pasien yang tanpa disertai anti La. Antibodi isotipe IgG
memiliki relevansi klinikyang lebih bear dibanding isotipe lainnya.
4. Antibodi anti-Sm dan anti RNP
Anti-Sm dan anti-R NP merupakanautoantibodi terhadap small nuclearribonucleo protein
(snR NP).Antibodi anti-SMmerupakan petanda diagnostik penting dari SLE dan merupakan satu
dari sebelas kriteria diagnosis SLEmenurut ACR 1982.Anti SM titer tinggi sangatspesifik untuk
SLE.Anti-SM jarang ditemukantanpa anti-R NP.Anti R NP lebih sering ditemukantetapi kurang
spesifik pada SLE.
5. Antibodi anti-ribosomal P
Antibodi anti-ribosom dikaitkan denganmanifestasi neuropsikiatri SLE terutama dengan
lupus psikosis.
6. Antibodi antifosfolipid
Antibodi antifospolipid merupakan antibody yang ditujukan terhadap fospolipid
bermuatannegatif dari membran sel. Autoantibodi ini dikaitkandengan trombosis arteri dan vena,
abortus berulangdan trombositopenia yang lebih dikenal dengansindrom antifospolipid (APS).Pada awalnyaterdapat tiga serangkaian antibodi antifospolipidyaitu false positif test for sy philis,
antikoagulanlupus (LA) dan antibodi antikardiolipin (ACA).Pasien-pasien dengan false positif
test for sy philis berisiko untuk terjadinya lupus dan penyakitjaringan ikat lainnya (5-19%) tetapi
tidak jelasmeningkatkan risiko terjadinya trombosis dan keguguran.ACA dapat ditemukan pada
30-50%sedang LA hanya didapatkan pada sekitar 20%penderit SLE.
Adanya antibodi antifospolipidini meningkatkan risiko trombosis. Pada saat ini
antibodi antifospolipid yang digunakan sebagaikriteria laboratorium sindrom antifospolipid
adalahantibodi antikardiolipin IgG dan atau IgM dalamdarah dengan kadar sedang atau kadar
tinggi padadua kali pemeriksaan atau lebih dengan interval waktu 6 minggu.
7. Antibodi antieritrosit
Antibodi antieritrosit yang dideteksi dengantest antiglobulin (Combs test) terdiri dari dua
jenisyaitu antibodi yang berikatan dengan permukaancirculating erythrocyt e (dideteksi dengan
directcombs test ) dan free anti red blood cell antibodyyang dideteksi dengan indirect combs
test .Pemeriksaan lain dapat digunakan untuk deteksiautoantibodi ini adalah ELISA dan
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 13/15
radioassay,tetapi pada sebagian besar laboratorium combs testmasih merupakan pemeriksaan
standar untukantibodi antieritrosit.
Autoantibodi inidikelompokan menjadi dua tipe utama yaitu warmty pe antibody dancold
ty pe antibody.Pada SLE danAIHA idiopatik terutama adalah warm ty pe.Warmty pe antibody ini
biasanya adalah IgG, sedang coldty pe antibody biasanya IgM. Pada hasil pemeriksaandirect
Combs test terdapat tiga pola reaktivitasyaitu: tipe I: IgG, IgM dan IgA baik sendiri
maupunkombinasi terdapat pada permukaan eritrosit. TipeII: immunoglobulin dan komponen
komplementerikat pada permukaan eritrosit dan tipe III : hanya didapatkan komponen
komplemen pada permukaaneritrosit. Tipe I ini biasanya didapatkan pada AIHAidiopatik, tipe II
dan III adalah tipe yang biasanyadidapatkan pada SLE.
3.3 Tatalaksana dan Rehabilitasi
1. Pasien lupus dapat di beri pendidikan, mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan
penyakit, komplikasi, prognosis dan sebagainya), sehinggadapat bersikap positif.2. Beberapa prinsip dasar tindakan untuk meningkatkan kulaitas hidup pasien SLE
y Monitoring kesehatan yang teratur
y Lakukan latihan atau kegiatan yang menggunakan tenaga sedikit seperti jalan kaki,
berenang dan bersepeda
y .Istirahat yang cukup
y Makan makanan yang sehat, bergizi dan seimbang, kurang imakanan tinggi lemak
jenuh dan makanan yang mengandun gmengandung L-Canavantine dan pristane
seperti taoge dan rebung.
y Hindari rokok, tembakau memberikan efek negativeterhadap jantung, paru-paru dan
lambung.
y Hindari alcohol: alkohol dapat berinteraksi dengan obat-obatan yangdikonsumsi yang
mengakibat masalah serius pada lambung danusus bahkan bisa mengakibatkan ulkus
y Mengatasi infeksi, missal: demam
y Jadilah teman yang baik yang dapat membangun rasa percaya
y Cari tahu tentang penyakit , menyimpan catatan tenteng penyakit dari bagian tubuh
mana yang dipenaruhi SLE
y Minta pertolongan
y Fotoproteksi
3. Obat-obatan:
NSAID dan Salisilat
NSAID terutama dipakai pada SLE dengan gejala ringan.Sering juga dipakai
bersama-sama dengan kortikosteroid untukmengurangi dosis kortikosteroid. Dapat
dipakai sebagai terapisimtomatis pada artritis/artralgia, mialgia dan demam :
Preparatsalisilat atau preparat lain seperti indometasin (3 x 25 mg/hari),asetaminofen (6 x
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 14/15
650 mg/hari) dan ibuprofen (4 x 300-400 mg/hari).Ini harus disertai dengan istirahat yang
cukup. Terapi simtomatis lainmisalnya diperlukan pada ::
- Eritema : Terapi lokal dengan krem atau salep kortikosteroid
-Ulserasi mulut dan nasofaring diberi terapi lokal
- Fenomen Raynoud
Pencegahan timbulnya fenomen ini diusahakan dengan protective clothing .
K ortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat penting dalam pengobatan SLE.Dapat
digunakan secara topikal untuk manifestasi kulit, dalam dosis rendah untuk aktivitas minor dan
dalam dosis tinggi untuk aktivitas mayor.
Pada keadaan yang berat, terutama gangguan susunan saraf pusat dengan kejang-kejang
dan psikosis, diberikan prednison dosistinggi (100-200 mg/hari atau 2 mg/kg berat badan/hari).
Setelah kelainan klinis menjadi tenang, dosis kortikosteroid diturunkan (ta pering ) dengan
kecepatan 2,5-5,0 mg/minggu sampai dicapai dosis pemeliharaan yang diberikan selang sehari.Jika terdapat kelainan ginjal, perlu dilakukan biopsi ginjal untuk memastikan jenis
kerusakan ginjal.Glomerulus nefritis penyakit SLE fokal memberikan respon yang baik terhadap
pengobatan atau dapat sembuh spontan. Biasanya diberikan prednison atau prednisolon 40-60
mg/ hari selama beberapa minggu sampai gejala klinis menghilang,diteruskan dengan dosis
pemeliharaan.
Pada kerusakan fokal yang berat, glomerulonefritis difus atau membranosa, pemberian
dosis tinggi (prednison atau prednisolon 150-200 mg/hari) ternyata dapat memberikan perbaikan
pada beberapa pasien.
Obat AntimalariaObat antimalaria efektif dalam mengatasi manifestasi kulit,muskuloskeletal dan kelainan
sistemik ringan pada SLE. Kadang-kadang juga terdapat adenopati hilus serta kelainan paru
ringan dan artralgia ringan.Preparat yang paling sering dipakai ialah klorokuin atau
hidroksiklorokuin dengan dosis 200-500 mg/hari.Selama pemakaian obat ini pasien harus kontrol
ke Ahli Mata setiap 3-6bulan, karena adanya efek toksik berupa degenerasi makula.Mekanisme
kerjanya belum diketahui, tetapi beberapa kemungkinan telah diajukan seperti antiinflamasi,
imunosupresif, fotoprotektif dan stabilisasi nukleprotein.Klorokuin mengikat D NA, sehingga
tidakdapat bereaksi dengan anti-D NA.
Obat imunosupresif
Biasanya obat imunosupresif diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.Pemakaiannya
didasarkan atas efeknya terhadap fungsi imun.Penggunaan obat imunosupresif sebenarnya masih
diperdebatkan.Umumnya hanya dianjurkan pada kasus gawat atau lesi difus dan membranosa
pada ginjal yang tidak memberika nrespons baik terhadap kortikosteroid dosis tinggi.
8/6/2019 lupus fix
http://slidepdf.com/reader/full/lupus-fix 15/15
Yang paling sering dipakai ialah azatioprin dan siklofosfamid.Dosis awal azatioprin
adalah 3-4 mg/hari, kemudian diturunka nmenjadi 1-2 mg/kg berat badan/hari jika timbul gejala
toksik.Siklofosfamid diberikan dengan dosis 100-150 mg/hari.Diduga efek kedua obat ini pada
SLE lebih bertindak sebagai antivirus daripada sebagai obat imunosupresif.
Lain-lain
� Metrotreksat
� Siklosporin A : mungkin diperlukan pada wanita hamil
� Imunoglobulin intravena : untuk trombositopenia
Infus plasma : untuk SLE yang disertai defisensi C2
� Retinoid dan metabolitnya : untuk lesi kulit diskoid dan subakut yang refraketer terhadap
pengobatan biasa
� Dapson dan talidomid : untuk lesi kulit yang berat
Sumber :
Robin.2010. patologi anatomi ed.7
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/8_lupus%20eritematosus.pdf
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/7_edited.pdf