love is a verb

22

Upload: pt-visi-anugerah-indonesia

Post on 07-Apr-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Cinta yang kuat, dan mampu bertahan melewati tekanan dan kompleksitas hidup adalah cinta yang lebih dari sekedar perasaan. Cinta adalah sesuatu yang kita lakukan. Kita harus menujukannya secara nyata di dalam pernikahan dan keluarga, di antara teman-teman dan kenalan, dan ya bahkan kepada musuh. Itulah yang akan Anda temukan dalam buku ini. Dalam halaman-halaman buku ini, Anda akan melihat bagaiman orang-orang seperti Anda-seperti kita semua-belajar mengatasi rintangan, ketidakpuasan, dan mengubahnya menjadi kepuasan, minuman pelega emosi.

TRANSCRIPT

Page 1: Love is a Verb
Page 2: Love is a Verb
Page 3: Love is a Verb

Buku ini Dipersembahkan Untuk :

Dengan Pesan :

Teriring Salam :

Page 4: Love is a Verb
Page 5: Love is a Verb
Page 6: Love is a Verb

Copyright © 2009, by Gary ChapmanOriginally Published in English under the titleLove is A Verbby Bethany House, a division of Baker Publishing Group,Grand Rapids, Michigan, 49516, U.S.AAll rights reserved

Managing Editor : James YanuarPengalih Bahasa : Lily Endang JoelianiPenyunting : Nicholas Kurniawan & Denny PranoloCover : Denny OctavianusLayout : Yenna Natasya

Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada:PT. VISI ANUGERAH INDONESIAJl. Karasak Lama No.2 - Bandung 40235Telpon : 022-522 5739 Fax : 022-521 1854Email : [email protected]

ISBN 978-602-8073-18-9Cetakan pertama, April 2009Cetakan kedua, Januari 2015Indonesian Edition © visipress 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit.

Member of CBA Indonesia No : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina

Page 7: Love is a Verb

Buku ini didedikasikan untuk

Derek dan Amy Chapman

Yang gaya hidupnya menunjukkanbahwa “cinta adalah kata kerja”

Page 8: Love is a Verb
Page 9: Love is a Verb

9

Saya berterima kasih pada orang-orang yang mau berbagi kisah cinta mereka dengan saya. Buku ini tidak mungkin ada tanpa kontribusi mereka. Saya sangat bersyukur bagi Jim Bell, yang mendorong saya untuk memulai proyek ini dari awal dan memainkan peranan penting dalam mengumpulkan kisah-kisah ini. Saya berharap ia dan semua kontributor akan menerima upahnya karena lewat apa yang mereka lakukan, banyak orang menemukan bahwa cinta adalah kata kerja. Saya juga bersyukur buat orang-orang lain di tim editorial dan marketing -- Kyle Duncan, Julie Smith, Ellen Chalifoux, Donna Carpenter, dan Jeannette Littleton.

Secara pribadi, saya sangat diberkati dengan kehadiran putra saya, Derek, dan menantu saya, Amy, yang selama kehidupan pernikahan mereka menjadi teladan bagaimana mencintai. Dimulai dengan pernikahan mereka di Praha dan dilanjutkan dengan pelayanan mereka di Antwero, dan sekarang di Austin, Texas, mereka setiap hari terlibat dalam memberikan hidup mereka bagi orang lain. Saya memimpikan ada hari di mana teladan mereka akan dilipatgandakan, dan karena itulah saya mendedikasikan buku ini bagi mereka.

Gary D. Chapman, Winston-Salem, North Carolina

Ucapan Terima Kasih

Page 10: Love is a Verb
Page 11: Love is a Verb

11

Ucapan Terima KasihDaftar IsiPengantar

Mencintai dengan Boros - Tamara VermeerKecelakaan Kentang - Eileen RoddyPerubahan Cilik - Louise D. FlandersSecangkir Kegembiraan yang Sederhana - Steven L. BrownMinum Susu dengan Sendok - Doris E. ClarkPelukan yang Takkan Pernah Saya Lupakan - Rebecca Willman GernonAntara Jeram di Gunung dan Kincir Ria - Sheila FarmerGadis Cilik yang Mengubah Hidup Saya - Laurie A. PerkinsTertarik Pada Sifat yang Berlawanan - Lalu Apa? - Emily OsburneRuang Cinta yang Baru - Betty J. Johnson DalrympleMukjizat Natal - Loretta J. EdisonAntara Bayi dan Bola Basket - Kevin LuciaAlasan Untuk Hidup - Sudha KhristmuktiLebih Baik dari Cokelat - MIdge DeSartSiapa yang Memenangkan Perang? - Laura L. BradfordHilang dan Ditemukan - Empat Saudara Perempuan - Sarah B. HawkinsPahlawanku Tahu - Leslie J. PayneDetak Jantung Springfield - Jon HopkinsGadis yang Menusuk Hati Saya - Barbara L. ScottHati yang Terluka Dibebaskan - Amy ChananMemasuki Dunia Molly - Elsie DodgePanggil Aku Babe - Donna SmithKetika Sara Mengajarkan Kebebasan Kepada Saya - Nancy Page SheekYang Baik dan yang Buruk - Sheila FarmerPetualangan Setiap Hari Bersama Mom - Faith WatersCoba-coba - Billy Cuchens

79

11

152126303438434854586267737983899398

104109113119124128132137

Daftar Isi

Page 12: Love is a Verb

Bukan Tentang Aku - Christine McNamaraBukan Gadis yang Tepat Untuk Putraku? - Ann VarnumKebaikan Dalam Kotak Perak - Pamela DowdTulip Musim Semi di Tanah yang Beku - Gena BradfordYang Dibutuhkannya Hanya Waktu - Katherine J. CrawfordHari Saat Suamiku Berdoa Agar Aku Mati - Laquita HavensPerang Mesin Cuci Piring - Susan StanleyAnak Kucing Penanda Cuaca - Nancy J. FarrierUcapkan Selamat Tinggal Kepada Gundikmu - Jennifer DevlinDalil 50/50 - Sandy CathcartDalam Kaya dan Miskin - Chris WrightHarga yang Pantas untuk Dibayar - Jacquelyn Sandifer StrangeMencabut Rumpu di Blossom Trail - Connie PomboPintu Cinta - Nora Peacock

Tentang Para Kontributor

143147151155161167172176180184189194198202

Page 13: Love is a Verb

13

“Cinta membuat dunia berputar.” “Yang Anda butuhkan hanya cinta.” ”Cinta bisa membuatmu gila...” Sejauh yang bisa kita ingat, banyak puisi, lagu, film, dan pengkhotbah mencoba menggambarkan dan mengekspresikan cinta dengan cukup leng-kap. Film-film dan acara-cara TV berfokus pada upaya mendapatkan cinta dan kepuasan pribadi. Iklan-iklan menggunakan perasaan yang kuat ini untuk men-jual produk-produknya. Budaya tampaknya sering kali memenuhi pikiran kita dengan cinta. Apakah itu dalam pernikahan, keluarga, atau persahabatan, tidak heran bahwa cinta begitu menarik perhatian dan ditempatkan begitu tinggi dalam daftar prioritas hidup kita. Bagaimana pun, buku paling bijaksana yang pernah saya baca, Alkitab, mengajarkan kita bahwa Allah sendiri adalah kasih. Hanya sedikit emosi dalam hidup yang setara dengan arus adrenalin yang menggairahkan karena menemukan romansa baru atau persahabatan yang ma-nis dengan seorang teman atau dukungan setia dari anggota keluarga. Tidak heran kita mengejar cinta lebih daripada pengalaman positif lainnya. Tantangan hidup sehari-hari begitu mudah ditanggung jika kita tahu ada orang-orang yang selalu hadir saat kita membutuhkannya dan mendukung kita tanpa syarat. Karena semua relasi cinta melibatkan sifat manusia yang sudah jatuh dalam dosa, tantangannya pun besar. Tidak seperti koneksi-koneksi pribadi yang ditampilkan dalam layar bioskop dan televisi, isu-isu nyata di antara ma-nusia sering kali tidak bisa diselesaikan dalam waktu tiga puluh menit atau bah-kan beberapa episode. Kadangkala situasi dan manusia menjadikan mencintai dengan benar sesuatu yang mustahil. Euforia cinta mereda setelah pernikahan, dan perasaan romantis bisa terbang begitu saja. Kita mengalami perbedaan pendapat yang tajam dan mendapati diri kita bersikap antagonistik dan bukannya mendukung. Kadangkala kesulitan komunikasi terjadi. Pada saat lainnya, kita bisa ber-pegang erat pada harapan-harapan yang tidak realistis. Dan pada waktu lain-

Pengantar

Page 14: Love is a Verb

14

nya, sejujurnya, kita bahkan sebenarnya tidak tahu bagaimana cinta bisa ada di antara kita. Dan saat keadaan menjadi sulit, beberapa orang melangkah pergi... meninggalkan hati yang terluka di belakangnya. Sebagai pendeta dan konselor, saya telah melihatnya berulang-ulang. Salah satu pasangan bosan dengan pernikahan dan menyerah terhadap godaan untuk melihat apakah rumput di halaman orang lain memang lebih hijau. Orangtua dan anak-anak saling mengucilkan secara emosi karena suatu kesalahpahaman. Seseorang duduk sendirian di gereja atau tinggal di rumah karena kehilangan teman dan takut terluka dan mencari teman lagi. Saya telah melihat terlalu banyak orang menjadi terlalu cepat putus asa terhadap cinta. Keluar dari suatu relasi tidak memberikan kelegaan yang di-harapkan, membawa solusi, atau menyederhanakan kehidupan. Alih-alih, hal itu membuat masalah semakin bertumpuk karena adanya kebencian dan saling tuduh yang terus berlangsung. Jadi apa jawaban terhadap tantangan yang disebabkan oleh cinta? Untuk awalnya, agar bisa bertahan dan selamat melalui berbagai stres dan kerumitan hidup, cinta harus lebih dari sekadar sesuatu yang kita rasakan. Kita harus men-demonstrasikannya secara kongkrit dalam pernikahan, keluarga kita, di antara teman-teman dan kenalan kita, dan ya, bahkan di antara musuh-musuh kita. Dan tentang semua itulah buku ini. Dalam halaman-halaman berikutnya, Anda akan melihat contoh-contoh orang yang seperti Anda – seperti kita semua – yang belajar untuk mengatasi rintangan, asamnya ”lemon”, dan mengubah-nya menjadi minuman para dewa yang memuaskan, melepaskan dahaga emosi. Ini adalah kisah-kisah sukses yang membuat Anda ingin keluar dan mencoba lebih keras. Anda akan membaca tentang:

•Doris, yang menjaga agar tangannya tetap sibuk merajut saat ia merasa ingin mencekik suaminya karena benar-benar sudah tidak tahan lagi hidup bersamanya.• Faith dan Louise, yang harus belajar mengatasi pikiran asing yang men-diami tubuh orang yang mereka cintai.• Sarah, yang tidak ingin berhubungan lagi dengan saudara-saudara perempuannya; dan Laquita, yang akhirnya jatuh cinta dengan suaminya setelah empat puluh tahun.•Kevin, yang mengetahui apa arti berkorban bagi orang lain dan apa yang bukan ... dan apa artinya berkorban. • Sudha, yang secara harafiah mendapati seorang asing yang ingin bunuh diri ada di pintu rumahnya;dan Laurie, yang menemukan cinta mengintip dari pagar rumahnya.• Steven, yang memberikan secangkir kopi panas untuk menghangatkan sirkulasi cinta dalam hatinya; dan Tamara, yang belajar bahwa ia memi-

Page 15: Love is a Verb

15

~ Pengantar ~liki kemampuan untuk membuat dunia orang lain yang kurang beruntung menjadi lebih baik.•Rebecca, yang ayahnya tidak mampu menunjukkan emosi; dan Eileen, yang mengekspresikan emosinya dengan meluap-luap!•Midge,seorang perempuan yang mengharapkan cokelat dan akhirnya memperoleh rasa pahit di mulutnya.• Loretta, yang mengalami rasa sakit yang tak terperikan karena suatu tindak kriminal, dan bagaimana ia diminta untuk mencabut hak waris seorang pelaku kejahatan yang disayanginya.• Pamela, yang akhirnya menemukan harta karun hatinya di bawah tutup suatu kotak perak kecil.

