li naufal karyna

11
Nama : Naufal Karyna Putri NIM : 0411281419129 Kelas : Alpha Demam Typhoid dan Salmonella typhi 1. Pengertian Sejarah Demam Tifoid diuraikan secara rinci oleh Christie dalam bukunya yang berjudul “Infectious Disease : Epidemiologi and Clinical Practise“. Typhus berasal dari bahasa Yunani “typhos” yang berarti asap atau yang lebih halus lagi dari asap, merupakan kiasan yang menggambarkan orang melamun, yang dipengaruhi oleh asap yang sedang naik ke awan. Dari asal nama di atas menggambarkan bahwa kesadaran penderita Demam Tifiod seperti diliputi oleh awan. Bloomfield dan Huxman membedakan dua demam yaitu “slow nervous fever” yang disebut typhus dan “putrid malignant fever” yang disebut tifoid. Keduanya dianggap sebagai satu kesatuan penyakit, tetapi setelah Gerhardt menguraikan perbedaan gambaran kedua penyakit tersebut di Philadelpia waktu adanya kejadian epidemic Tifoid, maka jelaslah bahwa ada perbedaan mendasar dari kedua penyakit tersebut. Demam Tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri S. typhi yang ditandai dengan demam yang berjalan lama, sakit kepala yang berat, badan lemah anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali. Pada penderita kulit putih, 25 % di antaranya menunjukkan adanya “rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif. Pada penderita dewasa lebih banyak terjadi konstipasi dibandingkan dengan diare. Gejala lebih sering berupa gejala yang ringan dan tidak khas. Demam Tifoid tersebar merata di seluruh dunia. Pada penderita yang telah sembuh dapat mengalami relaps dan biasanya lebih ringan dibandingkan dengan yang pertama kali dialami. Pada Demam Tifoid dapat terjadi ulserasi pada Plaques peyeri pada illeum yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, hal ini sering terjadi pada penderita yang terlambat diobati. Dapat juga timbul demam tanpa disertai keringat, gangguan berfikir, pendengaran berkurang dan parotitis.

Upload: naufal-karyna

Post on 11-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

11

TRANSCRIPT

Page 1: LI Naufal Karyna

Nama : Naufal Karyna Putri

NIM : 0411281419129

Kelas : Alpha

Demam Typhoid dan Salmonella typhi

1. Pengertian Sejarah Demam Tifoid diuraikan secara rinci oleh Christie dalam bukunya yang

berjudul “Infectious Disease : Epidemiologi and Clinical Practise“. Typhus berasal dari bahasa Yunani “typhos” yang berarti asap atau yang lebih halus lagi dari asap, merupakan kiasan yang menggambarkan orang melamun, yang dipengaruhi oleh asap yang sedang naik ke awan. Dari asal nama di atas menggambarkan bahwa kesadaran penderita Demam Tifiod seperti diliputi oleh awan. Bloomfield dan Huxman membedakan dua demam yaitu “slow nervous fever” yang disebut typhus dan “putrid malignant fever” yang disebut tifoid. Keduanya dianggap sebagai satu kesatuan penyakit, tetapi setelah Gerhardt menguraikan perbedaan gambaran kedua penyakit tersebut di Philadelpia waktu adanya kejadian epidemic Tifoid, maka jelaslah bahwa ada perbedaan mendasar dari kedua penyakit tersebut.

Demam Tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri S. typhi yang ditandai dengan demam yang berjalan lama, sakit kepala yang berat, badan lemah anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali. Pada penderita kulit putih, 25 % di antaranya menunjukkan adanya “rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif. Pada penderita dewasa lebih banyak terjadi konstipasi dibandingkan dengan diare. Gejala lebih sering berupa gejala yang ringan dan tidak khas.

Demam Tifoid tersebar merata di seluruh dunia. Pada penderita yang telah sembuh dapat mengalami relaps dan biasanya lebih ringan dibandingkan dengan yang pertama kali dialami. Pada Demam Tifoid dapat terjadi ulserasi pada Plaques peyeri pada illeum yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, hal ini sering terjadi pada penderita yang terlambat diobati. Dapat juga timbul demam tanpa disertai keringat, gangguan berfikir, pendengaran berkurang dan parotitis.

