lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang...

43
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1.Penyakit Periodontal a. Gambaran umum Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi atau periodontium yang mengenai gingiva (gingivitis) atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam yaitu periodontitis. Gambaran klinis periodontitis berupa kerusakan jaringan periodontal destruktif yang dikaitkan dengan keberadaan dan atau meningkatnya jumlah bakteri patogen spesifik seperti Phorphyromonas gingivalis (P.g), Prevotella intermedia (P.i), Bacteriodes forsytus (Bi) dan Actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a) (Widyastuti, 2004).

Upload: ilmasoraya

Post on 26-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.vvvlokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.vvvvlokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.vlokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi.

TRANSCRIPT

35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Telaah Pustaka

1. Penyakit Periodontal

a. Gambaran umumPenyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi atau periodontium yang mengenai gingiva (gingivitis) atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam yaitu periodontitis. Gambaran klinis periodontitis berupa kerusakan jaringan periodontal destruktif yang dikaitkan dengan keberadaan dan atau meningkatnya jumlah bakteri patogen spesifik seperti Phorphyromonas gingivalis (P.g), Prevotella intermedia (P.i), Bacteriodes forsytus (Bi) dan Actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a) (Widyastuti, 2004).Penyakit periodontal merupakan penyakit yang cukup banyak diderita oleh hampir 50% jumlah populasi dewasa di dunia. Indonesia memiliki prevalensi penyakit periodontal sebesar 96,58% dan merupakan permasalahan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut kedua setelah karies (Tampubolon, 2010).

b. Etiologi

Terdapat beberapa faktor yang ikut berperan dalam penyakit periodontal. Faktor utama penyakit ini adalah faktor lokal dimana terdapat akumulasi plak pada gigi dan gingiva, sedangkan faktor lainnya dapat berasal dari sistemik, lingkungan, dan genetik (Michael, 2002).

1) Faktor lokal berupa akumulasi plak pada gigi dan gingiva pada dentogingivojunction adalah penyebab awal dimulainya periodontitis kronis, dimana bakteri biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa inflamasi.

2) Faktor sistemik memiliki pengaruh yang besar terutama pada jenis penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektifan respon host sehingga dapat meningkatkan keparahan periodontitis kronis, contohnya Diabetes Melitus.

3) Lingkungan dan perilaku merokok dapat meningkatkan keparahan penyakit periodontitis kronis. Perokok dapat mengalami kondisi yang lebih parah seperti lebih banyak kehilangan perlekatan dan tulang, lebih banyak furkasi, dan pembentukan poket yang lebih dalam. Kondisi stres juga dapat meningkatkan prevalensi dan keparahan penyakit periodontitis kronis.

4) Genetik dicurigai sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini, karena banyak ditemukan di dalam satu keluarga (Michael, 2002).c. Patofisiologi

1) Mekanisme bakteri patogenik dalam penyakit periodontalKemampuan bakteri patogen dalam menyebabkan penyakit periodontal sangat kompleks. Beberapa mekanisme patogenik yang penting yaitu:

a) Invasi

Invasi yaitu masuknya bakteri atau produk bakteri ke dalam jaringan periodontal.

b) Memproduksi toksin

Beberapa jenis bakteri memproduksi leukotoksin yang dapat membunuh sel neutrofil dan monosit.

c) Peran unsur sel atau substansi sel

Lipopolisakarida seperti LPS dan endotoksin terdapat dalam dinding bakteri gram negatif, yang mana akan dikeluarkan setelah bakteri mati. LPS berperan sebagai pencetus proses inflamasi dan juga sebagai penyebab terjadinya nekrosis jaringan

d) Memproduksi enzim

Enzim yang diproduksi oleh bakteri pada plak turut berperan pada penyakit periodontal. Contoh enzim tersebut yaitu kolagenase, hialuronidase, gelatinase, aminopeptidase, pospolifase, dan posfatase basa dan asam. Beberapa patogen periodontal menunjukkan kemampuannya dalam memproduksi protease yang mampu mendegradasi struktur protein dan jaringan periodontal yang berperan dalam reaksi imun dan inflamasi pada periodontitis kronis. Kolagen tipe 1 dapat dirusak enzim kolagenase yang diproduksi oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans yang akan menyebabkan terjadinya degradasi kolagen dan gangguan pada jaringan ikat periodontal.

e) Menghindar dari pertahanan pejamu

Bakteri bertahan di lingkungan periodontal dengan cara menetralisir atau menghindar dari mekanisme pejamu yang akan menyingkirkan dan membunuh bakteri. Beberapa mekanisme yang dimiliki patogen periodontal dalam menghindar atau menghancurkan pertahanan pejamu, yaitu:

i. Penghancuran langsung polimorponuklear leukosit (PMN) dan makrofag.

ii. Menghambat kemotaksis polimorfonuklear leukosit (PMN).

iii. Degradasi imunoglobulin.

iv. Memodulasi fungsi sitokin.

v. Degradasi fibrin.

vi. Mengubah fungsi limposit (Michael, 2002).2) Mekanisme perubahan klinis penyakit periodontalMenurut Ireland (2006) ada empat tahapan yang diketahui pada perkembangan penyakit periodontal, yaitu:

a) Gingivitis yang belum terdeteksi secara klinis, namun perubahan inflamasi dapat diketahui secara mikroskopik b) Early gingivitis, merupakan peningkatan sel inflamasi di dalam jaringan dan meningkatnya migrasi neutrofil ke dalam servik gingiva yang terlihat 10-20 hari setelah akumulasi plak. Tahap ini menunjukan epithelium gingiva menjadi lebih tebal, dimana jaringan ikat gingiva telah banyak mengandung sel inflamasi dan terjadi dilatasi pada pembuluh darah.

Gambar 2.1 Early lesion gingivitisSumber: Ireland, 2006

c) Established gingivitis, jaringan ikat gingiva yang didominasi oleh 10%-30% sel plasma.

Gambar 2.2 Established gingivitis

Sumber: Ireland, 2006

d) Periodontitis, merupakan tahap pertama dari hilangnya perlekatan dan ditandai dengan migrasi ke arah apikal dari junctional epithelium. Terdapat infiltrasi dari sel inflamasi sebesar >50 % dan mulai terjadi kehilangan tulang (Ireland, 2006).d. Klasifikasi penyakit periodontal

Menurut Harrison (1999) klasifikasi penyakit periodontal antara lain:1) GingivitisGingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung. Faktor lokal penyebab gingivitis adalah akumulasi plak karena kebersihan mulut yang buruk, kalkulus, iritasi mekanis, dan posisi gigi yang tidak teratur dapat menjadi faktor pendukung. Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan, sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus-menerus.2) Periodontitis agresif

Periodontitis agresif dahulu dikenal sebagai juvenille periodontitis, merupakan kelainan periodontal yang lanjut dan cepat yang terjadi saat usia pubertas dan usia muda sehat. Periodontitis agresif ini ditandai dengan hilangnya perlekatan jaringan ikat dan kerusakan tulang alveolar secara cepat dan pada lebih dari satu gigi permanen. Gambaran klinis periodontitis agresif berbeda dengan periodontitis biasa.3) Periodontitis berhubungan dengan penyakit sistemik

Penyakit sistemik seperti syndrome down, DM tipe 1 dan AIDS berperan sebagai faktor etiologi terjadinya periodontitis kronis.4) Necrotizing Periodontal Disease Abses PeriodontalMerupakan peradangan gingiva yang terjadi secara tiba-tiba disertai nekrosis jaringan, hilangnya jaringan, nyeri, perdarahan dan halitosis yang disertai dengan P.intermedia dan spiroketa. ANUG terlihat hubunganya dengan infeksi virus HIV.5) Trauma oklusal

Kondisi kelainan jaringan periodontal karena trauma oklusi dan atrofi.6) Periodontitis kronisPeriodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat dan mengakibatkan kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan, yang menghasilkan pembentukan poket periodontal serta kehilangan tulang alveolar.7) Periodontitis dengan penyakit endodontikInfeksi yang terjadi pada ligamen periodontal dan tulang alveolar dapat berasal dari infeksi jaringan pulpa dental.2. Periodontitis Kronisa. Definisi periodontitis kronis