Semua orang ini, dan masih banyak lagi, membagikan kisah mereka tentang belajar menjalani cinta melalui tragedi dan kemenangan. Pengalaman mereka lebih memesona ketimbang cerita buatan Hollywood manapun. Anda akan mampu merasa terhubung dengan kisah mereka dan merasakan kecemasan dan pencapaian mereka. Dan setelah setiap kisah, saya menyoroti suatu elemen kunci yang dapat menolong Anda menjadi lebih kuat saat Anda berusaha membangun relasi yang kuat dan stabil. Melalui halaman-halaman buku ini, saya akan memberi Anda petunjuk-petunjuk praktis yang digunakan orang-orang ini yang juga dapat Anda gunakan. Kisah-kisah ini akan memberi Anda inspirasi untuk membangun, mengobarkan kembali, dan mengalami jenis cinta dan relasi yang bertahan setelah perasaan hangat itu mereda. Jadi apakah Anda ingin menikmati relasi terbaik yang mungkin terjadi? Maka mulailah berusaha. Cinta tidak dibungkus dalam kata ganti orang – ”ia” atau ”mereka”. Cinta bukan tentang siapa orang lain atau bagaimana mereka memperlakukan kita atau apa yang mereka lakukan untuk membuat kita meng-hargai mereka. Cinta dimulai dengan Anda, dan terutama bukan tentang apa yang Anda katakan atau rasakan. Sebaliknya, cinta adalah tindakan; ini adalah pilihan yang harus Anda buat. Cinta adalah kata kerja!

- Gary Chapman

Page 16: Love is a Verb
Page 17: Love is a Verb

17

Suatu hari Tony berjalan ke kantor kami di mana suami saya, Tim, mem-beri konseling kepada para veteran yang kehilangan anggota tubuhnya. Senyum-nya yang cemerlang menghiasi wajahnya. Ia tidak lebih tinggi dari anak saya yang berusia empat belas tahun – botak, kurus kering, dan berusia empat pu-luhan akhir. Ia begitu memesona, jenis pesona yang saya yakin akan membuat bahkan ibunya sendiri tidak tahan untuk tidak menghukumnya apabila ia baru saja melakukan kenakalan. Ia memiliki cara tertawa, setengah cekikikan yang muncul dengan mudahnya sehingga saya hampir tertawa juga – saya tidak bisa menahannya. Saya hanya bertemu sebentar dengannya tetapi ia meninggalkan sebuah kesan dalam hati yang bahkan tidak saya sadari ada di sana. Kemudian di minggu itu Tim bertanya, “Kamu ingat Tony?” “Tentu saja,” kata saya, sambil menyortir surat-surat. “Kuceritakan sedikit tentangnya ya. Ia mengidap HIV, salah satu dari peng-ungsi topan Katrina, yang direlokasi ke Denver sini, dan sejauh yang aku tahu ia sendirian. Ia tunawisma, tetapi belakangan ini ia tinggal di rumah subsidi. Namun, sakitnya cukup berat, apartemennya hampir kosong, dan ia tidur di lantai. Ia bahkan tidak memiliki ranjang.” Ia bahkan tidak memiliki ranjang – tidak punya ranjang, dan ia sakit. Kata-kata itu bergema dalam benak saya. Tidak punya ranjang, tidak punya ranjang. Saya membayangkan Tony yang kecil meringkuk di lantai. Saya sering mendengar tentang situasi yang menyedihkan seperti ini sebelumnya, kita semua pernah, dan hati saya selalu tergetar dan terganggu karenanya. Namun kali ini seolah-olah seseorang menggoncangkan saya dan berteriak, “Ia tidak punya ranjang! Lihat semua yang kau miliki!”

Keluarga kami selalu senang menolong orang yang kurang beruntung – memberi hadiah Natal bagi orang-orang yang kesulitan, membawakan makanan kepada keluarga-keluarga yang anggota keluarganya di rumah sakit, mengirim-

Mencintai dengan Boros

Page 18: Love is a Verb

kan uang kepada seorang anak di Afrika. Namun semua itu adalah cara-cara “aman” untuk menolong, lalu pulang ke rumah; kami belum pernah terlibat langsung dalam hidup mereka. Perut saya serasa diaduk-aduk, dan saya gemetaran. Saya harus memberinya sebuah ranjang. Entah kenapa tapi saya merasa kali ini saya harus bertindak. Hanya Allah yang tahu alasannya. Dan ranjang itu harus baru! Untuk alasan tertentu, saya ingin mencintainya dengan boros. Namun walaupun merasa amat terdorong untuk menolongnya, saya bertanya-tanya apa yang sedang saya laku-kan. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang seperti ini sebelumnya. Kami mengantarkan ranjang dan perlengkapan ranjang baru yang kami – saya dan putri-putri saya – pilihkan. Saya agak gugup. Ia duduk di ranjang barunya, merapikan sepreinya, dan tersenyum. Lalu emosi pun menguasainya dan ia tersedu-sedu. Tubuhnya yang kurus terguncang saat ia batuk. “Terima kasih. Terima kasih banyak – saya tidak tahu harus berkata apa. Saya ... saya ...” kata-katanya tidak pernah selesai karena air mata mengalir de-ngan derasnya. Ranjang ini bagaikan sebuah terang dalam lubang yang sangat dalam dan gelap. Ia memandangi kami dengan bingung dan penuh syukur. Saya tidak tahu cara lain untuk menggambarkannya. Ia tidak mengenal kami sama sekali. “Tony, sayang! Apa yang terjadi di sini?” Juanita, tetangganya yang seperti neneknya sendiri, berjalan masuk dari seberang lorong. “Rasanya kurang enak bertemu dengan orang-orang baru, tapi aku ingin melihat apa yang terjadi!” Ia melihat ranjang itu dan memandang Tony, menggelengkan kepalanya yang penuh uban, dan berkata, “Sayang, sudah kubilang Allah akan men-jagaimu. Dia mendengarkanmu; ya, Dia mendengarkanmu.” Teman-teman dan keluarga kami langsung ambil bagian – panci dan wa-jan baru, piring-piring, handuk-handuk, microwave, uang – apa saja! Dan pun-caknya, saudara perempuan saya, Laurie membelikannya mebel baru – bukan barang bekas orang lain, tetapi mebel yang benar-benar baru dengan karpet yang sesuai. “Laurie,” kata saya, “apa tidak apa kamu membelikan ia semua ini? Kita ti-dak benar-benar mengenalnya dan ia bisa saja menjual semua itu atau seseorang bisa mencurinya atau ...” “Aku ingin melakukannya, dan apa yang akan terjadi, terjadilah,” katanya sambil tersenyum. Cinta yang boros.

Suatu hari saya berkunjung untuk memeriksa Tony. Ia selalu bersikap posi-tif dalam segala hal. “Saya cukup baik, cukup baik hari ini. Apakah Anda tahu bahwa besok adalah hari ulang tahun saya?”

Page 19: Love is a Verb

19

~ Mencintai dengan Boros ~ “Tony, mari kita buat pesta ulang tahun!” Keluarga saya datang, orangtua saya bahkan teman putri saya juga datang. Kami membungkus barang-barang pemberian orang yang belum sempat diberikan padanya dengan kantung warna-warni dan membawa sebuah kue tart. Ia duduk di sofa diapit oleh orangtua saya, air matanya mengalir. “Saya tidak pernah mengalami perayaan ulang tahun seperti ini sebelumnya, karena saudara saya ada 13.”

Saya tidak tahu hal ini. Di mana keluarganya? Sedikit demi sedikit potongan kisah hidupnya mulai muncul. Saat kami berkendara pulang, teman putri saya tersenyum saat meman-dang keluar jendela dan berkata, “Ini hari terbaik yang pernah kualami.” Saat saya kembali untuk membawakan makanan, ia telah menempelkan semua kan-tung hadiah di dinding. Tony mulai makin sakit. Ia sering sakit dada dan sulit bernapas. Saya menelepon untuk memeriksanya suatu Senin pagi. “Saya sudah ke rumah sakit tiga kali akhir pekan ini, Tamara. Dada saya sakit sekali.” “Oh, Tony!” Saya jadi tidak enak. “Bagaimana caramu sampai ke sana?” “Saya naik bis, tetapi harus berjalan satu mil ke tempat pemberhentian bis. Mereka berkata mereka tidak menemukan apa-apa jadi mereka menyuruh saya pulang, tetapi saya tidak merasa lebih baik jadi saya kembali dua kali lagi.” Mereka bahkan tidak menolongnya pulang. Saya benar-benar marah! Di dunia saya, ada keluarga yang bisa membawa saya ke rumah sakit, ada mobil, dan mereka tidak pernah harus menyuruh saya pulang seperti itu. Di dunianya, ia sendirian, dan mereka tidak peduli. Saya menyadari ia butuh dukungan medis, jadi saya dan Tim memutuskan untuk campur tangan. Mungkin karena sejarahnya, mungkin karena sendirian, ia terus diperlakukan seolah-olah tidak pantas memperoleh rasa hormat atau perlakuan yang pantas dari tenaga medis. Ia masuk ke rumah sakit berulangkali, dan saya tidak bisa menghitung berapa kali harus “mengaum” di rumah sakit ketika mendengar bagaimana ia diperlakukan. Para perawat akan bertanya, “Dan Anda siapa?” Saya akan berlagak tersinggung dan berkata, “Yah, kakak perempuannya, tentu saja! Tidak bisakah Anda melihat persamaan kami?” Tony berkulit hitam dan tingginya 5 kaki 6 inchi dan saya berkulit putih dan tinggi saya 5 kaki 10 inchi. Keadaan Tony makin parah. Saya duduk bersamanya saat ia menunggu untuk bertemu seorang onkologis. Tony ketakutan. Ia memandang saya dan berkata, “Mengapa Anda melakukan ini semua? Anda tidak benar-benar me-ngenal saya dan apa yang telah saya lakukan.”

Page 20: Love is a Verb

Saya tersenyum dan berkata, “Yah, kamu juga tidak benar-benar mengenal saya dan hal-hal yang telah saya lakukan.” “Tidak, ini benar-benar serius,” ia mendesak. “Anggap saja saya kebetulan mendengarkan Allah, Tony. Dia tahu kamu butuh seseorang untuk berjalan di sampingmu dan mencintaimu begitu saja.” Tony mengidap kanker paru-paru. Kami tidak tahu tinggal berapa banyak waktu yang dimilikinya. Saudara perempuan saya merasa kami harus segera mempertemukannya dengan keluarganya. Kami mendesaknya untuk mene-lepon ibunya. Ia tinggal di Mississippi. “Oh, saya tidak ingin membuatnya khawatir. Ia hampir delapan puluh ta-hun,” katanya. Namun ada nada sedih dalam suaranya. Itulah pertama kalinya kami mendengar tentang ibunya, Lucille.

Orangtua saya mulai mengunjungi apartemennya dan di rumah sakit. Ia memanggil mereka mama dan papa. Sering kali ia menangis saat berbicara ke-pada mereka di telepon. Saya pikir ia sangat merindukan mamanya sendiri. Suatu malam sekitar pukul delapan ia menelepon dari rumah sakit. “Dok-ter ada di sini dan....” Suaranya tercekat dan kerongkongan saya terasa kering saat ia berkata, “Ini tidak terlalu baik, kakak.” Ia mencoba untuk tertawa, tetapi tawa itu berubah menjadi isakan. Dok-ter mengambil alih telepon dan berkata tanpa emosi, bahwa Tony mengidap kanker paru-paru stadium empat, dan sisa umurnya hanya waktu enam minggu sampai empat bulan. Saya begitu marah sampai gemetar. Saya telah meminta rumah sakit untuk menelepon kalau mereka mau memberi tahu tentang penya-kitnya supaya saya bisa menemaninya. Mendengar berita seperti itu sendirian akan membuat semua orang putus asa. Kami bergegas ke rumah sakit. Yang mengejutkan, Tony tersenyum, me-megang tangan saya, dan kali ini keadaan berbalik – ia menghibur saya! Saya menangis dan menangis. “Saya tahu Anda pikir dokternya jahat, tetapi saya perlu mendengar ke-benarannya, dan tidak ada yang mau memberitahu,” katanya. Saya menyadari betapa sayangnya saya pada Tony. Tony belakangan berkata kepada saya bahwa setelah mendengar berita itu ia meninggalkan ruangannya, berjalan ke bawah, dan berencana untuk keluar dari rumah sakit dan menghilang untuk selamanya. “Saya kembali ke atas karena saya berkata kepada Anda bahwa saya akan ada di sini dan saya tidak ingin mengecewakan Anda. Jika bukan karena Anda, saya tidak akan ada di sini seka-rang.” Keesokan harinya ia menelepon dan bernyanyi di mesin penjawab telepon.

Page 21: Love is a Verb

21

~ Mencintai dengan Boros ~Dan ia tertawa sehingga membuat saya tertawa dan kemudian menangis. “Saya biasa menyanyi di Mis-sissippi Mass Choir,” katanya. Satu lagi potongan kisah hidupnya. Kami terus menekannya untuk menelepon ke-luarganya. Ia akhirnya menelepon saudara perem-puannya, Cynthia. Saudara perempuan saya, dengan hatinya yang pemurah dan “boros”, menawarkan untuk membayar penerbangan Cynthia ke Denver dan menyewakan mobil baginya. Cynthia tidak tahu bahwa Tony separah itu sakitnya. “Saya tidak tahu kenapa ia tidak memberi kabar dari dulu! Saya bisa datang dari jauh-jauh hari kalau tahu begini.” Tony telah menjaga jarak dari keluarganya untuk alasan-alasan yang ma-sih belum mereka pahami. Jelas bahwa mereka mencintainya. Namun entah bagaimana kehidupan telah melukainya begitu dalam. Cynthia datang, dan suatu malam di apartemen Tony ia mengungkapkan isi hatinya. “Anda tahu, saya memiliki masalah punggung dan saya tidak bisa bekerja, tetapi saya rasa pasti ada sesuatu yang harus saya lakukan. ‘Tuhan,’ saya berdoa, ‘apa rencana-Mu bagiku? Apa yang Kau ingin kulakukan?’ Nah, inilah jawabannya. Saya harus membawa Tony pulang dan merawatnya.” The Veteran Administration membayari penerbangan Tony, dan saudara perempuan saya membayari penerbangan Cynthia. Saat Tony pergi, saya tahu saya tidak akan melihatnya lagi. Keluarganya berkumpul untuk melihat domba yang tersesat dan sekarang pulang itu. Saudara lelaki dan perempuannya datang dari seluruh penjuru ne-geri, dan putri-putrinya datang – ya, ia memiliki dua anak perempuan dan em-pat cucu! Kisahnya terus terungkap. Ibunya tidak pernah pergi dari sisinya. Ia menelepon saya suatu hari dan berkata, “Saya telah berdoa akan adanya suatu mukjizat bagi Tony, dan Andalah mujizat itu.” Tony meninggal bulan Mei itu. Ia jatuh tertidur dan tidak pernah bangun lagi, tetapi ia meninggal dengan keluarga di sekelilingnya. Ia tidak sen-dirian lagi. Keluarga Tony memasang foto keluarga kami dalam acara penguburannya beserta kata-kata berikut: “Tidak ada keluarga lain yang lebih baik dari kalian untuk mengurus Tony kami yang tercinta. Mengucapkan terima kasih tidaklah cukup! Kalian pantas memperoleh lebih dari itu. Kiranya Allah memberkati dan menjagai kalian.” Apa yang saya lakukan tidak banyak, saya hanya membiarkan cinta yang ada di hati saya keluar, dan lihatlah apa yang terjadi: suatu kisah cinta yang tidak terduga.

Tamara Vermeer

Page 22: Love is a Verb

Kadangkala dalam hidup kita mendapat kesempatan untuk masuk dalam hidup se-seorang. Keputusan itu membuat perut bergejolak dan tangan kita gemetar. Kita tidak harus melakukannya, tidak seorang pun akan tahu jika kita tidak melakukannya, dan hidup kita akan berlanjut seperti biasanya. Namun saat kita mulai mencintai, bukan hanya sebagai coba-coba tetapi dengan murah hati, hidup kita berubah selamanya. Saat kita mencintai dengan murah hati, kita menerima ganjaran yang tidak terlupakan. Dan kadangkala, perhatian itu tidak hanya menyentuh orang lain itu tetapi orang-orang yang terlibat dengannya, sehingga tercipta suatu “keluarga besar” yang menjadi pengalaman komunitas yang sejati yang kita rindukan.