limbah pabrik plywood
DESCRIPTION
limbah plywoodTRANSCRIPT
Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kayu Lapis (Plywood)
Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan
industri.Sebagai contoh jenis industri yang mengunakan sumber daya kayu adalah
industry kayu lapis.Penggunaan kayu untuk bahan bangunan, furniture, dekorasi dan
pembuatan kertas sudah semakin tinggi.Mempunyai dampak positif dan dampak
negatif bagi masyarakat. Dampak positif yaitu meningkatkan devisa negara dan
kesejahteraan masyarakat meningkat, sedangkan dampak negatif yaitu menimbulkan
limbah yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik.
Pengertian kayu lapis itu sendiri menurut Kliwon (1994) adalah suatu bahan
padat yang berbentuk papan yang terdiri dari susunan veneer kayu yang disusun
secara bersilangan tegak lurus arah seratnya pada lembaran veneer berikutnya yang
disatukan dengan perekat organik di bawah tekanan dan suhu yang tinggi. Produksi
kayu lapis dipasaran internasional dianggap lebih menguntungkan daripada ekspor
kayu Log karena harga jual yang lebh tinggi. Oleh karena itu semakin tingginya
kebutuhan akan kayu lapis yan dipicu oleh aspek ekonomi maka semakin tinggi pula
tingkat produksinya ( Resosudarmo dan Yusuf, 2006 ).
Proses produksi kayu lapis banyak menghasilkan limbah kayu seperti tanin,
potongan kayu, serbuk gergaji, sampah vinir, sisa kupasan dan potongan tepi kayu
lapis yang tidak diolah lagi semaksimal mungkin akan menyebabkan pencemaran
lingkungan. Akibat pencemaran ini dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dari
sumber daya alam seperti udara, air, dan tanah. Telah diketahui bahwa ketersediaan
air bersih kini semakin berkurang, hal ini karena makin maraknya pencemaran yang
diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia salah satunya adalah kegiatan industri
kayu lapis ( plywood ).
Adanya limbah dimaksud menimbulkan masalah penanganannya yang selama
ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif
terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan.Salah satu jalan
yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah
dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan
kepada masyarakat.
Hasil evaluasi menunjukkan beberapa hal berprospek positif sebagai contoh
teknologi aplikatif dimaksud dapat diterapkan secara memuaskan dalam
mengkonversi limbah industri pengolahan kayu menjadi arang serbuk, briket arang,
arang aktif, arang kompos dan soil conditioning.
Limbah kayu dapat terdegradasi oleh alam karena bahan organik, namun
bagaimana dengan perekat yang merupakan senyawa anorganik dari bahan bahan
kimia.Tentunya limbah perekat memerlukan pengolahan khusus agar tidak
berdampak buruk bagi lingkungan.Pengendalian pencemaran yang dikenal
masyarakat adalah menggunakan Instalasi Pengolahan Limbah. Instalasi pengolahan
limbah pada prinsipnya bagai sebuah system pabrik dimana tersedia sejumlah input
untuk diolah menjadi output. Kata lain limbah sebagai bahan baku yang diolah dalam
system kemudia hasilnya adalah limbah yang memenuhi syarat baku mutu (Soetomo,
2001).
Instalasi pengolahan limbah mempunyai spesifikasi tertentu dengan criteria
teknis seperti tingkat efisiensi beban persatuan luas, waktu penahanan hidrolisis,
waktu penahanan lumpur dan lain-lain. Model instalasi pengolah limbah tergantung
pada jenis parameter pencemar, volume limbah yang diolah, syarat baku yang harus
dipenuhi, kondisi lingkungan dan lain-lain. Setiap perusahaan industri harus
mengadakan penghematan bahan baku agar sumber pencemaran dapat ditekan
seminim mungkin. Energy bahan bakar adalah satu sumber pencemaran penting bagi
udara.Semakin sedikit penggunaan bahan bakar semakin berkurang unsure pencemar
yang dilepas ke udara.Pertemuan puncak dunia mengenai pencemaran adalah mencari
penganti bahan bakar yang sedikit unsure pencemarnya (Sakti A. 2005).