Periodontitis kronis adalah hasil dari respon host pada agregasi bakteri di permukaan gigi yang mengakibatkan kerusakan ireversibel pada jaringan perlekatan, dan menghasilkan pembentukan poket periodontal serta kehilangan tulang alveolar (Mullally, 2004).b. Manifestasi periodontitis kronisPasien dengan kondisi periodontitis kronis biasanya tidak mengeluhkan rasa sakit, namun saat dilakukan pemeriksaan terlihat adanya akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva, inflamasi gingiva, pembentukan poket gingiva, resesi gingiva, kehilangan tulang alveolar, dan terkadang muncul supurasi. Kondisi oral hygiene yang buruk dapat memperparah kondisi periodontitis dengan ditandai adanya pembengkakan dan perubahan warna antara pucat dan magenta pada gingiva, serta hilangnya gingiva stippling dan adanya perubahan topografi pada permukaan seperti menjadi tumpul dan rata (cratered papila) (Michael, 2002).Tanda dan gejala umum periodontitis kronis pada banyak pasien seringkali tidak terdeteksi, dan inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya perdarahan pada gingiva sebagai respon dari pemeriksaaan poket periodontal. Pemeriksaan poket peridontal dapat dilakukan dengan probing yang dapat menunjukan adanya peningkatan kedalaman poket yang bervariasi, perdarahan pada area aktif penyakit, dan adanya perubahan kontur fisiologis. Gambaran kerusakan dan kehilangan tulang alveolar yang cukup besar juga dapat terlihat pada pemeriksaan radiografi. Kondisi puncak alveolar crest yang normal yaitu berada sekitar 0,5 sampai 2 mm dibawah Cemento Enamel Junction namun pada penderita periodontitis ini letak puncak alveolar crest nya terlihat lebih keapikal. Dalam hal ini ada dua macam pola resorbsi tulang alveolar pada penderita periodontitis. Horizontal bone loss yaitu teresorbsinya tulang alveolar secara horizontal dan menyeluruh, sedangkan vertical bone loss adalah teresorbsinya tulang alveolar secara vertikal dan biasanya bersifat local. Terkadang kegoyangan gigi muncul pada kasus lanjut dengan adanya perluasan hilangnya perlekatan dan hilangnya tulang (Michael, 2002).

Gambar 2.3 Perdarahan saat probing dari derajat 1, derajat 2, derajat 3, dan derajat 4Sumber: Michael, 2002

Gambar 2.4 Gambaran radiografi penurunan tulang alveolar pada kondisi periodontitis kronis Sumber: Michael, 2002Parameter lain yang dapat menunjukkan kondisi tulang alveolar pada periodontitis kronis adalah jumlah sel ostoeblas yang dapat diamati pada preparat histologi menggunakan mikroskop. Osteoblas pada kondisi periodontitis kronis merupakan suatu parameter penting dalam proses terjadinya kehilangan tulang karena pada kondisi periodontitis terjadi penurunan ostebolas. Osteoblas merupakan sel tulang yang berfungsi mensintesis komponen organik tulang serta mempengaruhi penambahan unsur anorganik. Osteoblas akan menjadi sel tulang matur (osteosit) yang memiliki peran dalam memberikan kekuatan pada tulang. Penurunan jumlah sel ostoeblas ini merupakan akibat dari aktifitas bakteri plak yang memiliki peran dalam meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi menghambat kerja dari osteoblas dan menurunkan jumlah sel-sel osteoblas sehingga menyebabkan kehilangan tulang akibat ketidakseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas. (Michael, 2002).

c. Perawatan Periodontitis KronisTujuan umum perawatan periodontal adalah untuk mencegah, menghentikan, dan mengontrol atau mengeliminasi penyakit periodontal. Tujuan khususnya adalah untuk meregenerasi struktur, integritas, dan fungsi dari jaringan yang telah hilang akibat adanya proses inflamasi karena penyakit periodontal (Prakash, 2010).Menurut Michael (2002) perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :

1) Fase I

Merupakan fase etiotropik yang bertujuan untuk menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa adanya tindakan bedah periodontal atau perawatan restoratif dan prostetik. Prosedur yang dilakukan pada fase I ini diantaranya :

a) Kontrol plak

b) Kontrol diet(bagi pasien dengan karies rampan)

c) Root planningd) Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi

e) Ekskavasi karies dan restorasif) Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)

g) Terapi oklusal (adjustment occlusal)

h) Penggerakan gigi secara ortodontik

i) Penggunaan splint provisional

j) Reevaluasi perawatan sebelumnya dengan pengecekan kembali kedalam poket, inflmasi gingiva, plak, kalkulus, dan karies.2) Fase II

Merupakan fase bedah, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi, dan disharmoni oklusi yang terjadi akibat penyakit sebelumnya dan menjadi faktor presdiposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Prosedur yang dilakukan pada fase ini diantaranya :

a) Bedah periodontal, tujuan perawatan ini adalah untuk mengeliminasi poket dengan cara kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang), dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft).b) Occlusal adjustmentc) Perawatan saluran akar

3) Fase III

Merupakan fase restoratif, Prosedur yang dilakukan pada fase ini diantaranya :

a) Restorasi finalb) Gigi tiruan cekat dan lepasan4) Fase IV

Merupakan terapi pemeliharaan atau terapi periodontal suportif, bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Prosedur yang dilakukan pada fase ini diantaranya :

a) Riwayat medis dan riwayat gigi pasien

b) Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.

c) Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar setiap 3 atau 4 tahun sekali.

d) Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektivitas kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus

e) Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah kariesd. Penyembuhan pasca terapi periodontal

Proses penyembuhan pasca terapi periodontal umumnya berupa penyingkiran debris jaringan yang mengalami degenerasi serta penggantian jaringan yang telah dirusak penyakit. Penyembuhan yang maksimal dapat dicapai dengan memperhatikan empat aspek, yaitu regenerasi (regeneration), perbaikan (repair), perlekatan baru (new attachment), dan adaptasi epitel (epithelial adaptation) (Newman., 1996).1) Regenerasi jaringan periodontalRegenerasi merupakan sebuah proses biologis yang bertujuan menggantikan bentuk dan fungsi dari jaringan yang hilang atau rusak dengan jaringan sel yang baru. Regenerasi periodontal adalah regenerasi yang terjadi pada jaringan periodontal akibat kerusakan akibat proses penyakit periodontal yang meliputi perbaikan tulang, sementum dan serabut- serabut periodontal (Dalimunthe, 2006).

Regenerasi berasal dari tipe jaringan yang sama dari jaringan yang rusak, atau dari prekursornya, contohnya epitel gingiva yang rusak penggantinya berasal dari epitel, jaringan ikat dan ligamen periodontal penggantinya berasal dari jaringan ikat, sedangkan tulang dan sementum penggantinya bukan berasal dari tulang dan sementum yang telah ada, melainkan berasal dari jaringan ikat yang merupakan prekursor tulang dan sementum. Jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi akan berkembang menjadi osteoblas dan sementoblas yang nantinya akan membentuk tulang alveolar dan sementum baru (Newman, 2012).Regenerasi sebenarnya telah berlangsung selama perkembangan periodontal yang bersifat inflamatori dan destruktif, namun akibat peran bakteri beserta produknya dalam proses penyakit, dan eksudat inflamasi yang dihasilkan bersifat mencederai sel-sel dan jaringan yang sedang regenerasi, maka penyembuhan pada saat proses penyakit masih berlangsung tidak dapat berakhir dengan sempurna. Terapi periodontal akan menyingkirkan plak bakteri dan menciptakan kondisi yang dapat menghalangi pembentukan dan penumpukan kembali plak, sehingga faktor-faktor yang menghalangi regenerasi tersebut akan hilang dan kapasitas regeneratif jaringan akan maksimal dan memungkinkan terjadinya regenerasi (Newman, 2012).Terdapat beberapa faktor yang membantu dalam proses regenerasi jariangan periodontal khususnya dalam regenerasi tulang alveolar, antara lain yang berasal dari tubuh sendiri yang dikenal dengan autograf dan hormon. Hormon juga diketahui dapat membantu proses pertumbuhan tulang seperti hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kalsitonin, hormon paratiroid, dan hormon kelamin (androgen dan estrogen). Faktor lain yang mempengaruhi regenerasi tulang adalah faktor nutrisi, beberapa faktor nutrisi yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan tulang meliputi kalsium, fosfor, vitamin A dan D (Sloane, 2003).

2) Perbaikan jaringan periodontalProses perbaikan bertujuan untuk mengembalikan kontinuitas permukaan gingiva dan mengembalikan sulkus gingiva yang normal dengan level dasarnya pada permukaan akar sama dengan level dasar poket periodontal sebelum perawatan. Perbaikan periodonsium yang rusak mencakup mobilisasi sel-sel epitel dan jaringan ikat ke daerah yang rusak dan peningkatan pembelahan mitotik lokal guna penyediaan sel-sel dalam jumlah yang mencukupi (Williams, 1989).

Gambar 2.5 Dua kemungkinan penyingkiran poket periodontal. A. Poket periodontal pra perawatan; B. Sulkus normal terbentuk kembali pada level yang sejajar dengan dasar poket pra perawatan; C. Periodonsium diperbaiki pada permukaan akar yang tadinya tersingkap; keadaan ini dinamakan perlekatan baru Sumber: Williams, 19893) Perlekatan baru jaringan periodontalPerlekatan baru adalah tertanamnya serabut ligamen periodontal yang baru ke sementum yang baru dan perlekatan epitel gingiva ke permukaan gigi yang tadinya tersingkap karena penyakit. Terdapat dua istilah yang harus dibedakan antara reattachment dan new attachment. Reattachment merupakan proses perlekatan kembali gingiva atau ligamen periodontal ke permukaan gigi pada posisi semula sebelum dihilangkan melalui scalling dan root planning, sedangkan new attachment merupakan perlekatan serabut yang baru dibentuk yang melekat pada sementum yang baru. Istilah reattachment hanya digunakan untuk menyatakan perbaikan daerah pada akar gigi yang bukan tersingkap karena pembentukan poket periodontal, misalnya karena insisi pada prosedur bedah, karena fraktur akar atau pada perawatan lesi periapikal (Williams, 1989).

Gambar 2.6 Perlekatan baru; Zona A. Permukaan enamel; Zona B. Daerah sementum yang tersingkap karena pembentukan poket periodontal; Zona C. Daerah sementum yang ditutupi oleh epitel penyatu; Zona D. Daerah semen-tum apikal dari epitel penyatu. Pada perlekatan baru, epitel penyatu yang baru dan serabut jaringan yang melekat terbentuk pada zona B.Sumber : Williams, 19894) Adaptasi Epitel

Adapatasi epitel merupakan suatu usaha epitel gingiva untuk beradaptasi melekat dengan permukaan gigi, namun poket periodontal masih tetap ada, Apabila adaptasi epitel tidak disertai oleh pendarahan pada probing, tanda-tanda klinis inflamasi, dan penumpukan plak pada permukaan gigi, berarti sulkus dalam keadaan inaktif, kedalaman sulkus 4,0 - 5,0 mm , dan tidak disertai kehilangan perlekatan selanjutnya, maka perawatan masih dapat diterima (Brunsvold, 1992).