Setiap orang rentan terhadap infeksi Demam Tifoid, kerentanan ini meningkat pada orang yang menderita HIV. S. typhi ditemukan pada penderita HIV. Imunitas spesifik relatif dapat timbul setelah seseorang mengalami infeksi baik yang menunjukkan gejala klinis maupun yang tidak menimbulkan gejala. Imunitas juga dapat muncul setelah pemberian imunisasi.

2. Penyebab Demam Tifoid disebabkan bakteri S. typhi, S. paratyphi A, B dan C. Bakteri ini

termasuk kuman gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O,H dan Vi.

Bakteri Salmonella typhi Kuman S. typhi di luar tubuh manusia mudah mati, tidak tahan terhadap sinar matahari

tetapi dapat bertahan pada keadaan dingin (es). Titik matinya pada media basah di air dan susu pada suhu 600C.

Manusia merupakan reservoir bagi Demam Tifoid, jarang ditemukan binatang berperan sebagai reservoir Demam Tifoid. Kontak dalam lingkungan keluarga dapat berupa carrier, status carrier dapat terjadi. Setelah serangan akut penderita dapat menjadi carrier. Penularan

Page 2: LI Naufal Karyna

dapat terjadi jika penderita/carrier tidak dapat menjaga kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Feses penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan Demam Tifoid.

3. Masa Inkubasi Masa inkubasi demam Tifoid bervariasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang

menginfeksi dan kekebalan/daya tahan tubuh penderita Menurut J. Chin masa inkubasi berlangsung antara 3 hari sampai 1 bulan, dengan rata-rata 8 – 14 hari. Sedangkan menurut Jenkins dan Gillespie menyebutkan sejak masuknya S. typhi sampai menunjukkan gejala penyakit antara 3 sampai 56 hari dengan rata-rata 10 sampai 20 hari. Cammie F Laser menyebutkan masa inkubasi berlangsung antara 3 sampai dengan 21 hari.

4. Gejala-gejala dan tanda-tanda Gejala klinis sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari yang tidak terdiagnosis

sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga menimbulkan kematian. Pada minggu pertama sering ditemukan keluhan dengan gejala yang mirip penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksi, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat, sifat demam kontinyu, meningkat perlahan-lahan terutama sore dan malam hari, tapi kadang-kadang bersifat intermiten atau remiten. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam bradikardi relatif, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah seperti tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnelen, stupor, koma, delirium dan psikosis.

5. Cara Penularan Masuknya kuman kedalam tubuh melalui mulut merupakan fakta yang tak terbantahkan.

Hasil pengamatan penderita tanpa bantuan pemeriksaan bakteriologik tentang bagaimana infeksi tersebar dari feses penderita lewat air, makanan dan barang-barang yang terifeksi.

Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin penderita/carier. Penularan juga dapat terjadi karena mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang tercemar. Lalat dapat juga berperan sebagai vektor mekanis merupakan perantara penularan, memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan, mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri.

Penularan Demam Tifoid adalah melalui air dan makanan. Bakteri S. typhi dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara massal yang tercemar sering menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Vektor berupa serangga juga berperan dalam penularan penyakit.

Siklus penularan Demam Tifoid.Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam

lambung, sebagian lagi akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang biak. Apabila respon immunitas (Imunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M), selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, kemudian dibawa ke Plaques peyeri di illeum distal. Selanjutnya ke kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua yang menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi.

Page 3: LI Naufal Karyna

Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu, sebagian bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi menembus usus.

6. Penegakan Diagnosa Klinis dengan Pemeriksaan Laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk menegakkan diagnosis Demam Tifoid secara pasti. Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis Demam Tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: 6.1. Pemeriksaan darah rutin.

Pemeriksaan darah secara rutin berguna untuk membantu diagnosis demam Tifoid dengan menilai jumlah dan bentuk eritrosit, jumlah leukosit eosinofil dan trombosit.

Jumlah dan hitung jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai membedakan penderita demam tifoid atau bukan, tetapi adanya leucopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis Demam Tifoid.

6.2. Pemeriksaan biakan kuman. Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang (pada awal

penyakit), urine dan feces. Metode biakan darah mempunyai spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah (± 40%) terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Pemeriksaan biakan perlu waktu lama (± 7 hari), harganya relatif mahal dan tidak semua laboratorium bisa melakukannya.

Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan kultur kuman negatif, akan tetapi hal tersebut tidak menyingkirkan adanya demam Tifoid. Hasil pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

- Telah mendapat terapi antibiotik, yang menyebabkan pertumbuhan bakteri dalam media biakan terhambat. - Volume darah yang kurang (minimal 5 cc darah) - Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu agglutinin semakin

meningkat. 6.3. Uji serologis

6.3.1. Uji Widal Metode pemeriksaan serologis mempunyai nilai penting dalam proses

diagnostik Demam Tifoid, yang paling sering digunakan adalah tes Widal. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/160 atau titer antibody H 1/320 menunjang diagnosis Demam Tifoid pada penderita dengan gejala klinis yang khas. Peningkatan titer 4 kali seteleh satu minggu dapat memastikan demam Tifoid.

Pemeriksaan uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi. Pada uji Widal terjadi suatu rekasi aglutinasi antara antigen bakteri S. typhi dengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikandan diolah dilaboratorium.

Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka demam Tifoid. Akibat adanya infeksi S. typhi maka penderita membuat antibodi yaitu :

- Aglutinin O, karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri- Aglutinin H, karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella bakteri - Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O dan H yang digunakan untuk

diagnosis demam Tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan

Page 4: LI Naufal Karyna

menderita Tifoid. Pembentukann agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Peningkatan antibodi menunjang diagnosis Tifoid.

Prinsip uji widal adalah pemeriksaan reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Interprestasi tes widal harus memperhatikan beberapa faktor yaitu sensitivitas, stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.

Tes widal mempunyai keterbatasan nilai diagnostik karena sulit diinterprestasikan terutama di daerah endemis, seperti Indonesia, dan bila pemeriksaan hanya dilakukan satu kali. Pemeriksaan Widal baru mempunyai nilai diagnostik bila pada pemeriksaan serum fase konvalesen terdapat peningkatan titer anti O dan anti H sebanyak empat kali. Tes Widal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas moderat (± 70%), dapat negatif palsu pada 30% kasus demam tifoid dengan kultur positif.

6.3.2. Uji Tubex® TF Penegakan diagnosis Demam Tifoid dengan menggunakan uji Tubex® TF

memerlukan waktu sekitar 10 menit. Uji Tubex® TF adalah suatu pemeriksaan diagnostik in vitro semi kuantitatif untuk mendeteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh S. typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibody IgM terhadap antigen S. typhi O9 lipopolisakarida dengan cara mengukur kemampuan serum antibodi IgM tersebut dalam menghambat reaksi antara antigen dan monoklonal antibodi. Selanjutnya ikatan tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnet. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM S. typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan reaksi warna akhir dengan sekala warna.

Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogroup D. Tubex® TF hanya dapat mendeteksi adanya antibodi IgM. Sensitivitas dan spesifisitas Tubex®

TF dapat mencapai 100 %. 6.4. Pemeriksaan kuman secara molekuler.

Pemeriksaan kuman secara molekuler dengan melacak DNA dari specimen klinis menggunakan metode PCR masih belum memberikan hasil yang sangat memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.

7. Penatalaksanaan Dalam penatalaksanaan Demam Tifoid dikenal adanya trilogi penatalaksanaan yaitu :

- Istirahat tirah baring dan perawatan professional dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian serta perlengkapan yang dipakai serta kebersihan perorangan.

- Diet dan terapi penunjang (sistimatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan penderita secara optimal. Dimasa lalu penderita diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya nasi, yang perubahannya disesuaikan denga kesembuhan penderita. Bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.

Page 5: LI Naufal Karyna

- Pemberian antibiotik dengan tujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan demam Tifoid adalah Kloramfenikol, Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Amphisilin dan Amoksilin.

8. Cara Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan untuk dapat menghindari Demam Tifoid adalah:

- Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan.- Buanglah kotoran pada jamban yang saniter dan tidak terjangkaau oleh lalat. - Lindungi sumber air masyarakat dari kemungkinan terkontaminasi - Beri penjelasan yang cukup kepada penderita, penderita yang sudah sembuh,

carrier tentang cara-cara menjaga kebersihan.

9. Faktor Risiko Demam Tifoid Demam Tifoid dapat menyerang semua kelompok umur. Akan tetapi kelompok usia

produktif mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif. Hal ini terjadi karena pada usia produktif banyak melakukan aktivitas yang berisiko untuk tertular penyakit Demam Tifoid. Insiden pada kelompok anak dan orang tua relatif kecil, bahkan pada umur diatas 70 tahun sangat jarang.