Limbah Industri Plywod (Kayu Lapis)
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan plywood adalah limbah cair
dan limbah padat. Limbah padatnya serbuk dan kulit kayu, selama ini serbuk dan
kulit kayu tersebut hanya digunakan untuk bahan bakar dirumah tangga ataupun
hanya dibuat sebagai abu gosok saja. Dengan pemanfaatn kembali limbah tersebut
untuk bahan bakar proses pembakaran di boiler, maka akan dapat mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan serta dapat meminimalkan biaya bahan bakar boiler.
Sedangkan limbah serbuk dan kayu yang belum dimanfaatkan dapat digunakan untuk
pembuatan furniture alat-alat rumah tangga. Sehingga akan bernilai ekonomis serta
ramah lingkungan
Selain serbuk kayu dan kulit kayu, limbah padat dari proses produksi plywood
adalah dihasilkan dari lem yang lengket pada mesin produksi. Lem yang tertingal di
mesin tentu akan menggangu produktivitas mesin tersebut. Kandungan bahan kimia
yang terdapat pada lem adalah fenol.karena bahannya mudah menguap ke udara serta
menimbulkan bau. Maka perlu diolah agar tidak menjadi pencemar lingkungan. Salah
satu tekhnologi yang dapat digunakan untuk limbah ini adalah insenerator , karena
dapat membakar limbah ini secara sempurna dan menghasilkan fly ash. Pembakaran
pada insenerator menggunakan suhu yang sangat tinggi serta waktu tertentu untuk
setiap jenis limbah. Hasil produksi kayu yang mengalami kerusakan tentunya akan
menjadi limbah baru bagi lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan secara
cermat sebelum dibuang. Limbah hasil produksi yang rusak tersebut sebenarnya
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses pembakaran di Boyler karena
kandungan kalori kayu yang tinggi.
Dampak Pembangunan Industri kayu lapis serta proses produksinya terhadap
Lingkungan
1. Pengadaan lahan untuk pembangunan industri dengan membuka hutan akan
menimbulkan masalah baru bagi lingkungan.
2. Penggunaan sumberdaya alam secara besar besaran tanpa diiringi dengan azas
pelestarian kembali yang berimbang tentu akan menjadi malapetaka.
3. Ketersediaan air tanah yan semakin berkurang selain karena faktor pada point
pertama dan kedua diatas, industri juga menggunakan air tanah untuk proses
produksi. Padahal air tanah diperuntukkan bukan untuk pencucian kayu. Karena
penggunaan air tanah untuk industri, maka air akan kian tercemar.
4. tempat penampungan air yang kian berkurang ( hutan ), serta daerah resapan
(tanah) yang beralih menjadi beton dan aspal tentu akan memperbesar potensi run
off, erosi, dan banjir.
5. Proses produksi yang menimbulkan limbah dan tidak dikelola kembali akan
menjadi bahan pencemar bagi lingkungan.
Peraturan Pemerintah Terkait
Suatu bentuk kegiatan Industri tentu akan menimbulkan masalah yang dapat
mempengaruhi lingkungan alam ataupun sosial. Oleh karena itu perlu adanya
peraturan peraturan yang mengatur semua jenis kegiatan tersebut agar tidak
menimbulkan masalah apapun. Peraturan pemerintah yang terkait dalam kegitatan
Industri adalah :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air dan
Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 jo. PP 85 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah B3.
Pasal 21 Undang Undang No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Untuk melakukan pengelolaan limbah cair, diwajibkan melakukan kajian
terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada tanah.
Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin pemanfaatan tersebut.
Selain peraturan tersebut di atas, ada satu peraturan lagi yang dikeluarkan oleh KLH
yang mengatur tentang baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke lingkungan,
yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995.
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk produksi kayu lapis adalah kayu, perekat,
air. Sebagai bahan baku utama, kayu memiliki kandungan selulosa (40-50%),
hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik
dan ekstraktif. Oleh karena itu kayu bersifat hirofilik, kaku, serta dapat terdegradasi
secara biologis.Lalu perekat mengandung urea formaldehida, melamin formaldehida,
phenol formaldehida dan resorsinol formaldehida. Kemudian bahan lain adalah air
yang digunakan untuk proses pencucian kayu.
Metode
Metode yang digunakan adalah pengolahan limbah cair berdasarkan unit
operasinya, proses pengolahan dilakukan dengan cara fisika, kimia, biologi, serta
gabungan dari ketiganya.. Limbah cair yang berasal dari industri plywood adalah
limbah tanin , potongan kayu, serbuk gergaji, sampah vinir basah dan kering, kupasan
kulit kayu, serta tanah, pasir dan lumpur dari penebangan di hutan yang terbawa ke
industri pabrik ini. Proses awal pada tingkat perlakuan pengolahan limbah adalah
Pretreatment, lalu Primary Treatment, kemudian Secondary Treatment, dan terakhir
Tertiary Treatment. Proses pengolahan secara fisika diawali dengan proses Screening,
proses Grit Chamber, Equalisasi dan memperbaiki performance proses selanjutnya.
Pada proses pengolahan secara kimia adalah neutralisasi, presipitasi dan dilanjutkan
dengan proses pengolahan secara biologi. Pada pengolahan limbah cair secara biologi
salah satunya adalah dengan Aerasi, ozonasi, Sedimentasi dan Bak Kontrol.
Limbah padat dari proses produksi kayu lapis ini dihasilkan dari lem yang lengket
pada mesin produksi. Kandungan bahan kimia yang terdapat pada lem adalah
fenol.karena bahannya mudah menguap ke udara serta menimbulkan bau. Maka perlu
diolah agar tidak menjadi pencemar lingkungan.Salah satu tekhnologi yang dapat
digunakan untuk limbah ini adalah insenerator.
Sistem Pengolahan Limbah Industri Plywood.
Limbah Padat (serbuk dan kulit kayu)
Proses produksi kayu lapis ini banyak sekali menghasilkan limbah, terutama
limbah kayu itu sendiri karena merupakan bahan pokok produksi. Limbah limbah
tersebut dihasilkan dari proses pemotongan, penggerajian, dan pengupasan kayu.
Limbah kayu yang berupa serbuk dan kulit kayu dapat dimaksimalkan lagi
pemanfaatannya untuk bahan bakar di boiler.Karena selama ini serbuk dan kulit kayu
tersebut hanya digunakan untuk bahan bakar dirumah tangga ataupun hanya dibuat
sebagai abu gosok saja. Dengan pemanfaatn kembali limbah tersebut untuk bahan
bakar proses pembakaran di boiler, maka akan dapat mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan serta dapat meminalkan biaya bahan bakar boiler. Sedangkan limbah
serbuk dan kayu yang belum dimanfaatkan dapat digunakan untuk pembuatan
furniture alat-alat rumah tangga. Sehingga akan bernilai ekonomis serta ramah
lingkungan.
Limbah Padat (Lem)
Limbah padat dari proses produksi kayu lapis ini dihasilkan dari lem yang
lengket pada mesin produksi. Lem lem yan tertingal di mesin tentu akan menggangu
produktivitas mesin tersebut. Kandungan bahan kimia yang terdapat pada lem adalah
fenol.karena bahannya mudah menguap ke udara serta menimbulkan bau. Maka perlu
diolah agar tidak menjadi pencemar lingkungan. Salah satu tekhnologi yang dapat
digunakan untuk limbah ini adalah insenerator , karena dapat membakar limbah ini
secara sempurna dan menghasilkan fly ash. Pembakaran pada insenerator
menggunakan suhu yang sangat tinggi serta waktu tertentu untuk setiap jenis limbah.
Limbah Padat (Produk Gagal)
Hasil produksi kayu yang mengalami kerusakan tentunya akan menjadi
limbah baru bagi lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan secara cermat
sebelum dibuang. Limbah hasil produksi yang rusak tersebut sebenarnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses pembakaran di Boyler karena
kandungan kalori kayu yang tinggi.
Limbah Cair
Selain menghasilkan limbah padat, proses produksi kayu juga menhasilkan
limbah cair. Limbah cair ini dihasilkan dari proses pencucian kayu, pengempaan, dll.
Limbah cair tersebut dapat diproses kembali agar saat dibuang kesungai atau
lingkungan.Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai analisa terlebih dahulu terhadap
limbah yang dihasilkan.Analisa tersebut diperlukan untuk mengetahui karakteristik
limbah serta tekhnologi yang tepat untuk pengolahan limbah tersebut. Salah satu
sistem pengolahan limbah cair adalah sistem Pengolahan IPAL ( Instalasi Pengolahan
Air Limbah). Sistem pengolahan tersebut bertujuan untuk menghilangkan kandungan
padatan tersuspensi , koloid, bahan-bahan organik dan anorganik, serta kandungan
bahan kimia hasil dari proses produksi kayu lapis.
Macam macam limbah yang dihasilkan dari proses pencucian adalah limbah
tanin , potongan kayu, serbuk gergaji, sampah vinir basah dan kering, kupasan kulit
kayu, serta tanah, pasir dan lumpur dari penebangan di hutan yang terbawa ke
industri pabrik ini. Setelah mengetahui karakteristik dan jenis limbah yang dihasilkan
dari produksi ini, dapat dilakukan proses selanjutnya yaitu pengolah di IPAL. Proses
awal pada tingkat perlakuan pengolahan limbah adalah Pretreatment, lalu Primary
Treatment, kemudian Secondary Treatment, dan terakhir Tertiary Treatment.
Sedangkan sistem pengolahan limbah cair berdasarkan unit operasinya, proses
pengolahan dilakukan dengan cara fisika, kimia, biologi, serta gabungan dari
ketiganya. Proses pengolahan secara fisika diawali dengan proses Screening, proses
ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu dan sebagainya agar
memudahkan untuk proses IPAL selanjutnya.
Lalu proses selanjutnya adalah proses Grit Chamber, pada proses ini, tanah,
kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan
pipa-pipa dihilangkan sehingga dapat melindungi pompa-pompa dan peralatan
lainnya dari penyumbatan, abrasi, dan overloading. Lalu proses selanjutnya yang
dilakukan adalah Equalisasi, proses ini bertujuan untuk menhomogenkan larutan air
limbah, menyetarakan laju alir dan karakteristik air limbah, mengurangi ukuran dan
biaya proses pengolahan selanjutnya, dan memperbaiki performance proses
selanjutnya. Kemudian setelah equalisasi, dilakukan proses sedimentasi. Proses ini
untuk memperoleh air buangan yang jernih serta dapat mempermudah dalam
penanganan lumpurnya. Setelah rangkaian proses fisika, dilanjutkan dengan
pengolahan sistem pengolahan kimia.
Pada proses pengolahan secara kimia, pengolahan yang pertama adalah
neutralisasi. Proses ini bertujuan untuk mengatur kondisi pH pada air limbah agar
berada pada kondisi netral, karena jika terlalu asam ataupun basa air tersebut akan
bersifat racun. Limbah yang dihasilkan pada proses produksi ini bersifat asam, oleh
karena itu perlu penambahan larutan NaOH agar pH nya menjadi netral. Lalu setelah
netralisasi, dilanjutkan dengan presipitasi. Proses ini bertujuan untuk mengurangi
bahan bahan yang dapat menimbulkan terbentuknya endapan dan menghilangkan
kandungan logam logam berat yang mungkin ada pada air limbah ini dengan
menambahkan AL2 (OH) CL4 (PAC), Soda Ash ( Caustic Soda ), Flokulan (PAM)
dan AL2 SO4. Setelah proses presipitasi ( kimia ), dilanjutkan dengan proses
pengolahan secara biologi.
Pengolahan secara biologi salah satunya adalah dengan Aerasi, proses ini
bertujuan untuk menghilangkan polutan dengan mengunakan mikroorganisme
(bakteri) ataupun mengontakkan limbah dengan oksigen (aerator). Proses selanjutnya
yaitu ozonasi, proses ini dilakukan dengan cara menambahkan O3 ke dalam air.
Proses ini bertujuan untuk Mengoksidasi logam berat, Meningkatkan flokulasi, Bahan
pemutih, Menghancurkan jamur dan lumut, Menghancurkan dan mengurangi jentik-
jentik.
Proses pengolahan selanjutnya adalah dengan proses Sedimentasi proses ini
memanfaatkan gaya gravitasi untuk memisahkan partikel-partikel serta
mikroorganisme setelah proses aerasi dan ozonasi dari air. Dalam proses sedimentasi
hanya partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah seperti kerikil,
pasir, dan lumpur. Tahap akhir adalah pengecekan berbagai parameter uji yaitu
BOD,DO,COD,PH, TSS, PHENOL pada Bak Kontrol, pada bagian ini juga
digunakan indikator pengamatan yaitu dengan ikan mas dan enceng gondok. Kedua
indikator tersebut peka terhadap air limbah, sehingga dapat diketahui kualitas air
tersebut terhadap hewan dan tumbuhan.Apabila indikator atau media uji coba tersebut
mati, maka air olahan tersebut masih berbahaya dan perlu diolah kembali.Sedangkan
apabila indikator dapat hidup dalam waktu yang telah ditentukan, maka dipastikan air
tersebut sudah dapat dapat dibuang kelingkungan (outlet). Akan tetapi, untuk
menghemat ketersediaan air, maka air outlet dapat digunakan kembali (Reuse)
sebagai air pencuci kayu atau peruntukan lain yang sesuai.
Limbah Non Spesifik Industri Plywood
Limbah dari kain majun yang dihasilkan dari proses produksi dapat dipakai
untuk bahan bakar boyler. Lalu untuk drum bekas penyimpanan oli dapat dibersihkan
dan dapat diunakan untuk menyimpan air hujan, atau dijual ke agen penampun drum
untuk dijual kembali ke masyarakat. Hasil pencucian drum yang mengandung oli
serta oli bekas dari pengunaaan mesin produksi dan kendaraan operasional akan
menjadi limbah berbahaya, maka Limbah tersebut dapat dikatakan limbah B3 karena
kandungan oli nya masih ada. Limbah non spesifik lain adalah limbah medis dari
pengobatan para direktur ataupun karayawan, limbah limbah tersebut bisa berupa
bahan kimia ataupun berupa jarum suntik. Limbah obat obatan dan jarum suntik
merupakan limbah infeksius yang penanganannya perlu metode khusus mulai dari
pembungkusan limbah tersebut hingga penyimpananya sebelum diolah.Lalu limbah
yang dihasilkan oleh bahan bahan pendukung produksi yang telah kadaluarsa misal
perekat dan bahan bahan kimia. Apabila dimungkinkan dapat diolah di insenerator,
maka limbah limbah tersebut akan dibakar. Akan tetapi jika tidak lagi dimungkinkan
untuk diolah lagi karena terlalu berbahaya kandungannya ( B3 ), maka alternatif
terakhir adalah dengan penimbunan ( landfill ). Alternatif ini merupakan jalan akhir
pembuangan limbah setelah berbagai jenis pengolahan tidak mampu lagi untuk
menanganinya.Landfill itu sendiri harus dilakukan secara benar dan perlu
pengawasan yang intensif selama ± 30 tahun. Limbah yang akan di landfill harus
benar benar diperhatikan mulai syarat syarat penimbunan serta perawatannya agar
tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Alternatif Pemanfaatan
Pemahaman bahwa limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi
mempunyai nilai ekonomis merupakan suatu paradigma baru yang sedang
dikembangkan saat ini. Limbah bukan menjadi suatu hal yang harus dihindari atau
ditutup-tutupi pengelolaannya.Limbah juga mempunyai nilai ekonomis. Konsep 3R
(Reuse, Recyle dan Recovery) akan medorong setiap penghasil limbah untuk
menjadikan limbahnya memiliki nilai ekonomis tersebut.
A.Arang Serbuk dan Arang bongkah
Khusus untuk pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu, teknologi yang
digunakan berbeda dengan cara pembuatan arang sistem timbun dan kiln bata.
Teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan arang dari serbuk gergaji kayu
ini adalah dengan menggunakan drum yang dimodifikasi dan dilengkapi dengan
lubang udara di sekeliling badan drum dan cerobong asap dibagian tengah badan
drum. Rendemen arang serbuk gergaji yang dihasilkan dengan cara ini sebesar 15 –
20 %. kadar karbon terikat sebesar 50 – 72 kal/g dan nilai kalor arang antara 5800 –
6300 kal/g. Mengingat cara ini kurang efektif bila ditinjau dari lamanya proses
pembuatan arang serbuk yang memerlukan waktu lebih dari 10 jam dengan hasil yang
tidak terlalu banyak, maka dibuat teknologi baru untuk mengatasi kekurangan cara
drum tersebut. Teknologi ini dirancang dengan konstruksi yang terbuat dari plat besi
siku yang dapat dibongkar pasang (sistem baut) dan ditutup dengan lembaran seng
yang juga menggunakan sistem baut. Dalam satu hari (9 jam) dapat mengarangkan
serbuk sebanyak 150 – 200 kg yang menghasilkan rendemen arang antara 20 – 24 %.
Kadar air 3,49 %, kadar abu 5,19 %, kadar zat terbang 28,93 % dan kadar karbon
sebesar 65,88 %. Arang serbuk gergaji yang dihasilkan dapat dibuat atau diolah lebih
lanjut menjadi briket arang, arang aktif, dan sebagai media semai tanaman. Biaya
untuk membuat kiln semi kontinyu ini adalah sebesar Rp. 2000.000,-
Untuk limbah sebetan dan potongan ujung dapat dibuat arang dengan
menggunakan tungku kubah yang terbuat dari batu bata yang dipelester dengan tanah
liat dan dilengkapi dengan alat penampung atau mendinginkan asap yang keluar dari
cerobong sehingga didapatkan cairan ter dan destilat yang dapat diaplikasikan lebih
lanjut. Di Thailand cairan wood vinegar ini merupakan produk utama dalam hal
pembuatan arang yang sebelumnya merupakan produk samping karena harga jualnya
tinggi yanitu sebesar 50 Bath/L sedangkan untuk arangnya hanya berharga 4 Bath/kg.
Dari kapasitas tungku sebesar 4,5 ton dihasilkan cairan destilat sebanyak 150 liter dan
arang sebanyak 800 kg (Sujarwo, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nurhayati (2000) menunjukkan bahwa tungku dengan kapasitas 445 kg menghasilkan
arang sebanyak 60,6 kg dan cairan destilat 75,5 kg. Adapun biaya pembuatan tungku
bata yang diplester dengan tanah liat yang dilengkapi dengan alat proses pendinginan
sebesar Rp. 4000.000 (Nurhayati, 2000).
B.Arang aktif
Arang aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga
pori-porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai bahan adsorben. Proses yang
digunakan sebagian besar menggunakan cara kimia di mana bahan baku direndam
dalam larutan, CaCl2, MgCl2, ZnCl2 selanjutnya dipanaskan dengan jalan dibakar
pada suhu 5000C. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas arang aktif dalam hal ini
besarnya daya serap terhadap yodium memenuhi standar SII karena daya serapnya
lebih dari 20 %. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan persyaratan standar yang
makin ketat serta isu lingkungan, teknologi ini sudah tidak memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut terutama untuk pemakaian bahan pengaktif ZnCl2 yang
dapat mengeluarkan gas klor pada saat aktivasi.
Mensikapi kasus tersebut di atas, telah dilakukan perbaikan teknologi
pembuatan arang aktif dengan cara oksidasi gas pada suhu tinggi dan kombinasi
antara cara kimia dengan menggunakan H3PO4 sebagai bahan pengaktif dan oksidasi
gas. Hasil penelitian Pari (1996) menyimpulkan bahwa arang aktif dari serbuk
gergajian sengon yang dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam Zn,
Fe, Mn, Cl, PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminas dan juga
dapat digunakan untuk menjernihkan air limbah industri pulp kertas (Pari, 1996).
Arang aktif yang diaktivasi dengan bahan pengaktif NH4HCO3 menghasilkan arang
aktif yang memenuhi Standar Jepang dengan daya serap yodium lebih dari 1050 mg/g
dan rendemen arang aktifnya sebesar 38,5 % (Pari, 1999).
Pada tahun 1986 berdiri sebuah pabrik arang aktif di Kalimantan yang
membuat arang aktif dari limbah serbuk gergajian kayu dengan kapasitas produksi
3000 ton/th. Sampai sekarang terdapat dua buah pabrik pengolahan arang aktif yang
menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya. Kualitas arang
aktif yang dihasilkan memenuhi SNI karena daya serap yodiumnya lebih dari 750
mg/g, tetapi belum memenuhi standar Jepang.Harga jual arang aktif bervariasi antara
Rp 6.500 – Rp 15.000/kg tegantung pada kualitas yang diinginkan. Untuk arang aktif
buatan Jerman harganya mencapi Rp 65.000/0,5 kg.
C.Briket arang
Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket
(penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk
keperluan energi sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan
kayu dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioka, di mana bahan baku
diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicapur perekat, dicetak (kempa
dingin) dengan sistem hidroulik manual selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian
Hartoyo, Ando dan Roliadi (1978) menyimpulkan bahwa kualitas briket arang yang
dihasilkan setaraf dengan briket arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang
berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat mudah menguap yang
rendah serta tingginya kadar karbon terikat dan nilai kalor. Selain itu hasil penelitian
Sudrajat (1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu dengan perekat
campuran pati dan molase menyimpulkan bahwa makin tinggi berat jenis kayu,
karepatan briket arangnya makin tinggi pula. Kerapatan yang dihasilkan antara 0,45 –
1,03 g/cm3 dan nilai kalor antara 7290 – 7456 kal/g.
Pembuatan briket arang yang dilakukan sekarang adalah bahan baku yang
digunakan adalah sudah langsung dalam bentuk arang serbuk sehingga proses
penggilingan dan pengayakan bahan baku yang dilakukan sebelumnya dapat
dihilangkan. Proses selanjutnya adalah penambahan perekat tapioka dan pengepresan
seperti pembuatan briket arang sebelumnya. Untuk membuat alat cetak briket sistem
manual hidroulik dengan jumlah lubang 24 buah diperlukan biaya Rp 18.000.000,-
Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan
Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya.
Proses pembuatan briket arangnya berbeda dengan cara yang disebutkan di atas.
Bahan baku serbuk gergajian kayu dikeringkan selanjutnya dibuat briket kayu dengan
sistem ulir berputar dan berjalan sambil dipanaskan kemudian diarangkan dalam kiln
bata. Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000
kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %. Namun
demikian studi yang dilaksanakan di Jawa Barat menunjukkan bahwa pabrik briket
arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat menguntungkan. Di
pasar swalayan sekarang dapat dibeli briket arang dari kayu dengan dengan harga jual
Rp 12.000/2,5 kg.
Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai
sumber energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar
maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia,
sedangkan untuk dunia karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000
diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 (Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat
dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th.
D.Energi.
Jenis limbah yang digunakan sebagai sumber energi dapat berupa potongan
ujung, sisa pemotongan kupasan, serutan dan seruk gergajian kayu yang kesemuanya
digunakan untuk memanaskan ketel uap. Pada industri kayu lapis keperluan
pemakaian bahan bakar untuk ketel uap sebesar 19,7 % atau 40 % dari total limbah
yang dihasilkan.
Untuk industri pengeringan papan skala industri kecil proses pengeringannya
dilakukan secara langsung dengan membakar limbah sebetan atau potongan ujung,
panas yang dihasilkan dengan bantuan blower dialirkan ke dalam suatu ruangan yang
berisi papan yang akan dikeringkan. Hasil penelitian Nurhayati (1991) menyimpulkan
bahwa untuk mengeringkan papan sengon sebanyak 10260 kg berat basah pada kadar
air 161,04 % menjadi 5220 kg papan pada kadar air 6,58 % selama 6 hari
menghabiskan limbah sebanyak 3433 kg. Teknologi lainnya adalah proses konversi
kayu menjadi bahan bakar melalui proses gasifikasi. Hasil penelitian Nurhayati dan
Hartoyo (1992) menyimpulkan bahwa limbah kayu kamper dapat dikonversi menjadi
bahan bakar dengan sistem gasifikasi fluidized bed yang menghasilkan nilai kalor gas
sebesar 7,106 MJ/m3 dengan komposisi gas H2 = 5,6 %; CO = 11,77 %, CH4 = 3,99
%; C2H4 = 4,34 %, C2H6 = 0,21 %, N2 = 57,69 % O2 = 0,40 % dan CO2 = 15,71 %.
E.Soil conditioning
Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang
berasal dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu
alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologis arang
memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Oleh sebab itu
aplikasi arang pada lahan-lahan terutama lahan miskin hara dapat membangun dan
meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara
lain: sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endo
dan ektomikoriza, dan menyerap kelebihan CO2 tanah. Sehingga dapat meningkatkan
produktifitas lahan dan hutan tanaman.
Hasil penelitian pendahuluan Gusmailina et. al. (1999), menunjukkan bahwa
pemberian arang dan arang aktif bambu sebagai campuran media tanam dapat
meningkatkan persentase pertumbuhan baik pada tingkat semai maupun anakan
(seedling) dari Eucalyptus urophylla. pemberian arang serbuk gergaji dan arang
sarasah dapat meningkatkan pertumbuhan anakan Acacia mangium dan Eucalyptus
citriodora lebih dari 30 % dibanding tanpa pemberian arang, begitu juga pemberian
arang di lapangan dapat meningkatkan diameter batang tanaman E. urophylla.
Sedangkan untuk tanaman pertanian seperti cabe (Capsicum annum) penambahan
arang bambu sebanyak 5 % dan arang sekam sebanyak 10 % dapat meningkatkan
persentasi pertumbuhan tinggi tanaman menjadi 11 %. Namun demikian akan lebih
baik bila pada waktu penanaman, arang yang ditambahkan dicampur dengan kompos.
Hasil sementara menunjukkan dengan penambahan arang serbuk gergajian kayu dan
kompos serbuk menghasilkan diameter pohon yang lebih besar (7,9 cm) dibanding
tanpa pemberian kompos.
F.Kompos dan Arang Kompos
Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis limbah industri pengolahan kayu
gergajian.Alternatif pemanfaatan dapat dijadikan kompos untuk pupuk tanaman.Hasil
penelitian Komarayati (1996) menunjukkan bahwa pembuatan kompos serbuk gergaji
kayu tusam (Pinus merkusii) dan serbuk gergaji kayu karet (Hevea braziliensis)
dengan menggunakan activator EM4 dan pupuk kandang menghasilkan kompos
dengan nisbah C/N 19,94 dan rendemen 85 % dalam waktu 4 bulan. Selain itu
Pasaribu (1987) juga memanfaatkan serbuk gergaji sengon (Paraserianthes falcataria)
sebagai bahan baku untuk kompos. Kompos yang dihasilkan mempunyai nisbah C/N
46,91 dengan rendemen 90 % dalam waktu 35 hari. Hasil penelitian pemberian
kompos serbuk dan sarasah pohon karet dapat meningkatkan pertumbuhan
Eucalyptus urophylla 40-50 % dalam waktu 5 bulan dibanding tanpa pemberian
kompos.
Penelitian dengan menggunakan residu fermentasi padat anaerobik dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter anakan Eucalyptus urophylla sampai
11,65 cm dan 1,24 cm (Gusmailina et al, 1990) sedangkan untuk anakan
Paraserianthes falcataria sebesar 9,33 cm dan 0,11 cm (Komarayati et al, 1992 dan
Komarayati, 1993).
Sumber :
http://forumpemudabersatu.blogspot.com/2012/04/instalasi-pengelolaan-air-limbah-
ipa.html
http://embundaun.wordpress.com/2008/11/14/pengolahan-limbah-industri-
pengolahan-kayu/