Gambar 2.7 Penyembuhan berupa adaptasi dari jaringan epitel A. Poket periodontal; B. Pasca perawatan. Dinding poket beradaptasi rapat ke permukaan gigi, tetapi tidak melekat ke permukaan gigiSumber : Brunsvold, 1992Selama masa penyembuhan pasca terapi periodontal, untuk menyingkirkan poket periodontal, daerah luka dinvasi oleh sel yang berasal dari empat sumber yang berbeda yaitu epitel oral, jaringan ikat gingiva, tulang alveolar, dan ligamen periodontal, karena hasil penyembuhan poket periodontal yang dicapai sangat tergantung pada sekuens proliferasi sel-sel yang terlibat diatas yang dapat mencapai permukaan akar gigi terlebih dahulu. Misalnya, bila epitel oral berproliferasi lebih dahulu sepanjang permukaan akar gigi sebelum jaringan periodonsium lainnya mencapai daerah tersebut, maka bentuk penyembuhan yang dicapai adalah berupa epitel penyatu yang panjang, bila sel-sel dari jaringan ikat gingiva yang lebih dahulu mempopulasi daerah tersebut, hasilnya adalah serabut-serabut yang sejajar dengan permukaan akar gigi dan remodeling tulang alveolar, tanpa perlekatan serabut ke sementum. Kemudian bila sel tulang yang lebih dulu mencapai daerah akar gigi, maka bisa terjadi resorpsi akar dan ankilosis. Sebaliknya bila sel-sel dari ligamen periodontal proliferasi lebih dulu ke daerah tersebut, baru akan terjadi pembentukan sementum dan ligamen periodontal baru karena pada ligamen periodontal terkandung sel-sel yang dapat membentuk kembali gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar (Brunsvold, 1992).

Gambar 2.8 Sumber sel yang regenerasi pada stadium penyembuhan poket periodontal. Kiri: Poket infraboni; Kanan: Pasca perawatan, dimana bekuan darah(blood clot) diinvasi oleh sel-sel yang berasal dari gingiva (A), jaringan ikat gingiva (B), sumsum tulang (C) dan ligamen periodontal (D)Sumber: Brunsvold, 1992Pemahaman terhadap sekuens proliferasi sel-sel tersebut telah diterapkan untuk kebutuhan klinis dengan dikembangkannya tehnik perawatan yang dinamakan regenerasi jaringan terarah (guided tissue regeneration), yang lebih menjamin tercapainya perlekatan baru (Brunsvold, 1992).e. Hasil perawatan

Menurut Williams (1989) kemampuan penyembuhan yang baik dari jaringan periodonsium dapat menghasilkan terapi periodontal yang efektif, sehingga diharapkan jaringan periodonsium dapat merespon perawatan periodontal yang adekuat berupa :

1) Perbaikan kontinuitas permukaan epitel gingiva

2) Perbaikan serat-serat ligamen periodontal yang akan mengikatkan kembali gigi ke tulang alveolar

3) Kembalinya keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang alveolar serta perbaikan cacat tulang

4) Deposisi sementum baru yang akan mengikatkan serabut utama ligamen periodontal yang baru.Akibat adanya respon jaringan diatas, secara klinis akan terlihat hasil perawatan berupa sembuhnya inflamasi pada gingiva, berhentinya perdarahan gingiva, hilangnya poket periodontal, berhentinya pembentukan pus, berkurangnya mobilitas gigi, terciptanya hubungan oklusal yang optimal, diperbaikinya jaringan periodontal yang tadinya telah dirusak oleh penyakit, dikembalikannya kontur gingiva yang fisiologis, berhentinya kehilanngan tulang, dan tercegahnya rekurensi penyakit setelah perawatan (Williams, 1989).3. Kitosan

a. Sumber Kitosan`Diperkirakan lebih dari 109-1.010 ton kitosan diproduksi di alam setiap tahun. Menurut Trimurni (2006) Indonesia sebagai negara maritim sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya berupa kitosan. Kitin adalah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida yang tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan yang diperoleh dengan melakukan dua tahapan utama yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Kitin tersebar luas di alam dan merupakan turunan selulosa kedua yang sangat melimpah di bumi. Senyawa ini banyak terdapat pada jamur dan kulit luar hewan golongan invertebrata seperti antropoda, nematoda, annelida dan moluska.

Tabel 2.1 Sumber-sumber kitin dan kitosan

NoSumberJumlah (%)

1.Jamur5-20

2.Tulang cumi-cumi3-20

3.Kalajengking 30

4.Kecoa35

5.Kumbang 37

6.Laba-laba38

7.Ulat sutra 44

8.Kepiting 69

9,Udang 70

Sumber : Shepherd, 1997Tulang cumi merupakan limbah yang dibuang dan dapat mencemari lingkungan, salah satu cara untuk mengurangi limbah tersebut adalah dengan mengolahnya menjadi kitosan yang dapat bermanfaat diberbagai bidang kehidupan (Agusnar, 2007).b. Kandungan kitosan

Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin berupa polimer rantai panjang glukosamin dengan bobot molekul 2,5x10-5 dalton. Kitosan merupakan jenis polimer rantai yang tidak linier dan memiliki rumus umum (C6H11O4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi--D-Glukosa (Thate, 2004).

Gambar 2.9 Struktur kimia kitosanSumber: Thate, 2004c. Sifat-sifat kitosan

Kumar (2000) menyatakan bahwa sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti sellulosa, dekstran, pektin, asam alginat, bersifat netral atau asam di alam, sedangkan kitosan merupakan polisakarida yang bersifat basa. Kitosan memiliki sifat-sifat alami yang menguntungkan sehingga banyak diaplikasikan di berbagai bidang kehidupan. Sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi tiga sifat besar yaitu, sifat kimia, biologi dan fisik.1) Sifat kimia kitosan

Sifat kimia kitosan antara lain kitosan merupakan polimer poliamin berbentuk linear, memiliki gugus amino aktif, dan memiliki kemampuan mengikat beberapa logam.

2) Sifat biologi kitosan

Kitosan bersifat biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), dapat berikatan dengan sel pada mamalia dan mikroba secara agresif, bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal dan bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.

3) Sifat fisik kitosan

Berdasarkan sifat kimia dan biologi kitosan tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi serbuk, larutan, gel, pasta, dan serat yang sangat bermanfaat. Ciri-ciri kitosan itu sendiri bergantung pada sumber (asal) bahan baku, derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus amino, panjang rantai dan distribusi bobot molekul (Suhardi, 1993)d. Manfaat kitosanMenurut Mekawati (2000), sifat kitosan seperti bioaktivitas dan biodegradasi yang dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat dapat menguntungkan dan banyak diaplikasikan di berbagai industri maupun di bidang kesehatan.1) Bidang industri

Kitosan merupakan biopolimer yang banyak digunakan di berbagai bidang perindustrian terkait dengan beberapa sifatnya. Pemanfaatan kitosan dalam bidang industri antara lain:

a) Pengikat logam. Penelitian kitosan sebagai adsorban telah banyak dilakukan dan menunjukkan karakteristik sifat pada kemampuannya yang cukup tinggi dalam mengikat ion logam, karena memiliki sifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat, sehingga dapat berfungsi sebagai adsorban terhadap logam berat dalam air limbah (Muzarelli et al, 1997).b) Pada industri makanan sebagai bahan pengawet makanan, penstabil warna, dan bahan pengental makanan.c) Pada industri pertanian sebagai bahan campuran untuk pupuk.d) Pada industri kosmetik sebagai campuran untuk pelembab dan krem wajah (Skaugrud, 2003).2) Bidang kesehatan

Dalam bidang kesehatan terutama di bidang kedokteran gigi, kitosan relatif banyak digunakan karena dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.

Pemanfaatan kitosan dalam bidang ini antara lain berperan sebagai:

a) Anti mikroba

Menurut Katatny (2000) kitosan mengandung enzim lisosim dan gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kitosan juga memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menekan pertumbuhan bakteri dan kapang. Daya hambat kitosan terhadap bakteri disebabkan karena terjadinya proses pengikatan sel bakteri pada dindingnya oleh kitosan. Kitosan tersebut memiliki gugus NH2 yang merupakan sisi reaktif yang dapat berikatan dengan protein dinding sel bakteri, terjadinya proses pengikatan ini disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan permukaan sel bakteri (Andres, 2007).b) Campuran bahan restorasi