Kondisi jenis kelamin pada penderita Demam Tifoid tidak menunjukkan perbedaaan, namun demikian kelompok pria mempunyai risiko yang lebih besar karena banyak melakukan aktifitas di luar rumah yang berisiko terhadap kejadian Demam Tifoid.

Pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang untuk melakukan kebiasaan hidup sehat. Seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi mempunyai risiko yang lebih kecil untuk tertular penyakit Demam Tifoid.

Perilaku adalah sebagai suatu bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungan, perilaku kesehatan mempunyai tujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kesehatananya. Perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), faktor penguat (reinforcing factor).

Kejadian penyakit Demam Tifoid disebabkan karena masuknya S. typhi ke dalam tubuh melalui makanan, hal ini terjadi karena adanya makanan yang tidak terlindungi dari adanya kontaminasi mikroorganisme pencemar. Higiene makanan minuman yang rendah merupakan faktor yang berperan dalam penularan Demam Tifoid seperti makanan yang dicuci dengan menggunakan air yang terkontaminasi (sayur-sayuran dan buah-buahan)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian Demam Tifoid adalah : a Kebiasaan jajan

Kebiasaan makan diluar rumah (jajan) mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit Demam Tifoid.(16) Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri S. typhi yang berasal dari tinja penderita/carrier.

Demam Tifoid dapat menyerang semua kelompok umur. Akan tetapi kelompok usia produktif mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif. Hal ini terjadi karena pada usia produktif banyak melakukan aktivitas yang berisiko untuk tertular penyakit Demam Tifoid. Insiden pada kelompok anak dan orang tua relatif kecil, bahkan pada umur diatas 70 tahun sangat jarang.

b Cara makan Kebiasaan menggunakan alat makan dalam mengkonsumsi makanan

berpengaruh terhadap kejadian Demam Tifoid. c Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan

Page 6: LI Naufal Karyna

Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena Demam Tifoid dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.

Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan banyak menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain kemakanan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba.

d Kebiasaan makan sayuran mentah Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak

daripada yang telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan beberapa hal untuk menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan sayuran tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas. Dibeberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi.

e Kebiasaan minum air isi ulang Menurut World Health Organization kebutuhan rata-rata adalah 60 liter per

hari meliputi : 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum dan sisanya untuk keperluan lainnya. Pada saat ini banyak bermunculan depot-depot yang menyediakan air minum untuk dikonsumsi secara langsung.

Air minum adalah adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Beberapa penelitian menunjukkan adanya bakteri dalam air minum isi ulang. Mengingat air minum isi ulang ini dikonsumsi tanpa melalui proses pemasakan maka syarat yang harus dipenuhi adalah bebas dari kontaminasi bakteri sebagaimana yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan.

f Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu cara untuk hidup sehat yang

paling sederhana dan murah tetapi sayang belum membudaya. Padahal bila dilakukan dengan baik dapat mencegah berbagai penyakit menular seperti demam tifoid. Berdasarkan Hasil survei Health service Program tahun 2006 didapatkan hanya 12 dari 100 orang Indonesia yang melakukan cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar. Tidak mengherankan jika banyak penduduk Indonesia yang masih menderita penyakit seperti Diare dan Demam Tifoid karena kebiasaan hidup yang tidak bersih.

g Riwayat demam tifoid Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)

demam typhoid, tanpa menunjukkan tanda gejala, tetapi mampu menulari orang lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Yang bersangkutan dapat dibebaskan dari larangan ini apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu tiga kali berturut-turut sampel tinja yang diperiksa menunjukkan hasil negatif. Sampel diambil dengan interval satu bulan dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir. Sampel yang baik adalah tinja segar.

Page 7: LI Naufal Karyna

Feses penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan Demam Tifoid. Kebiasaan memakai jamban yang tidak saniter termasuk faktor risiko kejadian Demam Tifoid.

h Pengetahuan. Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai

dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.

Penularan demam tifoid terjadi melalui mulut, kuman S. typhy masuk kedalam tubuh melalui makanan/minuman yang tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah. Kuman dalam peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa inkubasi 5 – 9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah (kedua kali) dimana terjadi pelepasan endoktoksin menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid.