ligamentum sakrouterina dan elastin

44
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Menopause 2.1.1 Definisi Menopause Menopause merujuk pada suatu waktu dimana menstruasi yang tidak terjadi dalam satu tahun. Pasca menopause menggambarkan waktu setelah menopause terjadi. Usia rata-rata wanita yang mengalami periode haid terakhir sekitar 51,5 tahun. Definisi perimenopause atau transisi menopause merujuk pada waktu reproduktif lanjut, biasanya usia akhir 40an sampai awal 50an, ditandai dengan dimulainya siklus yang tidak teratur sampai satu tahun setelah berhentinya menstruasi secara permanen (Bradshaw, 2012). WHO telah membuat definisi yang telah diterima luas, namun untuk mempermudah kepentingan klinis dan 6

Upload: wahyudi-wirawan

Post on 21-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

bidang obstetri dan ginekologi sub uroginekologi rekonstruksi

TRANSCRIPT

Page 1: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Menopause

2.1.1 Definisi Menopause

Menopause merujuk pada suatu waktu dimana menstruasi yang tidak

terjadi dalam satu tahun. Pasca menopause menggambarkan waktu setelah

menopause terjadi. Usia rata-rata wanita yang mengalami periode haid terakhir

sekitar 51,5 tahun. Definisi perimenopause atau transisi menopause merujuk pada

waktu reproduktif lanjut, biasanya usia akhir 40an sampai awal 50an, ditandai

dengan dimulainya siklus yang tidak teratur sampai satu tahun setelah berhentinya

menstruasi secara permanen (Bradshaw, 2012).

WHO telah membuat definisi yang telah diterima luas, namun untuk

mempermudah kepentingan klinis dan riset maka pada tahun 2001 Stage of

Reproductive Aging Workshop (STRAW) mengadakan workshop dan membagi

masa transisi menopause ke dalam beberapa fase. Adapun terminologi yang lebih

tepat dan disepakati saat ini adalah transisi menopause. Transisi menopause ini

terjadi selama 4 sampai 7 tahun dan dimulai di usia rata-rata 47 tahun. Transisi

menopause dibagi ke dalam fase awal (early) dan lanjut (late) oleh Soules et.al

dalam Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW) pada Juli 2001. Tujuan

pembagian ini guna mengklarifikasi stadium dan nomenklatur dari proses penuaan

pada masa reproduksi wanita (Bradshaw, 2012).

6

Page 2: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

7

Gambar 2.1 Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW) (Dikutip dari:

The North American Menopause Society, 2012)

STRAW membagi waktu reproduksi dan pasca reproduksi dalam beberapa

stadium. Pembagiannya didasarkan pada waktu menstruasi terakhir/Final

Menstruation Period (FMP), rentang usia dan variasi lamanya tiap stadium

berlangsung. Ada 5 stadium reproduksi sebelum FMP dan 2 stadium waktu pasca

reproduksi sesudah FMP. Stadium –5 merujuk pada waktu awal reproduksi,

stadium –4 waktu puncak reproduksi dan stadium –3 waktu reproduksi lanjut.

Stadium –2 merujuk pada waktu awal transisi menopause dan stadium –1 waktu

transisi menopause lanjut. Stadium +1a merujuk tahun pertama setelah FMP,

stadium +1b merujuk pada 2-5 tahun pascamenopause, dan stadium +2 merujuk

pada waktu pascamenopause lanjut. Pada awal transisi menopause (stadium –2),

Page 3: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

8

siklus menstruasi wanita masih normal, tetapi jarak antara siklus mulai

terganggung sekitar 7 hari atau lebih dan umumnya bertambah pendek. FSH

meningkat dan serum estrogen mungkin meningkat semasa fase folikular. Siklus

ovulasi yang normal diselingi dengan siklus anovulasi selama masa transisi

menopause dan terkadang masih mungkin terjadinya konsepsi. Transisi

menopause lanjut (stadium –1) dapat tidak terjadi dua kali atau lebih menstruasi

dan setidaknya satu kali jarak antara menstruasi dalam 60 hari atau lebih karena

makin lamanya terjadi siklus anovulasi (Bradshaw, 2012).

2.1.2 Epidemiologi

Pada tahun 2003, jumlah wanita di dunia yang memasuki menopause

diperkirakan mencapai 1,2 milyar orang. Hasil sensus penduduk tahun 2010,

Indonesia saat ini termasuk ke dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk

lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah

penduduk. Berdasarkan proyeksi Bappenas, jumlah penduduk lansia 60 tahun atau

lebih diperkirakan akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi 29,1 juta (2020)

dan 36 juta (2025). Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, tentunya akan

diikuti dengan meningkatnya permasalahan kesehatan pada lanjut usia, salah

satunya adalah masalah menopause (Kemenkes, 2012). Sindrom menopause

dialami oleh banyak wanita hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita

Eropa, 60% wanita Amerika, 57% wanita di Malaysia, 18% wanita di Cina, 10%

wanita di Jepang dan di Indonesia diperkirakan jumlah wanita menopause

mencapai 5% dari jumlah penduduk. Di Indonesia menopause umumnya terjadi

pada umur sekitar 48 tahun (48-52 tahun) kecuali artifisial menopause yang

Page 4: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

9

disebabkan karena operasi pengangkatan rahim akibat suatu penyakit (Wardhiana,

2003).

2.1.3 Perubahan fisiologis menopause

2.1.3.1 Perubahan aksis Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium

Dalam siklus reproduksi di kehidupan seorang wanita, gonadotropin-

releasing hormone (GnRH) dilepaskan secara pulsatil oleh nukleus arkuatus di

hipotalamus bagian basal medial. Berikatan dengan reseptor GnRH di hipofisis

untuk merangsang pelepasan siklik luteinizing hormone (LH) dan Follicle

Stimulating Hormone (FSH). Hormon-hormon gonadotropin, secara bergilir,

merangsang produksi steroid di ovarium, yaitu: estrogen, progesteron, dan

inhibin. Selama masa reproduksi, estrogen dan progesteron memberikan umpan

balik positif dan negatif terhadap produksi gonadotropin di hipofisis dan frekuensi

pelepasan GnRH. Inhibin yang dihasilkan di sel granulosa, berperan penting

terhadap umpan balik negatif yang mempengaruhi sekresi FSH dari hipofisis.

Pengaturan endokrin yang secara sistematik ini, menyebabkan berlangsungnya

siklus menstruasi yang berovulasi bersifat regular dan terprediksi (Bradshaw,

2012). Lamanya siklus menstruasi ditentukan oleh jumlah dan kualitas folikel

yang tumbuh dan berkembang serta tetap normal walaupun terdapat perbedaan

pada tiap individu (Speroff, 2011).

Wanita saat usia 40 mulai mengalami siklus anovulasi lebih sering dan

didahului oleh memanjangnya siklus menstruasi selama 2 – 8 tahun sebelum

memasuki masa transisi menopause (Speroff, 2011). Transisi dari siklus yang

berovulasi menuju menopause, umumnya dimulai di usia akhir 40an dan awal

Page 5: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

10

transisi menopause/early menopausal transition (Stadium –2). Kadar FSH sedikit

meningkat dan menyebabkan peningkatan respon folikular ovarium dengan

tingginya kadar estrogen secara keseluruhan. Terdapat peningkatan kadar serum

estrogen yang dihasilkan dari meningkatnya jumlah folikel karena meningkatnya

kadar FSH. Dalam waktu yang bersamaan, folikel mengalami penurunan

jumlahnya pada masa transisi menopause akhir. Perubahan ini termasuk

meningkatnya kadar FSH menunjukkan berkurangnya kualitas dan kapabilitas

penuaan folikuler untuk mensekresi inhibin. Dengan terus berkurangnya jumlah

folikel, kejadian siklus anovulasi semakin sering. Dengan adanya ovarian failure

saat menopause (stadium +1b), pelepasan hormon ovarium terhenti, dan terjadi

umpan balik negatif yang selanjutnya, GnRH akan disekresi. Sebagai dampaknya

terjadi peningkatan kadar FSH dan LH empat kali lipat dibandingkan masa

reproduksi (Bradshaw, 2012).

2.1.3.2 Perubahan Ovarium

Penuaan ovarium merupakan proses yang terprogram dan sudah dimulai

sejak dalam rahim dengan terjadinya atresia oosit. Sejak lahir, folikel primordial

telah aktif, lalu menjadi matang dan mengalami regresi. Pengaktifan folikel ini

berlangsung konstan yang dipengaruhi hipofisis (Speroff, 2011).

Kemunduran fungsi ovarium akan menyebabkan menurunnya kemampuan

ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Hal ini akan menyebabkan

fungsi interaksi antara hipotalamus hipofisis terganggu, dan yang pertama-tama

mengalami kegagalan adalah fungsi korpus luteum. Turunnya produksi steroid

ovarium terutama estrogen mengakibatkan berkurangnya umpan balik negatif dan

Page 6: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

11

positif terhadap hipotalamus. Oleh karena itu hipotalamus meningkatkan produksi

Folicle Stimulating Hormon Releasing Factor (FSHRF), Luteinizing Hormon

Releasing Factor (LHRF), dan ini merangsang hipofisis untuk meningkatkan FSH

dan LH (Speroff, 2011).

Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik

untuk menopause yang sesungguhnya. Hipofisis anterior dapat mensekresikan 10

sampai 20 kali lipat jumlah FSH, dan 5 sampai 10 kali jumlah LH. Peninggian

kadar FSH menetap selama bertahun tahun secara teratur dan masih ditemukan

sampai lebih dari 25 tahun sesudah menopause. Dijumpai kadar FSH yang tinggi

> 35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml (Baziad Ali, 2008). Kadar LH dalam

serum wanita menopause umumnya sangat tinggi dibandingkan dengan kadar LH

pada wanita haid yang normal selama fase folikuler, fase luteal dan puncak

ovulasi. Folikel ovarium berkurang jumlahnya dimulai sekitar usia akhir 30an dan

awal 40an serta terus berkurang sampai mencapai tahap menopause. Wanita rata-

rata mengalami 400 siklus ovulasi selama masa reproduksinya. Menurut studi

epidemiologi, sekitar 10% wanita dari populasi umum, masuk ke dalam

menopause saat usia 45 tahun, kemungkinan karena mereka terlahir dengan

jumlah folikel ovarium lebih sedikit dari normal. Menopause terjadi jika jumlah

folikel yang tersisa berada pada batas kritis sekitar 1000 folikel terlepas dari

usianya (Speroff, 2011).

Page 7: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

12

Gambar 2.2 Gambaran histologi perjalanan ovarium (Dikutip dari: WilliamsGynecology, 2012)

2.1.3.3 Perubahan kadar steroid adrenal

Ovarium berkontribusi memproduksi hormon steroid selama masa

reproduksi, tetapi setelah menopause, hanya kelenjar adrenal yang akan

melanjutkan sintesis hormon. Ratio androgen/estrogen berubah drastis setelah

menopause. Kadar sirkulasi hormon androstenedion, testosteron, dan estrogen

tetap konstan pasca menopause (Speroff, 2011).

Kadar LH yang meningkat akan merangsang ovarium untuk membentuk

testosteron. Testosteron ini akan dirubah menjadi estrogen. Adapun bentuk

estrogen pada menopause lebih dominan dalam bentuk estron yang dibentuk dari

proses aromatisasi androstenedione. Sumber utama androstenedione pada

menopause adalah korteks adrenal (70%) dan ovarium (30%). Proses ini disebut

juga formasi ekstra glanduler yang terjadi di jaringan lemak, hati, kulit, otot, dan

jaringan otak. Kadar estrogen pada menopause tergantung pada jumlah produksi

androstenedione dan testosteron dan kecepatan konversi perifer. Pada pasca

Page 8: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

13

ooforektomi kadar androstenedione menurun 50%. Tentu hal ini akan diikuti oleh

menurunnya estrogen dengan akibat terjadinya premature menopause. Pemberian

estrogen pada menopause juga dapat meningkatkan kadar androstenedion dan ini

suatu bukti bahwa estrogen dapat meningkatkan respon adrenal terhadap ACTH

(Speroff, 2011).

Setelah menopause, sekresi utama ovarium adalah androstenedion dan

testosteron. Kadar androstenedion pasca menopause dalam sirkulasi sekitar satu

setengah lebih banyak dibandingkan saat menopause. Androstenedion berasal dari

kelenjar adrenal, dan hanya sedikit dihasilkan oleh ovarium.

Dehidroepiandrosteron (DHA) dan sulfatnya (DHEAS), berasal dari kelenjar

adrenal, mengalami penurunan sesuai pertambahan usia. Dengan hilangnya folikel

dan estrogen, maka hormon gonadotropin yang meningkat memicu ovarium

mensekresi testosteron. Sel – sel ovarium sudah tidak dapat lagi menghasilkan

hormon steroid karena telah mengalami atresia dimana kapabilitas steroid

menurun (Speroff, 2011).

Dengan bertambahnya usia, produksi adrenal terhadap

dehidroepiandrosteron sulfate (DHEAS) menurun. Menurut studi Labrie (1997)

dan Burger (2000), kadar hormon adrenal DHEAS pada wanita usia 20 – 30 tahun

mencapai puncaknya dan kembali turun secara bertahap. Wanita usia 70 - 80

tahun, berkurang kadar DHEAS 74%. Hormon adrenal lainnya yang juga

menurun yaitu: androstenedion. Androstenedion mencapai puncaknya saat usia 20

- 30 tahun dan menurun 62% saat usia 50 - 60 tahun. Pregnenolon berkurang 45%

Page 9: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

14

selama dari waktu reproduksi sampai menopause. Dengan pertambahan usia,

tanpa status menopause, ternyata DHEAS ikut menurun (Bradshaw, 2012).

2.1.3.4 Perubahan endometrium

Perubahan mikroskopik pada endometrium menunjukkan tingkat sistemik

estrogen dan progesteron serta perubahan dramatis berdasarkan fase transisi

menopause. Selama masa awal transisi menopause/early menopausal transition,

endometrium masih menunjukkan gambaran siklus yang berovulasi. Saat stadium

yang lebih lanjut/akhir dari transisi menopause, endometrium menunjukkan

gambaran anovulasi dan endometrium akan menampilkan pengaruh estrogen

ketika dihambat oleh progesteron. Berdasarkan perubahan tersebut, maka dapat

ditemukan gambaran patologik pada pemeriksaan biopsi endometrium.

Endometrium menjadi atrofi saat setelah menopause karena hilangnya pengaruh

estrogen (Speroff, 2011).

Page 10: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

15

Gambar 2.3 Gambaran histologi perjalanan endometrium (Dikutip dari: William’s Gynecology, 2012

2.1.4 Gejala dan tanda

Timbulnya gejala – gejala pada masa transisi menopause tidak terlepas

dari adanya perubahan yang fluktuatif terhadap estrogen (E2), menurunnya

inhibin-b, dan meningkatnya kadar FSH (Freeman dkk., 2007). Gejala-gejala yang

sering dijumpai berhubungan dengan penurunan folikel ovarium dan kemudian

berkurangnya kadar estradiol <30 pg/ml (baziad, 2008).

Page 11: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

16

Adapun gejala dan tandanya berupa:

Gangguan pola haid, termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas,

hipermenore, frekuensi haid yang tak teratur dan kemudian diakhiri

dengan amenore (Noerpramana, 2011).

Kondisi-kondisi atrofi: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkula-

karunkula uretra, dispareuni dan pruritus karena atrofi vulva, introitus dan

vagina atrofi (Noerpramana, 2011). Wanita pasca menopause dengan

diabetes dan wanita dengan indeks massa tubuh yang rendah memiliki

resiko lebih tinggi mengalami gangguan ketidaknyamanan di vagina

(Huang dkk., 2009).

Gangguan berkemih. Kekurangan estrogen akan mengakibatkan atrofi dan

penipisan pada sel mukosa uretra dan kandung kemih serta berkurangnya

sirkulasi darah ke jaringan. Kehabisan estrogen vagina kehilangan

kolagen, jaringan adipose dan kemampuan mempertahankan air (Speroff,

2011). Epitel uretra dan trigonum vesika mengalami atrofi. Hal ini akan

menimbulkan uretritis, sistitis, atau kolpitis, sering berkemih dan

inkontinensia urin serta adanya infeksi saluran kemih. Terdapat juga

gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nikturi, rasa ingin berkemih

hebat, atau urin yang tertahan, hal ini sangat erat kaitannya dengan atrofi

mukosa uretra (Suparman, Rompas., 2008).

Vasomotor Symptoms berupa Hot flushes dan berkeringat malam,

dipandang sebagai ciri khas yang dialami oleh sebagian besar perempuan

Page 12: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

17

pasca menopause (Noerpramana, 2011; Thurston dkk., 2012), berupa

dimulainya kulit kepala, leher, dan dada kemerahan secara mendadak

disertai perasaan panas yang hebat dan kadang-kadang diakhiri dengan

berkeringat banyak. Lamanya bervariasi dari beberapa detik hingga

beberapa menit bahkan satu jam walaupun jarang. Frekuensinya dapat

jarang, sehingga berulang setiap beberapa menit. Lebih sering dan berat di

malam hari (menyebabkan sering terbangun dari tidur) atau saat stres.

Perempuan premenopause menderita hot flushes kurang lebih 15 – 25%

dan frekuensinya lebih tinggi pada premenopause yang menderita sindrom

prahaid. Segera setelah menopause frekuensi meniadi 50% dan setelah 4

tahun pasca menopause akan menjadi 20%. Angka kejadian ini bervariasi

pada tiap individu (Speroff, 2011). Vasomotor symptoms memiliki

hubungan dengan meningkatnya kadar LDL cholesterol, apolipoprotein B,

dan trigliserida (Thurston dkk., 2012).

Gangguan psikologis: suasana hati, perilaku, fungsi kognitif, penyakit

Alzheimer, fungsi sensorik, dan kerja susunan saraf pusat dipengaruhi oleh

hormon steroid seks. Apabila timbul perubahan pada hormon ini maka

akan timbul keluhan psikis dan perubahan fungsi kognitif. Pada akhirnya,

akibat berkurangnya hormon steroid seks ini, pada wanita perimenopause

dapat terjadi keluhan seperti mudah tersinggung, cepat marah, perasaan

tertekan. Estrogen akan menghambat aktivitas enzim monoamin oksidase

(MAO), suatu enzim yang menonaktifkan serotonin dan noradrenalin.

Page 13: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

18

Berkurangnya jumlah estrogen akan berdampak pada berkurangnya

jumlah MAO dalam plasma (Noerpramana, 2011).

Penyakit kardiovaskuler yang sering diderita adalah coronary heart

disease, congestive heart failure, dan stroke. Hal ini terjadi karena ada

aterosklerosis pada pembuluh darah utama, dimana prosesnya sama seperti

faktor resiko lainnya seperti obesitas, hipertensi, diabetes melitus.

Estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian ini, dimana sewaktu masa

reproduksi, berperan menaikkan HDL yang berfungsi sebagai

kardioprotektor. Estrogen pada sel endotelial akan menghasilkan Nitric

Oxide (NO). NO akan bekerja di dinding arterial dan meningkatkan

intercellular cyclic guanosine monophosphate di otot polos arterial

endotelium menyebabkan vasodilatasi, menghambat perlekatan platelet,

menghambat agregasi dan monosit (Nathan dan Judd., 2007). Hal ini tidak

terjadi saat wanita mulai memasuki tahapan menopause sehingga penyakit

jantung dengan mudah terjadi.

Osteoporosis. Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses

berkelanjutan yang disebut remodeling tulang, yang melibatkan resorbsi

(aktivitas osteoklastik) dan formasi (aktivitas osteoblastik) yang konstan.

Osteoblas ataupun osteoklas berasal dari progenitor-progenitor sumsum

tulang, osteoblas dari sel-sel induk mesenkimal, dan osteoklas dari turunan

sel darah putih hematopoietik. Sitokin terlibat dalam proses perkembangan

ini, sebuah proses yang diregulasi oleh steroid-steroid seks. Penuaan dan

hilangnya estrogen, keduanya menyebabkan aktivitas osteoklastik

Page 14: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

19

berlebihan. Penurunan asupan dan/atau absorpsi kalsium menurunkan

kadar kalsium terionisasi dalam serum. Hal ini menstimulasi sekresi

hormon paratiroid (PTH) untuk memobilisasi kalsium dari tulang melalui

stimulasi langsung pada aktivitas osteoklastik. Peningkatan PTH juga

menstimulasi produksi vitamin D untuk meningkatkan absorpsi kalsium

usus. Defisiensi estrogen berhubungan dengan responsivitas tulang yang

lebih besar terhadap PTH. Kadar PTH berapa pun, lebih banyak kalsium

yang diambil dari tulang, meningkatkan kalsium serum, yang pada

gilirannya menurunkan PTH dan menurunkan vitamin D serta absorpsi

kalsium oleh usus (Speroff, 2011; Noerpramana, 2011).

Permasalahan sosiokultural: masa transisi menopause memiliki masa yang

kompleks sebagaimana perubahan hormonal yang terjadi. Faktor

psikososial dapat mempengruhi gejala perubahan mood dan kognitif,

bahkan sejak memasuki masa transisi menopause (Noerpramana. 2011).

2.2 Ligamentum Sakrouterina

2.2.1 Anatomi dan neurovaskularisasi ligamentum sakrouterina

Ligamentum sakrouterina dibagi menjadi 3 segmen yaitu segmen servikal,

intermediate dan sakral tanpa melakukan justifikasi dalam hal panjang dari

masing-masing segmen. Ada beberapa konsensus mengenai neurovaskularisasi

dari ligamentum sakrouterina. Pada lateral dan aspek dalam dari ligamentum

sakrouterina dan ligamentum kardinale memperlihatkan adanya batang saraf yang

besar dan ganglia dari pleksus hipogastrik superior. Cabang S1-S4 dari pleksus

Page 15: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

20

sakralis dapat lebih rentan cedera saat terjadi tindakan pada uterosakral (Dzung

dkk., 2010).

Penelitian yang dilakukan di Departement of Anatomy School of Medical

Science University of New South Wales, Sydney, Australia didapatkan panjang

ligamentum sakrouterina antara 12-14 cm dan dibedakan menjadi tiga potongan

yaitu distal, intermediate dan proksimal (Dzung dkk., 2010).

1. Bagian distal (servikal) adalah bagian paling tebal. Pada tepi dari servik

dan vagina menyatu dengan ligamentum kardinale. Secara makroskopis bagian

distal mengandung jaringan ikat padat yang mengandung pembuluh darah kecil

dan cabang-cabang kecil dari pleksus hipogastrik.

2. Pada bagian intermediet dengan panjang kurang lebih 5 cm dan tebal 5

mm dan makin tipis ke arah posterior secara bertahap. Bagian inilah yang lebih

terlihat jika uterus dilakukan traksi ke arah anterior.

3. Bagian proksimal dengan panjang kurang lebih 5,5 cm dan tebal lebih dari

0,5 cm. Bagian ini terlihat seperti jaringan ikat yang tipis tanpa terlihat adanya

fibrillar.

Ligamentum ini terlihat sebagai struktur yang tebal dan padat dengan

bundel pararel yang menyerupai ligamentum pada sendi besar. Dari spesimen

yang didapatkan pada penelitian, ligamentum tampak tipis di perbatasan dan lebih

tebal pada dasar panggul (Dzung dkk., 2010).

2.2.2 Fungsi ligamentum sakrouterina

Ligamentum sakrouterina berfungsi menyangga uterus dan

mempertahankan uterus tetap pada posisi normal, fungsi fiksasi uterus ini penting

Page 16: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

21

untuk mencegah terjadinya prolaps organ panggul lebih lanjut. Ligamentum

sakrouterina bersama-sama dengan ligamentum kardinale membentuk suatu

kompleks disebut kompleks ligamentum sakrouterina-kardinale. Kompleks

ligamentum sakrouterina-kardinale inilah dianggap sebagai organ utama yang

menyangga uterus. Kompleks ini menyangga uterus dan 1/3 vagina bagian atas ke

arah sakrum. Ligamentum kardinale merupakan selubung fasia yang terbentuk

dari kolagen yang membungkus pembuluh darah iliaka interna dan sepanjang

arteri uterina, menyatu dengan kapsul viseral dari serviks, segmen bawah rahim

dan vagina bagian atas. Sementara ligamentum sakrouterina lebih padat dan lebih

menonjol dibandingkan ligamentum kardinale. Serat-serat kolagen dari

ligamentum sakrouterina bersatu dibagian distal dengan fasia viseral diatas

serviks, segmen bawah rahim, vagina bagian atas, membentuk periservikal, bagian

proksimal serat tersebut berakhir pada fasia presakral yang melapisi segmen

sakral dua, tiga dan empat. Kompleks ini penting untuk menyangga struktur rahim

dan 1/3 atas vagina bagian atas. Kerusakan dari kompleks ini dapat menyebabkan

penurunan dari uterus dan prolaps puncak vagina. Magnetic Resonance Imaging

(MRI) dapat digunakan untuk melihat vagina bagian atas dan serviks diatas

levator plate. Dengan mengetahui faktor predisposisi kelemahan ligamentum ini,

dapat memberikan pemahaman lebih dalam tentang proses terjadinya prolaps

organ panggul (Shahryarinejad, 2008).

Page 17: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

22

Gambar 2.4 Skematik pelvis (Dikutip dari: Dzung dkk., 2010)

2.2.3 Struktur histologis dan komposisi biokimia ligamentum sakrouterina

2.2.3.1 Struktur histologis

Ligamentum sakrouterina terdiri dari sel (fibroblas atau jaringan ikat

fibrus, kondrosit atau kartilago, osteoblas dan osteosit suatu tulang), matriks

ekstraseluler yang terdiri dari fiber (kolagen dan elastin), proteoglikan

(Aggrekan,Versikan, Biglykan, Dekorin, Perlekan) dan glikoprotein (Fibronektin,

Tenascin, Link protein, Fibromodulin, Osteopontin dan cairan) (Ewies, 2006; Lin,

2007).

2.2.3.2 Komposisi biokimia

Sel merupakan satuan dasar kehidupan dan sebagian besar sel mamalia

terletak dalam jaringan yang dikelilingi oleh matriks ekstraseluler yang kompleks

yang juga sering disebut jaringan ikat. Matriks ekstraseluler ini memiliki sejumlah

Page 18: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

23

fungsi penting terlepas dari fungsinya sebagai jaringan penyangga untuk organ

sekitarnya. Matriks ekstraseluler mengandung tiga kelompok biomolekul utama

(Ewies, 2006):

1. Protein struktural (fiber) seperti kolagen dan elastin.

2. Glikoprotein seperti: fibronektin, tenascin, link protein, fibromodulin, dan

osteopontin.

3. Proteoglikan seperti: agrekan, versikan, biglikan, dekorin dan perlekan.

Matriks ekstraseluler terutama disekresi oleh fibroblas, dimana

mikromolekul yang penting untuk integritas jaringan adalah hialuronan dan

proteoglikan. hyaluronan, versikan atau agrekan dan proteoglikan kecil seperti

biglikan dan dekorin sangat penting untuk organisasi jaringan ikat interstitial dan

jaringan ikat berserat. Proteoglikan berinteraksi dengan makromolekul

ekstraseluler melalui motif polisakarida tertentu seperti fibronektin atau melalui

protein inti dalam kolagen. Sementara dekorin diketahui mengikat kolagen I,III,

dan VI, sedangkan biglikan hanya berinteraksi dengan kolagen VI.Variasi dalam

komposisi proteoglikan ini dapat mempengaruhi sifat matriks (Chen, 2007 ; Goh,

2003). Molekul kolagen I dan kolagen III berhubungan dengan kekuatan dan

elastisitas sehingga bisa diregangkan. Hyaluronan dan glikosaminoglikan

berhubungan dengan kemampuan viskoelastis, sangat menentukan kandungan air

dari matriks ekstraseluler dan untuk transportasi sel dan aktif dalam respon

peradangan atau infeksi. Proteoglikan terdiri dari rantai glikosaminoglikan dan

sebuah protein inti terbagi dalam 3 keluarga besar, Hyalekan besar, Small Leucine

Rich Proteoglicans (SLRPs) dan Proteoglikans Sulfat Heparin. Mereka muncul

Page 19: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

24

dalam bentuk remodeling berbeda didalam matriks ekstraseluler seperti organisasi

fibril, memediasi adhesi sel, proliferasi, interaksi berbeda terhadap faktor

pertumbuhan dan sitokin (Soderbeg, 2008).

Gambar 2.5 Jaringan ikat fibrous dalam matriks ekstraseluler

Penelitian mengenai matriks ektraseluler pada dasar panggul diawali pada

akhir tahun 1980-an dan menjadi menarik setelah metode penelitian baru

diperkenalkan. Penelitian ini lebih sulit karena tempat lokasi biopsi berbeda,

dimana kebanyakan penelitian menggunakan jaringan epitel, dimana jaringan ini

paling representatif dari fasia endopelvik. Sebuah penelitian efek hormonal

terhadap sel squamosa vagina juga telah dilakukan, oleh karena itu perbedaan

dalam status hormonal atau pengobatan yang lebih potensial mempengaruhi

sedang diteliti, dimana faktor mukosa tidak dihilangkan (Chen, 2007).

Page 20: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

25

2.2.4 Pengaruh hormonal pada ligamentum sakrouterina

Telah diketahui bahwa terdapat penurunan jumlah jaringan kolagen pasca-

menopause. Ditemukan bahwa reseptor estrogen, progesteron dan androgen

terdapat pada fasia levator ani, tetapi reseptor estrogen tidak didapatkan pada serat

otot levator ani. Reseptor estrogen ditemukan pada dinding vagina dan

ligamentum sakrouterina pada wanita pre-menopause dan jumlah reseptor tersebut

menurun pada wanita pasca-menopause dan reseptor tersebut berkorelasi positif

dengan lamanya menopause (Copas dkk., 2007).

Estrogen dapat mempengaruhi metabolisme kolagen dengan merangsang

degradasi kolagen dengan meningkatkan aktivitas matriks metaloproteinase-2. Liu

dkk. (2008) menganalisis proliferasi fibroblas yang berasal dari ligamen kardinale

pasien dengan dan tanpa prolaps setelah pemberian 17 β-estradiol. Fibroblas dari

kelompok prolaps secara signifikan menunjukkan tingkat proliferasi yang lebih

rendah daripada kelompok kontrol pada setiap kadar estradiol yang dipakai.

Meskipun demikian, secara klinis, terapi sulih hormon mungkin tidak bermanfaat

dalam penatalaksanaan prolaps organ panggul. Sebaliknya, Lang dkk. (2009)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara reseptor estrogen serta

lamanya masa menopause dengan prolaps organ panggul dan stres inkontinensia

urin, sehingga terapi estrogen mungkin dapat bermanfaat (Lang dkk., 2009).

Pengaruh terapi sulih hormonal untuk mengembalikan jaringan parauretra

sebagai jaringan penyangga pada wanita pasca-menopouse seperti masa pre-

menopause dengan meningkatkan rasio proteoglikan-kolagen dan menunjukkan

kandungan kolagen dan cross link. Pada aspek molekuler, estrogen mempengaruhi

Page 21: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

26

struktur dan fungsi jaringan penyangga vagina bagian dalam. Penelitian yang

dilakukan pada 25 spesimen operasi dari wanita tanpa prolaps yang dievaluasi

dengan imunohistokimia memperlihatkan reseptor estrogen dan progesteron

terdeteksi pada inti sel (fibroblas) dari ligamentum sakrouterina semua pasien,

tanpa memperhatikan umur, ras, status menopause, paritas, indeks massa tubuh,

dan pengobatan yang mempengaruhi kadar hormon estradiol serum. Ditemukanya

reseptor estrogen dan progesteron pada ligamentum sakrouterina menandakan

struktur ini menjadi end organ untuk respon estrogen dan progesteron (Dzung

dkk., 2010).

2.2.5 Reseptor estrogen

Terapi estrogen telah digunakan untuk meningkatkan integritas struktural

dan jaringan panggul dengan efek yang menguntungkan untuk terapi

inkontinensia. Sebelumnya, reseptor estrogen alfa, telah diidentifikasi dalam inti

jaringan ikat dan sel otot polos dari trigonum kandung kemih, uretra, mukosa

vagina, stroma levator ani dan ligamentum sakrouterina. Dua subtipe yang

berbeda telah ditemukan pada sel manusia: reseptor estrogen alfa yang dominan

pada uterus orang dewasa dan reseptor estrogen beta yang tinggi pada jaringan

target estrogen yang lain, seperti prostat, testis, ovarium, otot halus, endotelium

pembuluh darah dan sistem kekebalan tubuh. Reseptor estrogen berperan dalam

metabolisme kolagen dengan meningkatkan sintesis atau menurunkan degradasi

kolagen. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai tingkat ekspresi

reseptor seks steroid hormon jaringan pada pasien prolaps organ panggul.

Page 22: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

27

Ekspresi reseptor esterogen yang rendah, disertai dengan kadar hormon estradiol

yang rendah didapatkan pada pasien prolaps organ panggul (Kerkhof dkk., 2009).

Beberapa penelitian melaporkan peningkatan ekspresi mRNA kolagen I dan III

pada terapi estrogen pengganti. Temuan ini menunjukkan bahwa estrogen

meningkatkan pergantian jaringan ikat dasar panggul. Penelitian ini juga

berpendapat bahwa estrogen mengembalikan metabolisme estrogen ke keadaan

pre-menopouse. Jackson (2008) menemukan bukti kuat tentang sintesis dan

degradasi cross-link yang imatur menunjukkan kolagen yang baru disintesis.

Namun rasio jenis kolagen I dan III tidak berubah dikelompok yang diberikan

estradiol, dan kandungan kolagen total menurun secara signifikan. Kombinasi

upregulation MMPs dan penurunan TIMP oleh esterogen juga mengakibatkan

peningkatan kerusakan matriks ekstraseluler. Penghambatan MMP dengan terapi

esterogen juga diteliti oleh Zong dkk. (2007), ditemukan bahwa E2

dikombinasikan dengan progesteron menurunkan bentuk aktif dari MMP-1. Hal

ini memunculkan pendapat bahwa kedua hormon ini berperan dalam menjaga

integritas dasar panggul wanita (Kerkhof dkk., 2009).

2.2.6 Matriks ekstraseluler pada ligamentum sakrouterina

Matriks ekstraseluler mengandung komponen fibrillar (kolagen dan

elastin) yang terhubung dengan substansi yang non-fibrillar. Substansi ini

mengandung non-kolagen glikoprotein, proteoglikans dan hialuronan. Komponen

fibrillar diperkirakan memberikan kontribusi terbesar terhadap biomekanikal

jaringan. Kuantitas dan kualitas dari kolagen diatur melalui keseimbangan yang

Page 23: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

28

tepat antara sintesis, pematangan dan degradasi, dimana proses ini dihasilkan

melalui proses dinamis dan remodeling yang konstan (Kerkhof, 2009).

Penelitian Karolinska Institutet, Stockhom Swedia mengemukakan bahwa

matriks ekstraseluler dari dasar panggul disusun oleh kolagen terutama tipe I dan

III, serat elastis, serta proteoglikan, dimana yang terbanyak adalah jenis small

leucine rich proteoglycans (SLRPs) serta elastin (Kerkhof, 2009). Matriks

ekstraseluler dari ligamentum sakrouterina tersusun atas kolagen dan elastin untuk

membentuk gaya yang berperan dalam peregangan dan memperluas kekuatan

(Chen dkk., 2007).

2.3 Jaringan elastin

Elastin berperan dalam ekstensibilitas, fleksibilitas jaringan dan rekoil

elastik, sedangkan mikrofibril yang disusun oleh protein yang berbeda bersifat

tidak ekstensibel dan merupakan struktur yang stabil. Beberapa penelitian

menunjukkan penurunan kadar elastin pada ligamentum sakrouterina pada prolaps

organ panggul (Moon dkk., 2011). Mekanisme molekuler dari gen elastin manusia

pada berbagai kondisi sebagian besar tidak diketahui. Produksi elastin yang salah

pada penyakit-penyakit yang diturunkan, mengarah pada hilangnya rekoil elastik

pada berbagai gangguan jaringan ikat. Serat elastin terdiri dari protein menyerupai

karet elastin terbentuk diatas tangga-tangga mikrofibril. Sejumlah protein elastin

diperlukan untuk penggabungan serat elastik agar mencapai kemampuan

khususnya untuk meregang dan melingkar (Kerkhof, 2009).

Sifat mekanis jaringan juga bergantung pada proporsi elastin, yaitu suatu

polimer larut yang dibentuk oleh suatu monomer tropo-elastin yang diikuti oleh

Page 24: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

29

katalisis suatu formasi cross-link oleh lysyl oxidases (LOX). Elastin

memungkinkan jaringan untuk meregang dan kembali ke bentuk asli tanpa

masukan energi. Hal ini dianggap penting pada jaringan reproduksi karena dapat

mengakomodasi ekspansi yang besar dalam kehamilan dan involusi setelah

persalinan. Produksi elastin sangat unik diantara protein jaringan penyangga. Pada

sebagian besar organ, biosintesis elastin terbatas pada periode singkat dari

pertumbuhan. Anyaman serat elastin matur pada saat sintesis tropo-elastin telah

berhenti. Ditemukan bahwa LOX sangat penting untuk hemostasis serat elastis

pada jaringan, termasuk organ panggul wanita (Kerkhof, 2009).

Elastin dibentuk oleh miofibroblas, kondroblas, sel endotelial, dan sel

mesotelial. Elastogenesis terjadi terutama saat periode akhir fetus dan saat

neonatal dini. Elastin secara ekstrim memiliki waktu paruh diperkirakan

mendekati 70 tahun. Pada usia dewasa terdapat perubahan yang rendah kecuali

serat elastik karena trauma, yang mana akan merangsang neositesis. Elastin

disintesis sebagai tropoelastin ditandai dari gen tunggal dan distimulasi oleh

perusakan elastin dan TGF-Beta 1. Tropoelastin dapat tampak dalam dua larutan

berupa monomer globar terbuka atau larutan polipeptida. Ini karena pengikatan

protein ketika disekresikan ke matriks ekstraseluler oleh kompleks golgi.

Tropoelastin diteruskan ke tempat mikrofibril, di tempat rantai menyilang dan

berkembang dari elastin monomer menjadi elastin polimer. Rantai silang I ini

selanjutnya menjadi anggota keluarga enzim lysyl oxydase. Desmosine adalah

elastin spesifik salah satu dari tipe rantai silang yang bisa muncul (Kerkhof,

2009).

Page 25: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

30

2.3.1 Mikrofibril

Ada tiga glikoprotein besar yang disebut mikrofibril telah diketahui antara

lain: fibrillin-1, fibrillin-2, dan fibrillin-3 dimana fibrillin-1 dan fibrillin-2 telah

diteliti. Penelitian menujukkan bahwa fibrillin-1 sebagai prasyarat untuk

penggabungan serat elastik, langsung sebagai sinyal sel lewat reseptor

dipermukaan dan berinteraksi dengan growth factor seperti TGF-Beta. Decorin

juga terlibat dalam sintesis fibrillin-1, namun juga mengikat molekul dalam

matriks ekstraseluler (Soderberg, 2008).

2.3.2 Sintesis elastin

Microfibril associated protein (MAGP-1, MAGP-2), fibulins dan emilin-1

adalah protein utama dalam penggabungan serat elastik. Famili dari lysyl oxydase

(LOX), LOX dan 4 protein menyerupai LOX (LOXL1-4) yang berperan dalam

rantai silang elastin maupun kolagen (Soderberg, 2008). Penelitian terakhir

diketahui pentingnya serat elastis dalam menjaga integritas struktural dan

fungsional dari dasar panggul. Sintesis serat elastis merupakan suatu proses yang

kompleks yang memerlukan monomer tropoelastin yang melakukan cross linked

pada matriks seluler dengan salah satu tembaga, dibutuhkan oksidasi lysyl dan

fibulins dalam proses pembentukan serat elastin (Soderberg, 2008).

Fibulin dikode oleh gen FBLN yang merupakan komponen dari basal

membran dan serat elastin. Famili fibulin sendiri terdapat 6 jenis varian dalam

distribusinya pada jaringan. Fibulin-3 yang juga dikenal dengan EFEMP-1, S1-5,

FBNL merupakan protein matriks ekstraseluler yang mengandung arrays of

calcium binding epidermal growth factor (EGF) domain dan karakteristik dari

Page 26: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

31

carboxyl-terminal fibulin. Fibulin-5 yang juga dikenal dengan DANCE

(Developmental arteries and Neura Crest EGF-like) atau EVEC (Embryonic

Vascular EGF-like Repeat-ontaining Protein) merupakan protein multifungsi yang

mengatur pertumbuhan sel, motilitas, adhesi dan pencegahan elastinophati in vivo.

Fibulin sangat penting dalam aspek biologi dan menjelaskan adanya mutasi gen

yang dikaitkan dengan beberapa penyakit (Soderberg, 2008).

Fibulin-5 terikat pada sel permukaan dan tropoelastin mempunyai afinitas

yang lemah terhadap fibrillin-1. Ini juga terlihat pada interface mikrofibril elastin.

Fibulin-5 pada ligamentum sakrouterina paling banyak diteliti, dimana ditemukan

ekspresi fibulin-5 menurun pada ligamentum sakrouterina wanita dengan prolaps

organ panggul dibandingkan dengan non-prolaps organ panggul. Penelitian yang

lebih mendalam juga telah dilakukan yaitu dengan mengukur kadar elastin dengan

radioimmunoassay dan PCR pada ligamentum sakrouterina ditemukan bahwa

terjadi penurunan kadar LOX, LOXL1, LOXL2 dan fibulin-5 pada penelitian

tersebut (Klutke, 2008).

Penggabungan serat elastin dimulai dari terbentuknya tropoelastin yang

ditransportasi menuju membran plasma menyatu menjadi agregat kecil yang diikat

silang oleh LOX dan difasilitasi oleh fibulin-4 dan atau fibulin-5 yang berperan

juga dalam pembatasan ukuran dari agregat tersebut. Agregat tersebut kemudian

menuju ke permukaan sel sambil melakukan sekresi elastin yang baru, kemudian

agregat tersebut di transfer melalui integrin yang terdapat pada permukaan sel

menuju mikrofibril ekstraseluler yang dibantu oleh fibulin-4 dan atau fibulin-5.

Agregat elastin pada mikrofibrin dibuat menjadi struktur yang lebih besar yang di

Page 27: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

32

fasilitasi oleh fibulin-4 dan atau fibulin-5 dan diikat silang oleh LOX dan menjadi

serat elastin yang lengkap (Soderberg, 2008).

Gambar 2.6 Sintesis elastin (Dikutip dari Soderberg, 2008)

Degradasi serat elastin pada individu sehat berlangsung pelan karena

rantai silang ekstensif. Jika ada trauma, atau proses penuaan pada ligamentum

maka elastin rusak, suatu remodeling tambahan akan terbentuk sebagai upaya

kompensasi terhadap hal tersebut (Goepel, 2007; Soderberg, 2008).

2.4 Estrogen

Estrogen adalah sekelompok senyawa steroid yang berfungsi terutama

sebagai hormon seks wanita. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan

mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita, seperti payudara,

dan juga terlibat dalam penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus

haid. Pada saat menopause, estrogen mulai berkurang sehingga dapat

Page 28: Ligamentum sakrouterina dan Elastin

33

menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash, berkeringat pada waktu tidur,

dan kecemasan yang berlebihan (Nathan dan Judd, 2007).

Tiga jenis estrogen utama yang terdapat secara alami dalam tubuh wanita

adalah estradiol, estriol, dan estron. Sejak menarche sampai menopause, estrogen

utama adalah 17 β-estradiol. Di dalam tubuh, ketiga jenis estrogen tersebut dibuat

dari androgen dengan bantuan enzim. Estradiol dibuat dari testosteron, sedangkan

estron dibuat dari androstenadion. Estron bersifat lebih lemah dari pada estradiol,

dan pada wanita pasca menopause estron ditemukan lebih banyak daripada

estradiol (Nathan dan Judd, 2007) .

Penurunan estrogen terjadi setelah periode menstruasi terakhir. Kadar

estradiol tidak secara bertahap menurun saat sebelum menopause tetapi tetap

berada pada jumlah yang normal, walaupun terdapat sedikit peningkatan sampai

sekitar 1 tahun sebelum berhentinya pertumbuhan dan perkembangan folikel.

Wanita yang mengalami transisi perimenopause memiliki kadar estrogen yang

tinggi, hal ini selaras dengan adanya peningkatan respon folikel ovarium untung

meningkatkan FSH selama masa tersebut (Speroff, 2011).

Ovarium bukan lagi penghasil estrogen terbanyak saat memasuki tahapan

menopause, tetapi kelenjar adrenal yang menjadi sumber utamanya. Kelenjar

adrenal menghasilkan androstenedion yang akan diubah menjadi estron. Selain

kelenjar adrenal, terdapat juga estron dari aromatisasi androstenedion di perifer.

Aromatisasi androtenedion ini terjadi di lemak, otot, hati, sumsum tulang (Nathan

dan Judd, 2007).