Manfaat kitosan lainnya dalam dunia kedokteran gigi dibuktikan dalam percobaan pada bahan restorasi GIC yang dimodifikasi dengan kitosan bermolekul rendah oleh Petri (2007) yang menunjukan bahwa penambahan kitosan bermolekul rendah pada GIC konvensional dapat meningkatkan kekuatan dan juga mengkatalisasi pelepasan ion fluoride.

c) Bahan pulp capping

Penggunaan kitosan sebagai bahan direct pulp capping, menunjukkan kemampuan untuk membentuk jaringan keras osteotipik irregular yang terlihat pada peletakkan kitosan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kitosan mampu menstimulasi pembentukan dentin reparatif dengan memacu sel-sel pulpa odontoblast untuk mengadakan migrasi dan proliferasi. Hal ini disebabkan karena kitosan dengan berat molekul tinggi akan menghasilkan koagulan padat yang memungkinkan terbentuknya sub-base membrane yang memungkinkan perlekatan sel-sel pulpa seperti odontoblas untuk mengadakan migrasi dan proliferasi (Abidin, 2007).d) Perawatan jaringan periodontal

Kitosan dalam dunia kedokteran gigi telah diteliti oleh Sapeli et al (1986) dan Muzzarelli et al (1989) pada perawatan jaringan periodontal dengan pemakaian kitosan bubuk. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa kitosan dapat menurunkan nyeri, sebagai hemostatik yang baik, melambatkan pembebasan antibiotik, mempercepat penyembuhan, dan menghasilkan lingkungan yang asepsis (Sugita, 2009).

e) Remineralisasi gigi

Trimurni (2006) meneliti efek kitosan pada proses demineralisasi dan remineralisasi email gigi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kitosan berperan dalam proses remineralisasi dengan menghambat pelepasan fosfor dari email gigi. Pemeriksaan immunohistokimia dari sampel gigi tikus yang diletakkan kitosan menunjukkan ekspresi alkaline fosfatase yang merupakan marker dari sel odontoblast yang aktif. Hasil uji bioaktivitas dan biokompatibilitas kitosan yang dilakukan pada kultur sel jaringan pulpa gigi manusia menunjukkan adanya mekanisme proliferasi sel-sel dan molekuler pada regulasi dentinogenesis. Hal ini sekaligus menandakan bahwa kitosan dapat dikembangkan sebagai biomaterial dalam rekayasa jaringan (Roberts, 2008).f) Regenerasi tulang

Menurut Muzzarelli et al (2009) kitin dan kitosan terbukti dapat membantu penyembuhan luka pada kulit, syaraf, tulang rawan, dan tulang dalam berbagai sediaan. Sifatnya yang osteoinduktif, osteokonduktif, dan osteogenik, serta mampu mengaktifkan osteoblas sangat cocok digunakan sebagai bahan material untuk regenerasi tulang. Abidin (2007) menyatakan bahwa penelitian-penelitian yang telah dilakukan pada tulang-tulang panjang hewan coba juga menunjukkan kitosan merupakan bone healing accelerator yang baik. Kitosan mampu menginduksi osteogenesis dn mengaktifkan elemen-elemen pembentuk tulang yang berdekatan dengan jaringan lunak sekitar tulang panjang yang mengalami kerusakan.

Trimurni (2006) dan Fernandez-Kim (2000) juga telah melaporkan adanya perbaikan tulang inter radikuler yang mengalami resorpsi dan abses berulang. Sifat-sifat kitosan ini dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus-gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktivitas yang tinggi dan menyumbang sifat elektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti. Menurut Chevrier (2007), kitosan berperan dalam tiga fase penting dalam proses penyembuhan tulang, yaitu meningkatkan migrasi sel inflamasi, meningkatkan vaskularisasi jaringan, dan menstimulasi jaringan baru. Kitosan mampu mempercepat migrasi sel polimorfonuklear pada fase inflamasi, lalu sel PMN menghasilkan osteopontin (OPN) yang mampu mempercepat migrasi dari makrofag. Makrofag selanjutnya memproduksi growth factor yang akan meningkatkan proliferasi fibroblas (Steiner, 2008).