lp struma
DESCRIPTION
LP StrumaTRANSCRIPT
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Strauma adalah pembesaran pada kenlenjar tiroid yang biasanya terjadi
karena folikel folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahuna tahun
folikel tumbuh semkin membesar dengan membentuk kista dan kelenjar
tersebut menjadi noduler.
B. ETIOLOGI
Berbagai faktor di identifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi
kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi yodium, gaitrogenik glikosida
agent (zat atau bahan ini dapat mensekresi hormon tiroid seperti ubi kayu,
jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan). Obat-
obatan anti tiroid, peradangan dan tumor/neoplasma.
C. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler
oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin
yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang
tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid
D. KLASIFIKASI
1. Goiter Nodular Toksik
Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi
goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini hipertiroidisme timbul secara
lambat. Pasien mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten
terhadap terapi digitalis. Pasien dapat pula memperlihatkan bukti-bukti
penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot. Pasien goiter nodular
toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata ( melotot, pelebaran
fissure palpebra, kedipan mata berkurang), akibat aktivitas simpatis yang
berlebihan. Pasien hipertiroidisme berat dapat krisis atau badai tiroid. Pada
kasus ini biasanya manifestasi klinis yang disebutkan di atas menjadi
semakin berat sehingga akhirnya menjadi factor yang membahayakan
kehidupan. Demam mungkin selalu ada dan ini merupakan indikasi adanya
komplikasi yang serius.
2. Goiter non toksik
Merupakan gangguan yang sangat sring dijumpai dan menyerang 16
% perempuan dan 4 % laki-laki. Yang berusia antara 20 – 60 tahun.
Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi
kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Tiroid mungkin membesar
secara difus atau bernodula. Etiologi goiter non toksik antara lain adalah
defisiensi yodium atau gangguan kimia intratiroid yang disebabkan oleh
berbagai factor. Akibat gangguan ini, kapasitas kelenjar tiroid untuk
memproduksi tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan TSH dan
hyperplasia serta hipertrofy folikel tiroid. Hyperplasia mungkin bergantian
dengan fibrosis dan dapat timbul nodula – nodula yang mengandung folikel
tiroid.
Secara klinis dapat memperlihatkan penonjolan di sepertiga bagian
bawah leher. Goiter yang berat dapat menimbulkan masalah kompresi
mekanis disertai pergeseran letak trakhesa dan oesophagus dan gejala-
gejala obstruktif.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan
pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien
hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ;
jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin,
diare, gemetar, dan kelelahan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa,
dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
2. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-
11
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau
tidaknya nodul.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus
yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman
6. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
G. PENATALAKSANAAN
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun
diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi)
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan
operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya :
penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan
yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan
apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm.
H. PENCEGAHAN
Dapat di cegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak di
daerah yang kandungan yodiumnya buruk. Hipertropi terjadi karena asupan
rerata yodium kurang dari 40 mg/hari, WHO menganjurkan yodiosasi garam
hingga mencapai konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup
untuk pencegahan pembesaran kelenjar tiroid. Pengenalan garam beryodium
merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit
ini dalam masyarakat yang rentan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Aktivitas istrahat
Gejala : insomnia, sensivitas meningkat
Otot lemah, gangguan koordinasi
Kelelahan berat
Tanda : atrofi otot
Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : disritmia, irama gallop. Murmur
Peningkatan tekanan darah, takikardi saat istrahat
Eliminasi
Gejala : urin dalam jumlah banyak
Perubahan dalam feses/diare
Integriitas Ego
Gejala : mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik
Tanda : emosi labil
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan berat badan yang mendadak
Nafsu makan meningkat, makan banyak, makan sering,
kehausan, mual munta.
Tanda : pembesaran tiroid/goiter
Neurosensori
Tanda : bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan
perilaku seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka
rangsang, delirium, psikisis
hiperaktif refleks tendon
Nyeri/ketidak nyamanan
gejala : nyeri orbital, fotofobia
Pernapasan
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea
Dispnea, edema paru
Keamanan
Gejala : Tidak toleransi terhadap, kering yang berlebihan
Alergi terhadap iodium
Tanda : suhu meningkat, kulit halus hangat dan kemerahan,
rambut tipis, mengkilat dan lurus.
Seksualitas
Tanda : penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.
Penyuluhan
Gejala : adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid
Riwayat hipotiroidisme, terapi hormone tiroid atau
pengobatan anti tiroid.
Riwayat pemberian insulin yang menyebabkan gangguan
jantung atau pembedahan jantung.
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan sidik tiroid
2. Pemeriksaaan ultrasonografi
3. Biopsy aspirasi jarum halus
4. Termografi
5. Petanda tumor
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN NTERVENSI
KEPERAWATAN
PRA OPERASI
1. Kelelahan b/d hipermetabolik
Tujuan: mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat
energy
Intervensi mandiri
a. Pantau TTV baik saat istrahat maupun saat melakukan aktivitas
R/: nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat/ takikardi
di atas 160x/i
b. Catat berkembangnya takipnea, dispnea, pucat dan sianosis
R/: kebutuhan dan konsumsi o2 akan ditingkatkan pada keadaan
hipermetabolik, yang merupakan potensial akan terjadi hipoksia
saat melakukan aktivitas
c. Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang
R/: menurunkan kemungkinan yang dapat menimbulkan agitasi,
hiperaktif dan insomnia.
d. Kolaborasi
Berikan obat sedative misalnya fenobarbital dan tranquiliser
2. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi
terhadap b/d mual dan muntah
Tujuan: menunjukkan berat badan yang stabil disertai dengan
nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda-
tanda malnutrisi.
Intervensi:
a. Auskultasi bising usus
R/: bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motilitas
lambung yang mengubah fungsi absorbsi
b. Catat dan laporkan adanya anoreksia, kelemahan umum nyeri,
munculnya mual dan muntah.
R/: peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan gangguan
sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia,
polidipsia, perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan.
c. Pantau masukan makanan setiap harridan timbang berat badan
setiap hari serta laporkan adanya penurunan.
R/: penurunan berat badan terus-menerus dalam keadaan masukan
kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi
tiroid.
d. Kolaborasi:
Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori,
protein, karbohidrat dan vitamin.
R/: memerlukan bantuan untuk menjamin zat-zat makanan yang
adekuat.
3. Ansietas b/d factor fisiologis hipermetabolik
Tujuan: tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada
tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi:
a. Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas
R/: ansietas rinagn dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan
insomnia. Ansietas berat dapat berkembang ke dalamperasaan
panic yang dapat menimbulkan perasaan terancam, ketidak
mampuan untuk bicara dan bergerak.
b. Pantau respon fisik, palpitasi, gerakan yang berulang
hiperventilasi, insomnia
R/: peningkatan pengeluaran penyekat beta-adrenergik pada
daerah reseptor bersamaan dengan efek-efek kelebihan hormon
tiroid . menimbulkan menifestasi klinikdari peristiwa kelebihan
katekolamin ketika kadar epinefrin dalam keadaan normal.
c. Kolaborasi:
Berikan obat antiansietas (transquilizer, sedative) dan pantau efek-
efeknya.
R/: dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan untuk
menurunkan pengaruh dan sekresi hormone tiroid yang
berlebihan.
4. Pola napas tidak efektif b/d penekanan kelenjar tiroid terhadap
trachea
Tujuan : Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali
(sambil menunggu tindakan pembedahan bila di perlukan)
Intevensi :
a. Batasi aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan/melelahkan
R/: aktivitas yang berlebihan dapar maningkatkan kerja
pernapasan
b. Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
R: meningkatkan kenyamanan dan mengefektifkan jalan napas.
c. Bantu aktivitas klien di tempat tidur
R/: meminimalkan penggunaan energi yang dapat memperberat
kerja pernapasan
d. Kolaborasi pemberian o2
R/:Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja pernapasan.
5. Gangguan konsep diri; citra diri b/d perubahan bentuk leher
Tujuan : setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran
diri yang positif kembali,
Intervensi
a. Dorong klien mengungkapkan pikiran dan perasaannya tentang
bentuk leher yang berubah.
R/: sebagai acuan untuk melaksanakan untuk intervensi
selanjutnya.
b. Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan
keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi.
R/: mengidentifikasi penyebab gangguan konsep diri dan
meningkatkan percaya diri klien melalui pemberian informasi
mengenai tindakan yang dilakukan sebagai jalan keluar.
c. Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk
mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang
berkerah tertutup.
R/: membantu meningkatkan percaya diri klien
PASCA OPERASI/TIROIDEKTOMI
1. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan:
a. Menyatakan nyeri hilang
b. Menunjukkan tindakan santai; mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istrahat dengan tepat
c. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapheutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi Mandiri:
a. Berikan tindakan nyaman (contoh: pijatan punggung, perubahan
posisi), dan aktivitas hiburan (contoh melihaht TV, duduk dan
membaca)
R/: meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan
perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/ketidak nyamanan.
Dapat menurunkan kebutuhan dosis /frekuensi analgesic
b. Selidiki perubahan karakteristik nyeri
R/: dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan
evaluasi lanjut/intervensi
c. Obati sebelum aktivitas/tindakan sesuai indikasi
R/: dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam program
pengobatan
d. Jadwalkan aktivitas perawatan untuk keseimbangan dengan
periode tidur/istirahat adekuat
R/: mencegah kelelahan/terlalu lelah dapat meningkatkan koping
terhadap stress/ketidak nyamanan
e. Anjurkan penggunaan perilaku manajemen stress, contoh: tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi
R/: meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan
analgesic dan meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi:
a. Berikan analgesic, contoh: kodein, ASA, dan darvo sesuai indikasi
R/: mengurangi rasa nyeri
2. Kerusakan komunikasi verbal cedera pita suara,nyeri/ketidak
nyamanan
Tujuan: mampu menciptakan metode komunikasi di mana kebutuhan
dapat dipahami
Intervensi mandiri:
a. Kaji fungsi bicara secara periodik, anjurkan untuk tidak berbicara
terus-menerus
R/: suara serak akibat sakit tenggorok, pembedahan atau karena
edema jaringan dapat hilang dalam beberapa hari
b. Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang
hanya memerlukan jawaban “ya atau tidak“
R/: menurunkan kebutuhan berespon,mengurangi bicara
c. Pertahankan lingkungan yang tenang
R/: meningkatkan kemampuan untuk mendengarkan komunikasi
perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan
pasien untuk didengarkan.
d. Kolaborasi
Konsul dengan agen rehabilitasi(contoh patologis wicara,
pelayanan sosial) selama rehabilitasi dasar di rumah sakit sesuai
komunikasi.
3. Resiko tinggi bersihan jalan napas tak efektif b/d obstruksi
trakea, pembengkakan,perdarahan
Tujuan:Mempertahankan jalan napaas paten dengan bunyi napas
bersih
Intervensi mandiri:
a. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi
atau snoring
R/: beberapa derajat spasme terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat/tak dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b. Awasi frekuensi/kedalaman pernafasan. Catat kemudahan
bernafas, auskultasi bunyi nafas. Selidiki kegelisahan, dispnea dan
terjadinya sianosis
R/: perubahan pada pernafasan, penggunaan otot aksesoris
pernapasan, dan/atau adanya bunyi nafas tambahan diduga ada
obstruksi. Obstruksi jalan nafas (meskipun sebagian) dapat
menimbulkan tidak efektifnya pola pernafasan dan gangguan
pertukaran gas yang dapat menyebabkan komplikasi
c. Tinggikan kepala 30 – 45 °
R/ memudahkan kerja pernafasan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L Y, 2001, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta
Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care Plans : Guideline For Planning And
Dokumentating
Care. EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat, dkk, 2000. Edisi Revisi Buku Ilmu Ajar Bedah,EGC : Jakarta.
Manjoer, Arief, dkk, 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius :